• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Penelitian

2. Keterlaksanaan Penggunaan Kontribusi Siswa dengan Pendekatan

PMRI

Keterlaksanaan penggunaan kontribusi siswa dengan pendekatan

PMRI dilihat melalui tiga data yaitu hasil kuesioner respon siswa, hasil

observasi, dan hasil wawancara. Pendekatan PMRI memiliki 5

karakteristik yaitu 1) penggunaan masalah kontekstual, 2) penggunaan

model, 3) penggunaan kontribusi siswa, 4) penggunaan interaktivitas

siswa, dan 5) intertwining.

Dari hasil observasi keterlaksanaan PMRI penggunaan konteks,

guru sudah menggunakan masalah kontekstual berupa cerita mengenai

benda-benda yang dekat dengan kehidupan siswa, misalnya ketika guru

membacakan cerita yang berjudul “Ulang Tahun Teman Ira”. Cerita

tersebut berisi mengenai benda-benda yang bentuknya menyerupai

bangun ruang kubus, balok, tabung, dan kerucut. Dengan mengarahkan

siswa untuk menebak bangun ruang yang dimaksud, siswa berusaha untuk

mengingat-ingat bentuk benda tersebut, misalnya saat guru membacakan

kalimat “Ira menabung uangnya di dalam celengan, celengan tersebut mempunyai ciri tidak memiliki titik sudut namun memiliki 3 sisi dan dua

menjawab pertanyaan tersebut beramai-ramai. Guru membangkitkan

semangat siswa dengan melakukan permainan sederhana, meskipun

permainan tersebut tidak menggambarkan materi yang akan dipelajari.

Guru menggunakan media berupa benda-benda yang mudah dijumpai

siswa dalam kehidupan sehari-hari, misalnya toples makanan, bungkus es

krim, celengan, bola, kardus makanan berbentuk kubus, dll. Melalui cerita

yang dibacakan oleh guru, siswa diberi pengetahuan awal yang sudah

mengarah pada materi.

Guru juga sudah memberikan beberapa model kepada siswa untuk

menyelesaikan masalahnya, salah satunya yaitu dengan menggunakan

media pembelajaran. Melalui kegiatan mengamati benda-benda sekitar,

siswa dapat mengembangkan strategi informal dalam pemecahan masalah.

Siswa dirangsang agar mampu mengubah masalah yang ditemui ke dalam

soal matematika dan mencari pemecahan masalahnya dengan berbagai

cara terutama dengan media yang ditawarkan oleh guru, misalnya ketika

siswa diberi pertanyaan “Benda ini mempunyai ciri tidak memiliki titik sudut namun memiliki 3 sisi dan dua rusuk. Berbentuk apakah celengan

tersebut?”. Siswa menjadi tahu bahwa mereka harus mencari bangun ruang

yang mempunyai sifat-sifat tersebut. Kemudian siswa mencari pemecahan

masalahnya dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan

pengamatan benda-benda disekitar. Guru memberi pertanyaan-pertanyaan

yang mengarah ke strategi formal, misalnya pada saat guru bertanya

yang tidak terpakai pada kadus teh ini?”, “Bagian mana sajakah itu?”.

Siswa melihat dan memotong bagian tidak terpakai pada kardus teh yang

dibuka sehingga membentuk jaring-jaring balok.

Dalam pembelajaran, siswa telah menunjukkan kontribusinya

dalam membangun pengetahuannya sendiri. Siswa mencari berbagai cara

dalam memecahkan masalah, misalnya siswa memilih media benda-benda

yang menyerupai bangun ruang sebagai salah satu bentuk pemecahan

masalah, beberapa siswa memilih mencari informasi dari buku LKS.

Terkadang siswa memecahkan masalah dengan cara yang sama seperti

contoh guru, misalnya pada saat siswa dibinta membuat gambar

jaring-jaring bangun ruang, guru mencontohkan jaring-jaring-jaring-jaring bangun ruang di

papan tulis, sebagian besar siswa mencontoh gambar jaring-jaring tersebut.

Beberapa siswa mencari jaring-jaring bangun ruang pada buku LKS,

namun ada pula yang sekedar mengingat-ingat jaring-jaring bangun ruang

dengan bentuk yang berbeda. Siswa memecahkan masalahnya dibantu

dengan adanya media baik berupa benda-benda yang ada di sekitar seperti

bungkus es krim, kardus teh, kardus makanan, alat peraga celengan,

maupun alat peraga yang telah disiapkan oleh guru sebelumnya yaitu

tiruan bangun ruang yang terbuat dari mika. Siswa juga dapat bekerjasama

dengan anggota kelompok dengan baik. Siswa bebas memilih media atau

alat bantu yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah. Guru

memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk memecahkan masalah.

di depan kelas, siswa lain terlihat mencermati hasil pekerjaan temannya

tersebut dengan seksama. Beberapa siswa memberikan tanggapan ketika

jawaban temannya kurang tepat, misalnya ketika siswa membacakan hasil

pekerjaannya mengenai perbedaan bentuk dua jaring-jaring bangun ruang

yang berbeda, siswa lain mengungkapkan jawaban yang dianggapnya

benar. Namun sebagian besar siswa hanya mau berbicara dengan

beramai-ramai, ketika ditanya sendiri dia menjawab dengan suara yang pelan.

Dalam melakukan kegiatan diskusi, siswa terlihat bertukar pikiran, bahkan

beberapa kali terlihat ada perselisihan, namun siswa dapat mnyelesaikan

tugas yang diberikan dengan baik. Siswa menyimpulkan hasil

pembelajaran sendiri dengan rangsangan pertanyaan-pertanyaan yang

diberikan guru. Sedangkan pada akhir pertemuan siswa dapat merangkum

hasil pembelajaran dengan sendirinya. Siswa mampu menyimpulkan

sendiri hasil pembelajaran yang dilakukan meskipun dengan bantuan

pertanyaan-pertanyaan dari guru. Guru merangsang siswa untuk

mengungkapkan pendapatnya dengan menggunakan

pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada permasalahan, misalnya ketika siswa

diminta untuk mencari titik sudut pada suatu bangun ruang, guru meminta

siswa untuk menghitung banyaknya pojokan yang ada pada benda yang

bentuknya menyerupai bangun ruang yang dipilih siswa untuk mewakili

bangun yang dimaksud. Namun hanya siswa yang biasanya selalu aktif

dikelas saja yang menjawab dengan lantang. Sedangkan yang lainnya

ditanya sendiri mereka menjawab dengan suara pelan dan terlihat

ragu-ragu. Guru selalu memberi kesempatan kepada siswa untuk

mengungkapkan pendapatnya dengan waktu yang cukup (lebih dari 5

detik). Beberapa siswa bertanya kepada guru ketika mereka menemui

kesulitan, misalnya pada saat siswa diminta mencari sisi, rusuk, dan titik

sudut bangun tabung ada siswa yang bertanya “Pak boleh pake botol ini?”.

Namun ketika guru ditanya oleh siswa, biasanya guru memberikan

pertanyaan kembali kepada siswa agar siswa menemukan sendiri jawaban

atas pertanyannya.

Dalam pembelajaran dapat dilihat bahwa interaktivitas siswa sudah

terjalin, baik antara siswa dengan guru ataupun siswa dengan siswa. Guru

melakukan tanya jawab dalam pembelajaran untuk merangsang siswa

dalam mengungkapkan pendapatnya mengenai banyaknya sisi, rusuk, dan

titik sudut bangun ruang serta contoh-contohnya. Guru juga melakukan

demonstrasi menggunakan media benda-benda yang bentuknya

menyerupai bangun ruang dan gambar bangun ruang di papan tulis agar

siswa lebih mudah memahami materi. Siswa juga diberi kesempatan untuk

berinteraksi melalui kegiatan diskusi. Beberapa siswa mempresentasikan

hasil pekerjaannya di depan kelas sedangkan siswa lain memberi

tanggapan atas kebenaran atau kesalahan hasil pekerjaan tersebut. Pada

pembelajaran siklus I siswa belum mampu bekerja sama dengan teman

mengerjakan tugas, namun pada siklus II siswa melakukan pembagian

tugas sehingga siswa dapat bekerjasama dengan anggota lain.

Pembelajaran juga dikaitkan dengan materi lain, baik dengan

materi lain pada mata pelajaran matematika sendiri maupun dengan materi

mata pelajaran lain. Misalnya pembelajaran bangun ruang dikaitkan

dengan materi bilangan bulat dalam penghitungan banyak sisi, rusuk, dan

titik sudut. Kaitannya dengan bangun datar yaitu mengenai bentuk sisi-sisi

dari bangun ruang. Kaitannya dengan pecahan yaitu pengubahan ukuran

ketika siswa diminta menggambar. Selain itu materi matematika bangun

ruang juga dikaitkan dengan mata pelajaran lain, misalnya Bahasa

Indonesia pada bagian mendengarkan teks cerita, berkaitan dengan mapel

IPS pada bagian isi cerita yang disampaikan mengenai benda-benda yang

dijual di pasar dan cara menabung, dan berkaitan dengan mapel SBK pada

bagian menggambar bangun ruang. Berdasarkan data observasi di atas

dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan menerapkan lima

karakteristik PMRI menunjukkan pendekatan PMRI sudah terlaksana.

Pada instrumen kuesioner, masing-masing karakteristik PMRI

tersebut dituangkan ke dalam 6 item kuesioner sehingga keseluruhan

terdapat 30 item kuesioner. Skor rata-rata pada hasl kuesioner

dikategorikan berdasarkan ketentuan PAP 1 yaitu menetapkan batas

penguasaan kompetensi minimal yang dianggap dapat diluluskan dari

keseluruhan penguasaan bahan yakni 65% dan diberi nilai cukup (Masidjo,

kuesioner yang diberikan di siklus I karakteristik penggunaan masalah

kontekstual dituangkan pada item kuesioner nomor 25-30 dengan skor

rata-rata sebesar 18,556 termasuk dalam kategori respon siswa terhadap

penggunaan masalah kontekstual cukup baik. Karakteristik penggunaan

model dituangkan pada item kuesioner nomor 13-18 dengan skor rata-rata

sebesar 19,778 termasuk dalam kategori respon siswa terhadap

penggunaan model baik. Karakteristik penggunaan kontribusi siswa

dituangkan pada item kuesioner nomor 19-24 dengan skor rata-rata sebesar

19,611 termasuk dalam kategori respon siswa terhadap penggunaan

kontribusi siswa baik. Karakteristik penggunaan interaktivitas dituangkan

pada item kuesioner nomor 7-12 dengan skor rata-rata sebesar 18,56

termasuk dalam kategori respon siswa terhadap penggunaan penggunaan

interaktivitas cukup baik. Karakteristik penggunaan intertwining

dituangkan pada item kuesioner nomor 1-6 dengan skor rata-rata sebesar

18,111 termasuk dalam kategori respon siswa terhadap penggunaan

penggunaan intertwining cukup baik.

Pada hasil kuesioner yang diberikan di siklus II karakteristik

penggunaan masalah kontekstual dituangkan pada item kuesioner nomor

25-30 dengan skor rata-rata sebesar 20,05 termasuk dalam kategori respon

siswa terhadap penggunaan masalah kontekstual baik. Jumlah siswa yang

skornya lulus karakteristik ini pada siklus I yaitu 16 siswa atau sebesar

88,8% dari total keseluruhan siswa. Jumlah siswa yang skornya lulus

Karakteristik penggunaan model dituangkan pada item kuesioner

nomor 13-18 dengan skor rata-rata sebesar 21,53 termasuk dalam kategori

respon siswa terhadap penggunaan model baik. Jumlah siswa yang skornya

lulus karakteristik ini pada siklus I yaitu 18 siswa atau sebesar 100%.

Jumlah siswa yang skornya lulus karakteristik ini pada siklus II yaitu 19

siswa atau sebesar 100% dari total keseluruhan siswa.

Karakteristik penggunaan kontribusi siswa dituangkan pada item

kuesioner nomor 19-24 dengan skor rata-rata sebesar 21,32 termasuk

dalam kategori respon siswa terhadap penggunaan kontribusi siswa baik.

Jumlah siswa yang skornya lulus karakteristik ini pada siklus I yaitu 18

siswa atau sebesar 100%. Jumlah siswa yang skornya lulus karakteristik

ini pada siklus II yaitu 19 siswa atau sebesar 100% dari total keseluruhan

siswa.

Karakteristik penggunaan interaktivitas dituangkan pada item

kuesioner nomor 7-12 dengan skor rata-rata sebesar 21,563 termasuk

dalam kategori respon siswa terhadap penggunaan penggunaan

interaktivitas baik. Jumlah siswa yang skornya lulus karakteristik ini pada

siklus I yaitu 18 siswa atau sebesar 88,8% dari total keseluruhan siswa.

Jumlah siswa yang skornya lulus karakteristik ini pada siklus II yaitu 19

siswa atau sebesar 100% dari total keseluruhan siswa.

Karakteristik penggunaan intertwining dituangkan pada item

kuesioner nomor 1-6 dengan skor rata-rata sebesar 20 termasuk dalam

Jumlah siswa yang skornya lulus karakteristik ini pada siklus I yaitu 15

siswa atau sebesar 83,3% dari total keseluruhan siswa. Jumlah siswa yang

skornya lulus karakteristik ini pada siklus II yaitu 19 siswa atau sebesar

100% dari total keseluruhan siswa.

Dari data diatas secara keseluruhan skor rata-rata yang diperoleh

pada hasil kuesioner siklus II yaitu sebesar 20,83 termasuk dalam kategori

respon siswa terhadap pendekatan PMRI baik.

Berdasarkan hasil wawancara pada akhir siklus I dapat diketahui

bahwa beberapa siswa mampu mengubah masalah yang diberikan dalam

simbol matematika. Hanya sedikit siswa yang mengerti pertanyaan yang

dimaksud dalam masalah dengan sendirinya. Siswa mengerti apa yang

ditanyakan ketika guru memberi mereka rangsangan berupa

pertanyaan-pertanyaan lain yang mengarah. Siswa mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan

dengan cara yang dicontohkan guru. Belum banyak siswa yang memiliki

alternatif/cara lain dalam menjawab pertanyaan, namun sudah ada

beberapa siswa yang mencoba meskipun hasilnya tidak selalu benar

bahkan sering kali jawaban siswa tersebut salah. Sebagian besar siswa

bersedia mengungkapkan pendapatnya. Beberapa siswa dapat

mengungkapkan pendapatnya dengan jelas ketika diminta untuk berbicara,

ada pula siswa yang ragu-ragu ketika diminta berbicara sendiri. Ketika

diberi pertanyaan oleh guru, siswa memunculkan jawaban yang bervariasi,

ada yang salah namun ada pula yang benar. Sekitar 25%-30% siswa

sedangkan sekitar 50% siswa lainnya juga menjawab pertanyaan meskipun

beramai-ramai. Kendala yang dihadapi guru dalam merangsang siswa

untuk mengungkapkan pendapatnya yaitu kurangnya minat siswa untuk

memperhatika. Salah satu penyebabnya adalah karena pembelajaran

matematika dilaksanakan setelah jam pelajaran olahraga. Banyak siswa

yang mengeluh lelah sehingga usaha untuk belajar juga menjadi kurang.

Hasil wawancara dengan guru mengenai kontribusi siswa dalam

pembelajaran yang dilakukan pada akhir siklus II terdapat beberapa

perubahan yang terjadi pada siswa, diantaranya yaitu sudah banyak siswa

yang mampu mengubah masalah yang diberikan dalam simbol

matematika, hanya beberapa anak saja yang masih bingung. Sebagian

siswa sudah mampu menebak dan mengerti soal yang ditanyakan dalam

masalah yang diberikan. Siswa dapat menyelesaikan masalah dengan cara

yang dicontohkan oleh guru. Selain itu sudah lebih banyak pula siswa yang

mampu berinisiatif menggunakan cara lain dalam menjawab pertanyaan

meskipun tidak selalu benar. Beberapa siswa bersedia menjawab

pertanyaan dan mengungkapkan pendapatnya dengan jelas yaitu sekitar

50% dari jumlah keseluruhan siswa. 50% siswa lain bersedia menjawab

pertanyaan dan mengungkapkan pendapatnya apabila mengungkapkan

pendapat secara beramai-ramai. Pada saat siswa ditanya secara individu

oleh guru, siswa hanya menjawab dengan suara pelan dan tidak jelas.

Kendala yang dihadapi guru masih sama yaitu banyak siswa mengeluh

dilaksanakan setelah mata pelajaran olahraga. Selain itu juga beberapa

siswa yang belum mampu untuk menjawab pertanyaan dengan jelas.

Data hasil wawancara guru di atas menunjukkan bahwa siswa

sudah lebih berkontribusi dalam pembelajaran untuk membangun

pengetahuannya sendiri dibanding sebelum menggunakan pendekatan

PMRI. Akan tetapi masih ada sebagian kecil siswa yang pasif dalam

pembelajaran. Berdasarkan pembahasan hasil observasi, kuesioner, dan

wawancara, dapat dilihat diketahui bahwa pendekatan PMRI khususnya

karakteristik kontribusi siswa sudah terlaksana dalam pembelajaran.

Penggunaan kontribusi siswa untuk meningkatkan kemampuan

memahami konsep geometri bangun ruang siswa kelas V SDK Nglinggi

tahun ajaran 2013/2014 sudah terlaksana dengan baik. Keterlaksanaan

dapat dilihat pada data hasil kuesioner respon siswa yang termasuk dalam

kategori baik. Keterlaksanaan juga dapat dilihat melalui hasil pengamatan

pada saat pembelajaran yakni guru telah menerapkan karakteristik

penggunaan kontribusi siswa dalam pendekatan PMRI. Selain itu

keterlaksanaan PMRI dapat dilihat melalui data hasil wawancara dengan

guru matematika yang menyebutkan bahwa siswa sudah berkontribusi

dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang

telah diuraikan di atas, peneliti mengetahui bahwa penggunaan kontribusi

siswa didukung dengan keterlaksaannya pendekatan PMRI dapat

meningkatkan kemampuan memahami konsep geometri bangun ruang

131

BAB V

Dokumen terkait