• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

2. Pendekatan PMRI

a. Pengertian pendekatan PMRI

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) diadaptasi

dari Realistic Mathematics Education (RME) yaitu sebuah pendekatan

pembelajaran matematika yang dikembangkan oleh Freudenthal di

Belanda pada tahun 1973. Realistic mathematics education pertama

Netherland yaitu Hans Freudental (Susanto, 2013: 205). Realistic

mathematics education sudah melalui proses uji coba dan penelitian

lebih dari 25 tahun, implementasinya telah terbukti berhasil

merangsang penalaran dan kegiatan berpikir siswa. Matematika

realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pembelajaran

matematika di sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan

realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran.

Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya

konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal.

Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata,

agar dapat memudahkan siswa dalam belajar matematika, kemudian

siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan untuk menemukan

sendiri konsep-konsep matematika. Setelah itu, diaplikasikan dalam

masalah sehari-hari atau dalam bidang lain. Jadi pembelajaran tidak

mulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat dan selanjutnya diikuti

dengan contoh-contoh, namun sifat, definisi, teorema itu diharapkan

“seolah-olah ditemukan kembali” oleh siswa (Soedjadi, 2001: 2).

Namun menurut Wijaya (2012, 20-21) suatu masalah realistik

tidak harus selalu berupa masalah yang ada di dunia nyata (real world

problem) dan dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari,

melainkan dapat juga berupa masalah yang dapat dibayangkan

(imaginable) atau nyata (real) dalam pikiran siswa, misalnya suatu

Jelas bahwa dalam pembelajaran matematika realistik siswa

ditantang untuk aktif bekerja bahkan diharapkan agar dapat

mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang akan

diperolehnya. Menurut Marpaung (2001: 3-4) pendekatan RME

bertolak dari masalah-masalah yang kontekstual, siswa aktif, guru

berperan sebagai fasilitator, anak bebas mengeluarkan idenya, siswa

sharing idenya artinya siswa bebas mengkomunikasikan

ide-idenya satu sama lain, guru membandingkan ide-ide itu dan

membimbing mereka untuk mengambil keputusan tentang ide mana

yang lebih baik untuk mereka.

Kegiatan inti dalam pembelajaran matematika realistik diawali

dengan masalah kontekstual, siswa aktif, siswa dapat mengeluarkan

ide-idenya, siswa mendiskusikan dan membandingkan jawabannya

dengan temannya. Guru memfasilitasi diskusi dengan temannya dan

mengarahkan siswa untuk memilih suatu jawaban yang benar. Guru

dapat meminta beberapa siswa untuk mengungkapkan jawabannya.

Melalui diskusi kelas jawaban siswa dibahas atau dibandingkan, guru

membantu menganalisa jawaban-jawaban siswa. Jawaban siswa

mungkin salah semua, mungkin benar semua atau sebagian benar

sebagian salah. Jika jawaban benar maka guru hanya menegaskan

jawaban tersebut. Jika jawaban salah guru secara tidak langsung

memberitahu letak kesalahan siswa yaitu dengan mengajukan

Siswa dapat memperbaiki jawabannya dari hasil diskusi. Pada akhir

pembelajaran, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, pendekatan PMRI dalam

penelitian ini yaitu suatu pendekatan pembelajaran dengan lebih

menekankan pada pembelajaran matematika yang berawal dari masalah

realistik siswa dan mudah dijumpai siswa dalam dunia nyata.

b. Prinsip PMRI

Menurut Freudental (dalam Zulkardi, 2005: 2-3) PMRI memiliki

tiga prinsip utama yaitu 1) Guided reinvention through

Mathematization (penemuan terbimbing melalui matematisasi), 2)

didactical phenomenology (fenomena didaktik), dan 3) self develoved

models (pengembangan model sendiri).

Prinsip PMRI yang pertama yaitu guided reinvention through

Mathematization (penemuan terbimbing melalui matematisasi). Prinsip

penemuan kembali dapat diinspirasikan melalui prosedur penyelesaian

masalah secara informal. Strategi siswa secara informal sering

ditafsirkan sebagai prosedur secara formal.

Pembelajaran matematika realistik Indonesia dimulai dengan

suatu masalah yang kontekstual atau realistik yang selanjutnya melalui

aktivitas siswa diharapkan menemukan kembali sifat, teorema, definisi,

atau prosedur-prosedur. Masalah kontekstual dipilih yang mempunyai

berbagai kemungkinan solusi. Perbedaan penyelesaian atau prosedur

matematisasi horizontal maupun vertikal. Matematisasi horizontal yaitu

proses pengubahan matematika informal ke matematika formal.

Matematisasi vertikal yaitu proses pengubahan matematika formal

menuju matematika yang lebih bermakna.

Prinsip PMRI yang kedua yaitu didactical phenomenology

(fenomena didaktik). Situasi yang berisikan fenomena mendidik yang

dijadikan bahan dan area aplikasi dalam pengajaran metematika

haruslah berangkat dari keadaan yang nyata terhadap siswa sebelum

mencapai tingkatan matematika secara formal.

Kegiatan self develoved models (pengembangan model sendiri),

berperan sebagai jembatan antara pengetahuan bagi siswa dari situasi

real ke situasi abstrak atau dari informal ke formal matematika. Siswa

membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah, dengan suatu

proses generalisasi dan formalisasi, model tersebut akhirnya menjadi

suatu model sesuai penalaran matematika.

Sejalan dengan pendapat ahli di atas, prinsip PMRI yang

diterapkan dalam penelitian ini adalah guided reinvention through

Mathematization (penemuan terbimbing melalui matematisasi),

didactical phenomenology (fenomena didaktik), dan self develoved

models (pengembangan model sendiri).

c. Karakteristik PMRI

De Lange (Zulkardi, 2005: 14) merumuskan lima karakteristik

contributions, 4) interactivity, dan 5) intertwining. Karakteristik PMRI

yang pertama yaitu the use of context (menggunakan masalah

kontekstual). Masalah kontekstual berfungsi untuk memanfaatkan

realitas sebagai sumber aplikasi matematika, selain itu juga untuk

melatih kemampuan siswa khususnya dalam menerapkan matematika

pada situasi nyata.

Karakteristik PMRI yang kedua yaitu the use of

models (menggunakan berbagai model). Istilah model berkaitan dengan

model matematika yang merupakan jembatan bagi siswa jembatan bagi

siswa dari situasi informal ke formal.

Karakteristik PMRI yang ketiga yaitu student

contributions (kontribusi siswa). Dalam penggunaan kontribusi siswa,

siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan strategi-strategi

informal dalam menyelesaikan masalah yang dapat mengarahkan

mereka pada pengkontribusian prosedur pemecahan, dengan bimbingan

guru diharapkan siswa bisa menemukan.

Karakteristik PMRI yang keempat yaitu interactivity

(interaktivitas). Interaksi yang dimaksud yaitu interaksi antara siswa

dengan siswa, siswa dengan guru serta siswa dengan perangkat

pembelajaran juga harus ada dalam pembelajaran. Bentuk-bentuk

interaksi misalnya diskusi, penjelasan, persetujuan, pertanyaan, dan

formal dari bentuk-bentuk pengetahuan matematika informal yang

ditentukan sendiri oleh siswa.

Karakteristik PMRI yang keempat yaitu intertwining

(keterkaitan). Karakteristik ini dimaksudkan bahwa struktur dan

konsep matematika saling berkaitan, biasanya pembahasan suatu topik

(unit pelajaran) harus dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses

pembelajaran yang lebih bermakna.

Sedangkan menurut Treffers (1987, dalam Wijaya, 2013: 21-23)

karakteristik PMRI yaitu 1) penggunaan konteks, 2) penggunaan model

untuk matematisasi progresif, 3) pemanfaatan hasil konstruksi siswa, 4)

interaktivitas, dan 5) keterkaitan. Konteks atau permasalahan realistik

digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika, melalui

penggunaan konteks siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan

kegiatan eksplorasi permasalahan. Penggunaan model berfungsi sebagai

jembatan (bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit

menuju pengetahuan matematika tingkat formal. Hasil konstruksi siswa

menunjukkan pengembangan aktivitas dan kreativitas siswa. Dalam

interaktivitas, belajar bukan hanya suatu proses individu namun juga

proses sosial. PMRI juga mengandung karakteristik keterkaitan, artinya

konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial melainkan

memiliki keterkaitan dengan konsep-konsep lain.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, karakteristik PMRI yang

kontekstual, penggunaan model, penggunaan kontribusi siswa,

interaktivitas, dan keterkaitan.

Dokumen terkait