• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.4. Pengaruh Kebijakan Harga Pangan terhadap Ketahanan

6.4.1. Ketersediaan Pangan

6.4.1.1. Ketersediaan Energi

Hasil uji stasionaritas menunjukkan bahwa variabel yang digunakan dalam model ketahanan pangan adalah variabel pada beda pertama. Sementara itu, hasil uji kointegrasi persamaan pengaruh kebijakan harga pangan (IOPP; AGIP dan AGOP; AGSP dan ACPP) terhadap ketersediaan energi (EAVn, dimana n = 1, 2, ….6) tidak menunjukkan adanya kointegrasi. Kalaupun dilakukan pendugaan pengaruhnya secara statistik tidak signifikan. Oleh karena itu dilakukan respesifikasi dengan memasukkan variabel Produk Domestik Bruto Nasional (PDB). Variabel ini dapat dijadikan proksi tingkat pendapatan atau kesejahteraan.

Dengan menambah variabel PDB sebagai variabel bebas maka persamaan ketahanan pangan dengan kebijakan harga pangan (IOPP) dan PDB sebagai variabel bebas dan ketersediaan energi (EAVn; n = 1, 2, .. 6) sebagai variabel terikat menjadi saling berkointegrasi. Namun demikian hasil pendugaan menunjukkan bahwa hanya persamaan ketahanan pangan EAVn dimana n = 1, 2 ..4 saja yang secara ekonomi dan statistik tidak menghadapi masalah. Pada persamaan EAV5 dan EAV6 memiliki masalah pada nilai T-Ratio ECM-nya. Hasil lengkap dapat dilihat pada Lampiran 15, sedangkan kasus untuk satu persamaan ketahanan pangan (EAV4) dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Hasil Pendugaan Pengaruh Kebijakan Harga Pangan terhadap Ketahanan Pangan (LEAV4)

Dependent variable: LEAV4

Periode pendugaan dari 1976 – 2004: 29 observasi Nilai koefisien jangka panjang:

Regressor Koefisien Standar Error T-Ratio [Prob]

LRIOPP 0.0586 0.0250 2.2965 [0.030]

LPDB 0.4345 0.0356 12.1967 [0.000]

A0 5.9431 0.3996 14.8734 [0.000]

Nilai koefisien jangka pendek

dLRIOPP 0.0330 0.0142 2.3220 [0.029]

dLPDB 0.2453 0.0817 3.0015 [0.006]

dA0 3.3543 0.1603 3.8024 [0.001]

ecm(-1) -0.5644 0.1603 -3.5219 [0.002]

ecm = LEAV4 -0.058551*LRIOPP -0.43453*LPDB -5.9431*A0 R-Squared 0.40572 R-Bar-Squared 0.33441

S.E. of Regression 0.038935 F-stat. F( 3, 25) 5.6893 [0.004] DW-statistic 2.4117

Hasil analisis ekonometrika menunjukkan bahwa baik jangka pendek maupun jangka panjang kebijakan harga pangan dan produk domestik bruto berpengaruh positif terhadap ketersediaan energi di tingkat nasional dan secara statistik pengaruh tersebut sangat signifikan. Artinya dana yang dikeluarkan Pemerintah selama ini untuk membiayai pengadaan pangan melalui kebijakan harga pangan berpengaruh terhadap ketersediaan energi yang bersumber dari beras, jagung, kedele, gula, ubi kayu, ubi jalar, telur dan daging ayam ras dan ayam buras.

Namun demikian jika dilihat dari nilai elastisitasnya, ketersediaan energi tersebut tidak respon terhadap perubahan kenaikan biaya untuk melakukan kebijakan harga tersebut. Karena jika biaya untuk kebijakan harga dinaikkan 10 persen ketersediaan energi hanya meningkat 0.33 persen dalam jangka pendek dan 0.59 persen dalam jangka panjang. Demikian juga jika PDB meningkat 10 persen maka

ketersediaan energi dari sumber bahan pangan tersebut hanya meningkat 2.45 persen dalam jangka pendek dan 4.35 dalam jangka panjang.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebijakan harga pangan tidak efektif pengaruhnya terhadap ketersediaan energi di tingkat nasional. Adapun pengaruh PDB, walaupun juga tidak efektif, tampak memberikan respon yang lebih tinggi. Jika PDB merupakan representasi dari pembangunan ekonomi dari semua sektor, maka wajar jika kebijakan harga pangan yang merupakan bagian dari pembangunan ekonomi memberikan respon yang lebih kecil. Hasil ini sesuai dengan penelitian Saliem et al. (2004) yang menyimpulkan bahwa kebijakan stabilisasi harga pangan dengan instrumen Harga Dasar Gabah dan Harga Dasar Pembelian Pemerintah tidak efektif untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani yang berarti juga tidak efektif meningkatkan ketahanan pangan.

Akan tetapi dari hasil tersebut bukan besarannya saja yang perlu dilihat, pengaruhnya yang signifikan mengindikasikan pentingnya kebijakan harga pangan untuk mendukung ketahanan pangan. Karena efektivitas suatu kebijakan tidak hanya ditentukan oleh kebijakan tersebut tetapi juga harus didukung dengan kebijakan lain (Ramdan, 2003). Kebijakan pendukung tersebut termasuk kebijakan pembangunan irigasi, infrastruktur pasar, kebijakan penelitian dan pembukaan areal baru mengkompensasi areal yang terkonversi (Kasryno et al. 2001). Pengaruh eksternal seperti harga pangan di pasar dunia dan melemahnya nilai tukar juga mempengaruhi ketidakefektifan kebijakan tersebut (Saliem et al. 2004). Di samping itu manajemen dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut juga mempengaruhi keefektifannya. Banyaknya kebocoran-kebocoran dana pembangunan dan tidak efektifnya kebijakan tataniaga pupuk diperkirakan juga mempengaruhi efektivitas kebijakan harga pangan.

Jika kebijakan harga pangan tersebut didekomposisi dapat juga diketahui kebijakan apa saja yang mempengaruhi ketersediaan pangan. Hasil pengolahan data

menunjukkan bahwa hanya dekomposisi berdasarkan kebijakan harga input pertanian dan kebijakan terhadap harga output pertanian saja yang memberikan hasil baik, sedangkan dekomposisi berdasarkan kebijakan subsidi pertanian dan kebijakan kredit pertanian tidak memberikan hasil yang baik karena ada masalah dengan nilai T-Ratio ECM-nya. Hasil lengkap pengaruh kebijakan harga input dan kebijakan harga output pertanian terhadap ketahanan pangan dapat dilihat pada Lampiran 16, sedangkan kasus untuk satu persamaan dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Hasil Pendugaan Pengaruh Kebijakan Harga Input dan Kebijakan Harga Ouput terhadap Ketahanan Pangan (LEAV4)

Dependent variable: LEAV4

Periode pendugaan dari 1976 – 2004: 29 observasi Nilai koefisien jangka panjang:

Regressor Koefisien Standar Error T-Ratio [Prob]

LRAGIP 0.0123 0.0252 0.4875 [0.630]

LRAGOP 0.0343 0.0219 1.5665 [0.130]

LPDB 0.4221 0.0510 8.2783 [0.000]

A0 6.2339 0.63921 9.7525 [0.000]

Nilai koefisien jangka pendek

dLRAGIP 0.0067 0.0145 0.4656 [0.646]

dLRAGOP 0.0188 0.0109 1.7235 [0.098]

dLPDB 0.2312 0.0929 2.4900 [0.020]

dA0 3.4145 0.9403 3.6314 [0.001]

ecm(-1) -0.5477 0.1749 -3.1314 [0.005]

ecm = LEAV4 -0.012309*LRAGIP -0.034344*LRAGOP -0.42212*LPDB – 6.2339*A0

R-Squared 0.38128; R-Bar-Squared 0.27817;

S.E. of Regression 0.040547 ; F-stat. F( 4, 24) 3.6975[0.018] ; DW-statistic 2.4178

Hasil analisis menunjukkan bahwa hanya kebijakan harga output yang secara statistik signifikan berpengaruh positif terhadap ketersediaan energi. Sementara itu kebijakan harga input berpengaruh positif namun pengaruhnya secara statistik tidak

signifikan. Temuan ini realistik karena dampak kebijakan harga input memiliki alur yang panjang terhadap ketersediaan pangan dibandingkan kebijakan harga output. Sejak dari pemberian subsidi hingga proses produksi pangan sudah banyak dijumpai permasalahan.

Permasalahan di tingkat produksi input dapat dijumpai adanya ketidakefisienan produksi pabrik input (pupuk) dan keterlambatan produksi pupuk karena gangguan mesin pada pabrik. Selanjutnya adanya gangguan selama proses distribusi input. Ganguan tersebut dapat berupa terjadinya rembesan penggunaan pupuk subsidi untuk penggunaan yang tidak sesuai dengan sasaran, ekspor ilegal pupuk bersubsidi dan penimbunan.

Dua permasalahan di tingkat produksi dan distribusi akan berdampak pada ketidaktepatan waktu, ketidaktepatan jumlah, ketidaktepatan kualitas input yang diterima petani. Selanjutnya hal ini akan mempengaruhi proses dan hasil produksi. Selain itu, bencana alam seperti banjir, kekeringan dan serangan hama penyakit dapat menyebabkan biaya untuk kebijakan harga input tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil produksi, sehingga akan mempengaruhi ketersediaan energi.

Sementara itu, pengaruh kebijakan output lebih pendek jaraknya terhadap ketersediaan pangan sehingga risiko yang dihadapi menjadi lebih kecil dibandingkan kebijakan harga input. Di samping itu karena target kebijakannya jelas, maka kemungkinan terjadi penyalahgunaan menjadi lebih kecil. Pada kebijakan input, biaya subsidi pupuk dapat dimanfaatkan untuk non target, contohnya: pupuk subsidi untuk tanaman pangan digunakan untuk tanaman perkebunan, industri dan ekspor.

Dari hasil temuan di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan harga pangan sangat mempengaruhi ketersediaan pangan, terutama kebijakan harga output, namun masih belum efektif. Untuk mengefektifkan kebijakan harga pangan perlu didukung oleh kebijakan lain, terutama yang berkaitan dengan kebijakan penyediaan

infrastruktur dan penelitian yang sifatnya jangka panjang. Kebijakan output, terutama dalam bentuk kebijakan harga dasar yang dilakukan selama ini perlu dijaga efektivitasnya untuk lebih merangsang petani tetap berproduksi. Namun agar pangan yang tersedia dapat diakses oleh segala lapisan masyarakat, terutama kelompok berpendapatan rendah, maka kebijakan harga atap perlu juga dilakukan. Dengan dua kebijakan ini diharapkan konsumen dan produsen pangan saling diuntungkan.

6.4.1.2. Ketersediaan Protein

Dengan menggunakan variabel yang sama pada persamaan ketersediaan protein, hasilnya tidak sebaik seperti pada hasil pendugaan ketersediaan energi sebelumnya. Hasil uji kointegrasi menunjukkan ada variabel yang digunakan dalam persamaan tidak terkointegrasi dengan variabel lainnya. Hal ini dapat dilihat dari dua tabel DF/ADF yang digunakan untuk melihat derajat integrasi residual (RES) persamaan OLS, satu menunjukkan bahwa residual berderajat nol atau I(0) sesuai harapan dan yang lainnya berderajat satu atau I(1) tidak sesuai harapan. Hasil lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 17.

Jika analisis dilanjutkan, hasil pendugaan yang dapat dilihat pada Tabel 20. Dalam jangka pendek, kebijakan harga pangan dan PDB tidak mempengaruhi ketersediaan protein. Namun demikian dalam jangka panjang PDB memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap ketersediaan protein. Hasil ini sesuai dengan yang terjadi selama ini, dimana kebijakan pemerintah lebih dititik beratkan pada upaya penyediaan pangan sumber energi, terutama beras sebagai pangan pokok. Dalam jangka panjang peningkatan PDB akan meningkatkan ketersediaan protein. Namun pada kondisi saat ini kebijakan yang dilakukan pemerintah masih tertumpu pada ketersediaan energi yang berasal dari bahan pangan pokok, sehingga . perhatian terhadap upaya peningkatan ketersediaan protein masih kurang mendapat perhatian.

Tabel 20. Hasil Pendugaan Pengaruh Kebijakan Harga Pangan terhadap Ketahanan Pangan (LPAV4)

Dependent variable: LPAV4

Periode pendugaan dari 1976 – 2004: 29 observasi Nilai koefisien jangka panjang:

Regressor Koefisien Standar Error T-Ratio [Prob]

LRIOPP 0.0578 0.0639 0.9043 [0.375]

LPDB 0.6334 0.0869 7.2914 [0.000]

A0 13.5505 1.0186 13.3027 [0.000]

Nilai koefisien jangka pendek

dLRIOPP 0.0242 0.0248 0.9747 [0.339]

DLPDB -0.3029 0.3520 -0.8605 [0.398]

dA0 5.6699 2.1437 2.6449 [0.014]

ecm(-1) -0.4184 0.1683 -2.4861 [0.020]

ecm = LPAV4 -0.057803*LRIOPP -0.63340*LPDB -13.5505*A0 R-Squared 0.33617; R-Bar-Squared 0.22553;

S.E. of Regression 0.069463 ; F-stat. F( 3, 25) 4.0513[0.018] ; DW-statistic 2.4603

Jika kebijakan harga didisagregasi menjadi kebijakan harga input dan kebijakan harga output, hasilnya juga tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Kebijakan harga input dan kebijakan harga ouput, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak berpengaruh terhadap ketersediaan protein. PDB dalam jangka pendek tidak berpengaruh terhadap ketersediaan protein, namun dalam jangka panjang pengaruhnya sangat signifikan terhadap ketersediaan protein (Tabel 21). Rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 18.

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa selama ini kebijakan pemerintah terhadap penyediaan pangan bias kepada ketersediaan energi dan tidak berpengaruh sama sekali terhadap ketersediaan protein. Kebijakan yang bias terhadap ketersediaan dan konsumsi protein terbukti seperti yang telah dibahas pada sub bab 6.3 sebelumnya. Hasil analisis menemukan bahwa dalam jangka panjang ketersediaan protein lebih dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian upaya

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan indikator makin tingginya pertumbuhan ekonomi suatu negara diharapkan dapat meningkatkan kualitas ketahanan pangan nasional.

Tabel 21. Hasil Pendugaan Pengaruh Kebijakan Harga Input dan Kebijakan Harga Ouput terhadap Ketahanan Pangan (LPAV4)

Dependent variable: LPAV4

Periode pendugaan dari 1976 – 2004: 29 observasi Nilai koefisien jangka panjang:

Regressor Koefisien Standar Error T-Ratio [Prob]

LRAGIP 0.0106 0.0549 0.1922 [0.849]

LRAGOP 0.0379 0.0482 0.7869 [0.439]

LPDB 0.6189 0.1071 5.7778 [0.000]

A0 13.8441 1.3515 10.2432 [0.000]

Nilai koefisien jangka pendek

dLRAGIP 0.0045 0.0238 0.1907 [0.850] dLRAGOP 0.0163 0.0195 0.8364 [0.411] dLPDB -0.3106 0.3576 -0.8687 [0.394] dA0 5.9472 2.1912 2.7142 [0.012] ecm(-1) -0.4296 0.1735 -2.4761 [.021] ecm = LPAV4-0.010550*LRAGIP-0.037896*LRAGOP-0.61888*LPDB- 13.8441*A0 R-Squared 0.3379 R-Bar-Squared 0.19397 ;

S.E. of Regression 0.070865 ; F-stat. F( 4, 24) 2.9345[0.042]; DW-statistic 2.4665