• Tidak ada hasil yang ditemukan

II - 11 Dari ketiga stasiun klimatologi tersebut, gambaran kondisi iklim wilayah Aceh adalah sebagai

Dalam dokumen Buku Laporan Pendahuluan Rencana Induk P (Halaman 32-35)

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

II - 11 Dari ketiga stasiun klimatologi tersebut, gambaran kondisi iklim wilayah Aceh adalah sebagai

berikut :

a. Stasiun Blang Bintang : curah hujan rata-rata 1.250 – 2.000 mm/tahun, dengan hari hujan rata-rata 13 hari/bulan, suhu udara rata-rata-rata-rata berkisar 25 – 28 oC, kelembaban nisbi rata-rata 69 – 90 %, serta kecepatan angin 2,0 – 4,0 knot.

b. Stasiun Sabang : curah hujan rata-rata 2.000 – 2.500 mm/tahun, dengan hari hujan rata-rata 7 hari/bulan, suhu udara rata-rata berkisar 26 – 27,5 oC, kelembaban nisbi rata-rata 73 – 86 %, serta kecepatan angin 3,0 – 11,0 knot.

c. Stasiun Meulaboh : curah hujan rata-rata 2.500 – 3.500 mm/tahun, dengan hari hujan rata-rata 17 hari/bulan, suhu udara rata-rata berkisar 21 – 31 oC, kelembaban nisbi rata-rata 69 – 96 %, serta kecepatan angin 5,0 – 7,0 knot.

II.2.6 Jenis Tanah

Jenis tanah yang diidentifikasikan di wilayah Aceh, yaitu dari pembacaan Peta Penyebaran Jenis Tanah menurut Pusat Penelitian Tanah Bogor ada 12 jenis tanah yang terdapat di Aceh, yaitu : (1) Organosol dan Glei Humus, (2) Aluvial, (3) Hidromorf Kelabu, (4) Regosol, (5) Podsolik Merah Kuning (PMK), (6) Renzina, (7) Andosol, (8) Litosol, (9) Komplek PMK dan Litosol, (10) Komplek PMK, Latosol, dan Litosol, (11) Komplek Podsolik Coklat, Podsol, dan Litosol, (12) Komplek Renzina dan Litosol. Dari pembacaan pada peta sebaran jenis tanah dapat diindikasikan sebaran jenis tanah tersebut seperti berikut ini.

Jenis tanah organosol dan glei humus dominan tersebar di pesisir barat, yang relatif luas, yaitu di Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Selatan bagian selatan, Aceh Singkil, dan Subulussalam; dan di pesisir timur, yang relatif sempit dan memanjang mengikuti garis pantai, yaitu di Aceh Timur, Aceh Utara, Bireuen, dan Pidie Jaya.

Jenis tanah aluvial yang terletak di pesisir yaitu di Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara sampai Aceh Timur dan Aceh Tamiang; sementara di dataran tinggi terdapat pada tepi alur sungai Lawe Alas di Aceh Tenggara. Selain itu di pulau-pulau terdapat di Simeulue, Kepulauan Banyak, dan Pulau Breueh. Jenis tanah hidromorf kelabu terdapat memanjang dan setempat di Aceh Utara sampai Aceh Timur dan Aceh Tamiang. Jenis tanah regosol relatif sangat sedikit, yaitu di pesisir Aceh Besar yang menerus ke Pidie, dan setempat-setempat di sekitar Gunung Leuser dan di Aceh Tenggara.

Jenis tanah podsolik merah kuning (PMK) terdapat hampir di semua kabupaten/kota baik di pesisir maupun di dataran tinggi/pegunungan. Jenis tanah PMK yang terdapat di pesisir berhadapan langsung dengan garis pantai antara lain terdapat di Aceh Jaya, Aceh Barat Daya sampai Aceh Selatan; pada lini di belakang pesisir tersebut terdapat di Aceh Barat, Nagan Raya, Subulussalam, memanjang sejak dari Pidie sampai ke Aceh Tamiang. Sementara di dataran tinggi terdapat di Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara. Selain itu terdapat sedikit di Pulau Simeulue bagian barat.

Jenis tanah renzina sangat sedikit dan hampir tidak teridientifikasi pada peta. Jenis tanah andosol terdapat di sekitar punggungan gunung-gunung utama yaitu di G. Seulawah, G. Peut Sagoe, G. Geureudong, dan G. Leuser. Jenis tanah litosol berhampiran dengan andosol dan di pegunungan

II - 12 lainnya, yang terdapat di sekitar G. Seulawah, G. Ulu Masen, G. Peut Sagoe, G. Geureudong, dan punggungan pegunungan/perbukitan lainnya di Nagan Raya, Aceh Jaya, dan Pidie.

Komplek PMK dan litosol dengan sebaran sedikit di pegunungan perbatasan Pidie – Aceh Jaya –

Aceh Besar, dan sebaran yang agak dominan di Pulau Simeulue dan Kepulauan Banyak. Komplek PMK, latosol, litosol, tersebar di dataran tinggi/pegunungan, sejak dari Aceh Besar, Aceh Jaya dan Pidie teus ke arah selatan/tenggara hingga ke Aceh Tenggara dan Aceh Tamiang. Komplek podsolik coklat, podsol, dan litosol, juga terdapat di dataran tinggi/pegunungan yaitu sejak dari Pidie, Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara. Komplek renzina dan litosol tersebar pada lereng pegunungan setempat, terdapat di Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat dan Nagan Raya, Aceh Selatan, dan memanjang dari Aceh Timur sampai Aceh Tamiang.

II.2.7 Sistem Lahan

Pada Gambar 1.2.8 ditunjukkan sistem lahan (land system) di wilayah Aceh, yaitu sebanyak sekitar 60 sistem lahan. Dari sebaran sistem lahan tersebut, dapat diindikasikan kecenderungan sistem lahan yang menonjol pada masing-masing bagian wilayah di Aceh.

Bagian wilayah pegunungan tengah

Pada bagian wilayah pegunungan tengah ini sangat menonjol sistem lahan BPD (Bukit Pandan) dengan karakteristik utamanya antara lain peka gerakan tanah/longsor, lereng >60%, sistem drainase dendritik, dan curah hujan yang tinggi. Sistem lahan BPD ini sangat dominan di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), dan juga terdapat di Kawasan Ekosistem Ulu Masen. Selain sistem lahan BPD tersebut, di bagian wilayah pegunungan tengah ini juga terdapat sistem lahan lainnya seperti: PDH (Pendreh) dan TWI (Telawi), yang keduanya mempunyai lereng >60%. Selain itu terdapat juga sistem lahan BYN (Bukit Ayun) dan GGD (Gunung Gedang), seperti pada pegunungan perbatasan Aceh Besar dan Aceh Jaya.

Bagian wilayah pesisir timur

Pada bagian wilayah pesisir timur ini sangat menonjol sistem lahan KHY (Kahayan), yang terdapat terutama di lembah Krueng Aceh (Banda Aceh dan sekitarnya), pesisir Kabupaten Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang. Selain itu setempat-setempat terdapat sistem lahan: MPT (Maput), AMI (Alur Menani), dan MBI (Muara Beliti).

Bagian wilayah pesisir barat

Pada bagian wilayah pesisir barat ini, di kawasan yang berupa rawa tedapat sistem lahan MDW (Mendawai) yaitu di Rawa Singkil, dan sistem lahan BBK (Benjah Bekasik) yaitu di Rawa Tripa. Selain itu setempat-setempat terdapat sistem lahan PTG (Putting), MPT (Maput), dan TNJ (Tanjung).

Selain itu, khusus yang terletak di sekitar gunung-gunung utama di Aceh, dengan sistem lahan yang menonjol adalah sebagai berikut:

 Di kompleks Gunung Seulawah, yang menonjol adalah sistem lahan SBB (Sibual-buali) dengan kawasan di kaki sebelah utaranya adalah sistem lahan BPP (Batang Pelepat) dengan karakter dominan lereng >60%;

II - 13

 Di kompleks Gunung Peut Sago, yang menonjol adalah sistem lahan BBG (Bukit Balang) dengan kawasan di sekitarnya dengan sistem lahan PDH (Pendreh) dengan karakter dominan lereng >60%;

 Di kompleks Gunung Geureudong, yang menonjol adalah sistem lahan TGM (Tanggamus) dengan kawasan sekitarnya dengan sistem lahan TLU (Talamau).

II.2.8 Geologi, Hidrogeologi dan Cekungan Air Tanah

Pada Gambar 1.2.9 ditunjukkan peta geologi, dan pada Gambar 1.2.10 ditunjukkan peta hidrogeologi wilayah Aceh. Dari peta geologi dapat dilihat bahwa sebagian terbesar wilayah Aceh terdiri atas batuan tersier dan quarter. Pada bagian-bagian tertentu, khususnya di punggungan pegunungan terdapat batuan yang lebih tua, berupa singkapan.

Sejalan dengan itu pada peta hidrogeologi dapat diidentifikasikan jenis litologi batuan (lithological rock types) serta potensi dan prospek air tanah (groundwater potential and prospects). Berturut-turut relatif dari kompleks punggungan hingga ke pesisir atau pantai dapat diidentifikasikan jenis litologi batuan sebagai berikut:

 batuan beku atau malihan (igneous or metamorphic rocks) terletak pada kompleks pegunungan mulai dari puncak atau punggungan; dengan potensi air tanah sangat rendah;

 sedimen padu - tak terbedakan (consolidated sediment – undifferentiated) terletak di bagian bawah/hilir batuan beku di atas namun masih pada kompleks pegunungan hingga ke kaki pegunungan, dan juga terdapat di Pulau Simeulue; dengan potensi air tanah yang juga sangat rendah;

 batu gamping atau dolomit (limestones or dolomites), yang terletak setempat-setempat, yaitu di pegunungan di bagian barat laut Aceh Besar (sekitar Peukan Bada dan Lhok Nga), di Aceh Jaya, di Gayo Lues dan Aceh Timur; dengan potensi air tanah yang juga sangat rendah;

 hasil gunung api – lava, lahar, tufa, breksi (volcanic products – lava, lahar, tuff, breccia) terutama terdapat di sekitar gunung berapi, terutama yang teridentifikasi terdapat di sekitar G. Geureudong, G. Seulawah, dan G. Peut Sagoe; dengan potensi air tanah rendah;

 sedimen lepas atau setengah padu – kerikil, pasir, lanau, lempung (loose or semi-consolidated sediment (gravel, sand, silt, clay) yang terdapat di bagian paling bawah/hilir yaitu di pesisir, baik di pesisir timur maupun pesisir barat dan di cekungan Krueng Aceh; dengan potensi air tanah sedang sampai tinggi.

Pada Gambar tersebut juga ditunjukkan adanya indikasi sesar/patahan yang relatif memanjang mengikuti pola pegunungan yang ada di wilayah Aceh (relatif berarah barat laut – tenggara). Terkait dengan aspek hidrogeologi di atas, selanjutnya dikemukakan juga mengenai cekungan air tanah (CAT) yang ada di wilayah Aceh. Dengan mengacu kepada Atlas Cekungan Air Tanah Indonesia yang diterbitkan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2009, pada halaman lembar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dapat diidentifikasikan ada 14 (empat belas) Cekungan Air Tanah (CAT) di wilayah Aceh

II - 14

Dalam dokumen Buku Laporan Pendahuluan Rencana Induk P (Halaman 32-35)