Hasil analisis mengenai ketuntasan belajar pemahaman matematika yang dicapai siswa pada tiga kelas perlakuan disajikan pada Tabel 5, di bawah ini :
KELAS JUMLAH SISWA YG TUNTAS PROSENTASE
JIGSAW 22 73%
TGT 15 50%
STAD 6 20%
Berdasarkan Tabel 5 dapat disimpulkan bahwa ketuntasan belajar pada
kelas Jigsaw lebih baik dibandingkan kelas TGT dan STAD, namun demikian
belum mencapai ketuntasan belajar ideal (85%).
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan analisis varians satu arah
didapat hasil bahwa efektivitas ketiga perlakuan berbeda secara signifikan
terhadap pemahaman matematika, dengan urutan efektivitas sebagai berikut :
1. Model Belajar Kooperatif tipe Jigsaw
2. Model Belajar Kooperatif tipe TGT
3. Model Belajar Kooperatif tipe STAD
Hal ini menunjukkan bahwa model belajar koopertif tipe Jigsaw lebih efektif
dalam meningkatkan pemahaman matematika siswa dibandingkan dengan
model belajar kooperatif tipe TGT dan STAD. Temuan tersebut didukung
dengan fakta dilapangan bahwa siswa yang belajar dengan menggunakan
model belajar kooperatif tipe Jigsaw mendapatkan informasi yang lebih luas
dan mendalam, karena melakukan diskusi sebanyak dua kali.
Disamping itu ditemukan pula bahwa total skor pemahaman matematika
pada kelas Jigsaw berada pada kategori baik, pada kelas TGT berada pada
kategori cukup, sedangkan pada kelas STAD berada pada kategori kurang.
Berdasarkan hasil analisis ketuntasan belajar terungkap bahwa ketuntasan
belajar tiap kelas berbeda secara signifikan, dengan urutan sebagai berikut :
1. Model Belajar Kooperatif tipe Jigsaw
2. Model Belajar Kooperatif tipe TGT
Secara umum Pembelajaran pemahaman matematika dengan menggunakan
model belajar kooperatif tipe Jigsaw lebih baik dibanding dengan TGT dan
STAD, namun demikian belum mencapai ketuntasan ideal sebesar 85%. Simpulan dan Saran
Berdasarkan pengolahan data dan temuan yang diperoleh dalam penelitian
ini, maka penulis memperoleh kesimpulan
1. Terdapat perbedaan efektivitas dari tiga perlakuan secara signifikan
terhadap pemahaman matematika siswa, dengan urutan keefektivitasn
sebagai berikut :
a. Model Belajar Kooperatif tipe Jigsaw
b. Model Belajar Kooperatif tipe TGT
c. Model Belajar Kooperatif tipe STAD
2. Ditinjau dari pengelompokan skor pemahaman matematika disimpulkan
bahwa siswa yang pembelajarannya menggunakan model belajar kooperatif
tipe Jigsaw berada pada kategori baik, siswa yang pembelajarannya
menggunakan model belajar kooperatif tipe TGT berada pada kategori
cukup dan siswa yang pembelajarannya menggunakan model belajar kooperatif tipe STAD berada pada kategori kurang.
3. Ditinjau dari ketuntasan belajar pemahaman matematika, ketiga kelas
belum mencapai ketuntasan ideal (85%), namun demikian ketuntasan hasil
belajar pada kelas Jigsaw lebih besar dibandingkan kelas TGT dan STAD.
4. Kelemahan dalam penelitian ini memerlukan waktu yang relatif lama dalam
melaksanakan ketiga perlakukan tersebut, sedangkan kebaikannya adalah
siswa lebih bergairah dalam belajar sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Hudoyo, H. (1979). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya : Usaha Nasional
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standar for School Mathematics. Virginia : The NCTM Inc.
Ruseffendi, E.T. (1988). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito
Slavin. (1995).Cooperative Learning , Theory, Research and Practice. Massachusetts : Allyn & Boccon.
Sudjana. (1986). Metode Statistik. Bandung : Tarsito
Stahl, R.J. (1994). Cooperative Learning Sosial Studies. A Hand Book for Teachers. USA : Addison‐Wesley Publishing Company.
Utari Sumarmo. 2002. Pembelajaran Matematika Untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah disajikan pada guru MTS Agustus di Bandung.
Student Centered
Endang Listyani
Dhoriva UW
Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY
ABSTRAK
Sistem pendidikan di Indonesia telah mengalami pegeseran paradigma dari teaching centered ke student
centered learning. Guru sebagai ujung tombak dari suatu proses belajar‐mengajar mempunyai peranan
yang sangat penting untuk mewujudkan paradigma tersebut. Menyikapi tuntutan tersebut, seorang guru
harus mampu menentukan strategi pembelajaran yang tepat untuk membawa kelas dalam situasi siswa
belajar aktif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui strategi para guru dalam meningkatkan proses
pembelajaran matematika dalam menyikapi paradigma pendidikan yang telah mengalami pergeseran dari
teacher centered ke student‐centered. Responden dalam penelitian ini adalah seluruh guru matematika yang
mengajar di SMA Negeri di Kotamadya Yogyakarta baik mengajar di IPA maupun di IPS. Di Kotamadya
Yogyakarta terdapat 11 SMA Negeri dengan penyebaran 3‐6 orang guru matematika di setiap SMA,
sehingga diperoleh 56 responden. Untuk mengungkapkan strategi pembelajaran yang selama ini
diterapkan oleh para guru digunakan angket. Dari hasil angket ini akan disimpulkan apakah para guru
sudah menggunakan strategi yang sesuai dengan paradigma student‐centered ataukah masih
menggunakan strategi dengan paradigma lama teacher centered dan diungkapkan kendala‐kendala yang
dihadapi oleh guru dalam melakukan inovasi‐inovasi dalam pembelajarannya.Berdasarkan hasil
penelitian ini disimpulkan bahwa secara umum para guru matematika di SMA Negeri di Kotamadya
Yogyakarta telah melakukan strategi pembelajaran yang mengarah pada student‐centerd. Dalam
pelaksanaannya terdapat hamb vvatan‐hambatan diantaranya dari sarana prasarana yang belum
memadai dan kemampuan sumber daya manusia yang terbatas. Di samping itu waktu yang diperlukan
untuk pembelajaran dengan inovasi‐inovasi lebih lama, sehinga menimbulkan kekhawatiran para guru
tentang tidak tercapainya target materi pelajaran
Kata Kunci: Strategi pembelajaran , Student centered
PENDAHULUAN
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pengambil kebijakan di bidang
pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, diantaranya
adalah penataran‐penataran guru‐guru, pergantian kurikulum, penelitian‐
penelitian di bidang pendidikan, serta kerjasama sekolah dengan perguruan
tinggi, bahkan dengan institusi dari luar negeri. Kegiatan‐kegiatan yang telah
dilakukan tersebut mempunyai satu arah yaitu usaha untuk mengubah proses
pembelajaran dari paradigma teacher centered ke student centered. Pembelajaran yang sesuai dengan paradigma ini adalah pembelajaran yang mampu
bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa,
motivasi, kreativitas, dan tanggung jawab siswa untuk belajar. Dalam hal ini
guru berfungsi sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran.
Guru sebagai ujung tombak pembelajaran di dalam kelas memegang
peranan yang sangat penting bagi terciptanya situasi belajar pada siswa. Untuk
itu guru harus dapat memilih strategi yang tepat sesuai dengan paradigma
belajar bukan paradigma mengajar. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran,
metode dan media (Gerardus, 2005) merupakan komponen‐komponen strategi
pembelajaran yang harus ditentukan oleh guru. Beberapa prinsip yang harus
diperhatikan dalam mengembangkan strategi pembelajaran adalah :
¾ Kegiatan berpusat pada siswa
¾ Belajar dengan melakukan
¾ Pengembangan keingintahuan dan imajinasi
¾ Pengembangan ketrampilan pemecahan masalah
¾ Pengembangan kreativitas siswa
Jika diperhatikan, bukan pekerjaan yang mudah bagi para guru untuk
dapat menerapkan strategi pembelajaran yang memenuhi prinsip‐prinsip tersebut. Lebih mudah bagi guru untuk menerapkan strategi dengan metode
klasik/ceramah yang hanya memindahkan ilmu dari guru ke siswa.
Tuntutan materi pelajaran yang cukup padat, ditambah dengan tuntutan
akan nilai standar kelulusan menjadikan kendala bagi guru untuk
mengembangkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan paradigma belajar
bukan paradigma mengajar. Di samping itu guru juga dituntut untuk, kreatif
dan mempunyai wawasan yang luas, mampu menggunakan media atau memilih metode yang menarik minat siswa untuk terlibat aktif dalam
pembelajaran. Kendala‐kendala tersebut memungkinkan guru kembali kepada
ini akan diungkap sudahkah para guru menerapkan strategi pembelajaran yang
sesuai dengan paradigma siswa belajar ataukah masih bertahan dengan strategi
yang bertumpu pada dominasi guru.
Mengingat mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang masih dirasakan sulit oleh sebagian siswa, maka fokus
penelitian ini ditujukan pada guru matematika. Pemilihan mata pelajaran ini
juga didukung oleh kenyataan bahwa mutu pendidikan matematika di
Indonesia masih memprihatinkan (Marpaung, 2001; Fauzan, 2002; Zulkardi,
2002). Prestasi siswa pada pelajaran matematika pada umumnya lebih rendah
dibandingkan di bidang lain. (Marpaung, 2003)
Dengan mengetahui kondisi para guru dalam mengajar, khususnya pada
pelajaran matematika, diharapkan bagi pihak yang terkait seperti dinas
pendidikan, akan dapat menentukan upaya‐upaya maupun kebijakan yang
tepat dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan matematika, terutama dari
sisi peningkatan kualitas guru, juga dalam menentukan kurikulum agar
mempertimbangkan keterlaksanaannya di lapangan. Hasil penelitian ini
diharapkan juga dapat dijadikan sebagai bahan introspeksi bagi para guru matematika untuk terus mengembangkan strategi pembelajaran sesuai dengan
tuntutan dunia pendidikan. Sedangkan bagi para peneliti diharapkan dapat
memberikan masukan tentang bagaimana kompetensi guru matematika yang
sebenarnya, sehingga dapat menjadi landasan dalam mengembangkan strategi
pembelajaran yang mampu menciptakan situasi siswa belajar, tetapi juga
mudah diterapkan oleh para guru.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut: “ Bagaimana strategi para guru pada proses
centered ke student centered learning.” Dari hasil penelitian ini diharapkan akan diketahui apakah para guru telah menggunakan strategi yang tepat dalam
pembelajarannya.