• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Kompetensi Hakim Peradilan Agama Dalam Menyelesaikan Sengketa

1. Kewenangan Peradilan Agama

Dasar hukum kewenangan Peradilan Agama yaitu UU no 7 tahun 1989 yang telah mengalami perubahan tiga kali, perubahan pertama yaitu UUno 3 tahun 2006 kemudian perubahan kedua UU no 50 tahun 2009. Yang jelas mulai dari UU no 7 tahun 1989 sudah jelas bahwa, perkara-perkara apa saja yang dapat di periksa oleh Pengadilan Agama, mulai dari masalah perkawinan, isbath nikah, perwalian anak, kewarisan dan lain sebagainya.

Dalam UU ini, yang masih bersifat sengketa tidak di jelaskan secara khusus bagaimana volunternya dan juga belum mengatur tentang Ekonomi Syariah.

Sebagaimana hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Kelas A1 Kota Makassar, bapak Drs. Syahidal yang mengatakan:

“Dengan lahirnya UU no 3 tahun 2006, di situlah mulai ada perubahan kewenangan untuk Pengadilan Agama termasuk penetapan ahli waris tanpa sengketa (volunteer), kalau kita ingin melihat masa klasik (dulu) sebelum adanya UU no 7 tahun 1989, penetapan ahli waris biasanya ada yang hartanya di tetapkan, tetapi karena ada banyak masalah yang timbul meskipun sudah jelas ada penetapan dari Pengadilan, oleh karena itu Pengadilan mengembalikan prinsip hukum tentang sejauh mana kewenangan peradilan agama, bukan saja Pengadilan Agama tapi seluruh peradilan, di mana permohonan yang bersifat volunteer atau yang tidak ada lawan, Pengadilan Agama tidak berwenang memeriksa dan mengadili sepanjang tidak ada aturan Hukum yang memperbolehkannya. Akhirnya karena penetapan Ahli waris itu juga pernah di tutup, tetapi karena kebutuhan masyarakat penetapan ahli waris sangat di butuhkan seperti di Perbankan ketika ada

44

Nasabah (Pewaris) meninggal dunia memiliki tabungan di Bank maka Perbankan membutuhkan adanya Letigimasi bahwa siapa-siapa saja ahli waris.”

Pada dasarnya Kewenangan Peradilan Agama dalam UU no 3 tahun 2006, di jelaskan secara tegas bahwa Peradilan Agama memiliki kewenangan dalam mewujudkan lembaga peradilan sesuai dengan harapan bangsa dan Negara yang berasaskan pada keadilan, kemashlahatan, hal tersebut harsulah selalu mengacu dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Agung,

Bapak Drs. Syahidal menambahkan :

“Dalam UU tersebut penjelasannya sudah di rinci apa-apa saja yang termasuk Ekonomi Syariah. Pada umumnya selama ini (yang lebih khusus) di Kota Makassar kasus terkait Ekonomi Syariah lebih mendominasi masalah Perbankan Syariah, variasinya kadang Nasabah yang menggugat biasanya ada yang menggugat karena merasa ada perbuatan hukum dari pihak Bank yang melakukan penyitaan-penyitaan dan pelelangan terhadap objek sengketa dengan alasan itu tidak sepantasnya atau tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku atau sebaliknya Bank yang menggugat karena wanprestasi”

Penjelasan pasal 49 huruf (i) menyatakan bahwa yang di maksud dengan Ekonomi Syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang di laksanakan menurut prinsip syariah antara lain meliputi : bank syariah, lembaga keuangan syariah, reasuransi syariah, reksa dana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah, dan lembaga keuangan mikro syariah.39

39Ibid hlm 10

45

Ekonomi Syariah dapat di adili oleh Pengadilan Agama, namun terlebih dahulu selalu mengupayakan adanya perdamaian kepada kedua belah pihak yang berperkara sebelum masuk kedalam lingkungan peradilan untuk diadili demi terwujudnya kepastian hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi para pihakatau lembaga.

2. Tahapan-Tahapan dalam Menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah

Tahapan-tahapan dalam menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah, setiap lembaga Peradilan Agama memiliki tahapan-tahapan dalam menyelesaikan sengketa, hal ini terkhusus Sengketa Perbankan Syariah yang mana kasus ini berbeda dari kasus perdata volunteer lainnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. Syahidal mengatakan Bahwa :

“Secara Umum tahapannya sama dengan perkara perdata lainnya di mulai dari Pendaftaran (Dengan perkembangan teknologi, pendaftaran pada Pengadilan sudah terbilang efisien dan Praktis karena bisa secara online), Pembayaran, setelah melakukan pembayaran di proseslah kemudian di ajukan kepada Panitera melalui Kepaniteraan berdasarkan SOP, kemudian menetapkan siapa majelis Hakim, panitera yang akan bersidang, Juru sita yang di tetapkan oleh Ketua. Biasanya pada hari yang sama berkas di serahkan langsung kepada Majelis Hakim tetapi karena sudah ada sistem sehingga kita bersepakat untuk langsung di masukkan ke sistem aplikasi SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara) melaui bantuan admin kami dengan mengupload mengenai tanggal PHS (Penetepan Hari Sidang) sekaligus tanggal sidang pertama, Jadi Ketua majelis bisa langsung print out dan tanda tangan.”

Pengadilan Agama sudah praktis karena sudah memiliki sistem PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) PTSP ini sangat meringankan bagi para pencari keadilan, satu kali masuk sudah terpenuhi untuk di proses perkaranya. Adapun system yang sudah bekerja sama dengan Pengadilan Agama sebagai berikut:

46

a) Bank, Keterlibatannya dalam pembayaran : perkara itu wajib melalui Bank agar supaya ada bukti transparansi kepada masyarakat.

b) POS Indonesia , keterlibatannya pada saat pemeriksaan bukti-bukti dan Putusan Pengadilan dalam hal penyediaan materai dan sebagainya.

“Sidang pertama, apabila para pihak hadir wajib melaui mediasi (PERMA RI no 1 Tahun 2016), majelis hakim wajib memerintahkan kepada para pihak untuk melakukan proses Mediasi.

Pada Pengadilan Agama sudah di tentukan mediator artinya mereka sudah ada SK, namun disini (Pengadilan Agama Kota Makassar) ada 2 macam mediator yaitu mediator hakim yang biayayanya gratis dan mediator non hakim yang ada biayanya karena orang luar namun para pihak sendiri yang akan memilih siapa yang akan menjadi mediator. Ketika mediasi sudah berjalan ada dua kemungkinan, bisa berhasil ataupun gagal. Ketika Berhasil, para pihak membuat kesepakatan, bisa kesepakatan dicabut perkaranya apabila di anggap tidak terlalu urgen untuk sampai eksekusi. Jadi majelis Hakim membuat putusan pencabutan atau penetapan pencabutan perkara. Tetapi ketika mediasi gagal, di lanjutkan pada tahap pemeriksaan, kemudian di lanjutkan lagi dengan agenda pengurusan perkara mulai dari pembacaan surat gugatan, jawaban ketika ada jawaban langsung di lanjutkan tetapi kalau tidak ada di tunda untuk agenda pengajuan jawaban, selanjutnya agenda replik-duplik, kemudian tahapan pembuktian (mulai dari para penggugat dan tergugat), kemudian kesimpulan di mana setelah kesimpulan sudah cukup untuk bahan musyawara para majelis hakim untuk melakukan putusan.”

Tahapan dalam penyelesaian Perkara adalah : 1) Pendaftaran

2) Pembayaran

3) Pengajuan kepada panitera untuk penetapan majelis hakim Ekonomi Syariah, Juru sita, serta penentuan hari sidang

4) Sidang pertama (apabila kedua pihak hadir dalam siding tersebut maka di wajibkan untuk mediasi), ketika mediasi gagal maka lanjut pada agenda berikutnya dan apabila berhasil maka penggugat mencabut gugatan tersebut

47 5) Replik duplik (jawab-menjawab)

6) Pembuktian (pemeriksaan surat-surat dan saksi) 7) Kesimpulan

8) Musyawarah untuk mengambil keputusan

Tahap-tahap ini selalu berdasarkan pada Undang-Undang dan Peraturan Mahkamah Agung, namun dalam sengketa perkara yang masuk pada Pengadilan Agama selalu mengupayakan terjadinya perdamaian dengan melihat sudut pandang bahwa hal yang tidak terlalu urgent ada baiknya untuk dibicarakan dari hati kehati melalui perantara mediator yang ditunjuk.

3. Standar Kompetensi Hakim Pengadilan Agama dalam Menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah

Standar kompetensi Hakim dalam menyelesaikan sengketa Perbankan Syariah yaitu mengenai SDM (Sumber Daya Manusia), berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. Syahidal mengatakan Bahwa :

“Kalau di Pengadilan Negeri ada hakim Niaga, yang khusus tugasnya menangani perkara-perkara kepailitan dan semacamnya. Di Pengadilan Agama kemungkinan kedepan juga akan seperti itu, karena sangat dibutuhkan Kompetensi Khsusus atau kemampuan spesifik untuk menangani perkara Ekonomi Syariah. Makanya dalam PERMA no 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah, yang isinya sudah di syaratkan bahwa seharusnya yang menangani Perkara Ekonomi Syariah yaitu Hakim yang sudah bersertifikat, yang mereka sudah dilatih, di didik, di bina untuk bagaimana menangani Perkara Ekonomi Syariah. Namun secara umum Hakim malihat perbandingan-perbandingan pemahaman mengenai Ekonomi Islam dan Ekonomi umum atau Istilahnya Ekonomi Syariah dan Ekonomi Konvensional sebagai pengembangan wawasan bagi Hakim Pengadilan Agama untuk betul-betul memberikan keputusan yang tidak hanya bersifat normatif tetapi juga mempertimbangkan bagaimana kemashlahatan dalam dunia Perbankan”

Dalam perkara Ekonomi Syariah terkhusus pada Perbankan syariah sangat di maksimalkan karena harus membutuhkan kemampuan-kemampuan spesifik yang tetntunya Hakim di tuntut mampu melahirkan putusan-putusan yang

48

cukup factual dan alasan-alasan yang di dasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Ekonomi Syariah ini juga sifatnya berkaitan dengan bisnis yang cukup berat dari pada ekonomi umum, ekonomi syariah ini yang memang di dalamnya di atur Hukum Islam tentang Ekonomi.

Hukum islam ini sudah diatur secara konferehensif pula dengan merujuk pada Hukum Islam, yang mengatur bahwa sistem Ekonomi Syariah itu akadnya harus benar-benar terbebas gharar, maysir, riba serta hal-hal yang secara tegas tidak diperbolehkan oleh hukum islam. Pengadilan Agama senantiasa memeriksa secara detail terkait akad apa yang terjadi dalam perjanjian tersebut agar mampu disinkronkan dengan ketentuan hukum yang ada sehingga dapat memberikan putusan yang benar-benar berkualitas.

4. Komptensi Hakim Pengadilan Agama Kelas 1A kota Makassar dalam Menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah

Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 mengatur tentang kompetensi Absolut (Kewenangan Mutlak) Pengadilan Agama. Oleh karena itu, pihak-pihak yang melakukan perjanjian berdasarkan prinsip syariah (ekonomi syariah) termasuk sengketa Perbankan Syariah tidak dapat melakukan pilihan hukum untuk di adili di pengadilan lain sehingga secara lembaga apparat hukum harus memiliki keilmuan tentang gal tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. Syahidal mengatakan Bahwa :

“Secara normative di butuhkan sertifikasi. Meskipun sudah lama kewenangan ini di berikan kepada kami (hakim), namun kami pernah mengalami kendala secara yuridis karena muncul UU Perbankan, yang tidak lagi memberikan secara hak mutlak kepada Pengadilan Agama menjadi opsi malah ke Pengadilan Negeri. Itulah suka-duka Pengadilan Agama dan memang kita ketahui Hakim juga terbatas tetapi jelas itu menjadi tanggung jawab lembaga dengan sistem manajemen, bagaimanapun juga harus di tangani setiap perkara yang masuk secara professional. Oleh karena itu kompetensi yang ada pada Pengadilan Agama kelas 1A kota makassar harus memang di pertanggungjawabkan oleh lembaga. Sehingga mampu atau bisa yang penting ada tekad untuk belajar (baik melalui buku-buku panduan Ekomomi Syariah maupun internet), sharing, melihat putusan-putusan perbankan syariah, melakukan perbandingan dan masih alternative lain yang bisa membantu kita (hakim). Dengan itu dapat menambah wawasan-wawasan, saya selalu mengatakan bahwa

49

yang di butuhkan oleh Ekonomi Syariah ini memang yang tidak bisa normatif, harus benar-benar bisa memahami persoalan keuagan di Perbankan Syariah termasuk pada untung dan ruginya. Yang menjadi panutan cara berfikir bagi kami adalah cara berfikir Mahkama Agung, ada cara tersendiri dengan betul-betul menyelesaikan perkara secara kasustik, sehingga pada akhirnya ada balanceting (keseimbangan) antara kerugian pihak Nasabah dan Bank. Memang pada Pengadilan Agama Kelas 1a Kota Makassar kasus Ekonomi Syariah Kurang, sehingga hal yang wajar ketika hanya 1 majelis saja karena jarang yang bersertifikat karena tesnya pun terbilang ketat”

Dalam Peraturan Mahkama Agung no 2 Tahun 2015 Jo Peraturan Mahkama Agung No 4 Tahun 2019 Tentang tata cara penyelesaian Gugatan Sederhana. Gugatan sederhana ini muncul untuk memberikan pelayanan yang istilahnya murah dan cepat. Adapun perkara yang termasuk gugatan sederhana adalah yakni perkara :

1) Wanprestasi (cedera janji) atau perbuatan melawan hukum yang maksimal nilai gugatannya Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), 2) Bukan perkara yang masuk kedalam kompetensi pengadilan khusus, 3) Bukan sengketa hak atas tanah,

4) Tergugat dan penggugat tidak boleh lebih dari satu kecuali memliki kepentingan hukum yang sama

5) Tempat tinggal tergugat harus diktahui

6) Tergugat dan penggugat harus berdomosili diwilayah hukum yang sama, dan lain sebagainya.

Gugatan Sederhana Penggugat dan tergugat dapat menggunakan administrasi perkara secara elektronik (e-court/e-litigasi) tahapan penyelesaiannya meliputi :Pendaftaran, Pemeriksaan Kelengkapan Gugatan Sederhana, Penrtapan Hakim, penunjukan panitera Pengganti, pemeriksaan pendahuluan, penetapan hari sidang dan peamnggilan para pihak , pemeriksaan sidang dan perdamaian dan pembuktian putusan biaya perkara.

Penambahan kewenangan Peradilan Agama Kelas A1 Kota Makassar benar-benar memiliki standar yang harus selalu memperkaya pengetahuan dan wawasannya serta mengasah intelektualnya mengenai

50

kasus yang akan di selesaikan, karena bagaimanapun hakim Pengadilan Agama di haruskan mampu mempertanggung jawabkan apa yang telah menjadi ijtihadanya sehingga putusan yang dikeluarkan di anggap benar adanya. Hakim Pengadilan Agama Kelas 1A kota Makassar dituntut juga untuk memahami tentang Ekonomi Syariah, terkhusus Perbankan Syariah hakim harus mampu memahami tentang akad dan sistemnya.

Pengadilan Agama Kelas 1A Kota Makassar segketa Ekonomi Syariah masih terbilang minim yang terdaftar akan tetapi tetap saja terus melakukan pembekalan pada hakim, karena Ekonomi Syariah membutuhkan orang-orang yang betul mampu berfikir secara relavan dengan menyinkronkan Ekonomi Umum, Ekonomi Syariah dan Terkhusus Hukum-hukum yang digunakan agar memberikan putusan yang efektif atas penyelesaian oleh Pengadilan Agama.

Kurangnya Kasus Ekonomi Syariah yang terdaftar pada Pengadilan Agama Kelas 1a Kota Makassar, belum tentu karena ketiadaan Sengketa Ekonomi Syariah. Menurut hipotesa penulis, hal ini bisa terjadi karena

1) Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang proses penyelesaian kasus Ekonomi Syariah terkait kewenanangan Peradilan Agama dalam menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah.

2) Sengketa Ekonomi Syariah dapat dilakukan dengan mengupayakkan perdamaian, dan melalui lembaga diluar pengadilan Agama yaitu Arbitrase Syariah dan Badan Syariah Nasional

C. Upaya Pengadilan Agama Kelas 1a Kota Makassar Dalam