• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPETENSI HAKIM PERADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH (STUDI KASUS PADA PENGADILAN AGAMA KELAS 1A KOTA MAKASSAR) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KOMPETENSI HAKIM PERADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH (STUDI KASUS PADA PENGADILAN AGAMA KELAS 1A KOTA MAKASSAR) SKRIPSI"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

i

KOMPETENSI HAKIM PERADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERBANKAN

SYARIAH (STUDI KASUS PADA PENGADILAN AGAMA

KELAS 1A KOTA MAKASSAR)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas

Muhammadiyah Makassar

Oleh NURHIDAYAT NIM: 105251105717

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1443H/2021

(2)

ii

HALAMAN JUDUL

KOMPETENSI HAKIM PERADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERBANKAN

SYARIAH (STUDI KASUS PADA PENGADILAN AGAMA

KELAS 1A KOTA MAKASSAR)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas

Muhammadiyah Makassar

Oleh NURHIDAYAT NIM: 105251105717

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1442H/2021

(3)

iii

PENGESAHAN SKRIPSI

(4)

iv

BERITA ACARA MUNAQASYAH

(5)

v

PERSETUJUAN PEMBIMBING

(6)

vi

SURAT PENYATAAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Nurhidayat Nim : 105251105717

Prodi : Hukum Ekonomi Syariah Fakultas : Agama Islam

Kelas : B

Dengan ini menyatakan hal sebagai berikut:

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi, saya menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun)

2. Saya tidak melakukan penjiplakan (plagiat) dalam menyusun skripsi ini 3. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3 maka saya

bersedia untuk menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar, 17 Zulkaidah 1442H 28 Juni 2021

Yang membuat pernyataan

Nurhidayat

NIM : 105251105717

(7)

vii ABSTRAK

Nurhidayat. 105251105717. 2021. Kompetensi Hakim Peradilan Agama dalam Menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah (studi kasus pada Pengadilan Agama Kelas 1A Kota Makassar). Dibimbing Oleh Muhammad Ridwan dan Hasanuddin.

Penelitian ini bertujuan umtuk mengetahui Bagaimana Kompetensi Hakim Peradilan Agama dalam menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah (Stusdi kasus pada Pengadilan Agama Kelas 1A Kota Makassar) Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dimana penelitian ini terjun langsung kelapangan untuk melakukan wawancara kepada Hakim Pengadilan Agana Kelas 1A Kota Makassar.

Hasil penelitian inimenunjukkan bahwa kompetensi Hakim Peradilan Agama Kelas 1A Kota Makassar telah bersiap menanganai segala perkara yang masuk baik sebelum atau setelah di Undangkannya UU No. 3 Tahun 2006 yang telah mengalami revisi oleh UU No. 50 tahun 2009 tentang perubagan UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama mengenai eksistensi Peradilan Agama di Indonesia. Perubahannya adalah penambahan kewenangan menyelesaikan sengketa ekonomi Syariah. Oleh karena itu Ekonomi Syariah berhubungan erat dengan masalah finansial sehingga para Hakim dan aparatur Pengadilan Agama harus benar-benar menguasai tentang ilmu ekonomi pada umumnya dan ilmu ekonomi syariah pada khususnya, dan juga harus menguasai hukum acaranya.

Kasus sengketa Ekonomi Syariah Pada Putusan No.863/Pdt.G/2020/PA.MKS, Pengadilan Agama Kelas 1A kota Makassar telah terbukti mampu menyelesaikan perkara Perbankan Syariah secara kompeten dengan memberikan kepastian hukum sehingga hal itu menjadi pegangan bagi pihak Nasabah dan pihak Perbankan. Adapun upaya Pengadilan Agama Kelas 1A Kota Makassar dalam meningjkatkan Kompetensi Hakim dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah yaitu hakim wajibkan telah mengikuti pelatihan, seminar, dan tes yang telah dipersiapkan oleh lembaga Peradilan Agama baik tentang sumber hukum materil dan sumber hukum formil sebagai bahan hukum dalam menyelesaikan sengketa perbankan Syariah.

kata kunci : Kompetensi, Hakim, Penyelesaian Sengketa, Perbankan Syariah, Peradilan Agama

(8)

viii ABSTRACT

Nurhidayat. 105251105717. 2021. Competency of Religious Court Judges in Resolving Sharia Banking Disputes (case study at the Ahama Court Class 1A Makassar City). Supervised Muhammad Ridwan and Hasanuddin

This study aims to find out how competent religious court judges are in resolving Islamic banking disputes (case studies at the Class 1A Religious Courts in Makassar City). This study uses qualitative research methods, where this research goes directly to the field to conduct interviews with Judges at the Agana Court Class 1A Makassar City.

The results of this study indicate that the competence of the Religious Court Judges Class 1A Makassar City has been prepared to handle all incoming cases either before or after the enactment of Law no. 3 of 2006 which has been revised by Law no. 50 of 2009 concerning amendments to Law no. 7 of 1989 concerning the Religious Courts regarding the existence of the Religious Courts in Indonesia. The change is the addition of the authority to resolve Sharia economic disputes. Therefore, Islamic Economics is closely related to financial issues so that Judges and Religious Court officials must really master the science of economics in general and Islamic economics in particular, and must also master the procedural law. Sharia Economic Dispute Case In Decision No.863/Pdt.G/2020/PA.MKS, the Makassar City Class 1A Religious Court has been proven to be able to competently resolve Sharia Banking cases by providing legal certainty so that it becomes a guide for the Customer and the Banking side.

As for the efforts of the Makassar City Class 1A Religion Court in improving Judge Competence in resolving sharia banking disputes, judges are required to have attended training, seminars, and tests that have been prepared by the Religious Courts institution both on material legal sources and formal legal sources as legal material in resolving disputes Syariah banking.

keywords : Competence, Judges, Dispute Resolution, Sharia Banking, Religious Courts

(9)

ix

KATA PENGANTAR

“Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah AWT, Rabb semesta alam yang tidak pernah berhenti memberikan berjuta nikmatnya. Maha suci Allah yang telah memudahkan segala urusan manusia, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “KOMPETENSI HAKIM PERADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH (Studi Kasus pada Pengadilan Agama Kelas 1A Kota Makassar)”. Shalawat dan Salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.

Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk melengkapi salah satu syarat dalam memperoleh gelas Sarjana Hukum (SH) dalam bidang ilmu Hukum Ekonomi Syariah, pada Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Makassar.

Dalam penyusunan skripsi ini tentu penulisan dan penyajiannya masih jauh dari kata sempurnah, hal ini tidak lain disebabkan karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh penulis. Saran dan kritik yang positif dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.

Tiada jalan tanpa rintangan, tiada puncak tanpa tanjakan, tiada kesuksesan tanpa perjuangan. Dengan kesungguhan dan keyakinan untuk terus melangkah, akhirnya sampai dititik penyelesaian skripsi. Namun, semua tak lepas dari uluran tangan berbagai pihak lewat dukungan, arahan, bimbingan, serta bantuan moril

(10)

x

dan materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penyusun tidak lupa menghanturkan terimahkasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Muhammad Amir dan Ibu Nuraeda yang tiada hentinya mendoakan, memberikan dorongan moril maupun materil selama pendidikan. Semua itu tak lepas dari kasih sayang, jerih payah, cucuran keringat, dan doa-doa baik yang tiada putusnya hingga saat ini buat Ananda peneliti

2. Bapak Prof. Dr. H, Ambo Asse, M.Ag. Selaku Rektor Unismuh Makassar

3. Ibu Dr. Amirah Mawardi, S.Ag.,M.Si. Selaku Dekan Fakultas Agama Islam

4. Bapak Dr. Ir. H. Muchlis Mappangaja, MP, Selaku Ketua Prodi Hukum Ekonomi Syariah dan Sekretaris Prodi, dan para dosen prodi Hukum Ekonomi Syariah Fakuktas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Bapak Dr. Muhammad Ridwan, S. HI., M.HI dan Bapak Hasanuddin, SE.Sy.,ME. Selaku Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis

6. Segenap Civitas Akademika Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah melayani dan mempermudah proses penulisan skripsi ini

7. Kepala Pengadilan Agama Kelas 1A Kota Makassar serta staf yang telah mempermudah proses penulisan skripsi ini

(11)

xi

8. Sahabat Carnivora team yang selalu memberikan semangat untuk terus sama-sama melangkah maju

9. Teman-teman seprodi Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2017 yang telah membersamai selama kurang lebih empat tahun

10. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satupersatu.

Mudah-mudahan Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis. Amiin.

Bulukumba, 20 Mei 2021

Nurhidayat

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

BERITA ACARA MUNAQASYAH ... iv

PERSETUJUAN PEMBIMBING... v

SURAT PENYATAAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

PENDAHULUAN BAB I ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Kajian teori ... 6

1. Kompetensi ... 6

2. Hakim ... 7

3. Peradilan Agama ... 14

(13)

xiii

4. Perbankan Syariah ... 22

5. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah ... 24

6. Dasar Hukum Formil Yang Di Gunakan Hakim Peradilan Agama Dalam Menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Jenis Penelitian ... 32

B. Lokasi Dan Objek Penelitian ... 32

C. Fokus Penelitiandan Deskriptif Fokus Penelitian ... 33

D. Sumber Data ... 33

E. Teknik Pengumpulan Data ... 34

F. Instrumen Penelitian ... 35

G. Teknik Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 38

B. Kompetensi Hakim Peradilan Agama Dalam Menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah ... 43

C. Upaya Pengadilan Agama Kelas 1a Kota Makassar Dalam Meningkatkan Kompetensi Hakim Dalam Menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah ... 50

BAB V PENUTUP ... 53

A. KESIMPULAN ... 53

(14)

xiv

B. SARAN ... 54 DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, hal ini membawa perubahan tentang eksistensi Peradilan Agama di Indonesia. Perubahan yang mendasar adalah penambahan kewenangan dalam menyelesaikan sengketa ekonomi Syariah.

Ketentuan pasal 49 huruf (i) berbunyi : Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, menyelesaikan perkara tingkat pertama antara orang-orang yang beragam islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah. 1 Melihat perluasan kewenanga tersebut, Seluruh aparatur teknis Peradilan Agama terkhusus hakim sudah selayaknya di tuntut untuk mampu menunjukkan dirinya sebagai sebagai lembaga peradilan yang paling tepat dan refresentatif dalam memeriksa, memutus, dan menyelesiakan perkara ekonomi syariah.

Salah satu perluasan kewenangannya adalah Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang Ekonomi Syariah, di mana pada penjelasan pasal 49 huruf (i) tersebut di nyatakan bahwa yang di maksud dengan Ekonomi Syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang di laksanakan menurut prinsip syariah antara lain meliputi : bank syariah, lembaga

1 Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang no 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama

(16)

2

keuangan syariah, reasuransi syariah, reksa dana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah, dan lembaga keuangan mikro syariah.2

Lembaga keuangan yang telah mendapatkan pengaturan yang secara tegas di Undang-Undangkan secara bagaimana sistematika opersioanlnya adalah Lembaga Keuangan Syariah yaitu Perbankan syariah adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dalam UU tersebut terdapat satu hal yang sangat menarik, mengenai penyelesaian sengketa pada pasal 55 UU No. 21 tahun 2008 ketentuan yang di sorot tentang penyelesaiannyan dimana ayat (1) berbunyi :“Penyelesaian Sengketa Perbankan Syaruah di lakukan oleh Pengadilan dan lingkungan peradilan agama”. Dalam hal ini Peradilan agama harus bersiap atas segala sengketa perbankan yang akan di hadapi.

Perbankan Syariah, pihak yang terlibat dalam Sengketa adalah bank dan nasabah, Sengketa ini biasanya terjadi dikarenakan salah satu dari yang bersengketa melakukan kecurangan (wanprestasi) yang menyalahi aturan/perjanjian. Untuk menyelesaikan sengketa kedua belah pihak bisa memilih beberapa jalur baik litigasi (melalui Lembaga Peradilan) maupun non litigasi (melalui Lembaga bukan Peradilan). Litigasi sendiri bisa melalui Peradilan Agama sebab sudah menjadi Kewenangan Absolut. Dengan demikian sudah menjadi kodrat bahwa setiap lembaga ingin mendapat perlakuan dan penghargaan dari pihak lain terutama perlakuan adil dan manusiawi.

2Ibid hlm 10

(17)

3

Keberadaan akad-akad Islam sudah ada sejak awal agama Islam, yakni akad jual beli, akad sewa menyewa, akad bagi hasil, akad pinjam-memimjam, dan akad-akad pelengkap. Akad-akad tradisional Islam dimaksud dapat diimplementasikan pada operasional LKS dengan mengacu pada Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) berikut peraturan perundang-undangan terkait berupa undan-gundang, Peraturan Menteri Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan, Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia, Keputusan Ketua Bapepam-LK dan sebagainya. Pengertian prinsip syariah mengacu pada Pasal 1 angka 13 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang menyebutkan bahwa: 3

“Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah) atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)”

Gambaran realita problematika yang terjadi saat ini pada Pengadilan Agama Kelas 1A Kota Makassar adalah minimnya sengketa Perbankan Syariah

3Abdul Ghofur Anshori, “Penerapan Prinsip Syariah dalam Lembaga Keuangan Lembaga Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm13.

(18)

4

yang terdaftar, ini akan sangat menarik dengan melihat respon dan kesiapan aparat hukum, khususnya para hakim Pengadilan Agama Kelas 1A Kota Makassar tentang bagaimana kompetensinya dalam menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah.

Melihat latar belakang ini, peneliti mencoba untuk mengangkat permasalahan ini sebagai topik penelitian dengan judul “Kompetensi Hakim Peradilan Agama dalam Menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah (Studi Kasus pada Pengadilan Agama Kelas 1A Kota Makakassar)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasar dari uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan yang hendak di teliti :

1. Bagaimana Kompetensi Hakim Pengadilan Agama Kelas 1a Kota Makassar dalam Menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah?

2. Bagaimana Upaya Pengadilan Agama Kelas 1a Kota Makassar untuk Meningkatkan Kompetensi Hakim dalam Menyelesikan Sengketa Perbankan Syariah?

C. Tujuan Penelitian

Berdasar dari rumusan masalah, maka dapat di rumuskan tujuan penelitian yang hendak di capai :

1. Untuk mengetahui Kompetensi Hakim Pengadilan Agama Kelas 1a Kota Makassar dalam Menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah

(19)

5

2. Untuk mengetahui upaya Pengadilan Agama Kelas 1a Kota Makassar dalam Meningkatkan Kompetensi Hakim dalam Menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini : 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman objektifdan komperehensif bagi hakim dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah di Pengailan Agama di masa mendatang.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Lembaga, penelitian ini di harapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

b. Bagi penulis, sebagai sarana penerapan ilmu pengetahuan dan tambahan wawasan mengenai ilmu Hukum pada Peradilan Agama terkhusus tentang kompetensi hakim Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah.

c. Bagi Pembaca, di harapkan mampu memberikan acuan bagi pembaca dan menjadi bahan referensi penelitian serupa dimasa mendatang.

(20)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian teori

1. Kompetensi

Kompetensi menurut KBBI berarti Kekuasaan (Kewenangan) dalam mengambil sebuah tindakan untuk memutuskan suatu hal. Kompetensi menurut Undang-Undang Kekuasaan kehakiman Pasal 25 ayat (3), “Peradilan Agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Kompetensi ini berarti mengimplemetasikan tugasnya, dimana Peradilan Agama adalah suatu Lembaga Peradilan yang berhak untuk melaksanakam kekasaan kehakiman berfungsi untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara khusus dibawah kewenangannya serta yang telah di atur oleh Undang-Undang. Peradilan Agama ini merupakan salah satu badan Peradilan dibawah naungan Mahkamah Agung.

Kompetensi peradilan tentunya mengikat dua hal yaitu absolut dan relative.

Kewenangan absolut yang juga disebut kekuasaan kehakiman atribusi (atributie van rechtsmacht) adalah kewenangan mutlak atau kompetensi absolut suatu pengadilan; kewenangan badan pengadilan di dalam memeriksa jenis perkara tertentu dan secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain.4

Kompetensi Absolut pada Lembaga Peradilan memiliki perbedaan sesuai dengan peraturan UU. Kompetensi Peradilan Agama, diatur dalam Pasal 2

4R. Soeroso, Prakrtik Hukum Acara Perdata: Tata cara dan proses Persidangan: (Jakarta:

Sinar Grafika,1994) hlm.6

(21)

7

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, dibangun atas asas Personalitas Keislaman, sebagaimana dalam Pasal 2 disebutkan bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara-perkara perdata tertentu yang diatur dalam Pasal 49 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2006, yaitu bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syari'ah.5

2. Hakim

Menurut Bambang Wulyono, Hakim adalah organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah diletakkan kewajiban dan tanggung jawab agar hukum dan keadilan itu ditegakkan, baik yang berdasarkan kepada yang tertulis atau tidak tertulis (mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas), dan tidak boleh ada satupun yang bertentangan dengan asas dan sendi peradilan.6 Adapun Pengangkatan Hakim tidak terlepas dari zaman Nabi Muhammad SAW.

a. Contoh Kasus dan Penyelesaia pada masa Rasulullah SAW

Ulama yang meriwayatkan banyak hukum yang dikeluarkan oleh Rasulullah SAW, berikut beberapa contoh kasus Hukum yang Pernah terjadi pada Masa Rasulullah SAW:7

5 Pasal 2 dan 49 UU Nomor 3 Tahun 2006

6 Bambang Wulyono, Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Sinar Grafika Edisi 1, Jakarta 1992. Halaman. 11

7 M.Adi Santoso, Skripsi “Kompetensi Hakim Peradilan Agama dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah (Studi Kasus pada Pengadilan Agama Tnajung Karang)” (Lampung :IAIN Raden Intan, 2016) Hlm. 19-20

(22)

8

1) Rasulullah SAW memutuskan perselisihan antara Abu Bakar dan Rabiah al Salami tentang tanah yang didalmnya terdapat pohon kurma yang miring.

Adapun batangnya di tanah Rabiah, sedangkan rantingnya di tanah Abu Bakar, dan masing-masing mengakui bahwa pohon tersebut miliknya. Lalu keduanya pergi ke Rasulullah SAW, maka beliau memutuskan bahwa ranting menjadi milik orang yang memiliki batang pohon.

2) Khasa’ binti Khadam Al Anshariyah dinikahkan oleh bapaknya sedangkan dia janda dan tidak menyetujuinya, lalu ia datang kepada Rasulullah SAW, maka beliau membatalkan pernikahan tersebut, lalu berkata kepada Rasulullah SAW : “saya tidak menolak sesuatu apa pun yang diperbuat ayahku, tapi saya ingin mengajarkan kepada kaum perempuan bahwa mereka memiliki keputusan terhadap diri mereka”.

3) Seorang wanita ditalak suaminya, dan suaminya ingin mengambil anak darinya. Lalu ia datang kepada Nabi Muhammad SAW, maka beliau berkata kepadanya: “engkau lebih berhak dengannya, selama engkau tidak menikah”

Ketegasan dalam QS. An-Nisā‟: 65

اَلَف اَكِّ ب َر َو اَل اَن ْوُنِّم ْؤُي اَح اىّٰت اَك ْوُمِّ كَحُي اَمْيِّف اَرَجَش اْمُهَنْيَب ا مُث اَل اا ْوُد ِّجَي يِّف اْمِّهِّسُفْنَا اًج َرَح ا مِّ م اَتْيَضَق اا ْوُمِّ لَسُي َو اًمْيِّلْسَت

Terjemahnya : "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. An-Nisa:65)8

8Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahnya(Bandung : Syaamil Quran, 2012).

Hlm 88

(23)

9

Penyelesaian Sengketa Pada Masa Rasulullah Saw, senantiasa ditegaskan oleh Allah dalam dalam firmannya:

ِ نَأ َو مُكْحٱ مُهَنْيَب ِ اَم ب َِلَزنَأ َُِللّٱ َِل َو ِْع بَتَت ِْمُهَء ا َوْهَأ ِْمُه ْرَذْحٱ َو ِنَأ َِكوُن تْفَي ِ نَع ِ ضْعَب

ِ اَم َِلَزنَأ َُِللّٱ َِكْيَل إ ِ ۖ ن إَف ِْوَل َوَت ِ ا ِ ْمَلْعٱَف اَمَنَأ ُِدي رُي َُِللّٱ نَأ مُهَبي صُي ِ ضْعَب ب ِْم ه بوُنُذ ِ ۖ

َِن إ َو اًري ثَك َِن م ِ ساَنلٱ َِنوُق سََٰفَل

Terjemahnya :"Dan hendaklah kamu memutus perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telh diturunkn Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yng telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagaimana dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik."

(QS. Al-Maidah: 49)9

Ada empat perangkat hukum yang di jadikan panduan bagi qadhi dalam memberikan hak kepada yang berhak menerimanya:10

1) Pengakuan (ikrar) yaitu pengakuan seorang terdakwa terhadap semua dakwaan terhadapnya dengan jujur.

2) Bukti yaitu kesaksian para saksi sebagaimana di sebutkan dalam sebuah kaidah majalah alhakam aldhiyah yang bersumber dari sebuah hadis nabi Muhammad saw.paling sedikit saksi adalah 2 (dua) orang maka jika tidak ada 2 orang saksi cukup dengan satu saksi dengan sumpah.dalam al-quran Allah Swt telah menjelaskan berkaitan dengan saksi yaitu dua orang laki-laki atau satu laki-laki dan dua orang perempuan.

9Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : Syaamil Quran, 2012).

Hlm 116

10Alaidin Koto, et.al., Sejarah Peradilan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hlm.39-45

(24)

10

3) Sumpah, suatu pernyataan yang khidmat, di ucapkan waktu memberi keterangan atau janji atas nama Allah Swt

4) Penolakan yaitu terdakwa menolak untuk bersumpah sehingga ia tidak mengucapkan sumpahnya. Imam malik berpendapat tentang penolakan tertuduh untuk bersumpah, maka sumpah harus di kembalika kepada orang yang menuduh, apabila ia bersedia bersumpah. Maka hakim memutuskan perkaranya. Rasulullah SAW pernah mengembalikan sumpah tertuduh kepada yang menuduh.

Kemudian Rasulullah juga mewanti-wanti tugas seorang hakim jangan sampai melakukan hal-hal yang dapat membuat keputusan yang salah karena sedang tidak stabil atau emosi dan faktor lainya seperti menerima suap dan lain-lain.11

Adapun Hadis tentang larangan memutus perkara saat sedang marah:12

اْنَع ادْبَع اِّنَمْح رلا اَنْب يِّبَأ اَة َرْكَب اَلاَق: اَبَتَك وُبَأ اَة َرْكَب ىَلِّإ اِّهِّنْبا اَناَك َو اَناَتْس ِّجِّسِّب اْنَأِّب اَل اَي ِّضْقَت اَنْيَب اِّنْيَنْثا اَتْنَأ َو ،ُناَبْضَغ يِّ نِّإَف اُتْعِّمَس ا يِّب نلا ى لَص اُ اللّ اِّهْيَلَع اَم لَس َو اُلوُقَي:

اَل ا نَي ِّضْقَي ا مَكَح اَنْيَب اِّنْيَنْثا اَوُه َو اُناَبْضَغ

Terjemahnya :

Dari ‘Abd. al-Rahman ibn Abi Bakrah, ia berkata, Ayahku telah menulis dan aku pula menuliskan untuk ayahku kepada ‘Ubaidillah ibn Abi Bakrah, seorang hakim di Sijista, bahwa jangan memutuskan hukum di antara dua orang, sedang engkau dalam keadaan marah.

Sesungguhnya aku (Abu Bakar) telah mendengar Rasulullah saw.

bersabda, ‚Janganlah seseorang menghakimi dua orang yang berperkara sedang ia dalam keadaan marah‛ (HR Al-Bukhari 6625)

11Farid Abdul Khliq, FIkih Politik Islam, (Jakarta: Amzah, 2005) hlm. 115-116

12https://risalahmuslim.id/larangan-memutuskan-perkara-saat-marah/

(25)

11 b. Kode etik Hakim

Seorang Hakim haruslah memiliki budi pekerti yang baik dalam menjalankan tugas, sikap tersebut tertuang dalam kode etik yang harus selalu dipegang oleh para hakim dalam menjalankan tugasnya. Hakim di tuntut untuk menaati kode etik dan perilakunya senantiasa berpegang pada Pasal 5 Undang-Undang No 48 Tahun 2009 dan berdasarkan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI serta Komisi Yudisial RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 atau 02/SKB/P.KY/IV/2009. Kode etik dan pedoman perilaku hakim di implementasikan dalam sepuluh aturan sebagai berikut:13

1) Berperilaku adil 2) Berperilaku jujur,

3) Berperilaku arif dan bijaksana, 4) Bersikap mandiri

5) Berintegritas tinggi, 6) Bertanggung jawab

7) Menjunjung tinggi harga diri 8) Berdisiplin tinggi.

9) Berperilaku rendah hati 10) Bersikap profesional

13Keputusan Bersama ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009 atau 02/SKB/P.KY/IV/2009 tantang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

(26)

12

c. Tugas hakim dalam memeriksa dan mengadili sebuah perkara pada Pengadilan agama

Adapun tugas hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara di bagi menjadi tiga tahap antara lain:14

1) Konstatiring, yaitu dituangkan dalam Berita Acara Persidangan dan dalam duduknya perkara pada putusan hakim. Konstatiring ialah meliputi:

a) Memeriksa identitas para pihak

b) Memeriksa kuasa hukum para pihak (jika ada) c) Mendamaikan pihak-pihak

d) Memeriksa syarat-syaratnya sebagai perkara

e) Memeriksa seluruh fakta atau peristiwa yang dikemukakapara pihak

f) Memeriksa syarat-syarat dan unsur-unsur setiap fakta atau peristiwa

g) Memeriksa alat-alat bukti sesuai tata cara pembuktian

h) Memeriksa jawaban, sangkalan, keberatan dan bukti-bukti pihak lawan

i) Mendengar pendapat atau kesimpulan masing-masing pihak j) Menerapkan pemeriksaan sesuai hukum acara yang berlaku

14 Mukti Arto, Praktek Perkara pada Pengadilan Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm 36-37

(27)

13

2) Kualifisir, yaitu yang dituangkan dalam pertimbangan hukum dalam surat putusan yang meliputi :

a) Mempertimbangkan syarat-syarat formil perkara b) Merumuskan pokok perkara

c) Mempertimbangkan beban pembuktian

d) Mempertimbangkan peristiwa atau fakta sebagai peristiwa atau fakta hukum

e) Mempertimbangkan secara logis, kronologis dan yuridis fakta- fakta hukum menurut hukum pembuktian

f) Mempertimbangkan jawaban, keberatan, dan sangkalan- sangkalan serta bukti-bukti lawan sesuai hukum pembuktian g) Menemukan hubungan hukum peristiwa-peristiwa atau fakta-

fakta yang terbukti dengan petitum

h) Menemukan hukumnya, baik hukum tertulis maupun yang tak tertulis dengan menyebutkan sumber-sumbernya

i) Mempertimbangkan biaya perkara.

3) Konstituiring, yang dituangkan dalam amar putusan (dictum) a) Menetapkan hukumnya dalam amar putusan

b) Mengadili seluruh petitum

c) Mengadili tidak lebih dari petitum kecuali undang-undang menentukan lain

d) Menetapkan biaya perkara.

(28)

14

d. Pengangkatan Hakim Pada Peradilan Agama

Dalam pasal 13 (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 menyatakan Untuk dapat diangkat sebagai hakim pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:15

1) warga negara Indonesia;

2) Beragama Islam;

3) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

4) Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945

5) Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya atau bukan seseorang yang terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam “Gerakan G.3O.S/PKI” atau organisasi terlarang lainnya.

6) Pegawai Negeri

7) Sarjana syari’ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;

8) Berumur serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) 9) Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;

3. Peradilan Agama

Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam Pasal 1 angka 1 UU No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama). Peradilan Agama melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat yang beragama Islam mengenai perkara

15Undang-Undang Republik Indonesia pasal 13 (1) Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

(29)

15

tertentu. Menurut pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No.

7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang menjadi kewenangan dari Pengadilan Agama adalah perkara tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dalam bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, ekonomi syari'ah. Jadi, untuk perkara ekonomi syari’ah, menjadi kewenangan absolut dari pengadilan agama.16

a. Sejarah Peradilan Agama di Indonesia .

Perjalanan kehidupan pengadilan agama mengalami pasang surut.

adakalanya wewenang dan kekuasaan yang dimilikinya sesuai dengan nilai- nilai Islam dan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Pada kesempatan lain kekuasaan dan wewenangnya dibatasi dengan berbagai kebijakan dan peraturan perundang-undangan, bahkan sering kali mengalami berbagai rekayasa dari penguasa (kolonial Belanda) dan golongan masyarakat tertentu agar posisi Pengadilan Agama melemah. Sebelum Belanda melancarkan politik hukumnya di Indonesia, hukum Islam sebagai hukum yang berdiri sendiri telah mempunyai kedudukan yang kuat, baik di masyarakat maupun dalam peraturan perundang- undangan negara. Kerajaan-kerajaan Islam yang pernah berdiri di Indonesia melaksanakan hukum Islam dalam wilayah kekuasaannya masing- masing.17

Kerajaan Islam yang berdiri di Aceh Utara pada akhir abad ke 13 M, merupakan kerajaan Islam pertama yang kemudian diikuti dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam lainnya, misalnya: Demak, Jepara, Tuban, Gresik,

16 https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4cd4042b91308/peradilan-agama/

17Muchtar Zarkasyi, Sejarah Peradilan Agama di Indonesia,(Jakarta:Prenada Group:2019) Hlm 21

(30)

16

Ngampel dan Banten. Di bagian Timur Indonesia berdiri pula kerajaan Islam, seperti: Tidore dan Makasar. Pada pertengahan abad ke 16, suatu dinasti baru, yaitu kerajaan Mataram memerintah Jawa Tengah, dan akhirnya berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil di pesisir utara, sangat besar perannya dalam penyebaran Islam di Nusantara.18

Munculnya banyak kelompok Islam yang terjadi di masyarakat sehingga Lembaga Peradilan semakin dibutuhkan. Dalam hal ini apabila terjadi sengketa dalam masyarakat maka hal itu pula yang mendasari Lembaga peradilan dibangun atau dibentuk, dimana pembentukan ini harus di landasi dengan Hukum Islam. Namun apabila dalam suatu masyarakat tidak terdapat Lembaga Peradilan maka, di berikan penanganan dengan cara memerintahkan kepada kedua belah pihak yang bersengketa untuk dapat melakukan tahkim terhadap orang-orang yang memiliki wewenang atas hal tersebut namun hal ini dapat di laksanakan apabila kelak putusan yang di keluarkan tentunya disepakati terlebih dahulu untuk diterimah serta berjanji unntuk mematuhinya.

Perkembangan Peradilan Agama di Indonesia bermula dari tahkim, sejak Islam berada di Indonesia, kala itu masyarakat sama sekali belum mengenal agama Islam, sehingga apabila terjadi sengketa di antara mereka maka ia bertahkim terhadap seseorang yang di anggap memahami solusi permasalahan tersebut (ulama).

Seiring perkembangan agama Islam yang saat itu mulai dikenal oleh masyarakat, mereka mulai mengenal bagaimana cara untuk menghandle

18ibid

(31)

17

kehidupan yang akan mereka jalani, mereka sudah mengenal peradilan, pada masa itu dilaksanakan oleh para Penghulu yang merupakan pengurus masjid di suatu wilayah. Persidangan pada masa itu, posisinya berada pada serambi masjid oleh karena tata letak atau posisi persidangannya berada pada serambi masjid, maka mereka memberi nama Pengadilan Serambi yang bahkan waktu itu terjadi di seluruh wilaya Nusantara yang kebanyakan menempatkan jabatan keagamaan, penghulu atau hakim, sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan pemerintahan umum.

Pasang surut yang dialami oleh Pengadilan Agama tidak mampu di pisahkan dari sejarahnya. Lembaga ini berfungsi untuk memeriksa dan memtuskan perkara. Dalam masa pemerintahanVOC, Lembaga Peradilan Agama berencana akan di tiadakan lalu membentuk lemabaga Peradilan yang independen yang sumber hukumnya dari negara Belanda, akan tetapi tidak berjalan sesuai dengan rencana tersebut, pada saat itu masyarakat Islam sudah mampu memahami bahwa untuk aturan tersebut harus benar-benar bersumber dari hukum Islam. Pemerintahan VOC tidak berhenti sampai disitu mereka juga ingin agar wewenang pengadilan agama dalam mengadili di minimalisir (dikurangi).

Pada tahun 1830, Peradilan Agama berada di bawah pengawasan landraad (Pengadilan Negeri), mereka memiliki kekuasaan bahwa hanya mereka yang dapat memegang kendali terhadap putusan-putusan pada Pengadilan Agama.

Pada pemerintahnya juga Pengadilan Agama tidak diberi kewenangan dalam menyita uang atau barang yang menjadi objek sengketa tersebut. Tidak adanya

(32)

18

kewenangan yang di miliki Pengadilan Agama sampai di Undangkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Lahirnya firman Raja Belanda (Koninklijk Besluit) tanggal 19 Januari 1882 Nomor 24, Staatsblad 1882 - 152 telah mengubah susunan dan status peradilan agama. Wewenang pengadilan agama yang disebut dengan preisterraacf tetap daIam bidang perkawinan dan kewarisan, serta pengakuan dan pengukuhan akan keberadaan pengadilan agama yang telah ada sebelumnya, dan hukum Islam sebagai pegangannya.

Berlakunya Staatsblad 1937 Nomor 116 telah mengurangi kompentensi pengadilan agama di Jawa dan Madura daIam bidang perselisihan harta benda, yang berarti masalah wakaf dan waris harus diserahkan kepada pengadilan negeri. Mereka (Pemerintah Kolonial Belanda) berdalih, bahwa dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, hukum Islam tidak mendalam pengaruhnya pada aturan-aturan kewarisan dalam keluarga Jawa dan Madura serta di tempat-tempat lain di seluruh Indonesia. Pada tanggal 3 Januari 1946 dengan Keputusan Pemerintah Nomor lJSD dibentuk Kementrian Agama, kemudian dengan Penetapan Pemerintah tanggal 25 Maret 1946 Nomor 5/SD semua urusan mengenai Mahkamah Islam Tinggi dipindahkan dari Kementrian Kehakiman ke dalam Kementrian Agama. Langkah ini memungkinkan konsolidasi bagi seluruh administrasi lembaga-lembaga Islam dalam sebuah wadah yang besifat nasional.

Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 menunjukkan dengan jelas maksud- maksud untuk mempersatukan administrasi Nikah, Talak dan

(33)

19

Rujuk di seluruh wilayah Indonesia di bawah pengawasan Kementrian Agama.

Usaha untuk menghapuskan pengadilan agama masih terus berlangsung sampai dengan keluarnya Undang-undang Nomor 19 Tahun 1948 dan Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan- pengadilan Sipil, antara lain mengandung ketentuan pokok bahwa peradilan agama merupakan bagian tersendiri dari peradilan swapraja dan peradilan adat tidak turut terhapus dan kelanjutannya diatur dengan peraturan pemerintah.

Proses keluarnya peraturan pemerintah inilah yang mengalami banyak hambatan, sehingga dapat keluar setelah berjalan tujuh tahun dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957.19

Keluarnya Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, maka kedudukan Peradilan Agama mulai tampak jelas dalam sistem peradilan di Indonesia. Undang-undang ini menegaskan prinsip-prinsip sebagai berikut: .20

1) Peradilan dilakukan "Demi Keadilan Berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa"

2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara

3) Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi.

19https:// Peradilan_agama_di_Indonesia

20http://badilag.net/sejarah/profil-ditjen-badilag-1/sejarah-ditjen-badilag

(34)

20

Badan-badan yang melaksanakan peradilan secara organisatoris, administratif, dan finansial ada di bawah masing-masing departemen yang bersangkutan.susunan kekuasaan serta acara dari badan peradilan itu masing- masing diatur dalam undang-undang tersendiri. Hal ini dengan sendirinya memberikan landasan yang kokoh bagi kemandirian peradilan agama, dan memberikan status yang sarna dengan peradilan-peradilan lainnya di Indonesia.Lahirnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memperkokoh keberadaan pengadilan agama.Di dalam undang¬undang ini tidak ada ketentuan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Pasa1 2 ayat (1) undang-undang ini semakin memperteguh pelaksanaan ajaran Islam (Hukum Islam). Suasana cerah kembali mewarnai perkembangan peradilan agama di Indonesia dengan keluarnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah memberikan landasan untuk mewujudkan peradilan agama yang mandiri, sederajat dan memantapkan serta mensejajarkan kedudukan peradilan agama dengan lingkungan peradilan lainnya

b. Tugas Pokok dan Fungsi Peradilan Agama

Sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan ialah menerima, memeriksa dan memutuskan setiap perkara yang diajukan kepadanya, termasuk didalamnya menyelesaikan perkara.

(35)

21

Tugas-tugas pokok Peradilan Agama ialah :21

1) Memberikan keterangan, pertimbangan serta nasehat tentang Hukum Islam.

2) Melaksanakan hisab dan rukyatul hilal.

3) Melaksanakan tugas-tugas lain pelayanan seperti pelayanan riset/penelitian, pengawasan terhadap penasehat hukum dan sebagainya.

4) Menyelesaikan permohonan pembagian harta peninggalan diluar sengketa antara orang-orang yang beraga Islam.

Dengan demikian, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang untuk menyelesaikan semua masalah dan sengketa yang termasuk di bidang perkawinan, kewarisan, perwakafan, hibah, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah.

Fungsi Peradilan Agama yaitu :22

1) Melakukan pembinaan terhadap pejabat struktural dan fungsional dan pegawai lainnya baik menyangkut administrasi, teknis, yustisial maupun administrasi umum

2) Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku hakim dan pegawai lainnya (pasal 53 ayat (1) dan (2), UU No.3 Tahun 2006)

3) Menyelenggarakan sebagian kekuasaan negara dibidang kehakiman

21http://pa-muaratebo.go.id/index.php/tentang-pa/tugas-pokok-dan-fungsi-peradilan-agama

22Ibid

(36)

22 4. Perbankan Syariah23

a. Pengertian Perbankan Syariah

Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip hukum islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram. Selain itu, UU Perbankan Syariah juga mengamanahkan bank syariah untuk menjalankan fungsi sosial dengan menjalankan fungsi seperti lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif). Selain itu, kepatuhan pada prinsip syariah dipandang sebagai sisi kekuatan bank syariah. Dengan konsisten pada norma dasar dan prinsip syariah maka kemaslhahatan berupa kestabilan sistem, keadilan dalam berkontrak dan terwujudnya tata kelola yang baik dapat berwujud. Dalam kaitan ini lembaga yang memiliki peran penting adalah Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.

Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memberikan kewenangan kepada MUI yang fungsinya dijalankan oleh organ khususnya yaitu DSN-MUI untuk menerbitkan fatwa kesesuaian syariah suatu produk bank. Kemudian Peraturan Bank Indonesia menegaskan bahwa seluruh

23 https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/UU-Regulasi-PBS.aspx

(37)

23

produk perbankan syariah hanya boleh ditawarkan kepada masyarakat setelah bank mendapat fatwa dari DSN-MUI dan memperoleh ijin dari OJK.

b. Tujuan dan Fungsi Perbankan Syariah Perbankan Syariah

Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan pada Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

Sedangkan fungsi dari perbankan syariah adalah :

1) Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.

2) Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.

3) Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).

4) Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat(2) dan ayat(3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Struktur Perbankan Syariah

Berdasarkan Kegiatannya Bank Syariah dibedakan menjadi Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

(38)

24

a) Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

b) Unit Usaha Syariah /UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.

c) Bank Pembiayaan Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

5. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

Penyelesaian sengketa adalah suatu penyelesaian perkara yang dilakukan antara salah satu pihak dengan pihak yang lainnya. Penyelesaian sengketa terdiri dari dua cara yaitu melalui litigasi (pengadilan) dan non litigasi (luar pengadilan).

Dalam proses penyelesaian sengketa melalui litigasi merupakan sarana terakhir (ultimum remidium) bagi para pihak yang bersengketa setelah proses penyelesaian melalui non litigasi tidak membuahkan hasil.24

Jalur Litigasi Dalam konteks perbankan syariah, sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui perdamaian maupun secara arbitrase dapat diselesaikan melalui lembaga peradilan. Menurut ketentuan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok-pokok kekuasaan kehakiman, secara eksplisit menyebutkan

24Pramesti, Tri Jata Ayu (28 November 2013). "Ulasan lengkap: Litigasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan"

(39)

25

bahwa di Indonesia ada 4 lingkungan lembaga peradilan yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan Tata Usaha Negara. Lembaga peradilan agama melalui Pasal 49 Undang-undang nomor 7 tahun 1989 yang telah dirubah dengan undang-undang Nomor 3 tahun 2006 tentang peradilan agama telah menetapkan hal-hal yang menjadi kewenangan lembaga peradilan agama.

6. Dasar Hukum Formil Yang Di Gunakan Hakim Peradilan Agama Dalam Menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah

Dasar hukum formil Peradilan Agama yang di gunakan dalam menangani Perbankan Syariah adalah yaitu UU dan PERMA (Peraturan Mahkama Agung) yang berkaitan langsung dengan pedoman beracaranya yaitu:

a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dimaksudkan untuk memperkuat prinsip dasar dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, yaitu agar prinsip kemandirian peradilan dan prinsip kebebasan hakim dapat berjalan pararel dengan prinsip integritas dan akuntabilitas hakim. Perubahan penting lainnya atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah

(40)

26

diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama antara lain sebagai berikut:25

1) Penguatan pengawasan hakim, baik pengawasan internal oleh Mahkamah Agung maupun pengawasan eksternal atas perilaku hakim yang dilakukan oleh Komisi Yudisial dalam menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim;

2) Memperketat persyaratan pengangkatan hakim, baik hakim pada pengadilan agama maupun hakim pada pengadilan tinggi agama, antara lain melalui proses seleksi hakim yang dilakukan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif serta harus melalui proses atau lulus pendidikan hakim;

3) Pengaturan mengenai pengadilan khusus dan hakim ad hoc;

4) Pengaturan mekanisme dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian hakim;

5) keamanan dan kesejahteraan hakim;

6) transparansi putusan dan limitasi pemberian salinan putusan

7) Transparansi biaya perkara serta pemeriksaan pengelolaan dan pertanggung jawaban biaya perkara;

8) Bantuan hukum; dan Majelis Kehormatan Hakim dan kewajiban hakim untuk menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

b. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah;

Pengaturan mengenai Perbankan Syariah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-

25 Undang-Undang No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

(41)

27

Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik dan kurang mengakomodasi karakteristik operasional Perbankan Syariah, dimana, di sisi lain pertumbuhan dan volume usaha Bank Syariah berkembang cukup pesat. Guna menjamin kepastian hukum bagi stakeholders dan sekaligus memberikan keyakinan kepada masyarakat dalam menggunakan produk dan jasa Bank Syariah, dalam Undang- Undang Perbankan Syariah ini diatur jenis usaha, ketentuan pelaksanaan syariah, kelayakan usaha, penyaluran dana, dan larangan bagi Bank Syariah maupun UUS yang merupakan bagian dari Bank Umum Konvensional.26

Sementara itu, untuk memberikan keyakinan pada masyarakat yang masih meragukan kesyariahan operasional Perbankan Syariah selama ini, diatur pula kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah meliputi kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur-unsur riba, maisir, gharar, haram, dan zalim.

c. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan;

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.

Dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan membahas tentang, 27

1) Pedoman Mediasi Di Pengadilan meliputi : ruang lingkup, Jenis Perkara Wajib Menempuh Mediasi, Sifat Proses Mediasi, Kewajiban Menghadiri Mediasi, Iktikad Baik Menempuh Mediasi, Biaya Mediasi, Biaya

26Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

27Peraturan Mahkamah Agung RI pasal 1 ayat 1Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

(42)

28

Pemanggilan Para Pihak, Tempat Penyelenggaraan Mediasi, Tata Kelola Mediasi di Pengadilan,

2) Mediator meliputi: Sertifikasi Mediator dan Akreditasi Lembaga, Tahapan Tugas Mediator, Pedoman Perilaku Mediator, Tahapan

3) Pramediasi meliputi: Kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara, Kewajiban Kuasa Hukum, Hak Para Pihak Memilih Mediator, Batas Waktu Pemilihan Mediator, Pemanggilan Para Pihak, Akibat Hukum Pihak Tidak Beriktikad Baik,

4) Tahapan Proses Mediasi meliputi Penyerahan Resume Perkara dan Jangka Waktu Proses Mediasi, Ruang Lingkup Materi Pertemuan Mediasi, Keterlibatan Ahli dan Tokoh Masyarakat, Mediasi Mencapai Kesepakatan, Kesepakatan Perdamaian Sebagian, Mediasi Tidak Berhasil atau Tidak dapat Dilaksanakan,

5) Perdamaian Sukarela meliputi: Perdamaian Sukarela pada Tahap Pemeriksaan Perkara, Perdamaian Sukarela pada Tingkat Upaya Hukum Banding, Kasasi, atau Peninjauan Kembali

6) Keterpisahan Mediasi Dari Litigasi, 7) Perdamaian Di Luar Pengadilan,

d. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah.

Perkara Ekonomi Syariah adalah perkara di bidang ekonomi syariah meliputi bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah, surat berharga berjangka

(43)

29

syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, penggadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, bisnis syariah, termasuk wakaf, zakat, infaq, dan shadaqah yang bersifat komersial, baik yang bersifat kontensius maupun volunteer.28 Dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariahmeliputi tentang Ruang Lingkup, Tata Cara Pemeriksaan Perkara Dengan Acara Sederhana, Putusan, Tata Cara Pemeriksaan Perkara Dengan Acara Biasa, Tahapan Pemeriksaan Sengketa Ekonomi Syariah (Tata Cara Pemanggilan, Persidangan, Upaya damai), pembuktian, putusan, pelaksanaan putusan, ketentuan peralihan.

e. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 5 Tahun 2016 Tentang sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah

Perkara ekonomi syariah harus diadili oleh hakim ekonomi syariah yang bersertifikat dan diangkat oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.29Sertifikasi hakim ekonomi syariah bertujuan untuk meningkatkan efektifitas penanganan perkara-perkara ekonomi syariah di Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah sebagai bagian dari upaya penegakkan hukum ekonomi syariah yang memenuhi rasa keadilan.30

f. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 Perubahan Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana Perubahan atas PERMA Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.

28Peraturan Mahkamah Agung RI Pasal 1 ayat 4 Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah.

29Peraturan Mahkamah Agung RI pasal 2 Nomor 5 Tahun 2016 Tentang sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah

30Ibid pasal 3

(44)

30

Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2019 Tentang Perubahan Perma No.2 Tahun 2015 Tentang cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, Penyelesaian Gugatan Sederhana adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana. Gugatan sederhana diajukan terhadap perkara cidera janji dan/atau perbuatan melawan hukum dengan waktu penyelesaian gugatan sederhana paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak hari sidang pertama.31

Adapun yang tidak termasuk dalam gugatan sederhana ini adalah : Perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan; atau sengketa hak atas tanah. Berikut adalah ketentuan bagi para pihak gugatan sederhana :

1) Para pihak dalam gugatan sederhana terdiri dari penggugat dan tergugat yang masing-masing tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama.

2) Terhadap tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan sederhana. Penggugat dan tergugat dalam gugatan sederhana berdomisili di daerah hukum Pengadilan yang sama.

3) Dalam hal penggugat berada di luar wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat, penggugat dalam mengajukan gugatan menunjuk kuasa,

31 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 Perubahan Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana Perubahan atas PERMA Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.

(45)

31

kuasa insidentil, atau wakil yang beralamat di wilayah hukum atau domisili tergugat dengan surat tugas dari institusi penggugat.

4) Penggugat dan tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap persidangan dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum.

5) Penggugat dan tergugat dapat menggunakan administrasi perkara di pengadilan secara elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan

(46)

32 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif melalui pendekatan hukum normatif yang merupakan penelitian yang mengkaji studi dokumen, yakni menggunakan berbagai data sekunder seperti Peraturan Perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum dan dapat berupaa pendapat para sarjana.

Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan hukum normative yakni dengan menjelaskan data-data yang ada dengan kata-kata atau pernyataan bukan dengan angka. Sehingga dalam penelitian ini peneliti berfokus mengenai penerapan norma-norma hukum. 32 Pada norma tersebut mengatur kompetensi hakim Peradilan agama dan hukum dipergunakan dalam menyelesaikan sengkata Perbankan Syariah yang ada pada Pengadilan Agama Kelas 1a Kota Makasaar.

B. Lokasi Dan Objek Penelitian

Lokasi Penelitian ini akan dilakukan pada Pengadilan Agama Kelas 1A kota Makassar yang beralamat Jalan Perintis Kemerdekaan No km, Daya, Kec Biringkanaya, Kota Makassar. Penulis memilih lokasi ini di karenakan Sengketa Perbankan Syariah hanya terdapat pada Pengadilan Agama Kelas 1A Kota Makassar.

32www.gurupendidikan.co.id/metode-penelitian-hukum

(47)

33

C. Fokus Penelitiandan Deskriptif Fokus Penelitian 1. Fokus Penelitian

Dalam membantu dan mempermudah penyelesaian serta penganalisaan penelitian ini serta memfokuskan yang akan menjadi sumber acuan informasi dengan menspesifikasikan rumusan masalah yang telah di tetapkan yaitu:

a. Kompetensi Hakim Pengadilan Agama b. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah 2. Deskriptif Fokus Penelitian

Adapun yang menjadi deskriptif fokus penelitian adalah :

a. Kompetensi Hakim Peradilan Agama adalah kewenangan badan Peradilan Agama yang diberi mandat oleh Undang-Undang dalam menyelesaikan Perkara terkusus kepada para pencari keadilan yang beragama Islam, yakni perkara wasiat, isbath nikat, perceraian, hibah, ekonomi syariah dan lain sebagainya.

b. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah adalah cara yang dilakukan dalam memberikan solusi permasalahan yang terjadi pada lembaga keuangan baik melalui Peradilan maupun diluar Peradilan

D. Sumber Data

Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan, yaitu : 1. Sumber Hukum Primer

Sumber hukum primer merupakan bahan yang sifatnya mengikat masalah- masalah yang akan diteliti. Sumber data dalam hal ini adalah UU yang

(48)

34

mengatur tentang kompetensi hakim Peradilan Agama dalam Menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah, Putusan Pengadilan Agama

2. Sumber Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan data yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum data primer. Sumber hukum sekunder dalam hal ini adalah sumber yang berupa data berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, seperti buku-buku, jurnal maupun media lainnya yang bersifat menunjang dalam penelitian ini.

3. Sumber Hukum Tersier

Sumber hukum tersier merupakan bahan-bahan data yang memberikan informasi tentang hukum primer dan sekunder. Dalam hal ini sumber hukum tersier, diperoleh dari sejumlah bahan serupa kamus, baik kamus hukum, kamus istilah-istilahPerbankan Syariah, kamus bahasa Arab-Inggris, Kamus besar bahasa Indonesia, Serta Al-Qur’an Terjemahan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penilitian ini menggunkan beberapa teknik pengumpulan data :

1. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data, dengan cara mengamati objek yang di teliti secara langsung

2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang di tunjukkan untuk untuk memperoleh data sekunder, mengenai Kompetensi Hakim

(49)

35

Peradilan Agama dalam menyelesaikan Sengketa perbankan syariah (Studi Kasus Pada Pengadilan Agama Kota Makassar)

3. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data, dengan cara Tanya jawab secara langsung antaraa peneliti dengan responden guna memperoleh penelitian.

F. Instrumen Penelitian

Penelitian mengenai Kompetensi Hakim Peradilan Agama dalam Menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah (Studi Kasus pada Pengadilan Agama Kelas 1a Kota Makassar), memiliki instrument penelitian utama yaitu pedoman yaitu :

1. Panduan observasi, yaitu alat bantu berupa pedoman pengumpulan data yang di gunakan pada saat proses penelitian.

2. Pedoman wawancara, yaitu alat berupa catatan-catatan pertanyaan yang di gunakan dalam mengumpulkan data dengan menggunakan handphone sebagai alat perekam suara.

3. Dokumentasi, yaitu alat yang digunakan untuk membuktikan hasil penelitian yang akurat dengan menggunakan camera.

G. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang di gunakan adalah teknik analisis Kualitatif. Dimana penelitian kualitatif merupakan penelitian yang di

(50)

36

gunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang ilmiah, yakni sesuatu yang apa adanya, tidak memanipulasi data dan kondisinya.33

Analisis data terditi dari 3 (tiga) alur kegiatan yaitu:34 1. Reduksi data

Reduksi data merupakan kegiatan memilih, menyerhanakan, dan memusatkan perhatian dari data mentah yang telah di peroleh.Data yang di peroleh kemudian di catat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan mencari tema dan pola yang di anggap relavan dan penting yang berkaitan dengan Kompetensi Hakim Peradilan Agama dalam Menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah

2. Penyajian data

Penyajian data dalam penelitian ini akan di lakukan dalam bentuk uraian singkat kasus atau perkara dan sejenisnya yang berguna untuk memudahkan peneliti dalam merencanakan kegiatan selanjutnya.

3. Verifikasi/Penarikan kesimpulan

Verifikasi yaitu penjelasan tentang makna data dalam suatu konfigurasi yang secara jelas menunjukkan alur kausal, sehingga dapat diajukan proposisi yang terkait dengannya.35 Dalam hal ini peneliti nantinya akan menyusun data yang sudah dipolakan, difokuskan dan di susun secara sistematik dalam bentuk naratif maka melalui melalui metode induksi data

33 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,2011), hlm 1

34 Rahman,Maman,Metode Penelitian Pendidikan Moral, dalam pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Campuran, Tindakan, dan Pengembangan.(Semarang: Unnes Press,2011),hlm.173

35 Muhammad Ali, Strategi Penelitian Pendidikan,(Cet.II,Bandung:Angkasa,1993),hlm 167

(51)

37

tersebut peneliti dapat menyimpulkan, sehingga makna dapat di temukan dalam bentuk tafsiran argumentasi.

Dengan demikian, analisis data yang akan peneliti lakukan adalah berawal dari observasi, kemudian interview secara mendalam. Kemudian mereduksi data, dalam hal ini peneliti akan memilih dan memilah data yang di anggap relavan dan penting. Setelah itu, peneliti akan menyajikan hasil penelitian dengan temuan-temuan baru yang akan kemungkinan akan di temukan oleh peneliti lalu membandingkan dengan penelitian yang serupa. Sehingga nantinya, peneliti dapat membuat kesimpulan dan implikasi atau saran di akhir penelitian.

(52)

38 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Pengadilan Agama Kelas 1A Kota Makassar36 a. SK Pembentukan Pengadilan Agama

1) PP 45 Tahun 1957 Tentang Pengadilan Agama 2) UU No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama b. Sebelum PP No 45 Tahun 1957

Sejarah keberadaan Pengadilan Agama Makassar tidak diawali dengan Peraturan Pemerintah (PP. No. 45 Tahun 1957), akan tetapi sejak zaman dahulu, sejak zaman kerajaan atau sejak zaman Penjajahan Belanda, namun pada waktu itu bukanlah seperti sekarang ini adanya. Dahulu Kewenangan Seorang Raja untuk mengankat seorang pengadil disebut sebagai Hakim, akan tetapi setelah masuknya Syariah islam, Maka Raja kembali mengangkat seorang Qadhi.

Kewenangan Hakim diminimalisir dan diserahkan kepada Qadhi atau hal-hal yang menyangkut perkara Syariah agama Islam. Wewenang Qadhi ketika itu termasuk Cakkara atau Pembagian harta gono-gini karena cakkara berkaitan dengan perkara nikah.

Pada zaman penjajahan Belanda, sudah terbagi yuridiksi Qadhi, yakni Makassar, Gowa dan lain-lain. Qadhi Pertama di Makassar adalah Maknun Dg. Manranoka, bertempat tinggal dikampung laras, Qadhi lain yang dikenal ialah K.H. Abd. Haq dan Ince Moh. Sholeh, dan Ince Moh.

36https://pa-makassar.go.id/tentang-pengadian/profile-pengadilan/sejarah-pengadilan

Referensi

Dokumen terkait

a) Game akan memaparkan cerita dan peristiwa pelaksanaan Sumpah Palapa secara kronologis dalam bentuk leveling , agar pengguna dapat mengetahui dan memahami

Persaingan kehidupan di alam dapat dikategorikan dua jenis yaitu pertama persaingan antara dua spesies dengan jenis makanan yang sama, dan yang kedua

Hasil evaluasi yang diperoleh pada siklus II ini mencapai tingkat 90% jadi sudah dapat dikatakan tuntas, untuk itu tidak perlu lagi diadakan pembelajaran pada siklus

1) Nyeri hebat dibagian perut dan sekitar panggul yang terjadi sebelum atau awal dari siklus haid, sehingga membuat pasien tidak berdaya (pingsan), tetapi

Luas layak untuk permukiman dibandingkan dengan proyeksi kebutuhan lahan dapat menunjukkan kemampuan lahan suatu wilayah berdasarkan nilai Daya Dukung Lahan

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis (1) Latar belakang pemikiran Soekarno mengenai Pancasila, (2) Pemikiran Soekarno tentang Pancasila

Dalam perkuliahan ini dibahas tentang; pentingnya media pembelajaran PKn dalam meningkatkan hasil belajar; teori dan konsep media pembelajaran, jenis dan macam media

Berdasarkan hal ini dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dalam penerapan media edukasi sistem operasi jaringan berbasis teknologi terhadap hasil