LANDASAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka 1 Pengertian Adiwiyata
5. Komponen Adiwiyata
Untuk mencapai tujuan Program Adiwiyata, maka ditetapkan 4 (empat)
komponen program yang menjadi satu kesatuan utuh dalam mencapai Sekolah
Adiwiyata. Keempat komponen tersebut adalah sebagai berikut (Peraturan
Menteri Nomor 05 tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program
Adiwiyata).
a. Aspek kebijakan sekolah yang berwawasan lingkungan.
b. Aspek kurikulum sekolah berbasis lingkungan.
c. Aspek kegiatan lingkungan berbasis partisipatif.
d. Aspek pengelolaan sarana pendukung ramah lingkungan.
Penjelasan mengenai keempat komponen Adiwiyata dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi kegiatannya akan dijabarkan sebagai berikut ini.
a. Kebijakan Sekolah Berwawasan Lingkungan
Pada umumnya sebuah program memerlukan sebuah pengelolaan atau
manajemen. Manajemen memiliki arti sebagai sebuah proses, sebagai sebuah
kolektivitas kumpulan orang yang melakukan kegiatan pengelolaan, dan sebagai
sebuah seni dan ilmu (Indrastuti, dkk, 2009: 95). Hal ini menunjukkan bahwa
manajemen atau pengelolaan bukan hanya sekedar melaksanakan suatu program
27
yang berkaitan dengan tujuan dari pengelolaan itu sendiri. Ismawanto (2009: 95)
menyatakan bahwa manajemen merupakan suatu tindakan untuk mengurus,
mengatur, mengarahkan, mengemudikan, menjalankan, membina, memimpin, dan
melakukan pengawasan. Semua kegiatan dalam manajemen saling terkait satu
sama lain sehingga menciptakan kinerja yang rapi dan berjalan dengan baik.
Amirin, dkk (2013: 7-8) juga mengungkapkan bahwa manajemen dapat
diartikan sebagai proses atau kegiatan untuk menyelenggarakan atau
melaksanakan sesuatu. Manajemen sebuah program mudahnya adalah pengaturan
sebuah program yang terbagi atas tiga hal, yaitu Perencanaan, Pelaksanaan dan
Evaluasi. Begitu pula dalam komponen program adiwiyata kebijakan sekolah
berwawasan lingkungan diperlukan sebuah manajemen yang terdiri atas
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1) Perencanaan
Perencanaan atau Planning adalah kegiatan menyusun rencana tindakan
yang akan dilakukan dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Ismawanto
(2009: 101) menyebutkan bahwa perencanaan adalah pemilihan fakta dan usaha
menghubungkan antara fakta yang satu dengan yang lain, kemudian membuat
perkiraan dan peramalan tentang keadaan dan perumusan tindakan untuk masa
yang akan datang yang sekiranya diperlukan untuk mencapai hasil yang
dikehendaki. Dengan kata lain, perencanaan berkaitan dengan tujuan yang akan
dicapai dengan waktu untuk mencapainya. Hal tersebut diperkuat pendapat Sa’ud & Makmun (2006: 17) bahwa perencanaan adalah proses penyusunan berbagai
28
keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan.
Indrastuti, dkk (2009: 102) menyebutkan bahwa perencanaan yang baik
adalah perencanaan yang mengandung unsur 5W dan 1H, yaitu what (apa), why
(mengapa), where (dimana), when (kapan), who (siapa), dan how (bagaimana).
Pada intinya perencanaan adalah kegiatan untuk menyusun sebuah strategi yang
akan digunakan pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Perencanaan juga meliputi tahap pengorganisasi atau pengelompokkan
atau pembagian kerja. Pembagian kerja menimbulkan sebuah struktur organisasi,
dan dari struktur organisasi tersebut memunculkan hal, kewajiban dan tanggung
jawab kerja sesuai dengan porsinya untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai. Sa’ud & Makmun (2006: 27) memaparkan hal-hal yang tidak bisa lepas dari perencanaan yaitu tujuan yang akan dicapai, keadaan yang akan dicapai, keadaan
sekarang, alternatif kebijakan dan prioritas, dan strategi pencapaian tujuan.
Berdasarkan hal tersebut maka perencanaan seharusnya memiliki target dan cara
pencapaian target secara rinci.
Kebijakan disusun untuk menciptakan keadaan yang mendukung dan sesuai
dengan tujuan sebuah program. Rohman (2012: 86) menyebutkan kebijakan
dalam pendidikan atau educational policy sebagai sebuah keputusan berupa
pedoman bertindak yang disusun melalui proses politik untuk suatu arah tindakan,
program, serta rencana-rencana tertentu dalam menyelenggarakan pendidikan.
29
sumber, alokasi, dan distribusi sumber, serta pengaturan perilaku dalam
pendidikan. Kebijakan pendidikan lingkungan hidup diciptakan untuk mendorong
semua pihak berperan serta dalam pengembangan pendidikan lingkungan hidup
dan pelestarian lingkungan hidup (Daryanto & Suprihatin, 2013: 21), maka
kebijakan sekolah berwawasan lingkungan merupakan pedoman/ aturan
penyelenggaran pendidikan yang mengandung tujuan, rancangan, dan aturan
dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah yang terkait dengan
lingkungan agar sejalan dengan tujuan dari Program Adiwiyata.
Perumusan kebijakan dalam dunia pendidikan dapat dilaksanakan dengan
menggunakan pendekatan tertentu. Rohman (2012: 91-94) menjelaskan
pendekatan yang digunakan dalam perumusan kebijakan pendidikan dapat berupa
social demand approach dan man-power approach. Social demand approach
adalah pendekatan yang berdasarkan pada aspirasi, tuntutan, dan kepentingan
masyarakat. Sementara man-power approach lebih menekankan pada kemampuan SDM. Hal tersebut sesuai dengan yang dipaparkan oleh Sa’ud & Makmun (2006: 233-247) mengenai pendekatan perumusan kebijakan pendidikan meliputi
pendekatan kebutuhan sosial, kebutuhan ketenagakerjaan, dan efisiensi biaya.
Dengan begitu, pendekatan yang digunakan dalam perumusan kebijakan dalam
dunia pendidikan dapat berupa pendekatan kebutuhan sosial (social demand),
kebutuhan ketenagakerjaan (man-power), dan efisiensi biaya.
Perencanaan kebijakan sekolah berwawasan lingkungan juga berkaitan
30
merencanakan kegiatan pengelolaan dan perlindungan lingkungan tetapi juga
tentang alokasi dana yang digunakan dalam kegiatan yang direncanakan. Oleh
karena itu, sumber dana merupakan salah satu pertimbangan dalam penyusunan
RKAS. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2013 tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata pasal 15 menerangkan bahwa
pendanaan pelaksanaan Program Adiwiyata dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah provinsi, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/ kota.
Kementerian Lingkungan Hidup (2012: 8) menyatakan bahwa pendanaan
Program Adiwiyata diperoleh dari berbagai sumber yaitu Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Provinsi dan Kabupaten/ Kota dan sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa anggaran
dana dari pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah merupakan sumber
utama pendanaan pelaksanaan Program Adiwiyata.
2) Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan merupakan hal yang sangat penting setelah
perencanaan selesai disusun. Pelaksanaan merupakan tindakan nyata dari kegiatan
yang telah disusun sedemikian rupa dalam tahap perencanaan. Pelaksanaan
program yang baik adalah pelaksanaan yang tidak menyimpang jauh dari apa yang
telah direncanakan. Pelaksanaan dapat berupa actuating (penggerakan) dan
31
sebagai sebuah kegiatan untuk menggerakkan diri sendiri secara umum,
menggerakkan orang lain dengan memberi arahan (directing), menggerakkan
orang lain dengan perintah (commanding), menggerakkan orang lain dengan
nasihat dan masukan (motivating), menggerakkan orang lain dengan memberikan
jabatan (staffing), dan menggerakkan orang lain dengan memberi contoh
(leading). Dalam hal ini, menunjukkan bahwa pelaksanaan program tidak hanya
dapat dilakukan secara individual tetapi memerlukan kerjasama dan partisipasi
dari pihak-pihak lain yang terkait. Pengawasan atau Controlling digambarkan
sebagai sebuah kegiatan yang berhubungan dengan mengendalikan atau
mengawasi setiap pekerjaan serta melakukan tindakan koreksi (Ismawanto, 2009:
106). Pengawasan dilakukan selama proses kegiatan suatu program berlangsung
baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan dan evaluasi sehingga kegiatan
yang dilakukan tidak melenceng dari apa yang akan dicapai.
Kebijakan sekolah berwawasan lingkungan dilaksanakan dengan penerapan
kurikulum dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) terkait
lingkungan dalam mewujudkan pendidikan lingkungan hidup yang baik. Sebelum
adanya kebijakan pemerintah mengenai penerapan kurikulum baru yaitu
kurikulum 2013, kebijakan sekolah berwawasan lingkungan memiliki standar
sebagai berikut ini (Kementerian Lingkungan Hidup (2012: 10).
a) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memuat upaya perlindungan
32
b) Rencana kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) memuat program dalam
upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Setelah adanya penerapan sistem kurikulum baru yaitu kurikulum 2013
standar kebijakan sekolah berwawasan lingkungan menyesuaikan dengan
kurikulum yang digunakan pada saat itu. Hal ini karena Program Adiwiyata
merupakan sebuah program pendidikan lingkungan hidup yang dapat
diintegrasikan kedalam kegiatan dalam proses pembelajaran menggunakan
kurikulum manapun, baik kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) maupun
kurikulum 2013. Sekolah-Sekolah Adiwiyata yang diputuskan pemerintah untuk
menggunakan kurikulum 2013 berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar Dan Menengah Nomor: 374/KEP/D/KR/2016, menyesuaikan
standar yang digunakan dalam penyusunan kebijakan sekolah berwawasan
lingkungan dalam kurikulum 2013.
Standar kebijakan sekolah berwawasan lingkungan meliputi kurikulum
memuat upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta RKAS
memuat program dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Standar kurikulum memuat upaya perlindungan dan pengelolaan hidup dapat
diimplementasikan dengan Visi, misi, dan tujuan sekolah serta struktur kurikulum
yang memuat mata pelajaran wajib, muatan lokal dan pengembangan diri terkait
dengan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu,
mata pelajaran wajib dan Mulok yang terkait PLH juga harus dilengkapi dengan
33
Implementasi visi, misi, dan tujuan sekolah memuat kebijakan perlindungan
tercapai ketika visi, misi, dan tujuan tersusun dengan memuat upaya pelestarian
fungsi lingkungan, mencegah terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan
hidup. Struktur kurikulum memuat muatan lokal, pengembangan diri terkait
peraturan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dicapai dengan
memasukkan pelestarian fungsi lingkungan, mencegah terjadinya pencemaran,
dan kerusakan lingkungan hidup pada komponen mata pelajaran wajib, muatan
lokal, dan pengembangan diri. Pada kurikulum 2013, mata pelajaran telah
diintegrasikan ke dalam tema-tema yang mengandung sub-sub tema dengan 6
(enam) pembelajaran untuk setiap minggunya. Ketuntasan minimal belajar yang
terkait pelestarian fungsi lingkungan dan pencegahan pencemaran atau kerusakan
lingkungan hidup merupakan hal yang mutlak ada sebagai bentuk pencapaian
salah satu implementasi standar kurikulum yang memuat upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
RKAS memuat program dalam upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup diimplementasikan melalui RKAS yang memuat program
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, meliputi: kesiswaan, kurikulum
dan kegiatan pembelajaran, peningkatan kapasitas pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, budaya dan lingkungan sekolah, peran
masyarakat dan kemitraan, peningkatan dan pengembangan mutu. Dengan begitu,
diharapkan agar sekolah memiliki anggaran untuk upaya perlindungan dan
34
sekolah yang dialokasikan disusun secara proporsional untuk kegiatan kesiswaan,
kurikulum dan kegiatan pembelajaran, peningkatan kapasitas pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, budaya dan lingkungan sekolah, peran
masyarakat dan kemitraan, peningkatan dan pengembangan mutu.
3) Evaluasi
Evaluasi program dibutuhkan setelah pelaksanaan program berlangsung.
Evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation yang memiliki arti penilaian.
Evaluasi merupakan kegiatan yang memiliki makna sebagai sebuah tindakan
untuk melihat apakah suatu program yang direncanakan telah mencapai tujuan
atau belum, berharga atau tidak berharga, dan untuk melihat tingkat efisiensi
pelaksanaannya. Hal tersebut sesuai dengan Sukiman (2012: 4) yang menyatakan
evaluasi sebagai kegiatan membandingkan tujuan dengan hasil dan juga
merupakan studi yang mengkombinasikan penampilan dengan suatu nilai tertentu.
Dengan begitu evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan
perencanaan suatu program sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Arifin (2012:
8) menyatakan bahwa evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan
berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) daripada sesuatu,
berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu untuk membuat suatu keputusan.
Oleh karena itu, Evaluasi dapat dianggap sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan langkah perencanaan selanjutnya.
Evaluasi kebijakan berwawasan lingkungan dilakukan untuk mengetahui
35
yang hendak dicapai. Evaluasi ini merupakan hasil dari adanya pengawasan
(controlling). Pengawasan merupakan kegiatan yang diperlukan sebagai sarana
untuk memeriksa persyaratan lingkungan dipatuhi dalam pelaksanaan program
(Soemarwoto, 2003: 82). Pengawasan terhadap kebijakan berwawasan lingkungan
dapat digunakan sebagai bahan evaluasi pelaksanaan program, pembanding
dengan standar yang telah ditentukan, kemudian dapat digunakan untuk
memperbaiki penyimpangan yang terjadi selama proses pelaksanaan berlangsung.
Evaluasi juga berguna untuk mengetahui apakah strategi yang digunakan sudah
tepat atau perlu diperbaiki lagi.
b. Pelaksanaan Kurikulum sekolah berbasis Lingkungan 1) Perencanaan
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional). Dengan demikian terdapat hal yang harus diperhatikan. Pertama,
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran. Kedua, cara
yang digunakan dalam pembelajaran. Kurikulum sekolah berbasis lingkungan
memiliki makna seperangkat pembelajaran yang berdasarkan pada pendidikan
lingkungan hidup untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan pendidikan lingkungan
hidup dikategorikan menjadi awareness, knowledge, attitude, skill, participation,
36
Standar pelaksanaan kurikulum sekolah berbasis lingkungan adalah bahwa
tenaga pendidik memiliki kompetensi dalam mengembangkan kegiatan
pembelajaran lingkungan hidup dan peserta didik yang mampu melakukan
kegiatan pembelajaran tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
(Kementerian Lingkungan Hidup (2012: 10). Hal tersebut juga sesuai dengan
Cheang, et al (2016: 258) bahwa “Without the experience and the competence of the teachers, any well-designed educational tool would not be able to achieve its educational value”. Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru sangat penting dalam rangka mencapai tujuan dan nila dari
pembelajaran yang dilakukan.
Tenaga pendidik dapat mengembangkan kegiatan pembelajaran lingkungan
hidup melalui beberapa kegiatan perencanaan pembelajaran seperti berikut ini:
a) menerapkan pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran yang
melibatkan peserta didik secara aktif misalnya dengan demonstrasi, diskusi
atau Focus Group Discussion (FGD), simulasi (bermain peran), debat,
simposium, laboratorium (praktek langsung), penugasan, observasi, project
percontohan, dan lain sebagainya. Dalam kurikulum 2013 pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan scientific yang menekankan pada kegiatan 5M
(Mengamati, Menanya, Mencoba, Menalar, dan Mengkomunikasikan) yang
dilakukan oleh siswa;
b) pembelajaran lingkungan hidup yang mengembangkan isu lokal maupun
37
c) mengembangkan indikator pembelajaran dan instrumen penilaian yang terkait
dengan pembelajaran perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
d) menyusun rancangan pembelajaran terkait perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup secara lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas,
laboratorium, maupun kegiatan di luar kelas;
e) mengikutsertakan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam program
pembelajaran lingkungan hidup; dan
f) mengkomunikasikan hasil-hasil inovasi pembelajaran melalui majalah
dinding, buletin sekolah, pameran, website, radio, Televisi (TV), surat kabar,
jurnal, dan lain sebagainya.
Perencanaan pembelajaran dalam kurikulum berbasis lingkungan dilakukan
menggunakan pendekatan terintegrasi. Hal tersebut sesuai dengan Essa (2014: 11) yang menyebutkan bahwa “Developmentally Appropriate Practice for this age group, as for earlier ages, involves an integrated approach”. Pendekatan terintegrasi baik digunakan untuk pembelajaran anak-anak usia dini hingga anak
sekolah dasar. Pendekatan terintegrasi dalam kurikulum bisa juga disebut sebagai
kurikulum terintegrasi. Menurut Suryosubroto (2004: 36) kurikulum terintegrasi
berarti meniadakan batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan
pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan. Kurikulum terintegrasi ini
diterapkan pada kurikulum 2013 yang mana tidak memiliki batasan mata
pelajaran dalam setiap tema dan sub tema yang digunakan. Pembelajaran dalam
38
materi yang relevan dari berbagai mata pelajaran ke dalam satu kegiatan
pembelajaran.
2) Pelaksanaan
Pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan tidak lepas dari proses
pembelajaran dan peserta didik. Peserta didik merupakan faktor penting lain
dalam sebuah proses pembelajaran selain kemampuan tenaga pendidik. Peserta
didik merupakan pelaku yang menerima proses pembelajaran untuk memperoleh
ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh tenaga pendidik atau guru. Tenaga
pendidik harus mempunyai kemampuan memecahkan masalah lingkungan hidup
yang baik dengan mengaitkan pengetahuan konseptual dan prosedural dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, tenaga pendidik mampu memberikan
contoh dan membimbing peserta didik untuk menerapkan pengetahuan
lingkungan hidup yang dimiliki untuk memecahakan masalah dalam kehidupan
kesehariannya. Memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah terkait
lingkungan hidup saja tidak cukup bagi peserta didik. Peserta didik harus mampu
mengkomunikasikan hasil pembelajaran yang didapatkannya melalui berbagai
cara dan media seperti majalah sekolah, buletin sekolah, pameran, website, radio,
TV, surat kabar, jurnal, dan lain sebagainya.
Partisipasi aktif dari peserta didik diperlukan dalam pembelajaran agar
terbentuk lingkungan belajar yang maksimal. Ozsoy (2012: p.23) menyebutkan
39
siswa dalam kegiatan lingkungan di sekolah untuk menemukan berbagai
pengetahuan sebagai berikut ini.
“Eco-schools provide a learning environment both in and out school in which to explore what a sustainable lifestyle means. With eco-school application, students found rich learning settings in which they can participate environmental activities actively.”
Sekolah lingkungan menyediakan pembelajaran lingkungan baik di dalam
maupun luar sekolah dengan menggali makna dari pembangunan berkelanjutan.
Siswa dapat berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran berbasis
lingkungan yang diselenggarakn oleh sekolah agar mendapatkan informasi dan
pengetahuan mengenai upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di
sekitarnya. Model pembelajaran yang sesuai dengan prinsip partisipatif dalam
kegiatan pembelajaran lingkungan ini salah satunya adalah model belajar
penemuan oleh Jerome Bruner. Belajar penemuan ini cocok dilaksanakan di
Sekolah Adiwiyata yang mengedepankan pembelajaran berbasis lingkungan
karena dalam model pembelajaran ini siswa belajar melalui partisipasi aktif
dengan konsep dan prinsip-prinsip agar memperoleh pengalaman dan percobaan-
percobaan yang membuatnya menemukan prinsip-prinsip itu dengan sendirinya
(Dahar, 2011: 79). Dengan belajar penemuan dalam pembelajaran lingkungan,
siswa memiliki kebebasan untuk mempelajari sesuatu dengan mengamati stuktur
atau kerangka dasar pengetahuan dari lingkungan sekitarnya secara aktif.
Kebebasan dalam mempelajari sesuatu dengan melibatkan pengalaman anak juga
40
“Integrated curriculum acknowledges the importance of all aspects of human development- social, emotional, physical, cognitive, language, and creative- rather than focusing primarily on the cognitive. It also involves learning experiences that promote all aspects of development rather than separating the day into discrete times.”
Pembelajaran berbasis lingkungan dapat dilakukan dengan kurikulum
terintegrasi karena dalam kurikulum terintegrasi tidak menitik beratkan pada
aspek kognitif saja tetapi memperhatikan semua aspek perkembangan manusia
yang meliputi sosial, afektif, fisik, kognitif, bahasa dan kreativitas dari peserta
didik. Kurikulum terintegrasi juga menyediakan kesempatan pengalaman belajar
secara langsung bagi peserta didik untuk mengembangkan semua aspek
perkembangan manusia. Oleh karena itu, pelaksanaan kurikulum berbasis
lingkungan seharusnya dilakukan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi.
3) Evaluasi
Evaluasi terhadap kurikulum berbasis lingkungan dilakukan untuk
mengetahui kesesuaian pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan dengan tujuan
yang disusun. Evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran dalam kurikulum berbasis
lingkungan dilakukan secara sistematis dan tersetruktur dengan Kriteria
Ketuntasan Minimal setiap mata pelajaran, muatan lokal, dan kegiatan
pengembangan diri lain. Arifin (2012: 8) menyatakan bahwa evaluasi adalah suatu
proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan
arti) daripada sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu untuk
41
Evaluasi dalam pembelajaran menurut Suryosubroto (2004: 48) dapat
berupa tes formatif dan tes sumatif. Tes formatif adalah evaluasi yang dilakukan
setelah pokok bahasan selesai dipelajari oleh siswa. Tes sumatif adalah evaluasi
yang dilakukan setelah kegiatan belajar mengajar selesai dilakukan dalam jangka
waktu tertentu (caturwulan/ semester). Teknik tes sendiri terdiri atas tes lisan
tertulis dan tes lisan. Tes tertulis menurut Suryobroto (2004: 49) memiliki bentuk
tes essay atau tes obyektif (pilihan ganda, benar salah, isian/ melengkapi,
menjodohkan, dan jawab singkat).
c. Kegiatan Lingkungan Berbasis Partisipatif 1) Perencanaan
Partisipasi atau peran serta secara aktif tidak hanya dalam kurikulum
berbasis lingkungan tetapi juga dibutuhkan dalam kegiatan lain, terutama kegiatan
lingkungan di sekolah. Berawal dari sebuah peran serta secara aktif akan
menumbuhkan rasa memiliki dan peduli pada lingkungan yang ada di sekitarnya.
Menumbuhkan sikap dan perilaku partisipatif tidaklah mudah. Perlu adanya
pembiasaan sejak dini sehingga menjadi sebuah kesadaran untuk berperan serta
secara aktif oleh masing-masing individu. Perencanaan kegiatan yang baik
merupakan salah satu cara agar pembiasaan dapat dilakukan secara maksimal.
Kegiatan berbasis partisipatif direncanakan dengan pendekatan MBS
(Manajemen Berbasis Sekolah) yang melibatkan orang tua dalam kegiatan
pembelajaran, perencanaan pengembangan sekolah dan pengelolaan kelas
42
peran serta masyarakat dalam berbagai program sekolah seperti dalam
pengambilan keputusan tentang pendidikan di tingkat sekolah, imlab swadana,
dan pengembangan sponsorship/ kemitraan. Keterlibatan orang tua dalam
kegiatan berbasis partisipatif merupakan hal yang vital dan berpengaruh. Mustadi
(2012: 100) menyebutkan bahwa orang tua sangat berpengaruh terhadap
perkembangan karakter anak karena anak belajar lingkungan sejak dari rumah
bersama orang tuanya. Dengan demikian, partisipasi orang tua dalam kegiatan
lingkungan sangat diperlukan untuk membantu perkembangan karakter anak yang
peduli terhadap lingkungannya.
2) Pelaksanaan
Kegiatan lingkungan berbasis partisipatif dilaksanakan berdasarkan prinsip
partisipatif. Kementerian Lingkungan Hidup (2012: 3) menggambarkan prinsip
partisipatif dengan semua unsur komunitas sekolah terlibat dalam manajemen
sekolah yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sesuai
tanggungjawab dan perannya. Budiati (2014: 122) menyatakan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan lingkungan hidup mutlak diperlukan karena
tanpa adanya partisipasi masyarakat, pembangunan hanyalah obyek semata.
Pelaksanaan kegiatan lingkungan berbasis partisipatif menurut Kementerian
Lingkungan Hidup (2012: 10) memiliki standar untuk melakukan kegiatan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terencana bagi warga
sekolah dan menjalin kemitraan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan
43
massa, sekolah lain, dan instansi lain). Kegiatan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang terencana bagi warga sekolah meliputi pemeliharaan dan
perawatan gedung dan lingkungan sekolah, pemanfaatan lahan dan fasilitas
sekolah, pengembangan kegiatan ekstrakurikuler, kreativitas dan inovasi warga