• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kurikulum Sekolah Berbasis Lingkungan a Perencanaan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1 Lokasi Sekolah

2. Kurikulum Sekolah Berbasis Lingkungan a Perencanaan

Kurikulum yang digunakan oleh SD Negeri Kotagede 3 adalah kurikulum

2013 dan KTSP. Kurikulum 2013 untuk kelas 1 dan 4, sedangkan KTSP

digunakan pada kelas 2, 3, 5, dan 6. Kepala sekolah memaparkan bahwa dalam

perencanaan kurikulum sekolah berbasis lingkungan berdasarkan pada silabus dari

pusat (wawancara II A.1a, LM: 14 Maret 2014). Guru dapat mengembangkan dan

menyusun Indikator dan kegiatan pembelajaran dalam RPP terintegrasi dengan

pendidikan lingkungan hidup. Dengan begitu Kompetensi Inti (KI) dalam

kurikulum 2013 atau Standar Kompetensi dalam KTSP dan Kompetensi Dasar

97

silabus dari pusat dan guru hanya mengembangkan indikator serta kegiatan

pembelajaran. Guru mengungkapkan hal yang sama dengan kepala sekolah

sebagai berikut ini.

“Silabus sudah ada acuannya. Indikator dan RPP bisa dikembangkan. Untuk yang terintegrasi dengan pendidikan lingkungan, sebelum memilih mana yang bisa diintegrasikan harus punya GBIM tentang Pendidikan Lingkungan Hidup. Dari situ dapat dicupliki yang sesuai, tergantung mata pelajaran dan materi yang diajarkan. Kalau di K13 malah lebih gampang kan sudah ada tema-temanya biasanya di dalamnya sudah ada tentang PLH- nya.”(wawancara II A.1b, RN: 15 Maret 2017)

Berdasarkan pada pernyataan kepala sekolah dan guru tersebut dapat

disimpulkan bahwa perencanaan kurikulum berbasis lingkungan dilakukan

dengan menggunakan silabus yang sudah ada dari pusat sebagai acuan kompetensi

inti atau standar kompetensi serta kompetensi dasar pembelajaran. Guru dapat

mengembangkan indikator dan kegiatan-kegiatan dalam RPP terintegrasi dengan

pendidikan lingkungan hidup sesuai dengan mata pelajaran dan materi yang

sedang di pelajari.

Banyak kegiatan pembelajaran berbasis lingkungan yang pernah

direncanakan oleh guru SD Negeri Kotagede 3 kepala sekolah mengungkapkan

contoh kegiatan pembelajaran terintegrasi dengan lingkungan hidup yang pernah

direncanakan SD Negeri Kotagede 3. Kegiatan tersebut antara lain adalah

berkebun, memilah sampah, daur ulang, pengamatan lingkungan sekitar yang

diintegrasikan dalam berbagai mata pelajaran seperti IPA, Olahraga, dan SBK

tergantung pada materi yang dipelajari (wawancara II A.2a, LM: 14 Maret 2017).

98

“Banyak, contohnya Pengelolaan sampah, rasater, terus kegiatan kegiatan memperingati hari-hari terkait lingkungan. Itu semua bisa dimasukkan dalam pembelajaran di dalam kelas tapi ya cari yang sesuai dengan materi yang dipelajari.”(wawancara II A.2b, RN: 15 Maret 2017)

Menurut kepala sekolah perbedaan penggunaan kurikulum 2013 dengan

KTSP tidak mempengaruhi pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan dalam

Program Adiwiyata di SD Negeri Kotagede 3. Kepala sekolah mengungkapkan

bahwa pembelajaran berbasis lingkungan tetap dapat berjalan meskipun

kurikulum berganti seperi berikut ini.

“Saya kira tidak masalah. Walaupun kurikulumnya berganti Program

Adiwiyata akan tetap bisa dilakukan. Tidak ada perbedaan mencolok kecuali mungkin dalam K13 ada tema-tema yang memang sudah terintegrasi dengan PLH jadi guru malah lebih mudah melakukan pembelajaran terintegrasi dengan lingkungan hidup.” (wawancara II A.3a, LM: 14 Maret 2017).

Guru (wawancara II A.3b, RN: 15 Maret 2017) juga mengungkapkan hal

yang sama bahwa pembelajaran lingkungan hidup tetap berlangsung meskipun

terdapat pergantian kurikulum karena tetap dapat diintegrasikan kedalam kegiatan

pembelajaran. Data perencanaan kurikulum berbasis lingkungan SD Negeri

Kotagede 3 dari kepala sekolah dan guru diperkuat dengan adanya dokumentasi

terkait kurikulum berbasis lingkungan di SD Negeri Kotagede antara lain struktur

kurikulum sekolah (lampiran 17), RPP (lampiran 16), buku kurikulum sekolah

yang memuat silabus pembelajaran setiap kelas baik dengan kurikulum 2013

99

Gambar 16. Buku Kurikulum SD Negeri Kotagede 3

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan pembelajaran berbasis lingkungan dilakukan dengan berbagai

pendekatan dan metode pembelajaran. Kepala sekolah mengungkapkan tentang

pendekatan dan metode yang digunakan oleh guru-guru SD Negeri Kotagede 3

dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran berbasis lingkungan bahwa

pembelajaran “Disesuaikan dengan materi dan juga kebutuhan saat itu” (wawancara II B.1a, LM: 14 Maret 2017).

Berdasarkan hasil wawancara kepala sekolah tersebut, pendekatan dan

metode yang digunakan guru dalam pembelajaran disesuaikan dengan materi yang

dipelajari serta apa yang sedang dibutuhkan dalam pembelajaran tersebut.

Sedangkan dari hasil wawancara pada guru didapatkan hasil bahwa pendekatan

dan metode yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran bervariasi

tergantung pada materi dan kebutuhan pembelajaran. Guru juga mengungkapkan

alasan menggunakan pendekatan dan metode pembelajaran yang bervariasi

beserta contohnya sebagai berikut ini.

“Bervariasi mbak biar nggak bosen dan disesuaikan dengan materi

pembelajaran, keadaan kelas, dan kebutuhan siswa. Contohnya pas SBK itu lebih ke kegiatan yang membuat sesuatu dengan memanfaatkan misalnya

100

kertas koran, plastik, botol jadi sebuah hiasan.” (wawancara II B.1b, RN: 15 Maret 2017).

Pembelajaran di luar kelas juga pernah dilakukan oleh guru SD Negeri

Kotagede 3. Kepala sekolah (wawancara II B.2a, LM: 14 Maret 2017

mengungkapkan bahwa pembelajaran di luar kelas yang pernah di lakukan oleh

guru misalnya ecobrick, praktek penjernihan air, dan pengamatan lingkungan

sekitar. Hal serupa juga diungkapkan oleh guru bahwa pembelajaran di luar kelas

pernah di lakukan oleh guru misalnya pengamatan pencemaran lingkungan sekitar

dan pemilahan sampah (wawancara I B.2.a.2).2), RN: 15 Maret 2017). Selain

pembelajaran di luar kelas, guru SD Negeri Kotagede 3 juga pernah mencoba

untuk mengangkat isu lingkungan dan mengembangkannya dalam pembelajaran

berbasis lingkungan seperti keterangan kepala sekolah dan guru berikut ini.

“Bisa saja. Misalnya guru mengadakan pembelajaran tentang pupuk organik karena melihat banyak sampah organik yang ada di sekolah kemudian dicoba untuk dijadikan bahan pembelajaran salah satunya dengan menjadikannya pupuk organik melalui komposter.” (wawancara II B.3a, LM: 14 Maret 2017)

“Ada mbak. Itu tadi yang sampah kan bisa dijadikan sumber untuk dikembangkan dalam pembelajaran.” (wawancara II B.3b, RN: 15 Maret 2017))

Dengan banyaknya kegiatan pembelajaran yang bervariatif tentu saja

terdapat hasil pembelajaran. Hasil pembelajaran yang dilakukan di SD Negeri

Kotagede 3 tidak dibiarkan begitu saja melainkan diseleksi yang terbaik untuk

dipamerkan. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh kepala sekolah

berikut ini.

“Media sosialisasi di SD sini ada web, mading juga. Kalau produk-produk biasanya diambil ang paling bagus terus dipajang, di etalase depan itu. Atau misalnya taplak meja hasil membatik bisa digunakan untuk taplak meja

101

setiap kelas. Pokoknya disesuaikan saja.”(wawancara II B.4a, LM: 14 Maret 2017)

Berdasarkan hasil wawancara kepala sekolah didapatkan bahwa media

sosialisasi hasil pembelajaran disesuaikan dengan produk yang dihasilkan antara

lain web, mading, dan pameran. Guru juga mengungkapan hal yang sama dengan

kepala sekolah bahwa media sosialisasi produk hasil belajar siswa SD Negeri

Kotagede 3 bervariasi, untuk koleksi perpustakaan, mading, hingga dipajang

untuk dijadkan hiasan atau sekedar dipamerkn kepada siswa lain dan pengunjung

SD Negeri Kotagede 3 (wawancara II B.4b, RN: 15 Maret 2017).

Hasil wawancara dengan siswa menunjukkan bahwa siswa pernah

mempelajari materi pelajaran yang berkaitan dengan lingkungan sekitar,

menggunakan lingkungan sekitar sebagai media pembelajaran untuk mengamati

pencemaran di lingkungan sekitar seperti memanfaatkan lingkungan sekitar

sebagai obyek pengamatan, memanfaatkan sampah untuk bahan dasar kerajinan,

dan menggunakan bahan-bahan pewarna alami dari sekitar dalam pelajaran

membatik. Siswa juga pernah melakukan pembelajaran secara langsung di

lingkungan sekitarnya seperti di halaman sekolah, taman dan kebun sekolah, serta

area luar sekolah seperti sungai kecil di sebelah barat sekolah dan area

persawahan di depan sekolah. Menurut siswa pembelajaran berbasis lingkungan

yang dilakukan di luar kelas menyenangkan dan tidak membosankan seperti

berikut ini.

Seneng, ora mboseni”(wawancara VI A.4c, TG: 18 Maret 2017) “Di luar lebih seru” (wawancara VI A.4f, FL: 18 Maret 2017)

102

Seneng banget” (wawancara VI A.4i, SN: 25 Maret 2017)

Data yang diperoleh dari wawancara dengan dengan kepala sekolah, guru

dan siswa diperkuat dengan hasil observasi yang menunjukkan bahwa SD Negeri

Kotagede 3 sudah melaksanakan pembelajaran terintegrasi dengan lingkungan

sekitar. Terbukti dengan adanya berbagai metode dan kegiatan dalam

pembelajaran yang telah melibatkan lingkungan sekitar siswa sebagai sumber

belajar. Kegiatan dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru-guru sudah

bervariasi dan tidak monoton. Pembelajaran juga sudah melibatkan keaktifan

siswa. Kemudian, produk hasil Pembelajaran yang berupa produk dipamerkan di

etalase depan ruang guru atau digunakan sebagai hiasan, terdapat juga papan

majalah dinding untuk menempelkan hasil karya siswa, bahkan terdapat koleksi

kliping mengenai lingkungan hidup yang dibuat oleh siswa.

Hasil dokumentasi menunjukkan bukti web sekolah (lampiran 20), foto

kegiatan pembelajaran, daftar media sosialisasi hasil inovasi pembelajaran, dan

juga foto majalah dinding yang memuat hasil karya siswa dalam pembelajaran.

Gambar 17. Pembelajaran membatik menggunakan zat pewarna alami

Gambar 18. Majalah dinding tempat memajang hasil karya siswa dalam pembelajaran

103 c. Evaluasi

Evaluasi pembelajaran dengan kurikulum berbasis lingkungan dilakukan

mengetahui sejauh mana keberhasilan pembelajaran. Evaluasi pembelajaran

dilakukan oleh guru tergantung pada kebutuhan saat itu. Kepala sekolah dan guru

sama-sama mengungkapkan bahwa evaluasi dalam pembelajaran sangat

diperlukan seperti pada pernyataan berikut ini.

“Perlu sekali untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran tapi itu tergantung pada apa yang dibutuhkan pada waktu itu. Misalnya untuk evaluasi setiap bab menggunakan ulangan harian.”(wawancara II C.1a, LM: 14 Maret 2017)

“Sangat diperlukan untuk mengetahui hasil belajar siswa. Biasanya include dengan mapel bisa tertulis bisa lisan. Tergantung apa yang dibutuhkan.”( wawancara II C.1b, RN: 15 Maret 2017)

Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa sebuah evaluasi memang sangat

diperlukan. Oleh karena ibu, SD Negeri Kotagede melakukan evaluasi terhadap

pembelajaran bebasis lingkungan yang telah dilakukan. Menurut wawancara

dengan kepala sekolah evaluasi pembelajaran dilakukan sesuai dengan kebutuhan

pembelajaran dengan cara lisan ataupun tulisan baik pre-test maupun post-test

(wawancara II C.4a, LM: 14 Maret 2017). Guru juga mengungkapkan bahwa

evaluasi pembelajaran dilakukan sesuai dengan kebutuhan masing-masing guru

dan pembelajarannya sebagai berikut ini.

“Setiap guru melakukan evaluasi sesuai kebutuhannya. Misalnya

pembelajaran SBK dilihat dari hasta karyanya atau misalnya ecobrick dilakukan dengan melihat produk siswa di hari sampah.”( wawancara II C.4b, RN: 15 Maret 2017)

104

Dengan adanya evaluasi maka terdapat kriteria penilaian dalam evaluasi.

Kepala sekolah (wawancara II C.2a, LM: 14 Maret 2017) menyatakan bahwa

sistem penilaian dalam pembelajaran lingkungan terintegrasi dengan mata

pelajaran dilakukan dengan teknik dan instrumennya berdasarkan kebutuhan

penilaian menurut guru. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dalam pembelajaran

ditentukan bersama dalam rapat sekolah. Guru mengungkapkan hal yang

mendukung pernyataan kepala sekolah berikut ini.

“Penilaiannya kadang lisan kadang tertulis. “(wawancara II C.2b.1), RN: 15 Maret 2017)

“ KKM tergantung pada mapelnya mbak dan itu ditentukan secara bersama- sama lewat rapat.”“(wawancara II C.2b.2), RN: 15 Maret 2017)

Siswa juga mengungkapkan bahwa guru sering mengadakan evaluasi.

Evaluasi tersebut dilakukan tergantung pada kebutuhan kelas. Evaluasi dapat

dilakukan baik dengan tes tertulis maupun tes lisan. Bentuk tes tersebut seperti

quiz, ulangan harian, Tes Pengendali Mutu (TPM), Ujian Tengah Semester (UTS),

dan Ujian Akhir Semester (UAS). Berdasarkan hasil wawancara kepala sekolah,

guru, dan siswa dapat disimpulkan bahwa evaluasi kurikulum berbasis lingkungan

di SD Negeri Kotagede 3 telah dilakukan dengan baik, baik secara lisan maupun

tertulis dengan KKM yang telah ditentukan.

Kepala sekolah mengungkapkan alasan pembelajaran dilaksanakan dengan

berbasis lingkungan yaitu untuk mengembangkan rasa peduli siswa terhadap

lingkungannya serta mengetahui bagaimana cara mengelola dan mengatasi

masalah lingkungannya (wawancara II C.3a, LM: 14 Maret 2017). Kepala sekolah

105

sudah menunjukkan keberhasilan namun penanaman karakter pada warga sekolah

masih harus terus ditingkatkan (wawancara II C.5a, LM: 14 Maret 2017). Hal

yang sama juga diungkapkan oleh guru seperti berikut ini.

“Setiap yang kita lakukan dalam pembelajaran tidak lepas dari anak. Jadi lingkungan sekitar siswa juga terlibat dalam proses pembelajaran agar siswa lebih mudah memahami materi yang diajarkan karena dekat dengan kehidupannya.”(wawancara II C.3b, RN: 15 Maret 2017)

“Menurut saya sudah lumayan berhasil dalam pembelajaran. tapi ya namanya penanaman karakter itu kan lama ya mbak dan nggak bisa Cuma sekali jadi harus terus berlanjut dan ditingkat dari hari ke hari.”(wawancara II C.5b, RN: 15 Maret 2017)

Siswa NB (wawancara VI B.1a, NB: 17 Maret 2017) menyatakan guru sering

melakukan evaluasi pembelajaran ketika materi selesai, tengah semester, dan

akhir semester. Hal tersebut didukung oleh pernyataan dari beberapa siswa berikut

ini.

“Kalau materinya sudah selesai.” (wawancara VI B.1c, TG: 18 Maret 2017) “Iya ada tes, kadang lisan tapi ada tertulis juga. Kaya TPM.” (wawancara VI B.1g, SY: 25 Maret 2017)

“Ya, ada ulangan kalau materinya sudah selesai” (wawancara VI B.1i, SN: 25 Maret 2017)

Dengan bergitu, evaluasi pembelajaran dilakukan guru sesuai dengan

kebutuhan. Evaluasi dapat dilakukan baik dengan tes tertulis maupun tes lisan.

Tes yang pernah dilakukan oleh guru SD Ngeri Kotagede 3 terhadap siswa antara

lain adalah quiz, ulangan harian, TPM, UTS, dan UAS. Selain itu, siswa juga

dapat mengungkapkan alasan dan manfaat dari pembelajaran menggunakan

kurikulum berbasis lingkungan sebagai berikut ini.

Biar bisa mengamati secara langsung kan jadi menyenangkan dan mudah dimengerti.”( wawancara VI B.2b, AN: 17 Maret 2017)

“Jadi lebih tahu tentang keadaan lingkungan.” (wawancara VI B.3b, AN: 17 Maret 2017)

106

“Agar tidak bosan di dalam kelas” (wawancara VI B.2d, SL: 18 Maret 2017)

Nggak ngebosenin” (wawancara VI B.3d, SL: 18 Maret 2017)

“Agar pelajarannya menyenangkan dan kita jadi lebih kenal sama lingkungan” (wawancara VI B.3i, SN: 25 Maret 2017)

Berdasarkan pernyataan siswa dapat disimpulkan bahwa pembelajaran perlu

melibatkan lingkungan sekitar diantaranya adalah untuk lebih mengenal

lingkungan sehingga lebih memudahkan siswa dalam memahami materi, serta

dapat menciptakan pembelajaran yang inovatif, kreatif, variatif, dan

menyenangkan. Berdasarkan hasil observasi ditemukan data bahwa kepala

sekolah dan guru lain terlibat dalam penilaian produk hasil pembelajaran siswa

yang akan dipamerkan karena pada pembelajaran membatik dengan teknik jumput

dan menggunakan bahan pewarna alami yang menghasilkan produk berupa taplak

meja, guru lain dan kepala sekolah terlibat dalam pemilihan produk yang paling

baik. Dokumentasi yang mendukung kegiatan evaluasi kurikulum berbasis

lingkungan adalah dokumen evaluasi diri sekolah (gambar 12) dan analisis tujuan

Program Adiwiyata (lampiran 15) serta adanya bukti angket kemampuan guru

dalam mengembangkan indikator dan instrumen pembelajaran lingkungan hidup

di SD Negeri Kotagede 3.

Gambar 19. Angket kemampuan guru mengembangkan indikator dan instrumen pembelajaran LH

107

d. Faktor pengaruh kurikulum berbasis lingkungan Faktor pendukung kurikulum berbasis lingkungan

Faktor pendukung kurikulum berbasis lingkungan menurut kepala sekolah

adalah kemampuan guru, lingkungan yang mendukung, dan keaktifan siswa

(wawancara II D.1a, LM: 14 Maret 2017). Guru juga mengungkapkan tentang

faktor pendukung kurikulum berbasis lingkungan yang meliputi lingkungan,

kemampuan guru, dukungan pihak terkait dan semangat anak (wawancara II D.1b,

RN: 15 Maret 2017).

Sementara itu, siswa menyebutkan bahwa pembelajaran berbasis lingkungan

menyenangkan karena beberapa faktor, antara lain (1) kegiatan yang bervariatif,

(2) keterlibatan (partisipasi siswa), dan (3) lingkungan sekitar sekolah yang

mendukung. Hasil observasi menunjukkan bahwa kesadaran siswa untuk

berpartisipasi aktif dan keadaan lingkungan sekitar merupakan faktor pendukung

kurikulum berbasis lingkungan di SD Negeri Kotagede 3. Hal tersebut juga

didukung dengan adanya dokumentasi kegiatan pembelajaran yang melibatkan

keaktifan siswa.

Gambar 20. Siswa aktif melaksanakan pengamatan lingkungan sekitarnya untuk menemukan panjang, lebar dan luas benda-benda di sekelilingnya.

108

Faktor penghambat kurikulum berbasis lingkungan

Kurikulum berbasis lingkungan di SD Negeri Kotagede 3 memiliki

beberapa faktor penghambat, berikut ini adalah faktor penghambat menurut

kepala sekolah.

“Kendalanya dari siswanya itu lebih pada konsentrasi atau fokus anak dan motivasinya yang kurang. Kalau untuk guru terkendala dalam menyiapkan

medianya cukup atau enggak.”(wawancara II E.1a, LM: 14 Maret 2017) Berdasarkan pernyataan tersebut, kepala sekolah menyatakan bahwa faktor

penghambat perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis

lingkungan adalah konsentrasi (fokus) siswa, motivasi siswa yang kurang, dan

kemampuan guru untuk menyediakan media. Guru (wawancara II E.1b, RN: 15

Maret 2017) juga mengungkapkan hal yang tidak jauh beda dengan apa yang telah

diungkapkan oleh kepala sekolah, yaitu bahwa fakor penghambat perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis lingkungan adalah kemampuan

guru dalam penyusunan RPP terintegrasi lingkungan, kepedulian warga sekolah

kurang, dan kurangnya dukungan orang tua.

Siswa mengungkapkan bahwa kesulitan pembelajaran berbasis lingkungan

terletak pada pengkondisian kelas yang terkadang ramai jika di luar kelas dan

keadaan lingkungan yang kurang mendukung kenyamanan belajar di lingkungan

secara langsung, misalnya cuaca yang sangat panas. Dari observasi terlihat bahwa

109

siswa yang kurang. Dokumentasi pembelajaran juga menunjukkan beberapa siswa

yang tidak mampu mengikuti kegiatan pembelajaran dengan tertib.

Gambar 21. Beberapa siswa kurang dapat mengikuti pembelajaran menggunakan metode diskusi dengan tertib

3. Kegiatan Lingkungan Berbasis Partisipatif