• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KOMPONEN PROYEK DAN BANTUAN TEKNIS

3.1.2. Komponen Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)

1) Uraian

Proses pembelajaran masyarakat untuk menanggulangi masalah kemiskinan dilakukan melalui praktek langsung di lapangan oleh masyarakat sendiri dengan melaksanakan apa yang sudah diren-canakan (PJM dan Renta Pronangkis), dengan dukungan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM).

Harapannya adalah melalui praktek langsung dengan stimulan BLM tersebut, masyarakat secara bertahap mampu menumbuhkembangkan keberdayaan dalam tiga aspek, yaitu lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Substansi makna dana BLM P2KP sesungguhnya merupakan media

pembelajaran masyarakat untuk terus

membangun kapital sosial dan menumbuhkan nilai-nilai universal kemanusiaan maupun prinsip-prinsip kemasyarakatan sehingga pada gilirannya akan mampu menyelesaikan persoalan sosial, ekonomi dan lingkungan/ permukiman mereka. Lebih dari itu, Komponen Dana BLM diadakan juga dengan tujuan membuka akses bagi masyarakat miskin ke sumber dana yang dapat langsung digunakan oleh masyarakat miskin untuk upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.

kabupaten, yang secara intensif melakukan berbagai fasilitasi, mediasi dan advokasi kepada pemerintah daerah, KPK-D dan KBP, Forum BKM serta pelaku lain yang terkait (LSM, perguruan tinggi, pengusaha, dsb);

• Team Leader KMW akan melakukan pendampingan secara intensif pada proses pengembangan kapasitas dan peran pemerintah propinsi serta penguatan KPK-propinsi;

• Koordinator Kota KMW akan

melakukan pendampingan secara intensif pada proses mengedapan-kan peran pemerintah daerah, Komunitas Belajar Perkotaan dan penguatan KPK-D dalam menyusun SPK-D dan Pronangkis Kota/kab, serta Pokja PAKET bila terpilih sebagai lokasi pelaksanaan PAKET; • Bagi kota/kabupaten yang terpilih sebagai lokasi pelaksanaan PAKET, tenaga ahli PAKET KMW, juga akan memfasilitasi pelaksanaan PAKET, termasuk fasilitasi Pokja PAKET; • Relawan-Relawan Kemiskinan

tingkat kota/kabupaten yang akan mengabdi secara sukarela sebagai agen perubahan perilaku ke arah nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan pembangunan berkelanjutan di wilayahnya masing-masing. Dengan demikian, relawan-relawan kemiskinan tingkat kota/kabupaten merupakan bagian integral dari masyarakat daerah setempat. Forum-forum diskusi atau rembug-rembug para-pihak (stakeholders) tingkat kota/kabupaten (KBP) akan mendorong seluasnya peluang bagi relawan-relawan masyarakat tingkat kelurahan untuk tampil dan mengabdi di wilayah yang lebih luas, yakni di tingkat kota/kabupaten. Pemerintah kota/kabupaten diharap-kan dapat memberidiharap-kan akses

kemudahan, kontribusi perhatian dan dukungan moral bagi relawan-relawan kemiskinan setempat. Di samping itu, relawan-relawan tingkat kota/kabupaten juga akan difasilitasi koordinator kota KMW setempat.

Makna Dana BLM P2KP harus disikapi sebagai pelengkap sarana proses pembelajaran untuk perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan kemiskinan berbasis nilai-nilai universal. Sehingga tolok ukur dari pembelajaran BLM dapat dilihat pada sejauhmana BLM dimanfaatkan oleh masyarakat secara bertanggung-jawab dan proporsional.

Dana BLM juga merupakan dukungan stimulan P2KP yang dapat digunakan secara luwes (flexible) oleh masyarakat untuk berbagai upaya pembelajaran penanggulangan kemiskinan, sesuai dengan PJM dan Renta Pronangkis (Program Penanggulangan Kemiskinan) yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat kelurahan/desa setempat. Jenis-jenis kegiatan dapat ditentukan sendiri oleh masyarakat melalui rembug warga, dengan tetap memperhatikan keselarasan dan keberlanjutan pembangunan (aspek tridaya) sesuai kebutuhan masyarakat sebagaimana layaknya pembelajaran pada kontek realita (bukan laboratorium).

Pemanfaatan dana BLM P2KP oleh masyarakat diharapkan dapat dilakukan dengan arif/bijak, yakni senantiasa mempertimbangkan keseimbangan aspek Tridaya, antara kepentingan untuk kegiatan lingkungan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Dimaksud keseimbangan dalam hal ini adalah adanya kesempatan yang sama bagi masyarakat untuk belajar bersama dalam melakukan kegiatan di bidang lingkungan, sosial dan ekonomi sesuai kebutuhan wilayah masing-masing. Hal ini sejalan dengan esensi BLM P2KP baik sebagai stimulan kemandirian dan keswadayaan masyarakat maupun sebagai sarana pembelajaran aspek tridaya menuju pembangunan berkelanjutan.

Dana BLM merupakan dana publik yang diberikan sebagai “dana waqaf” dari

pemerintah ke masyarakat kelurahan/

desa penerima yang penyalurannya dipercayakan ke lembaga pimpinan kolektif masyarakat warga (secara jenerik disebut BKM), yang bertindak sebagai representasi warga kelurahan yang memenuhi sifat-sifat kemanusiaan. Pengelolaan operasional dana BLM dilakukan oleh unit-unit pelaksana teknis yang dibentuk oleh BKM untuk maksud tersebut, yang sekurang-kurangnya terdiri dari UPL, UPK dan UPS. Dana BLM harus dimanfaatkan bagi kepentingan perbaikan kesejahteraan masyarakat miskin setempat.

2) Ketentuan Umum

a) Alokasi Dana BLM

Besarnya dana BLM ditentukan ber-dasarkan jumlah penduduk dan jumlah keluarga miskin (Pra KS dan KS1) di kelurahan/desa penerima proyek (sesuai hasil data PODES 2000), sebagaimana tampak pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Distribusi Alokasi Dana BLM

Jumlah alokasi dana BLM untuk masing-masing kelurahan sasaran diinformasikan secara terbuka, sehingga dapat diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat secara transparan. Jumlah dana BLM yang telah dialokasikan untuk masing-masing kelurahan/desa sasaran tersebut merupakan jumlah maksimum yang dapat dimanfaatkan. Sedangkan jumlah pencairan yang sesungguhnya akan didasarkan pada kemampuan pengelolaan dan kesiapan masyarakat melaksanakan nilai-nilai dan prinsip-prinsip P2KP, sesuai dengan tujuan dan ketentuan P2KP.

Apabila dalam waktu yang telah ditentukan masyarakat di suatu kelurahan/desa sasaran dinilai tidak dapat menunjukan kemampuan dan kesiapan melaksanakan P2KP, maka alokasi dana yang ada - sebagian atau seluruhnya - dapat ditangguhkan atau dibatalkan. Demikian pula halnya, apabila masyarakat tidak mampu mencairkan seluruh alokasi dana BLM hingga masa proyek P2KP berakhir,

maka sisa alokasi dana BLM harus dikembalikan ke kas negara.

Dana BLM adalah dana publik yang diberikan sebagai waqaf (titipan) dari pemerintah kepada masyarakat yang bermakna bahwa penggunaan dana BLM oleh masyarakat hanya dapat dimanfaatkan bagi kepentingan penanggulangan kemiskinan, dan bukan hadiah atau dana tak bertuan yang dapat digunakan sekehendak hati. Harus disadari pula bahwa sumber dana P2KP adalah hutang luar negeri yang harus dibayar kembali di kemudian hari. Diharapkan masyarakat mampu memanfaatkan dana tersebut secara tepat, benar, efesien, efektif, dan dapat menanggulangi persoalan kemiskinan di wilayahnya, yang pada gilirannya akan meningkatkan produktifitas mereka, sehingga dapat menjadi bagian dari sumber pendapatan untuk dapat membayar kembali hutang luar negerinya.

Kategori

Ukuran Kelurahan/Desa *)

Kecil Sedang Besar

Jumlah penduduk Kelurahan Tahun 2000 Jumlah KK Miskin (Pra KS dan KS1)

Jumlah Alokasi Dana BLM

Jumlah Alokasi Dana BLM Maluku & Papua

Pagu maksimal untuk tiap usulan pinjaman bergulir per KSM

Minimal jumlah anggota per KSM

Pagu maksimal pinjaman per anggota KSM

3.000 s.d. 10.000 jiwa < 1.000 KK Rp 300 juta Rp 500 juta > 10.000 jiwa > 1.000 KK Rp 500 juta Rp 500 juta < 3.000 jiwa < 300 KK Rp 200 juta Rp 300 juta > 300 KK Rp 300 juta Rp 300 juta Rp. 30 juta 5 orang

Pinjaman pertama sebesar Rp 500 ribu dan pinjaman berikutnya sebesar Rp 2 juta.

Selanjutnya diharapkan KSM dan &/atau anggota KSM dapat mengakses (channeling) lembaga keuangan formal yang ada di wilayah sekitarnya

Sebagai dana yang berasal dari pinjaman hutang luar negeri dan harus dibayar kembali oleh seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali, maka dana BLM P2KP merupakan “Dana Publik” yang diberikan sebagai waqaf (titipan) dari pemerintah kepada masyarakat kelurahan! Pada satu sisi hal ini berarti bahwa seluruh pihak berhak memperoleh informasi tentang status keberadaan dan pemanfaatan dana tersebut, dan pada sisi lain masyarakat yang dipercaya mengelola dana tersebut juga harus menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas, terutama kepada pemerintah, termasuk pemerintah kota/kabupaten, baik selama masa proyek ataupun pada masa pasca proyek P2KP.

b) Penyaluran dan pencairan dana BLM ke BKM

Pencairan Dana BLM ke BKM/ masyarakat dilakukan secara bertahap, yakni Tahap I sebesar 20%, Tahap II sebesar 50% dan Tahap III sebesar 30% dari total alokasi dana BLM untuk kelurahan/desa sasaran, melalui rekening Bank yang ditunjuk oleh BKM Pencairan dana BLM tahap I merupakan insentif terhadap proses pembelajaran masyarakat dalam menyusun PJM dan rencana tahunan Pronangkis. Pencairan dana BLM tahap II adalah insentif untuk proses pembelajaran masyarakat dalam menyusun usulan-usulan kegiatan sesuai Pronangkis yang telah disepakati bersama, sedangkan pencairan dana BLM tahap III merupakan insentif untuk proses pembelajaran masyarakat dalam memperkuat potensi keberlanjutan kegiatan, kelembagaan, dana serta penerapan prinsip dan nilai yang dijunjung P2KP, khususnya pada penyiapan phase terminasi.

Catatan:

Pencairan dana tahap 1 sebesar 20% dari total alokasi BLM ke

rekening BKM dapat dilakukan apabila BKM telah terbentuk secara sah sesuai ketentuan P2KP, serta menyerahkan PJM dan Rencana Tahunan Pronangkis (termasuk rencana penyerapan BLM) yang telah disepakati masyarakat dan

diverifikasi KMW kepada PJOK. BKM kemudian menandatangani Surat Perjanjian Penyaluran Bantuan (SPPB) bersama dengan pihak pemerintah, yang diwakili PJOK. SPPB akan memuat dan mengatur peran serta tanggung jawab dari masing-masing pihak, persyaratan dan ketentuan pencairan dana BLM, sanksi serta perjanjian-perjanjian lain yang harus disepakati berkenaan dengan peng-gunaan dana bantuan BLM P2KP. Dana BLM tahap 1 hanya dapat dimanfaatkan untuk membiayai usulan kegiatan yang mencerminkan kebersamaan masyarakat, yakni kegiatan yang sifat kemanfaatannya jelas-jelas bagi kepentingan umum masyarakat miskin (kolektif) dan pengelolaan kegiatannya pun dilakukan secara kolektif/bersama. Dengan demikian dana BLM P2KP tahap I tidak diperkenankan untuk kegiatan pinjaman bergulir, baik untuk kepentingan kelompok maupun individual.

Hal ini dimaksudkan bahwa aspek utama pada tahap awal proses pembelajaran di masyarakat adalah tumbuhnya kebersamaan (munculnya kepedulian dan solidaritas serta kesatuan sosial) di masyarakat kelurahan/desa tersebut.

Termasuk kategori kegiatan kolektif yang dapat dibiayai dana BLM P2KP tahap 1 adalah; (1) Perbaikan dan pembangunan prasarana umum, (2) Peningkatan sumber daya manusia (pelatihan penguatan kapasitas lem-baga masyarakat) dan pelayanan sosial bagi masyarakat termiskin, jompo, anak yatim piatu, musibah, penyandang cacat dan lainnya, serta (3) Kegiatan ekonomi yang tidak bersifat pinjaman bergulir, yakni khusus untuk kegiatan penciptaan peluang usaha baru bagi kelompok masyarakat miskin dan pengang-guran yang diorganisir BKM, yakni

melalui Program Pelatihan Ketrampilan usaha dan bantuan peralatan untuk mempraktekkan ketrampilan usaha mereka.

Pencairan dana tahap 2 sebesar 50 % ke rekening BKM hanya dapat

dilaksanakan apabila: 1) berdasar-kan verifikasi KMW terhadap kinerja, transparansi, akuntabilitas dan efesiensi pengelolaan dana BLM tahap 1 menunjukkan hasil yang memuaskan, 2) 95% dana tahap I telah dimanfaatkan, 3) kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dan yang diusulkan untuk didanai BLM Tahap 2 telah diverifikasi oleh Fasilitator dan KMW, 4) proposal/ usulan KSM untuk penggunaan dana tahap 2 telah disetujui BKM. Apabila berdasarkan hasil evaluasi kinerja KMW ternyata kinerja BKM maupun masyarakat kelurahan/ desa dinilai tidak memuaskan, maka KMW dapat “mengusulkan” penun-daan pencairan BLM tahap 2 dalam batas waktu yang ditetapkan KMW. Dalam kurun waktu yang ditetapkan tersebut, BKM dan masyarakat harus dapat memperbaiki kinerjanya sesuai dengan ketentuan P2KP. Apabila setelah batas waktu yang ditetapkan, BKM dan masyarakat kelurahan/desa tidak dapat memperbaiki kinerjanya dan dinilai tidak mampu untuk melaksanakan P2KP sesuai Buku Pedoman, maka KMW dapat “mengajukan” adanya pertemuan dengan Pemerintah Kota/ Kabupaten untuk membahas “rekomendasi” pembatalan seluruh sisa dana BLM bagi kelurahan/desa tersebut kepada PMU/Pimpro. PMU/Pimpro P2KP berwenang memutuskan bentuk rekomendasi berdasarkan usulan dari salah satu pihak atau keduanya (KMW dan Pemerintah Kota/Kabupaten) untuk membatalkan atau menunda

pencairan sisa dana BLM untuk kelurahan/desa dimaksud.

Pencairan dana BLM tahap 2 dapat dimanfaatkan untuk membiayai usulan-usulan kegiatan yang bersifat kolektif dan juga usulan-usulan kegiatan yang sifat kemanfaatannya bagi kepentingan individu warga miskin, yang tergabung dalam Kelompok Swadaya Masyarakat. Kategori dari kegiatan kolektif adalah sama dengan penjelasan pada pemanfaatan dana BLM Tahap 1 di atas. Sedangkan kategori usulan kegiatan yang bersifat individual, antara lain adalah; (1) Kegiatan lingkungan permukiman, misalnya perbaikan dan pembangunan prasa-rana rumah tangga (renovasi rumah, sarana pembuang limbah rumah tangga, dll), (2) kegiatan sosial yang berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia (pelatihan individu dengan minat khusus, beasiswa, dll) serta (3) Kegiatan ekonomi yang bersifat pinjaman modal bergulir. Untuk efesiensi, efektivitas, dan sesuai semangat P2KP, pelaksanaan kegiatan yang bersifat individual tersebut tetap diorganisir dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Pencairan dana tahap 2 dilakukan sekurang-kurangnya 4 (empat) bulan setelah penandatanganan SPPB atau pencairan dana BLM tahap 1. Hal ini dimaksudkan agar masya-rakat dalam melaksanakan proses pembangunan KSM-KSM atau panitia-panitia tidak hanya sekedar asal bentuk atau dengan proses yang instan dan serba cepat serta formalitas belaka, melainkan dapat benar-benar dilakukan secara organik, partisipatif, mengakar, transparan, akuntabel dan demokratis

Pencairan dana tahap 3 sebesar 30 % ke rekening BKM hanya dapat

dilaksanakan apabila: 1) berdasar-kan verifikasi KMW terhadap indikator keberlanjutan (sustainabili-ty) telah menunjukkan adanya potensi kemandirian BKM dan potensi keberlanjutan program, kelembagaan, serta dana di desa/ kelurahan tersebut, 2) kinerja pe-ngelolaan dana dan kegiatan tahap sebelumnya cukup memuaskan, 3) 95% dana tahap sebelumnya telah dimanfaatkan, 4) kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dan yang diusul-kan telah diverifikasi oleh Tim Fasilitator KMW serta 5) proposal/ usulan kegiatan KSM untuk dana tahap 3 telah disetujui Rapat BKM. Pencairan dana BLM tahap 3 dapat digunakan untuk membiayai usulan-usulan kegiatan sebagaimana ketentuan pemanfaatan dana BLM tahap 2 di atas, yakni untuk kategori kegiatan-kegiatan yang mencermin-kan kebersamaan (kolektif) maupun individual.

Apabila berdasarkan hasil evaluasi kinerja KMW ternyata kinerja potensi keberdayaan BKM dan kinerja potensi keberlanjutan P2KP di kelurahan/desa tersebut dinilai tidak memuaskan, maka KMW dapat mengusulkan penundaan pencairan BLM tahap 3 dalam batas waktu yang ditetapkan KMW. Dalam kurun waktu yang ditetapkan tersebut, BKM dan masyarakat harus memperbaiki kinerja potensi kemandirian dan potensi keber-lanjutannya sesuai ketentuan P2KP. Apabila setelah batas waktu yang ditetapkan, BKM dan masyarakat kelurahan/desa tidak dapat memper-baiki kinerja potensi kemandirian dan keberlanjutannya, maka KMW dapat “mengajukan” pertemuan dengan pemerintah Kota/Kab.

membahas “rekomendasi” pembata-lan sisa alokasi dana BLM untuk kelurahan/desa tersebut kepada PMU/Pimpro P2KP.

PMU/Pimpro P2KP berwenang me-mutuskan bentuk rekomendasi berdasarkan usulan dari salah satu pihak atau kedua belah pihak (KMW dan Pemerintah Kota/Kabupaten) untuk membatalkan atau menunda pencairan sisa dana BLM untuk kelurahan/desa dimaksud.

Pencairan dana tahap 3 dapat dila-kukan setidaknya 6 (enam) bulan se-telah pencairan dana BLM tahap 2, dengan tujuan bahwa hanya BKM dan masyarakat yang menunjukkan kinerja pendayagunaan dana dan kegiatan P2KP serta kinerja keman-dirian dan potensi keberlanjutan, berdasarkan hasil evaluasi KMW dan pemkot/kab setempat pada phase terminasi (sekurangnya 6 bulan sebelum berakhir masa proyek), yang bisa mengakses dana BLM tahap 3.

Pembatalan Penyaluran Dana BLM. Selain berkaitan dengan

persyaratan pencairan Dana BLM pada setiap tahapnya, KMW beserta Pemerintah Kota/Kabupaten juga dimungkinkan mengajukan reko-mendasi pembatalan penyaluran dana BLM, sebagian atau seluruhnya, kepada PMU/Pimpro P2KP, apabila terdapat salah satu atau lebih indikator sebagai berikut:

ÎTidak terdapat relawan-relawan di kelurahan/desa setelah 6 bulan pelaksanaan P2KP di kelurahan/ desa tersebut.

ÎBKM tidak terbentuk dan/atau kinerjanya tidak efektif setelah satu tahun pelaksanaan P2KP di kelurahan/desa tersebut.

ÎDitemukan indikasi penyalah-gunaan dana bantuan.

ÎTidak terdapat indikasi potensi kemandirian BKM dan/atau potensi keberlanjutan (sustainability) program, dana dan kelembagaan.

ÎTerdapat indikasi bahwa visi, misi, tujuan, prinsip dan nilai-nilai yang dijunjung P2KP tidak diterapkan secara konsisten. Dalam hal tidak terjadi kesepakatan antara KMW dengan Pemerintah Kota/Kabupaten mengenai rekomen-dasi pembatalan penyaluran dana BLM pada kelurahan/desa tertentu, maka PMU/Pimpro P2KP berwewe-nang untuk mengambil keputusan mengenai hal tersebut, setelah memperoleh pertimbangan dari kedua belah pihak maupun dari salah satu pihak.

Pembekuan Kegiatan Pinjaman Bergulir.

Apabila masyarakat di kelurahan/ desa sasaran memutuskan seba-gian dana BLM dimanfaatkan untuk kegiatan pinjaman bergulir, maka BKM sebagai pengemban amanat harus mendorong UPK agar mampu mengelola pinjaman bergulir sesuai dengan prinsip-prinsip standard lembaga keuangan mikro.

Dalam hal pencapaian kinerja kegiatan pinjaman bergulir yang dikelola oleh UPK tidak memuaskan (misalnya: tingkat pengembalian pinjaman yang sangat rendah dan menyebabkan akumulasi dana BLM P2KP di masyarakat semakin ber-kurang tajam, dll), KMW bersama dengan Pemerintah Kota/Kabupaten dapat mengambil keputusan Pembekuan Kegiatan Pinjaman Bergulir. Melalui ketentuan ini, maka alokasi dana BLM yang belum dicairkan untuk kelurahan/desa tersebut, hanya dapat dicairkan kembali apabila saldo dana BLM untuk kegiatan pinjaman bergulir

yang ada di BKM ditambah dengan saldo dana BLM yang belum dicairkan, digunakan untuk usulan kegiatan pembangunan prasarana/ sarana lingkungan.

Usulan kegiatan prasarana/sarana tersebut harus sesuai dengan PJM Pronangkis dan disepakati masyarakat melalui serangkaian rembug warga, serta telah diverifikasi dan direkomendasi oleh KMW, berdasarkan ketentuan P2KP.

3) Penggunaan Dana BLM

• Apa yang boleh dibiayai oleh BLM Pada dasarnya dana BLM dapat digunakan secara cukup luwes dengan berpedoman kepada PJM Pronangkis, pembelajaran aspek Tridaya dan kesepakatan serta kearifan warga sehingga hasilnya dapat benar-benar memberikan manfaat berkurangnya kemiskinan di kelurahan/desa tersebut.

ÎStimulan Keswadayaan Masyarakat (Insentif Hibah) :

o Kegiatan santunan sosial untuk fakir miskin, orang jompo, anak yatim piatu dan lain-lainnya, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka yang termiskin dari masyarakat miskin (termasuk dimungkinkan peng-gunaan untuk bea siswa, per-baikan rumah kumuh, pelayanan kesehatan dan lainnya).

Mengingat masyarakat termiskin dari kelompok masyarakat miskin adalah kelompok sasaran utama P2KP, maka sebagian dana BLM harus dialokasikan untuk memberikan santunan dan sekaligus membangkitkan ke-pedulian dan kegiatan amal dari lapisan masyarakat yang lebih beruntung untuk terlibat dalam gerakan amal ini. Besarnya alokasi BLM sesuai kesepakatan masyarakat setempat.

o Kegiatan pembangunan prasa-rana/sarana lingkungan yang manfaatnya langsung dinikmati sebagian besar warga kelurahan/ desa bersangkutan, seperti jembatan, jalan, perbaikan sekolah, fasilitas kesehatan, sanitasi dan lainnya yang telah diidentifikasi melalui Pronangkis berbasis pemetaan swadaya. Usulan kegiatan pendidikan dan kesehatan harus sesuai dengan Rencana Induk (Master Plan) Pendidikan dan Kesehatan di kota/kabupaten bersangkutan, bila Master Plan itu telah ada. Kegiatan yang sifatnya mem-bangun kapasitas dan daya saing kelompok-kelompok masyarakat (pelatihan, study banding, dsb)

Pelayanan prasarana dan sarana yang didanai sumber dana hibah BLM pada prinsipnya adalah prasarana dan sarana lingkungan skala kecil. Akan tetapi apabila masyarakat memutuskan untuk membangun pelayanan prasarana dan sarana bekerjasama dengan pihak lainnya yang mungkin akan menimbulkan dampak yang cukup berarti terhadap lingkungan, misalnya: pompa sumur dalam, pompa irigasi dan lainnya, maka lampiran 2 tentang pedoman lingkungan harus diterapkan secara konsisten.

ÎPinjaman Bergulir :

o Pinjaman untuk kegiatan

prasarana yang bersifat indivi-dual, misalnya perbaikan rumah maupun sarana rumah tangga yang berkaitan dengan ling-kungan permukiman dan ke-giatan sosial yang bersifat indivi-dual, misalnya beasiswa dan pelatihan untuk warga tidak miskin.

Apabila kegiatan lingkungan permukiman dan kegiatan sosial tersebut diperuntukkan bagi warga termiskin, maka termasuk kategori kegiatan kolektif, yakni santunan sosial yang bersifat stimulan hibah.

o Pinjaman untuk Kelompok

Swadaya Masyarakat (KSM) yang membutuhkan dana untuk kegiatan yang terkait usaha produktif dari anggota-anggotanya.

o Batas maksimal pinjaman

pertama kali bagi setiap anggota KSM adalah Rp 500 ribu. Sedangkan batas maksimal pinjaman untuk tahap berikutnya adalah Rp 2 juta. Hal ini dimak-sudkan sebagai proses pem-belajaran masyarakat sekaligus memperkuat orientasi sasaran P2KP, yakni masyarakat miskin. Oleh karena itu, pada tahap berikutnya diharapkan KSM-KSM dan anggota-anggotanya yang telah meningkat kesejah-teraannya dimaksud dapat dilayani oleh koperasi atau UPE yang difasilitasi BKM dan juga dapat mengakses lembaga keluangan formal di sekitarnya.

Dalam hal masyarakat telah menyepakati dan menetapkan sebagian dana BLM dialokasikan untuk kegiatan pinjaman bergulir, maka pengelolaannya harus dilakukan secara profesional sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan pinjaman bergulir. Pedoman yang khusus untuk hal ini harus dibuat oleh KMP untuk menjamin bahwa dana digunakan sesuai contoh terbaik, dan menerapkan prinsip-prinsip sedemikian sehingga tidak terjadi distorsi dengan pasar keuangan mikro. Lihat lebih lanjut pada Pedoman Khusus Pengelolaan Pinjaman Bergulir.

Secara singkat dapat diuraikan ketentuan sifat penggunaan dana BLM seperti dijelaskan pada tabel 3.2. sebagai berikut:

Tabel 3.2. Ketentuan Sifat Penggunaan Dana BLM Sifat kemanfaatan

Kegiatan

Status Pemanfaatan Dana BLM

Contoh Jenis Kegiatan yang dibiayai P2KP Kegiatan yang secara langsung

memberikan manfaat pada sebagian besar warga masyarakat, terutama warga miskin

Kegiatan yang bersifat penyantunan. Hal ini harus sesuai menurut kesepakatan warga dan tertuang dlm kebijakan BKM

Kegiatan yang secara langsung memberikan manfaat hanya kepada perorangan atau sekelompok orang saja

Pembangunan sarana & prasarana perumahan dan permukiman, baik kepentingan masyarakat umum, dan/ atau ke-pentingan warga miskin