• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS

Bagan 2.1. Langkah Penentuan Lokasi Sasaran P2KP-2

4 EvaluasiData PODES (2000)

DaftarII Kecamatan CalonLokasi Sasaran DaftarI Kec Calon

Lokasi Sasaran dengan mengeluarkan 20% kecamatan terkaya

KonfirmasikePemda

Masukan dari Pemda Tambahan dan Perubahan Lokasi

DaftarFinal Kec/Kel Calon Lokasi Sasaran Drop

Drop

Kriteria: Tidak termasuk 20% kec. terkaya dan memiliki Pra-KS dan

KS-I > 30% ya ya tidak tidak Kriteria : Kec. urban /Ibu

kotaKab. Non-PPK dan Non P2KP-I 1 3 5 6 2 7 EvaluasiData PODES (2000) DaftarII Kecamatan CalonLokasi Sasaran DaftarI Kec Calon

Lokasi Sasaran dengan mengeluarkan kecamatan terkaya

KonfirmasikePemda

Masukan dari Pemda Tambahan dan Perubahan Lokasi

DaftarFinal Kec/Kel Calon Lokasi Sasaran Drop

Drop

Kriteria: Tidak termasuk 20% kec. terkaya dan memiliki Pra-KS dan

KS-I > 30% ya ya tidak tidak Kriteria : Kec. urban /Ibu

kotaKab. Non-PPK dan Non P2KP-I 1 3 5 6 2 7 2.4. STRATEGI

Agar terwujud tujuan yang hendak dicapai, maka strategi yang dilaksanakan adalah:

a. Mendorong Proses Transformasi Sosial dari Masyarakat Tidak Berdaya/Miskin Menuju Masyarakat Berdaya

Intervensi P2KP untuk mampu mewujud-kan transformasi dari kondisi masyarakat tidak berdaya/miskin menuju masyarakat berdaya, setidaknya terdiri dari empat hal: d. Menjamin dan menyediakan staf-staf proyek yang dibutuhkan bagi dukungan pelaksanaan dan koordinasi proyek, serta kelancaran pencairan dana bantuan langsung untuk masyarakat (BLM) & PAKET (bila terseleksi);

e. Sanggup menyediakan dana operasional dan pendamping sesuai kebutuhan.

(i) Internalisasi nilai-nilai dan prinsip-prinsip universal, sebagai pondasi

yang kokoh untuk memberdayakan masyarakat menuju tatatan masyarakat yang mandiri dan mampu mewujudkan pembangunan permukiman berkelanjut-an. Pembelajaran P2KP berkaitan dengan nilai-nilai universal kemanusia-an, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan pembangunan berkelanjutan (Tridaya). Proses pembelajaran nilai-nilai serta prinsip-prinsip universal tersebut akan melandasi seluruh strategi maupun tahapan pelaksanaan P2KP. Sehingga salah satu indikator utama berhasil tidaknya P2KP akan dilihat dari tingkat tumbuh berkembangnya nilai-nilai dan prinsip-prinsip universal dimaksud, baik oleh masyarakat maupun pemerintah lokal dan kelompok peduli setempat.

(ii) Penguatan Lembaga Masyarakat melalui pendekatan pembangunan bertumpu pada kelompok

(Community based Development), dimana masyarakat membangun dan mengorganisir diri atas dasar ikatan pemersatu (common bond), antara lain kesamaan kepentingan dan kebutuhan, kesamaan kegiatan, domisili, dll, yang mengarah pada upaya mendorong tumbuh berkembangnya kapital sosial. Kelompok dalam konteks P2KP adalah kelompok yang “sudah ada” (existing groups) atau kelompok-kelompok yang “dibangun baru” dalam rangka pelaksa-naan P2KP, yang memenuhi syarat-syarat sebagai institusi lokal dalam konteks tatanan masyarakat madani. Beberapa pertimbangan digunakannya pendekatan bertumpu pada kelompok :

• Warga masyarakat diharapkan dapat lebih dinamis dalam mengem-bangkan kegiatan dan nilai-nilai kemanusiaan serta kemasyarakat-an, misalnya; kejujurkemasyarakat-an, keikhlaskemasyarakat-an, dapat dipercaya, kebersamaan, menjalin kesatuan, gotong royong,

solidaritas antar sesama, dan lainnya;

Proses pemberdayaan (empower-ment) berjalan lebih efektif dan efisien;

• Terjadi konsolidasi kekuatan ber-sama baik antar yang lemah maupun antar yang kuat dan lemah di dalam suatu kelompok masyarakat (konsep sapu lidi); Kelompok dapat berfungsi untuk melembagakan solidaritas dan kesatuan sosial, menumbuhkan keswadayaan, wadah proses belajar/ interaksi antar anggota, menyepakati aturan bersama, dan fungsi lainnya. Pendekatan ini harus dilakukan secara konsisten oleh semua pelaku P2KP. Bahkan dalam menangani persoalan-persoalan yang sifatnya amat khusus dan mendesak (musibah, jompo, anak terlantar dll), yang menuntut penangan-an kasus demi kasus ypenangan-ang seringkali juga individual, tetap harus berbasis pada kelompok, dimana pengambilan keputusan harus melalui berbagai pertimbangan dan rembug-rembug warga yang di fasilitasi oleh BKM. Salah satu faktor kunci yang strategis dari penguatan lembaga masyarakat adalah faktor kepemimpinan yang peduli, komitmen, ikhlas dan benar-benar berjuang bagi kepentingan masyarakat miskin, untuk itu dibutuhkan proses penyadaran kritis masyarakat melalui refleksi kepemimpinan moral dimana indikator utama dalam pemilihan pemimpin-pemimpin masyarakat lebih didasarkan pada kualitas sifat-sifat kemanusiaan yang dimiliki, bukan didasarkan pada ikatan emosional, primordialisme maupun hal-hal yang bersifat diskriminatif lainnya.

(iii) Pembelajaran Penerapan Konsep Tridaya dalam Penanggulangan Kemiskinan, menekankan pada proses

pemberdayaan sejati (bertumpu pada manusia-manusianya) dalam rangka

membangkitkan ketiga daya yang dimiliki manusia, agar tercipta masyarakat efektif secara sosial, tercipta masyarakat ekonomi produktif dan masyarakat pembangunan yang mampu mewujudkan lingkungan perumahan dan permukiman yang sehat, produktif dan lestari.

Sebagai suatu strategi yang bersifat integratif, maka proses pembelajaran Tridaya perlu dilaksanakan masyarakat secara proporsional sesuai kondisi dan kebutuhan masing-masing.

(iv) Penguatan Akuntabilitas Masyarakat,

menekankan pada proses membangun dan menumbuhkembangkan segenap lapisan masyarakat untuk peduli untuk melakukan kontrol sosial secara obyektif dan efektif sehingga menjamin pelaksanaan kegiatan yang berpihak kepada masyarakat miskin dan mendorong kemandirian serta keber-lanjutan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan di wilayah masing-masing. Penguatan akuntabilitas masyarakat juga dimaksudkan sebagai suatu upaya pembelajaran masyarakat terhadap sistem penghargaan terhadap kinerja/ perbuatan baik dan sistem sanksi terhadap kinerja/perbuatan buruk (reward dan punishment).

Bentuk-bentuk penghargaan dan sanksi tersebut dapat ditetapkan masyarakat sebagai hasil dari proses kontrol sosial dan dapat ditetapkan oleh pihak-pihak terkait dalam rangka mendorong masyarakat untuk melaksanakan program lebih lanjut, termasuk P2KP dan Departemen Kimpraswil sebagai penyelenggara (executing agency).

b. Mendorong Proses Transformasi Sosial dari Masyarakat Berdaya Menuju Masyarakat Mandiri

Intervensi P2KP untuk mampu mewujud-kan transformasi dari kondisi masyarakat berdaya menuju masyarakat mandiri, setidaknya terdiri dari dua hal:

(i) Pembelajaran Kemitraan antar Stakeholders Strategis, yang

mene-kankan pada proses pembangunan kolaborasi dan sinergi upaya-upaya penanggulangan kemiskinan antara masyarakat, pemerintah kota/kab., dan kelompok peduli setempat agar kemiskinan dapat ditangani secara efektif, mandiri dan berkelanjutan. Kemitraan sinergis pada dasarnya mengandung makna bahwa jalinan kerjasama dan kolaborasi antara masyarakat, pemerintah dan kelompok peduli/swasta tersebut harus dibangun atas dasar kebutuhan bersama, kepentingan yang sama dan kesetaraan peran dalam melaksanakan kegiatan. Terkait erat dengan upaya mendukung kemitraan sinergis sebagaimana dimaksud, maka perlu dilakukan upaya-upaya penguatan peran pemerintah dan KPK di tingkat kota/kabupaten dalam penanggulangan kemiskinan, sehingga mampu mendorong berfungsinya KPK-kota/kabupaten secara efektif untuk menyusun strategi penanggulangan kemiskinan di masing-masing wilayah. Melalui kemitraan sinergis ketiga pilar pembangunan lokal ini (masyarakat, pemerintah dan kelompok peduli/ swasta), diharapkan dapat terbangun proses pelembagaan kerjasama yang baik antara pemerintah daerah dengan masyarakat dan dunia usaha, serta dunia nirlaba lainnya, dalam seluruh proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeliharaan berbagai program/proyek di daerah secara umum, dan khususnya dalam kegiatan penanggulangan kemiskinan. Di samping itu, kemitraan sinergis tersebut dapat memberi peluang bagi masyarakat untuk mampu mengakses dan memanfaatkan berbagai program-program atau sumber daya yang ada di luar P2KP yang dimiliki oleh pemerintah daerah, dunia usaha, dan dunia nirlaba lainnya.

(ii) Penguatan Jaringan antar Pelaku Pembangunan, dengan membangun

kepedulian dan jaringan sumberdaya dan mendorong keterlibatan aktif dari para pelaku pembangunan lain maka dapat dijalin kerjasama dan dukungan sumberdaya bagi penanggulangan kemiskinan, termasuk akses penyaluran (channeling) bagi keberlanjutan program-program di masyarakat dan penerapkan Tridaya di lapangan. Para pelaku pembangunan lain yang dimaksud antara lain : LSM, Perguruan Tinggi setempat, lembaga-lembaga keuangan (perbankan), Pengusaha, Asosiasi Profesi dan Usaha Sejenis, dll.

c. Mendorong Proses Transformasi Sosial dari Masyarakat Mandiri Menuju Masyarakat Madani

Intervensi P2KP untuk mampu mewujudkan transformasi dari kondisi masyarakat mandiri menuju masyarakat madani lebih dititikberatkan pada proses penyiapan landasan yang kokoh melalui penciptaan situasi dan lingkungan yang kondusif bagi tumbuhberkembangnya masyarakat madani, melalui intervensi komponen Pembangunan Lingkungan

Kelurahan Terpadu (Neighbourhood Development) menuju tata kepemerintahan dan pelayanan publik yang baik (Good Governance). yakni

proses pembelajaran masyarakat dalam mewujudkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang berbasis nilai menuju terwujudnya lingkungan permukiman yang tertata, sehat, produktif dan lestari.

Pada P2KP-1 dan P2KP-2, Intervensi “Channeling Program dan Neighbourhood Development berbasis pro-poor good governance” belum menjadi komponen proyek. Ketentuan tentang pelaksanaan kedua intervasi tersebut akan ditetapkan kemudian oleh Departemen Kimpraswil.

Gambaran mengenai strategi pelaksanaan P2KP dapat dilihat pada gambar 2.1. di bawah ini.

19 Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan

Gambar 2.1. Strategi Pelaksanaan P2KP

2

3

6

5

4

PEMBELAJARAN PENERAPAN KONSEP TRIDAYA PENGUATAN JARINGAN & CHANNELING PROGRAM PENGUATAN AKUNTABILITAS MASYARAKAT PENGUATAN LEMBAGA MASYARAKAT INTERNALISASI

NILAI & PRINSIP UNIVERSAL

1

P2KP MASYARAKAT TIDAK BERDAYA (MISKIN) MASYARAKAT BERDAYA MASYARAKAT MANDIRI KEMITRAAN PEMDA DAN MASYARAKAT PEMBELAJARAN NEIGHBOURHOOD DEVELOPMENT BERBASIS GOOD GOVERNANCE MASYARAKAT MADANI PERUBAHAN PRILAKU/SIKAP MASYARAKAT KELEMBAGAAN MASYARAKAT YG MENGAKAR DAN REPRESENTATIF PENYUSUNAN PROGRAM PAR-TISIPATIF OLEH MASYARAKAT APLIKASI PRONANGKIS PRO POOR & KONTROL WARGA PEMBELAJAR-AN SINERGI DGN PEMDA MELALUI KEMITRAAN PROGRAM PEMBELAJARAN OPTIMALISASI SUMBER DAYA DARI LUAR (PERBANKAN, KIMPRASWIL, DEPSOS, DLL) PEMBELAJARAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN WILAYAH KELURAHAN TERPADU SCR MANDIRI

7

PENYIAPAN MASYARAKAT BKM PJM PRONANGKIS BLM TRIDAYA PAKET CHANNELING PROGRAM

P2KP meyakini bahwa dengan ketujuh strategi dan pendekatan di atas pada akhirnya akan mampu mewujudkan kemandirian dan keberlanjutan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat bersama pemerintah daerah yang didukung oleh dunia usaha, dan organisasi masyarakat sipil lainnya.

Bab

III

Bab

III

Komponen Proyek dan

Bantuan Teknis

Untuk dapat mendukung kegiatan proyek agar tercapai tujuan P2KP seperti tersebut di atas, maka P2KP dibagi menjadi 3 komponen proyek sbb:

A. Pengembangan Masyarakat dan Mengedepankan Peran Pemerintah Daerah;

B. Penyediaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM); dan

C. Penyediaan Dana Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET);

3.1. KOMPONEN PROYEK

3.1.1. Pengembangan Masyarakat dan Mengedepankan Peran Pemerintah Daerah

1) Uraian

Komponen proyek ini menyediakan dukungan untuk mendanai kegiatan pengembangan atau pemberdayaan masyarakat serta penguatan kapasitas dalam rangka mengedepankan peran pemerintah daerah, termasuk diantaranya adalah penguatan peran dan fungsi Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPK-D), mengembangkan Komunitas Belajar Perkotaan (KBP), dan menumbuh-kembangkan kemitraan sinergis dengan masyarakat, agar mampu bekerja sama secara lebih efektif dalam penanggulangan kemiskinan di wilayah setempat sesuai prinsip dan nilai universal di P2KP. Pada dasarnya, dukungan pembiayaan melalui komponen ini mencakup biaya operasional konsultan dan fasilitator untuk melaksanakan pendampingan masyarakat

dan pemerintah kota/kabupaten, biaya sosialisasi dan pelatihan, termasuk penyia-pan materi-materi sosialisasi dan pelatihan yang berkaitan dengan pelaksanaan P2KP, serta biaya-biaya lain yang berkaitan dengan upaya memperkuat kapasitas dan mengedepankan peran pemerintah daerah.

a) Pengembangan Masyarakat melalui Proses Pembelajaran

Komponen pengembangan atau pem-berdayaan masyarakat dalam P2KP dilakukan melalui proses pembelajaran masyarakat untuk memulihkan dan melembagakan kembali kapital sosial (social capital) yang telah ada di masyarakat, yakni nilai-nilai dan prinsip-prinsip universal, sebagai landasan kokoh untuk membangun tatanan masyarakat yang mampu mandiri dan berkelanjutan menangani kegiatan pe-nanggulangan kemiskinan serta pemba-ngunan lingkungan perumahan permu-kiman di wilayahnya secara terpadu. Tahapan pembelajaran masyarakat terdiri dari serangkaian kegiatan, mulai dari belajar membangun kebersamaan pada saat rembug kesiapan masyara-kat, belajar mengevaluasi penyebab kemiskinan yang bertumpu pada perilaku dan sikap, belajar merumuskan keinginan secara riil sesuai dengan kondisi obyektif masalah yang ada dan potensi yang dimilikinya, belajar

bersinergi dan mengorganisir dalam lembaga yang mengakar dan represen-tatif, belajar membuat program kemiski-nan dan pembangukemiski-nan di wilayahnya, belajar melakukan kegiatan bersama yang dilandasi perubahan perilaku dan sikap, serta proses belajar lainnya.

Seluruh tahapan pelaksanaan kegiatan P2KP di tingkat masyarakat pada dasarnya dititikberatkan pada nuansa proses pembelajaran masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam pelaksanaan P2KP tidak hanya berorientasi pada output/produk atau dilandasi prinsip sekedar terlaksana semata, namun justru harus benar-benar memperhatikan dinamika proses, kesadaran kritis dan pelembagaan nilai-nilai universal serta proses perubahan perilaku/ sikap masyarakat itu sendiri.

Beberapa kegiatan yang termasuk dalam komponen pengembangan masyarakat, antara lain mencakup: a.1.Rembug atau Musyawarah

Kesepa-katan Masyarakat

Kegiatan Rembug/Musyawarah Ke-sepakatan Masyarakat (RKM) me-rupakan serangkaian musyawarah di tingkat kelurahan/desa yang dise-lenggarakan oleh Lurah/Kepala Desa dengan mengundang para ketua RT, ketua RW, warga miskin (Pra KS dan KS1) dan tokoh masyarakat serta kelompok peduli setempat untuk memutuskan apakah berminat mengikuti P2KP dengan segala konsekuensinya atau tidak. RKM didahului serangkaian kegiatan silaturahmi sosial dan pemasyara-katan gambaran umum P2KP ke berbagai pihak, baik perangkat pemerintah maupun masyarakat, melalui berbagai media, arisan, pertemuan PKK, pengajian, siskam-ling, dsb, yang difasilitasi fasilitator. RKM ini dilanjutkan dengan pen-daftaran relawan-relawan yang akan berperan sebagai agen pembangun-an masyarakat setempat. Untuk tahap pertama yang dibutuhkan

adalah relawan untuk menyeleng-garakan Refleksi Kemiskinan yang akan dilakukan di tiap RT/RW, minimum 1 orang per RW. Dalam tiap tahapan kegiatan, jumlah anggota tim relawan dapat ditambah sesuai kebutuhan maupun terutama sesuai kesediaan partisipasi dan kerelaan warga untuk menjadi relawan-relawan dalam proses penanggulangan kemiskinan di wilayahnya.

Para relawan-relawan tersebut selanjutnya bersama fasilitator akan mendorong peran aktif masyarakat dalam berbagai proses kegiatan P2KP khususnya, maupun upaya pembangunan wilayah kelurahan pada umumnya.

Relawan-relawan adalah orang-orang yang memiliki niat ikhlas dan peduli untuk membantu masyarakat miskin di wilayahnya. Tidak ada batasan jumlah relawan dalam satu wilayah, karena siapapun yang ikhlas dan peduli dapat terlibat dan memberi kontribusi untuk membantu masyarakat dalam proses pelaksanaan P2KP di wilayahnya.

a.2. Pengorganisasian Masyarakat Kegiatan penyiapan dan peng-organisasian masyarakat diawali dengan proses membangun kesa-daran kritis masyarakat, melalui serangkaian kegiatan diskusi kelompok terarah (focus group discusión/FGD); dimulai dengan refleksi kemiskinan sebagai upaya membangun paradigma baru masyarakat terhadap akar persoalan kemiskinan yang dihadapi bersama yang berkaitan dengan sikap/prilaku dan cara pandang masyarakat selama ini, dilanjutkan dengan pemetaan swadaya (community self survey/CSS) sebagai upaya belajar bersama menemukenali realita persoalan dan potensi di wilayahnya serta berbagai kemungkinan penanggulangannya dan apa yang

dibutuhkan untuk menanggulangi kemiskinan secara efektif dalam bentuk antara lain; komitmen (individu dan kelompok), keahlian, sumberdaya, kelembagaan, organi-sasi dan lain-lainnya, dilanjutkan dengan FGD kelembagaan dan kepemimpinan moral hingga pengu-kuhan/pembentukan lembaga pimpinan kolektif berbasis nilai-nilai universal, yang secara jenerik dise-but BKM, untuk akhirnya memimpin gerakan penanggulangan kemiskin-an dari, oleh untuk masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan. a.3. Perencanaan Partisipatif Menyusun

PJM dan Renta Pronangkis Kegiatan ini merupakan kegiatan awal BKM bersama relawan-relawan, masyarakat serta pemerintah kelurahan dan kelompok peduli setempat, untuk bersama-sama merencanakan langkah-langkah penanggulangan kemiskinan dalam bentuk PJM dan Renta Pronangkis. Dalam hal ini, BKM diharapkan dapat mendorong peran aktif masyarakat kelurahan setempat untuk menyam-paikan aspirasinya, memberikan masukan, saran, usulan dan inisiatif-inisiatifnya.

BKM bersama para relawan, yang difasilitasi Tim fasilitator, akan mengkoordinir dan memfasilitasi proses pelaksanaan di masyarakat untuk menjamin bahwa proses penyusunan PJM Pronangkis dilakukan secara partisipatif serta benar-benar didasarkan pada kebutuhan nyata (riil) masyarakat, yang dalam penyusunannya perlu mempertimbangkan: 1) hasil-hasil pemetaan swadaya yang telah dilakukan masyarakat sendiri sebelumnya, 2) keterpaduan dengan rencana dan program pemerintah kelurahan, dan 3) kebijakan Pemda setempat.

Ruang lingkup kegiatan dalam PJM Pronangkis mencerminkan kegiatan yang benar-benar merupakan kebu-tuhan riil dan prioritas masyarakat, baik itu pembangunan prasarana/ sarana perumahan dan permukiman, penciptaan lapangan kerja baru, kre-dit mikro untuk usaha kecil, hingga santunan bagi masyarakat rentan/ lemah atau pelayanan sosial lain. Program penanggulangan kemiskin-an (pronkemiskin-angkis) ykemiskin-ang akkemiskin-an disusun masyarakat diharapkan dapat berisi; (1) Dokumen Strategi Penanggulang-an KemiskinPenanggulang-an KelurahPenanggulang-an setempat, yakni visi, misi dan strategi penang-gulangan kemiskinan di kelurahan setempat; (2) Rencana Jangka Menengah penanggulangan kemiski-nan, yakni dalam jangka waktu 3 tahun, serta (3) Rencana Tahunan (Renta) yang berisi rencana detail investasi tahunan pada tahun pertama yang dapat diusulkan untuk dibiayai sebagian dari swadaya murni masyarakat, alokasi dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) P2KP, maupun sumber dana Pemda dan pihak terkait lainnya.

PJM dan Renta Pronangkis tidak boleh semata-mata dipandang sebagai prasyarat untuk mem-peroleh dana bantuan P2KP, namun harus diposisikan sebagai media pembelajaran masyarakat untuk menyusun program bersama. Sehingga muatan PJM dan Renta Pronangkis bukan hanya berisikan daftar kegiatan yang didanai dengan sumber dana BLM P2KP, melainkan uraian program masyarakat secara menyeluruh, termasuk dengan sumber-sumber dana lainnya yang dibutuhkan, apakah berasal dari swadaya masyarakat, APBD, ataupun channeling dengan sektor perbankan, program, swasta, stimulan P2KP, dan sebagainya;

PJM dan Renta Pronangkis secara prinsip merupakan dokumen hasil proses pembelajaran perencanaan partisipatif masyarakat bersama perangkat kelurahan dan para pihak di kelurahan setempat, yang mencerminkan prioritas-prioritas program yang disepakati bersama. Tidak dibenarkan sama sekali adanya ‘exclusivitas’ ataupun adanya rekayasa pihak luar dalam proses penyusunan Pronangkis, baik fasilitator, KMW atau pihak-pihak lainnya.

a.4. Komunitas Belajar Kelurahan (KBK)

Sebagaimana telah dijelaskan di awal, seluruh proses pelaksanaan kegiatan P2KP di tkt masyarakat pada dasarnya bernuansa proses pembelajaran masyarakat untuk memperbaiki kondisinya secara bertahap menuju kondisi masyarakat yang mandiri, dan akhirnya mampu terwujud tatanan masyarakat madani.

Oleh karena itu, selama masa pro-yek P2KP, yang dimotori relawan-relawan setempat, masyarakat diharapkan mampu memahami substansi, mekanisme, proses dan dinamika pembelajarannya, sekali-gus kemudian mampu menerapkan-nya sesuai dengan nilai dan prinsip universal.

Untuk lebih mendukung proses pem-belajaran tersebut, BKM dapat men-jadi motor penggerak dalam mem-bangun forum pembelajaran dalam bentuk Komunitas Belajar Kelurahan (KBK), yang dipelopori para rela-wan`setempat. Dimaksud relawan dalam hal ini ialah anggota masyar-akat, perangkat pemerintah kelura-han dan orang-orang peduli yang memiliki komitment, kepedulian dan keikhlasan membantu masyarakat miskin di sekitarnya.

KBK pada prinsipnya merupakan forum dari para relawan, dikoordinir BKM, yang bersifat cair (tidak struktural) sebagai wadah melemba-gakan dan menumbuhkembangkan

proses pembelajaran masyarakat, melalui diskusi-diskusi, kajian-kajian refleksi, best practice dan tukar pikiran mengenai berbagai persoalan kemiskinan yang ada di wilayahnya serta bagaimana upaya penanggula-ngannya agar lebih efektif dan berbasis nilai-nilai universal. Proses membangun Komunitas Belajar Kelurahan (KBK), yang dimotori BKM, dapat dimulai setelah dana BLM P2KP tahap pertama telah diterima masyarakat, dimana pada saat itu relawan-relawan telah selesai membantu masyarakat sejak tahap awal hingga tahap pe-nyusunan PJM Pronangkis. Agenda pertama KBK dapat dimulai dengan diskusi reflektif tentang efektivitas kemanfaatan penggunaan dana, transparansi dan akuntabilitas, serta sosial kontrol status dan pemanfaat-an dpemanfaat-ana BLM.

Selanjutnya. pelaksanaan kegiatan KBK dilakukan misalnya dengan FGD-FGD bersama warga miskin, kunjungan lapang ke KSM-KSM dan kegiatan para anggotanya atau ke panitia-panitia dan hasil kegiatan-nya, refleksi proses dan hasil pelaksanaan kegiatan tertentu, dll. Hasil-hasil kajian dari KBK menjadi masukan bagi BKM untuk mening-katkan kinerjanya dan juga menjadi masukan bagi pemerintah kelurahan hingga pemerintah kota/kabupaten. Diharapkan pada pasca pelaksa-naan P2KP, mekanisme KBK dapat terus dilembagakan warga sehingga mampu menjadi motor penggerak masyarakat untuk senantiasa mela-kukan penyempurnaan proses pem-belajaran dalam penerapan substan-si konsep, substan-sistem dan mekanisme yang telah dikenalkan selama pelaksanaan P2KP, dalam rangka melembagakan kembali kapital sosial yang dimiliki masyarakat.

Melembaganya KBK, sekaligus juga merupakan pondasi yang kokoh bagi warga masyarakat untuk senantiasa merefleksi, mendis-kusikan dan memperbaiki serta menata kualitas lingkungan permukiman kelurahannya yang lebih lestari, asri, sehat, aman dan berkelanjutan secara terpadu (Neighbourhood Development).

Fungsi KBK adalah sebagai forum para relawan (masyarakat, perangkat pemerintah kelurahan dan kelompok peduli setempat) untuk saling belajar, sharing pemikiran dan pengalaman, kajian refleksi, tempat berkomunikasi, yang dilandasi semangat untuk menemukan model kegiatan dan kebijakan yang lebih mampu meningkatkan perbaikan masyarakat miskin di kelurahannya.

Sebagai sebuah forum, siapapun yang berminat bisa bergabung dalam KBK dengan kedudukan yang sejajar. Tidak perlu ada SK pengukuhan karena sifat keanggotaannya adalah cair. Artinya, siapapun bebas keluar masuk sesuai dengan minatnya. UPS-BKM memfasilitasi dan terus menerus menumbuhkembangkan KBK, agar proses kegiatan dan kehidupan bermasyarakat senantiasa bertumpu pada keadilan, keikhlasan dan kejujuran.

Ketentuan umum mengenai KBK dapat dipelajari pada Pedoman Khusus mengenai Komunitas Belajar Kelurahan dalam pelaksanaan P2KP.

b) Mengedepankan Peran Pemerintah Daerah

Kegiatan mengedepankan peran pemerintah daerah, pada dasarnya merupakan kegiatan yang berorientasi pada upaya membangun kemandirian pemerintah daerah dalam menang-gulangi kemiskinan dan mewujudkan pembangunan keberlanjutan yang berbasis nilai-nilai serta prinsip-prinsip