• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanggung jawab: Kepala PMU : Ir. Danny Sutjiono Pimpro P2KP : Ir. Arianto, Dipl. SE, MT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penanggung jawab: Kepala PMU : Ir. Danny Sutjiono Pimpro P2KP : Ir. Arianto, Dipl. SE, MT"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Penanggung jawab:

Kepala PMU : Ir. Danny Sutjiono Pimpro P2KP : Ir. Arianto, Dipl. SE, MT

Disusun oleh: Tim Persiapan P2KP • Imam Krismanto • R. Arief Rahadi • Sonny H. Kusuma • Udi Maadi • Tri Maulana • Maksudi Editing

Anna Yulianti Shavin

Diterbitkan oleh:

Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)

Direktur Jenderal Perumahan dan Permukiman — Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah

Lay out/desain grafis Maksudi, Bharata Kusuma

Karikatur:

Zakaria S. Sutedja

Cetakan Revisi, September 2004

Buku ini boleh digandakan/perbanyak (di-foto copy). Penggunaan karikatur diizinkan hanya untuk kebutuhan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan. Penggunaan karikatur diluar proyek ini akan dikenakan sanksi sesuai hukum perundang-undangan yang berlaku.

(3)

Masalah kemiskinan di Indonesia saat ini dirasakan sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah standar kelayakan, dan mata pencaharian yang tidak menentu.

Pemerintah Indonesia, melalui Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, telah melakukan berbagai upaya penanganan masalah kemiskinan di perkotaan. Salah satu diantaranya ialah Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang dilaksanakan sejak tahun 1999.

Dari hasil pelaksanaannya, tampak perkembangan yang positif, khususnya dalam hal terwujudnya kelembagaan masyarakat lokal yang mandiri, yakni Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Badan ini dipercaya sebagai pengelola dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dan sebagai pemeduli terhadap kemiskinan di komunitasnya. Membangun kelembagaan masyarakat yang mengakar perlu dilakukan, agar setelah masa proyek P2KP berakhir, upaya penanggulangan kemiskinan di

perkotaan dapat dijalankan sendiri oleh masyarakat.

Meskipun demikian, dari hasil evaluasi pelaksanaan P2KP maupun kajian refleksi kritis yang dilakukan secara intensif serta masukan-masukan dari berbagai pihak, disadari bahwa masih terdapat berbagai hal yang belum diakomodasi dalam konsep dan strategi pelaksanaan P2KP yang ada saat ini, sehingga memerlukan penyempurnaan-penyempurnaan lebih lanjut.

Penyempurnaan tersebut ditekankan pada keyakinan dasar P2KP bahwa persoalan kemiskinan sebenarnya hanya dapat ditanggulangi oleh masyarakat sendiri yang mampu bersinergi dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Sehingga cukup jelas bahwa faktor kapasitas dan kesiapan masyarakat dan pemerintah daerah menempati posisi yang sangat strategis dalam penyiapan kemandirian dan keberlanjutan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan maupun pembangunan lingkungan perumahan dan permukiman.

Guna mendukung peningkatan kapasitas dan kesiapan masyarakat tersebut, strategi pelaksanaan P2KP dititikberatkan pada proses pemberdayaan dan pembelajaran

(4)

masyarakat serta pemerintah daerah agar mampu melakukan proses transformasi sosial dari masyarakat miskin/tidak berdaya menjadi masyarakat berdaya, dari masyarakat berdaya menjadi masyarakat mandiri dan akhirnya dari masyarakat mandiri mampu menuju tatanan masyarakat madani (civil society).

Terrwujudnya tatanan masyarakat madani inilah yang menjadi pondasi yang kokoh bagi terjaminnya kemandirian dan keberlanjutan upaya-upaya masyarakat, yang selain mampu menanggulangi masalah kemiskinan di wilayahnya secara efektif, juga mampu membangun kondisi lingkungan permukiman di wilayahnya yang lebih baik, pro poor, sehat, dan lestari.

Penjabaran dari penyempurnaan konsep dan strategi pelaksanaan P2KP tersebut selanjutnya dituangkan dalam bentuk penjelasan mengenai berbagai intervensi P2KP, yang berkaitan dengan; (1) upaya untuk lebih menitikberatkan orientasi pada penggalian dan pelembagaan kembali nilai-nilai luhur kemanusiaan (gerakan moral),

prinsip-prinsip kemasyarakatan (good governance) dan pembangunan berkelanjutan

(Tridaya) sebagai pondasi pelaksanaan P2KP, (2) pengokohan kelembagaan masyarakat yang mengakar dan representatif, (3) pembelajaran pendekatan Tridaya dalam pemanfaatan dana BLM, (4) Mendorong akuntabilitas kelembagaan masyarakat melalui tumbuhberkembangnya kontrol sosial dari masyarakat, (5) Mendorong kemitraan sinergi masyarakat dengan pemerintah daerah melalui komponen program Penanggulangan Kemiskinan terpadu (PAKET), (6) pembelajaran untuk menjalin kerjasama dengan pihak swasta dan kelompok peduli terkait dalam rangka optimalisasi berbagai peluang sumber daya yang ada, melalui

channeling program, serta (7) pembelajaran penataan dan pembangunan lingkungan permukiman kelurahan secara terpadu (neighbourhood development).

Melalui berbagai penyempurnaan konsep dan strategi pelaksanaan P2KP tersebut, diharapkan pada masa-masa mendatang upaya penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan masyarakat yang didukung oleh Pemerintah Daerah dan kelompok peduli serta pihak terkait setempat secara mandiri dan berkelanjutan (sustainable development).Hal inilah yang kemudian menjadi motto dan misi

P2KP, yakni: “Bersama Membangun

Kemandirian”.

Selanjutnya, gambaran umum dari keseluruhan konsep serta strategi pelaksanaan P2KP tersebut dituangkan dalam bentuk Buku Pedoman Umum P2KP. . Penerbitan Buku pedoman P2KP ini sangat penting dilakukan agar seluruh pelaku P2KP maupun para pihak yang terkait akan dapat memahami konsep dan strategi pelaksanaan P2KP secara utuh serta sekaligus juga dapat mencegah, atau setidaknya mengeliminir, kemungkinan munculnya salah persepsi ataupun salah interpretasi dari berbagai pihak dalam pemahaman dan pelaksanaan P2KP. Selain itu, dengan diterbitkannya Buku Pedoman Umum P2KP ini, maka seluruh buku pedoman dan buku panduan P2KP yang pernah ada dan beredar harus disesuaikan dengan mengacu pada Buku Pedoman Umum P2KP ini.

Jakarta, September 2004 Direktur Jenderal

Direktorat Perumahan dan Permukiman Departemen Kimpraswil

(5)

D

aftar Isi

Daftar Isi ... i

Daftar Gambar ... iii

Daftar Tabel ... iv

Daftar Bagan ... v

BAB I : PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1

1.1.1. Gejala-gejala kemiskinan ... 1

1.1.2. Akar Penyebab Kemiskinan ... 2

1.1.3. Penanganan Akar Penyebab Kemiskinan ... 4

1.1.4. P2KP Memfasilitasi Masyarakat dan Pemerintah Daerah untuk Mampu Menangani Akar Penyebab Kemiskinan secara Mandiri dan Berkelanjutan 4 1.2. Visi dan Misi P2KP ... 6

1.2.1. Visi P2KP ... 6

1.2.2. Misi P2KP ... 6

1.3. Nilai-Nilai dan Prinsip-Prinsip yang Melandasi Pelaksanaan P2KP ... 6

1.3.1. Nilai-Nilai Universal Kemanusiaan (Gerakan Moral) ... 6

1.3.2. Prinsip-Prinsip Universal Kemasyarakatan (Good Governance) ... 7

1.3.3. Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan (Tridaya) ... 8

1.4. Karakteristik Khas P2KP ... 9

BAB II TUJUAN, SASARAN DAN STRATEG

I 2.1. Tujuan ... 13

2.2. Kelompok Sasaran ... 13

2.3. Lokasi Sasaran ... 14

2.4. Strategi ... 15

a. Mendorong Proses Transformasi Sosial Dari Masyarakat Tidak Berdaya/ Miskin Menuju Masyarakat Berdaya ... 15

(6)

b. Mendorong Proses Transformasi Sosial Dari Masyarakat Berdaya Menuju

Masyarakat Mandiri ... 17

c. Mendorong Proses Transformasi Sosial Dari Masyarakat Mandiri Menuju Masyarakat Madani ... 18

BAB III KOMPONEN PROYEK DAN BANTUAN TEKNIS

3.1. Komponen Proyek ... 20

3.1.1. Pengembangan Masyarakat dan Mengedepankan Peran Pemerintah Daerah ... 20

3.1.2. Komponen Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) ... 35

3.1.3. Komponen Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET) ... 44

3.2. Dukungan Pelaksanaan Proyek ... 50

BAB IV LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PROYEK

4.1. Tahap Persiapan ... 52

4.2. Tahap Pelaksanaan ... 54

4.3. Tahap-Tahap Yang Menerus Atau Berkala ... 76

4.4. Tahap Penyiapan Keberlanjutan Program ... 78

BAB V MANAJEMEN PROYEK

5.1. Struktur Organisasi dan Tata Peran ... 79

5.2. Pendanaan Proyek ... 95

5.3. Monitoring dan Evaluasi ... 104

BAB VI TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS

6.1. Tata Cara Penyelenggaraan Transparansi dan Akuntabilitas ... 107

6.2. Manajemen Keuangan dan Audit ... 110

6.3. Mekanisme Penerapan Sanksi ... 113

6.4. Penanganan Pengaduan dan Penyelesaian Konflik ... 114

(7)

D

aftar Gambar

BAB I : PENDAHULUAN

Gambar 1.1. Pandangan P2KP tentang Akar Kemiskinan ... 3 Gambar 1.2. Penanganan Akar Kemiskinan oleh Masyarakat melalui Fasilitasi P2KP5 Gambar 1.3. Konsep TRIDAYA ... 9 Gambar 1.4. Asumsi Dasar di P2KP ... 10

BAB II TUJUAN, SASARAN DAN STRATEGI

Gambar 2.1. Strategi Pelaksanaan P2KP ... 19

BAB III KOMPONEN PROYEK DAN BANTUAN TEKNIS

Gambar 3.1. Kedudukan dan Posisi BKM ... 27 Gambar 3.2. Struktur BKM ... 31

BAB IV LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PROYEK

Gambar 4.1. Siklus Kegiatan Pembelajaran Masyarakat di Tingkat Kelurahan ... 58 Gambar 4.2. Siklus Kegiatan Penguatan KPK-D dan Penyusunan SPK-D di Tingkat Kota/Kabupaten ... 64

(8)

D

aftar Tabel

BAB II TUJUAN, SASARAN DAN STRATEGI

Tabel 2.1. Kelompok Sasaran P2KP ... 13

BAB III KOMPONEN PROYEK DAN BANTUA

N TEKNIS

Tabel 3.1. Distribusi Alokasi Dana BLM ... 37 Tabel 3.2. Ketentuan Sifat Penggunaan Dana BLM ... 43 Tabel 3.3. Alokasi Dana PAKET per Kota/Kabupaten per tahun ... 45

BAB V MANAJEMEN PROYEK

(9)

D

aftar Bagan

BAB II TUJUAN, SASARAN DAN STRATEGI

Bagan 2.1. Langkah Penentuan Lokasi Sasaran P2KP-2 ... 15

BAB V MANAJEMEN PROYEK

Bagan 5.1. Struktur Organisasi P2KP ... 81

Bagan 5.2. Mekanisme Pendanaan dan Alur Pelaporan ... 98

Bagan 5.3. Diagram Alur Pendanaan BLM... 100

Bagan 5.4. Diagram Alur Pendanaan PAKET ... 102

BAB VI TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS

Bagan 6.1. Mekanisme Penanganan Pengaduan ... 117

(10)

1.1. LATAR BELAKANG

1.1.1. Gejala-Gejala Kemiskinan

Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah standar kelayakan serta mata pencaharian yang tidak menentu.

Disadari bahwa selama ini banyak pihak lebih melihat persoalan kemiskinan hanya pada tataran gejala-gejala yang tampak terlihat dari luar atau di tataran permukaan saja, yang mencakup multidimensi, baik dimensi politik, sosial, ekonomi, aset dan lain-lain. Dalam kehidupan sehari-hari dimensi-dimensi dari gejala-gejala kemiskinan tersebut muncul dalam berbagai bentuknya, seperti antara lain: a) Dimensi politik, sering muncul dalam bentuk tidak dimilikinya wadah/organisasi yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin, sehingga mereka benar-benar tersingkir dari proses pengambilan keputusan penting yang menyangkut diri mereka. Akibatnya, mereka juga tidak memiliki akses yang memadai ke berbagai sumber daya kunci yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan hidup mereka secara layak, termasuk akses informasi;

b) Dimensi sosial, sering muncul dalam bentuk tidak terintegrasikannya warga miskin ke dalam institusi sosial yang ada, terinternalisasikannya budaya kemiskinan yang merusak kualitas manusia serta etos kerja mereka, dan pudarnya kapital sosial; c) Dimensi lingkungan, sering muncul dalam bentuk sikap, perilaku, dan cara pandang yang tidak berorientasi pada pembangunan berkelanjutan sehingga cenderung memutuskan dan melaksana-kan kegiatan-kegiatan yang kurang menjaga kelestarian dan perlindungan lingkungan serta permukiman.

d) Dimensi ekonomi, muncul dalam bentuk rendahnya penghasilan sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sampai batas yang layak; dan e) Dimensi aset, ditandai dengan rendahnya

tingkat kepemilikan masyarakat miskin ke berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk aset kualitas sumberdaya manusia (human capital), peralatan kerja, modal dana, hunian atau perumahan dan sebagainya.

Orientasi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang hanya menitikberatkan pada salah satu dimensi dari gejala-gejala kemiskinan ini, pada dasarnya mencerminkan pendekatan program yang bersifat parsial, sektoral, charity dan tidak menyentuh akar penyebab kemiskinan itu sendiri. Akibatnya program-program dimaksud tidak mampu menumbuhkan kemandirian masyarakat yang pada akhirnya tidak akan mampu mewujudkan aspek keberlanjutan (sustainability) dari program-program penanggulangan kemiskinan tersebut.

Bab

I

Bab

(11)

1.1.2. Akar Penyebab Kemiskinan

Berbagai program kemiskinan terdahulu yang bersifat parsial, sektoral dan charity dalam kenyataannya sering menghadapi kondisi yang kurang menguntungkan, misalnya salah sasaran, terciptanya benih-benih fragmentasi sosial, dan melemahkan kapital sosial yang ada di masyarakat (gotong royong, musyawarah, keswadayaan dll). Lemahnya kapital sosial pada gilirannya juga mendorong pergeseran perilaku masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan dan kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara bersama.

Kondisi kapital sosial serta perilaku masya-rakat yang yang melemah serta memudar tersebut salah satunya disebabkan oleh keputusan, kebijakan dan tindakan dari pihak pengelola program kemiskinan dan pemimpin-pemimpin masyarakat, yang selama ini cenderung tidak adil, tidak transparan dan tidak tanggunggugat (tidak pro poor dan good governance oriented). Sehingga menimbulkan kecurigaan, stereotype dan skeptisme di masyarakat.

Keputusan, kebijakan dan tindakan yang tidak adil ini biasanya terjadi pada situasi tatanan masyarakat yang belum madani,dengan salah satunya indikasinya dapat dilihat dari kondisi kelembagaan masyarakat yang belum berdaya, yakni: tidak berorientasi pada keadilan, tidak dikelola dengan jujur dan tidak ikhlas berjuang bagi kepentingan masyarakat. Kelembagaan masyarakat yang belum berdaya pada dasarnya disebabkan oleh karakterisitik lembaga masyarakat tersebut yang cenderung tidak mengakar, dan tidak representatif. Di samping itu, ditengarai pula bahwa berbagai lembaga masyarakat yang ada saat ini, dalam beberapa hal, lebih berorientasi pada kepentingan pihak luar masyarakat atau bahkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu, sehingga mereka kurang memiliki komitmen dan kepedulian pada masyarakat di wilayahnya, terutama masyarakat miskin. Dalam kondisi ini akan semakin mendalam krisis

kepercayaan masyarakat terhadap berbagai lembaga masyarakat yang ada di wilayahnya. Kondisi kelembagaan masyarakat yang tidak mengakar, tidak representatif dan tidak dapat dipercaya tersebut pada umumnya tumbuh subur dalam situasi perilaku/sikap masyarakat yang belum berdaya. Ketidakberdayaan masyarakat dalam menyikapi dan menghadapi situasi yang ada di lingkungannya, yang pada akhirnya mendorong sikap masa bodoh, tidak peduli, tidak percaya diri, mengandalkan dan terbantung pada bantuan pihak luar untuk mengatasi masalahnya sendiri, tidak mandiri, serta memudarnya orientasi moral dan nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat, yakni terutama keikhlasan, keadilan dan kejujuran.

Dengan demikian, dari paparan di atas cukup jelas menunjukkan bahwa situasi kemiskinan akan tumbuh subur dalam situasi perilaku/ sikap dan cara pandang (paradigma) masyarakat yang belum berdaya.

Oleh karena itu, P2KP memahami bahwa akar persoalan kemiskinan yang sebenarnya adalah karena kondisi masyarakat yang belum berdaya dengan indikasi kuat yang dicerminkan oleh perilaku/sikap/cara pandang masyarakat yang tidak dilandasi pada nilai-nilai universal kemanusiaan (jujur, dapat dipercaya, ikhlas, dll) dan tidak bertumpu pada prinsip-prinsip universal kemasyarakatan (transparansi, akuntabilitas, partisipasi, demokrasi, dll), sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.1. di bawah ini.

(12)

Akar Penyebab Kemiskinan

Lunturnya nilai-nilai universal kemanusiaan atau aspek moral (jujur, adil, ikhlas/kerelawanan, dll), pudarnya prinsip-prinsip kemasyarakatan atau aspek

good governance (partisipasi, demokrasi, transparansi, akuntabilitas, dll) serta orientasi pembangunan berkelanjutan atau aspek Tridaya (perlindungan

lingkungan, pembangunan sosial dan pengembangan ekonomi) Penyebab Tkt.4 atau Gejala kemiskinan

Penyebab Tkt.3

Warga kurang peduli pada nasib orang miskin, pudarnya

keikhlasan serta mental bergantung kepada bantuan

pihak luar, dll

Budaya dan Perilaku Miskin (Tertutup, Kurang ulet, boros,

Minder, Sikap Skeptis/pasrah, Kurang Bertanggungjawab dll) Penyebab Tkt.2

Institusi Pengambil Keputusan yang tidak adil, tidak berpihak pada warga miskin dan

cende-rung egois pada kepentingan sendiri atau kelompoknya

Tidak Berjalannya Jaring

Pengaman Sosial di Masyarakat Akibat Memudarnya Kapital Sosial

(musyawarah, gotong royong,

keswadayaan, transparansi, akutabilitas, demokrasi dll)

Citra Negatif Pada Orang Miskin (Belum mampu, belum punya

pengalaman, kurang Pendidikan, kurang dapat dipercaya, dll) Pencemaran & kerusakan

alam; permukiman kumuh, tinggal di kawasan illegal,

Tdk berorientasi pada pembangunan yang

berkelanjutan, Dsb

Kehidupan sosial yang segregatif; pudarnya solidaritas sosial; proses

marginalisasi; SDM rendah, pendidikan tidak memadai, pengangguran,

budaya miskin, dsb

Tidak ada Kesempatan; Ketrampilan Rendah, Masih Sulit Akses Ke Sumber Daya Kunci & Permodalan, Tidak

Membangun jiwa kewiraswastaan, dll Tidak transparan; tidak

partisipatif, tdk akuntabel, demokrasi semu, Berorientasi pada kepentingan pribadi dan

kelompok interest-nya, dominasi elite, dll

Perilaku/Sikap/Cara Pandang Yang Keliru dan Tidak Manusiawi

(Tidak Ikhlas, Tidak Peduli, Tidak Mandiri, Tidak Pro Poor dan Internalisasi budayamiskin) Keputusan, kebijakan, tindakan, dan kegiatan yang tidak adil

serta tidak berpihak pada warga Miskin

Para Pengambil Kebijakan yang cenderung bersifat tidak adil, tidak ikhlas, tidak jujur, kurang

peduli pada warga miskin dan kurang amanah/dapat dipercaya Politik yang Tidak

Membuka Akses pada Kaum Miskin Lingkungan dan Permukiman yang Tidak Memadai Lemahnya Kapital Sosial Di Kehidupan Masy.

Ekonomi Yang Tidak Memihak Kaum Miskin

KEMISKINAN

(13)

1.1.3. Penanganan Akar Penyebab Kemiskinan Pemahaman mengenai akar persoalan kemiskinan seperti di atas telah menyadarkan berbagai pihak bahwa pendekatan dan cara yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan selama ini perlu diperbaiki, yaitu ke arah perubahan perilaku/sikap dan cara pandang masyarakat yang senantiasa berlandaskan pada nilai-nilai universal kemanusiaan (moral), prinsip-prinsip kemasyarakatan (good governance) dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan

(sustainable development).

Perubahan perilaku/sikap dan cara pandang masyarakat ini merupakan pondasi yang kokoh bagi terbangunnya lembaga masyarakat yang mandiri, melalui pemberdayaan para pelaku-pelakunya, agar mampu bertindak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia luhur yang mampu menerapkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakatnya sehari-hari.

Kemandirian lembaga masyarakat ini dibutuhkan dalam rangka membangun lembaga masyarakat yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin, yang mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka dan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik di tingkat lokal agar lebih berorientasi ke masyarakat miskin (“pro poor”) dan mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (“good governance”), baik ditinjau dari aspek ekonomi, lingkungan- termasuk perumahan dan permukiman, maupun sosial. 1.1.4. P2KP Memfasilitasi Masyarakat serta Pemerintah Daerah Untuk Mampu Menangani Akar Penyebab Kemiskinan Secara Mandiri dan Berkelanjutan

Gambaran lembaga masyarakat seperti dimaksud di atas hanya akan dicapai apabila orang-orang yang diberi amanat sebagai pemimpin masyarakat tersebut merupakan kumpulan dari orang-orang yang peduli, memiliki komitmen kuat, ikhlas, relawan dan jujur serta mau berkorban untuk kepentingan

masyarakat miskin, bukan untuk mengambil keuntungan bagi kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Tentu saja hal ini bukan merupakan suatu pekerjaan yang mudah, karena upaya-upaya membangun kepedulian, kerelawanan, komitment tersebut pada dasarnya terkait erat dengan proses perubahan perilaku masyarakat.

Dalam hal ini, P2KP meyakini bahwa pendekatan yang lebih efektif untuk mewujudkan proses perubahan perilaku masyarakat adalah melalui pendekatan pemberdayaan atau proses pembelajaran (edukasi) masyarakat dan penguatan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah dalam mengapresiasi dan mendukung kemandirian masyarakatnya. Kedua substansi P2KP tersebut sangat penting sebagai upaya proses transformasi P2KP dari ‘tataran proyek’ menjadi ‘tataran program” oleh masyarakat bersama peme-rintah daerah setempat. Bagaimanapun harus disadari bahwa upaya dan pendekatan penanggulangan kemiskinan tidak hanya menjadi perhatian pemerintah pusat, melainkan justru yang terpenting harus menjadi prioritas perhatian dan kebutuhan masyarakat bersama pemerintah daerah itu sendiri.

Substansi P2KP sebagai proses pemberdaya-an dpemberdaya-an pembelajarpemberdaya-an masyarakat dilakukpemberdaya-an dengan terus menerus untuk menumbuh-kembangkan kesadaran kritis masyarakat terhadap nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip kemasyarakatan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai landasan yang kokoh untuk membangun masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Proses pembelajaran di tingkat masyarakat ini berlangsung selama masa proyek P2KP maupun pasca proyek P2KP oleh masyarakat sendiri dengan membangun dan melemba-gakan Komunitas Belajar Kelurahan (KBK). Dengan demikian, penguatan lembaga masyarakat yang dimaksud P2KP terutama dititikberatkan pada upaya penguatan pelakunya untuk mampu menjadi pelaku nilai dan pada gilirannya mampu menjadi motor

(14)

penggerak dalam ‘melembagakan’ dan ‘membudayakan’ kembali nilai-nilai universal kemanusiaan (gerakan moral), prinsip-prinsip kemasyarakatan (gerakan good governance) serta prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (gerakan Tridaya), sebagai nilai-nilai utama yang melandasi aktivitas penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat setempat.

Melalui lembaga masyarakat tersebut diharapkan tidak ada lagi kelompok masyarakat yang masih terjebak dalam

Gambar 1.2. Penanganan Akar Kemiskinan oleh Masyarakat melalui Fasilitasi P2KP lingkaran kemiskinan, yang pada gilirannya diharapkan dapat tercipta lingkungan perkotaan dengan perumahan yang lebih layak huni di dalam permukiman yang lebih responsif dan dengan sistem sosial masyarakat yang lebih mandiri melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Gambaran tentang cara pandang P2KP dalam memfasilitasi upaya penanggulangan akar persoalan kemiskinan oleh masyarakat dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Sedangkan substansi P2KP sebagai penguatan kapasitas dalam rangka mengedepankan peran dan tanggungjawab pemerintah daerah, dilakukan melalui; pelibatan intensif Pemda pada pelaksanaan siklus kegiatan P2KP, penguatan peran dan fungsi Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPK-D) agar mampu menyusun Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPK-D) dan PJM Pronangkis Kota/kab berbasis aspirasi dan program masyarakat (Pronangkis Kelurahan),

serta mendorong dan melembagakan Komunitas Belajar Perkotaan (KBP).

Selain itu, P2KP juga mendorong kemandirian dan kemitraan masyarakat bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan di perkotaan yang telah dilakukan melalui Program PAKET. Namun, untuk lebih menjamin kapasitas kemandirian masyarakat dan pemda agar mampu menangani kemiskinan di wilayahnya, maka perlu didorong upaya-upaya menuju tatanan kepemerintahan yang baik (good governance).

Penanggulangan Kemiskinan Secara Mandiri &

Berkelanjutan (Sustainable Development) DAYA PEMBANGUNAN SOSIAL DAYA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN DAYA PEMBANGUNAN EKONOMI TRIDAYA PENYUSUNAN PROGRAM (PJM & RENTA

PRO-NANGKIS) PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN (BKM) Gerakan Moral Gerakan Pro Poor & Good Governance Gerakan Sustainable Development PERUBAHAN SIKAP (FGD Refleksi Kemiskinan, FGD Kepemimpinan, FGD Kelembagaan dll)

PEMBELAJARAN SERTA PELEMBAGAAN NILAI-NILAI & PRINSIP-PRINSIP UNIVERSAL KEMANUSIAAN, KEMASYARAKATAN & PEMB. BERKELANJUTAN

Membangun Kemitraan Sinergis

dan Channelling Program

(15)

Dalam pelaksanaan P2KP, Pemda tidak hanya menjalankan fungsi monitoring, koordinasi serta legitimasi semata, namun juga didorong agar dapat berperan sebagai fasilitator, dinamisator, nara sumber dan pelaksana untuk beberapa kegiatan tertentu di tingkat kota/kabupaten, seperti KBP, penguatan KPK-D, PAKET, dll, yang dalam pelaksanaannya akan difasilitasi intensif KMW.

Semua pendekatan yang dilakukan P2KP di atas, baik fasilitasi di level masyarakat maupun di level pemerintah kota/kabupaten, ditujukan untuk mendorong proses percepatan ter-bangunnya landasan yang kokoh bagi terwujudnya kemandirian penanggulangan kemiskinan dan juga melembaganya pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Dengan demikian, pelaksanaan P2KP sebagai “gerakan bersama membangun kemandirian dan pembangunan berkelanjutan yang berbasis nilai-nilai universal”, diyakini akan mampu membangun kesadaran kritis dan perubahan perilaku individu ke arah yang lebih baik. Perubahan perilaku individu yang secara kumulatif menimbulkan perubahan kolektif masyarakat inilah yang menjadi inti pendekatan TRIDAYA, yakni proses pemberdayaan masyarakat agar terbangun: daya sosial sehingga tercipta masyarakat efektif, daya ekonomi sehingga tercipta masyarakat produktif dan daya pembangunan sehingga tercipta masyarakat pembangunan yang peduli lingkungan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Upaya penanggulangan kemiskinan di perkotaan akan lebih efektif bila dapat dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah daerah setempat secara mandiri dan berkelanjutan. Hal ini berarti masyarakat dan pemerintah daerah setempat telah mampu mentransformasi P2KP dari “Skema Proyek” menjadi “Skema Program”.

Kemandirian dan tatanan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) tersebut dapat diwujudkan melalui penguatan kapasitas masing-masing pelaku dan kemitraan antara keduanya, yang bertumpu pada 3 (tiga) pondasi utama, yakni: Nilai-Nilai Universal Kemanusiaan (Berbasis Nilai/Moral), Prinsip-Prinsip Kemasyarakatan (Good Governance) dan Prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan (Tri-Daya). Artinya, P2KP diharapkan dapat menjadi “gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan”, yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip universal di atas.

1.2. VISI DAN MISI P2KP

Mengingat bahwa Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) adalah landasan dan pemicu tumbuhnya gerakan pembangunan berkelanjutan dalam penang-gulangan kemiskinan di perkotaan, maka diperlukan rumusan visi dan misi yang jelas sehingga dapat dipakai sebagai acuan perilaku dan arahan bagi semua pelaku P2KP maupun bagi para pihak (stakeholders) dalam mengem-bangkan program-program kemiskinan di wilayahnya.

1.2.1. Visi

Terwujudnya masyarakat madani, yang maju, mandiri, dan sejahtera dalam lingkungan permukiman sehat, produktif dan lestari.

1.2.2. Misi

Membangun masyarakat mandiri yang mampu menjalin kebersamaan dan sinergi dengan pemerintah maupun kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan secara efektif dan mampu mewujudkan terciptanya lingkungan permukiman yang tertata, sehat, produktif dan berkelanjutan.

1.3. NILAI-NILAI DAN PRINSIP-PRINSIP

YANG MELANDASI P2KP

Sejalan dengan substansi konsep Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) bahwa persoalan kemiskinan dapat ditanggulangi dengan kemandirian dan terwujudnya pembangunan berkelanjutan yang berlandaskan nilai-nilai luhur kemanusiaan, prinsip kemasyarakatan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, maka rumusan nilai-nilai yang melandasi pelaksanaan P2KP adalah sebagai berikut:

1.3.1.Nilai-Nilai Universal Kemanusiaan (Gerakan Moral)

Nilai-nilai universal kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP (baik masyarakat, konsultan, pemerintah, maupun kelompok peduli), dalam melaksanakan P2KP adalah :

(16)

1) Jujur; dalam proses pengambilan keputusan, pengelolaan dana serta pelaksanaan kegiatan P2KP harus dilakukan dengan jujur, sehingga tidak dibenarkan adanya upaya-upaya untuk merekayasa, memanipulasi maupun menutup-nutupi sesuatu, yang dapat merugikan masyarakat miskin serta menyimpang dari visi, misi dan tujuan P2KP. Tanpa adanya kejujuran tidak mungkin ada kemajuan yang berkelanjutan dalam bidang apapun;

2) Dapat dipercaya; semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan P2KP harus benar-benar dapat menjaga kepercayaan yang diberikan masyarakat maupun pemerintah untuk menerapkan aturan main P2KP dengan baik dan benar. Dengan demikian, pemilihan pelaku-pelaku P2KP di tingkat masyarakat pun, harus menghasilkan figur-figur yang benar-benar dipercaya masyarakat sendiri, bukan semata mempertimbangkan status sosial, pengalaman serta jabatan;

3) Ikhlas/kerelawanan; dalam melak-sanakan kegiatan yang berkaitan dengan P2KP benar-benar berlandaskan niat ikhlas untuk turut memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin yang ada di wilayahnya, dan tidak mengharapkan imbalan materi, jasa, maupun mengutamakan kepentingan pribadi serta golongan atau kelompoknya;

4) Adil; dalam menetapkan kebijakan dan melaksanakan P2KP harus menekankan asas keadilan (fairness), kebutuhan nyata dan kepentingan masyarakat miskin. Keadilan dalam hal ini tidak berarti sekedar pemerataan;

5) Kesetaraan; dalam pelibatan masyarakat pada pelaksanaan dan pemanfaatan P2KP, tidak membeda-bedakan latar belakang, asal usul, agama, status, maupun jenis kelamin dan lain-lainnya. Semua pihak diberi kesempatan yang sama untuk terlibat dan/atau menerima manfaat P2KP, termasuk dalam proses pengambilan keputusan;

6) Kesatuan dalam keragaman; dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan kemiskinan perlu dioptimalkan gerakan masyarakat, melalui kebersamaan dan kesatuan masyarakat, sehingga kemiskinan benar-benar menjadi urusan semua warga masyarakat dari berbagai latar belakang, suku, agama, mata pencaharian, budaya, pendidikan dan sebagainya dan bukan hanya menjadi urusan dari masyarakat miskin atau pelaku P2KP atau sekelompok elit saja.

1.3.2. Prinsip-Prinsip Universal Kemasyarakatan

(Good Governance)

Prinsip-prinsip universal kemasyarakatan (Good Governance) yang harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP (baik masyarakat, konsultan, maupun pemerintah), dalam melaksanakan P2KP adalah :

1) Demokrasi; dalam setiap proses pengambilan keputusan apapun, musyawarah harus menjadi alat terkuat dan pilar utama dalam menjalankan suatu proses demokrasi. Terlebih lagi apabila dalam hal pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, terutama kepentingan masyarakat miskin, maka mekanisme pengambilan keputusan dilakukan secara kolektif dan demokratis, dengan mengutamakan musyawarah.

Kemampuan masyarakat bermusyawarah, yang dilandasi kesadaran kritis untuk senantiasa menuju kebaikan bersama, pada hakekatnya merupakan manifestasi tertinggi dari suatu kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, P2KP mendorong masyarakat agar dapat mengutamakan dan mendasarkan keputusan melalui mekanisme musyawarah, agar mampu membangun dan memperkuat lembaga pimpinan kolektif masyarakat dengan representasi, yang akseptabel, inklusif, transparan, demokratis dan akuntabel;

2) Partisipasi; dalam tiap langkah kegiatan P2KP harus dilakukan secara partisipatif

(17)

sehingga mampu membangun rasa kepedulian dan kepemilikan serta proses belajar melalui bekerja bersama. Partisipasi dibangun dengan menekankan proses pengambilan keputusan oleh warga, mulai dari tataran ide/gagasan, peren-canaan, pengorganisasian, pemupukan sumber daya, pelaksanaan hingga evaluasi dan pemeliharaan. Partisipasi juga berarti upaya melibatkan segenap komponen masyarakat, khususnya kelompok yang rentan (vulnerable groups), yang selama ini tidak memiliki peluang/akses dalam program/kegiatan setempat;

3) Transparansi dan Akuntabilitas; dalam proses manajemen proyek maupun manajemen organisasi masyarakat harus menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, sehingga masyarakat belajar dan “melembagakan” sikap bertanggung jawab serta tanggung gugat terhadap pilihan keputusan dan kegiatan yang dilaksanakannya. Termasuk terbuka untuk diperiksa oleh BPKP, auditor atau pemeriksaan oleh masyarakat sendiri dan pihak terkait lainnya, serta menyebar-luaskan hasil pemeriksaan dan audit tersebut ke masyarakat, pemerintah, lembaga donor serta pihak-pihak lainnya;

4) Desentralisasi; dalam proses pengam-bilan keputusan yang langsung menyang-kut kehidupan dan penghidupan masya-rakat agar dilakukan sedekat mungkin dengan pemanfaat atau diserahkan pada masyarakat sendiri, sehingga keputusan yang dibuat benar-benar bermanfaat bagi masyarakat banyak.

1.3.3. Prinsip-Prinsip Universal Pembangunan Berkelanjutan (Tridaya)

Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang tidak menimbulkan persoalan baru, bersifat adil intra generasi dan inter generasi. Oleh sebab itu prinsip-prinsip universal pembangunan berkelanjutan harus merupakan prinsip keseimbangan pembangunan, yang dalam konteks P2KP diterjemahkan sebagai sosial, ekonomi dan lingkungan yang tercakup dalam konsep

Tridaya. Jadi prinsip-pinsip pembangunan berkelanjutan yang harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP (baik masyarakat, konsultan, maupun pemerintah), dalam melaksanakan P2KP adalah melalui penerapan konsep Tridaya sebagai berikut:

1) Perlindungan Lingkungan

(Environ-mental Protection); dalam pengambilan keputusan maupun pelaksanaan kegiatan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, terutama kepentingan masyarakat miskin, perlu didorong agar keputusan dan pelaksanaan kegiatan tersebut berorientasi pada upaya perlindungan/pemeliharaan lingkungan baik lingkungan alami maupun buatan termasuk perumahan dan per-mukiman, yang harus layak, terjangkau, sehat, aman, teratur, serasi dan produktif. Termasuk didalamnya adalah penyediaan prasarana dan sarana dasar perumahan yang kondusif dalam membangun solidaritas sosial dan me-ningkatkan kesejahteraan penduduknya.

2) Pengembangan Masyarakat (Social

Development); tiap langkah kegiatan P2KP harus selalu berorientasi pada upaya membangun solidaritas sosial dan keswadayaan masyarakat sehingga dapat tercipta masyarakat efektif secara sosial sebagai pondasi yang kokoh dalam upaya menanggulangi kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan. Pengembangan masyarakat juga berarti upaya untuk meningkatkan potensi segenap unsur masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang rentan (vulnerable groups) dan marjinal yang selama ini tidak memiliki peluang/akses dalam program/ kegiatan setempat;

3) Pengembangan Ekonomi (Economic

Development); dalam upaya menyerasikan kesejahteraan material, maka upaya-upaya kearah peningkatan kapasitas dan keterampilan masyarakat miskin dan atau penganggur perlu mendapat porsi khusus termasuk upaya untuk mengembangkan peluang usaha dan

(18)

akses kesumberdaya kunci untuk peningkatan pendapatan, dengan tetap memperhatikan dampak lingkungan fisik dan sosial.

Prinsip-prinsip universal pembangunan berkelanjutan tersebut pada hakekatnya merupakan pemberdayaan sejati yang terintegrasi, yaitu pemberdayaan manusia seutuhnya agar mampu membangkitkan ketiga daya yang telah dimiliki manusia secara integratif, yaitu daya pembangunan agar tercipta masyarakat yang peduli dengan pembangunan perumahan dan permukiman yang berorietasi pada kelestarian lingkungan, daya sosial agar tercipta masyarakat efektif secara sosial, dan daya ekonomi agar tercipta masyarakat produktif secara ekonomi. Gambaran umum mengenai implementasi prinsip-prinsip universal pembangunan berkelanjutan melalui TRIDAYA ini dapat dilihat pada Gambar 1.3 sebagai berikut:

Gambar 1.3. Konsep TRIDAYA

Diyakini bahwa pelaksanaan P2KP sebagian besar akan sangat ditentukan oleh individu-individu dari pelaksana, pemanfaat, maupun pelaku-pelaku P2KP lainnya. Oleh karena itu, dengan memberdayakan individu-individu tersebut diharapkan dapat membangun kesadaran kritis dan perubahan perilaku yang positif, mandiri dan merdeka berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Perubahan perilaku individu inilah yang menjadi pilar bagi perubahan perilaku kolektif, sehingga pada akhirnya masyarakat (kumpulan-kumpulan individu yang memiliki kesadaran kritis) mampu membangun dan menumbuhkembangkan keberdayaan masyarakat dalam bidang pembangunan lingkungan, sosial dan ekonomi..

1.4. KARAKTERISTIK KHAS P2KP

Karakteristik khas P2KP yang menyebabkan P2KP berbeda dengan proyek-proyek sejenis yang lain, terletak pada asumsi dasar tentang masyarakat ataupun pemerintah,tantangan, pendekatan dan implementasi sebagai berikut di bawah ini.

1) Asumsí dasar di P2KP

Asumsi dasar di P2KP adalah bahwa akar persoalan kemiskinan pada dasarnya terkait erat dengan perilaku/sikap dan cara pandang manusia (individu) atau sifat kemanusiaan seseorang, yang kemudian mempengaruhi perilaku/sikap dan cara pandang secara kolektif (masyarakat) atau prinsip-prinsip hidup bermasyarakat, sebagaimana dijelaskan pada Gambar 1.4. di bawah ini:

Manusia Membangkitkan daya

sosial agar tercipta masyarakat effektif

Membangkitkan daya ekonomi agar tercipta

masyarakat yg produktif Membangkitkan daya lingkungan agar tercipta masyarakat pembangunan P e m b er da yaa n Se ja ti

(19)

Gambar 1.4. Asumsi Dasar di P2KP

Akar Kemiskinan Tumbuh Subur, Karena:

Semakin Lunturnya Keadilan... Semakin Lunturnya Kejujuran.... Semakin Lunturnya Keikhlasan... Semakin Lunturnya Kepercayaan... Semakin Lunturnya Kepedulian.... Semakin Lunturnya Kesatuan... Semakin Lunturnya Kebersamaan dan Solidaritas Sosial...

Tegasnya, Karena Semakin Lunturnya Nilai-Nilai

Kemanusiaan, Prinsip-Prinsip Kemasyarakatan Dan Pilar-Pilar Pembangunan Berkelanjutan... yang Universal dan Hakiki !

P2KP hanya akan Mampu Memberikan Kontribusi bagi Perbaikan

Masyarakat Miskin, Apabila:

Semakin Pulihnya Keadilan... Semakin Pulihnya Kejujuran... Semakin Pulihnya Keikhlasan... Semakin Pulihnya Kepercayaan... Semakin Pulihnya Kepedulian... Semakin Pulihnya Kesatuan... Semakin Pulihnya Kebersamaan dan Solidaritas Sosial...

Tegasnya, Semakin Pulihnya Nilai-Nilai Kemanusiaan, Prinsip-Prinsip Kemasyarakatan serta Pilar-Pilar Pembangunan Berkelanjutan.... yang Universal dan Hakiki !

2) Paradigma-Paradigma di P2KP

a) Akar Kemiskinan disebabkan oleh memudar serta lunturnya nilai-nilai luhur kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasya-rakatan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, yang melahirkan keter-tutupan, ketidakadilan, keserakahan, mementingkan diri atau golongannya sendiri, ketidakpercayaan, perpecahan, penyimpangan, salah sasaran, mental ketergantungan pada bantuan dll;

b) Akar penyebab kemiskinan hanya dapat diselesaikan masyarakat dan pemerintah daerah sendiri melalui perbuatan baik, orientasi kepentingan umum serta kelestarian, oleh orang-orang yang baik dan benar serta yang tulus ikhlas sebagai hasil dari pulihnya kembali nilai-nilai luhur kemanusiaan, prinsip-prinsip universal kemasyarakatan, dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

c) Manusia pada dasarnya baik. Di masyarakat maupun pemerintah daerah memiliki banyak tambang-tambang potensi sumber daya dan orang-orang berkualitas yang jujur serta dapat dipercaya dan penuh dengan manusia baik yang sarat dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan, akan tetapi kebaikannya tertutup oleh sistem serta tatanan kehidupan di sekitarnya (seperti tambang permata yang belum digali) d) Mendorong masyarakat untuk menggali

dan membuka peluang bagi munculnya orang-orang yang jujur, dapat dipercaya, ikhlas, peduli, mampu, dan bertanggung-jawab akan lebih menjamin kemajuan masyarakat!

e) Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Masyarakat dan pemerintah daerah yang mandiri serta bersifat pemberi adalah lebih baik daripada masyarakat dan pemerintah daerah yang senantiasa meminta dan memiliki mental tergantung pada bantuan pihak luar.

f) Dana P2KP digunakan sebaik-baiknya untuk kemanfaatan dan kepentingan perbaikan kesejahteraan masyarakat miskin. Pemanfaatan dana P2KP yang tidak sesuai dengan kemanfaatan bagi masyarakat miskin, atau salah sasaran, hanya akan memberikan andil besar pada “Pemiskinan Rakyat”.

g) Pengambilan keputusan dalam pelaksanaan P2KP di tingkat masyarakat melalui “Voting” hanya baik dilakukan bila telah tercapai kesamaan pemahaman mengenai persoalan yang dihadapi. Meskipun demikian, keputusan melalui

(20)

musyawarah mufakat yang dilandasi kesadaran kritis adalah tingkat demokrasi yang terluhur …!

h) Siapakah yang membangun? Jawabnya hanya satu: “Orang-orang yang peduli” siapa pun dia, dari suku apa pun dia, dari agama apa pun dia, berasal dari penjuru mana pun dia, laki-laki atau perempuan, tua-muda-atau anak-anak, berpendidikan tinggi atau tidak, dan lainnya.

i) Solidaritas sosial harus dibangun diatas nilai-nilai kemanusiaan yang universal (Jujur, Dapat Dipercaya, Adil, dan lainnya) serta prinsip-prinsip kemasyarakatan (transparan, akuntabel, partisipatif, demokratis, dll), sehingga kebenaran tidak akan terkalahkan.

j) Yakinlah bahwa: Musuh bersama kemiskinan adalah “sifat-sifat buruk kemanusiaan”nya, bukan organisasi atau lembaga. Karena itu, suburkanlah sifat-sifat baik kemanusiaan di dalam diri dan lingkungan sekitar kita.

k) Bersikap Adil adalah: “Memperlakukan orang lain seperti diri sendiri ingin diperlakukan oleh orang lain”

l) Upaya penanggulangan akar kemiskinan harus dilanjutkan dengan upaya perbaikan kesejahteraan dan tata kehidupan serta lingkungan yang berkelanjutan melalui penumbuh-kembangan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (Tridaya).

3) Tantangan Utama

• Mendorong masyarakat dan pemerintah daerah untuk menemukan orang-orang baik dan benar.

• Mendorong kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah untuk bertumpu pada potensi sumber daya yang dimiliki mereka sendiri dan mengurangi mental keter-gantungan pada bantuan dari pihak luar. Dukungan pihak luar hanya sebagai pelengkap (stimulans) potensi yang ada. • Mendorong terwujudnya pembangunan

berkelanjutan

4) Pendekatan

• Pemberdayaan sejati, yaitu proses pembelajaran (edukasi) agar mampu menggali nilai-nilai baik yang telah dimiliki

manusia dan memberdaya-kannya atau dengan kata lain memulihkan fitrah manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai mahluk ciptaan tertinggi sehingga mampu bertindak secara moral/nurani. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa proyek P2KP ibarat sebuah sekop bagi masyarakat untuk memunculkan orang-orang baik dan benar, dan kemudian mendudukkan-nya pada tempat yang terhormat

• Pemberdayaan masyarakat, yaitu mengubah ‘skema proyek’ menjadi ‘tatanan program’ dari, oleh dan untuk masyarakat. • Penguatan Kapasitas Pemerintah Daerah, yaitu melembagakan kemandirian dan keberlanjutan program penanggulangan kemiskinan, melalui proses konsultatif dan Kemitraan sinergis antara pemerintah, masyarakat serta kelompok peduli setempat

• Pembangunan Berkelanjutan, yaitu melalui Pembangunan daya sosial, daya lingkungan, daya ekonomi (Tridaya) secara proporsional sesuai aspirasi dan kebutuhan riil masyarakat.

5) Implementasi

• Masyarakat menentukan siapa kelompok sasaran;

• Masyarakat menentukan kelembagaan yang merepresentasikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip universal sebagai pimpinan kolektif mereka dalam membangun kemandirian dan keberlanjutan upaya penanggulangan kemiskinan.

• Masyarakat merencanakan/menentukan sendiri bagaimana menanggulangi kemiskinan melalui PJM Pronangkis yang disepakati bersama

• Masyarakat menggalang, memanfaatkan, mengoptimalkan dan mengelola sumber daya yang dimilikinya serta sumber daya luaryang diperolehnya, baik dari sumber daya P2KP, pemerintah daerah maupun sumber daya lainnya (melalui program kemitraan serta channeling program), untuk berlatih mengimplementasikan rencana mereka dalam menanggulangi kemiskinan

• Masyarakat menentukan bagaimana menata dan membangun lingkungan permukiman yang terpadu, sehat, produktif dan lestari

(21)

• Melembagakan Komunitas Pembelajar, baik di tingkat masyarakat kelurahan melalui Komunitas Belajar Kelurahan maupun di tingkat kota/kabupaten dengan Komunitas Belajar Perkotaan.

• Pemerintah daerah mampu memfungsikan KPK-D dalam menyusun SPK-D dan Pronangkis Kota berbasis aspirasi serta kebutuhan masyarakat.

• Pemerintah daerah menjalin kemitraan sinergis dengan masyarakat dan kelompok peduli, sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi hingga tahap pemeliharaan.

(22)

2.1. TUJUAN

a) Terbangunnya lembaga masyarakat berbasis nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan berorientasi pembangunan berkelanjutan, yang aspiratif, representatif, mengakar, mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin, mampu memperkuat aspirasi/suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan lokal, dan mampu menjadi wadah sinergi masyarakat dalam penyelesaian permasalahan yang ada di wilayahnya;

b) Meningkatnya akses bagi masyarakat miskin perkotaan ke pelayanan sosial, prasarana dan sarana serta pendanaan (modal), termasuk membangun kerjasama

dan kemitraan sinergi ke berbagai pihak terkait,dengan menciptakan kepercayaan pihak-pihak terkait tersebut terhadap lembaga masyarakat (BKM);

c) Mengedepankan peran Pemerintah kota/ kabupaten agar mereka makin mampu memenuhi kebutuhan masyarakat miskin, baik melalui pengokohan Komite Penang-gulangan Kemiskinan (KPK) di wilayahnya, maupun kemitraan dengan masyarakat serta kelompok peduli setempat.

2.2. KELOMPOK SASARAN

Pada dasarnya, kelompok sasaran P2KP mencakup empat sasaran utama, yakni masyarakat, pemerintah daerah, kelompok

Tabel 2.1. Kelompok Sasaran P2KP Kelompok

Sasaran

Komponen Proyek Pengembangan

Masyarakat & Pemda

Dana BLM (Bantuan

Langsung Masyarakat) Dana PAKET

Masyarakat

Pemerintah Daerah & KPK Daerah Kelompok Peduli Para Pihak terkait

Masyarakat warga kelurahan peserta P2KP dan BKM /lembaga masyarakat yg mengakar serta KSM

Perangkat pemerintah tingkat kota/kab. s/d lurah/kepala desa yg terkait P2KP & anggota KPKD Perorangan / anggota asosiasi profesi, asosiasi usaha sejenis, perguruan tinggi, LSM, dsb yg peduli dengan kemiskinan Bank, notaris, auditor publik, media masa (radio, tv, dsb)

Masyarakat kelurahan pada umumnya dan Warga miskin pd khususnya, menurut kriteria kemiskinan setempat yang disepakati warga, termasuk yg telah lama miskin, yg penghasilannya menjadi tdk berarti karena inflasi, yg kehilangan sumber penghasilannya

-BKM/Lembaga masyarakat yang mengakar dan representatif

Dinas atau unit pemerintah kota/ kab. yg bermitra dgn BKM/ lembaga masy. yg mengakar Perorangan / anggota asosiasi profesi, asosiasi usaha sejenis, perguruan tinggi, LSM, dsb yg peduli dengan kemiskinan

-Bab

II

Bab

(23)

2.3. LOKASI SASARAN

2.3.1.Proses Penetapan Lokasi Sasaran P2KP-2

Pada awalnya lokasi sasaran P2KP-2 yang disepakati meliputi 2.227 kelurahan/desa di perkotaan yang tersebar di 79 Kota/Kabupa-ten. Lokasi sasaran terletak di Pulau Jawa bagian Selatan, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat. Daftar lokasi sasaran tersebut adalah sebagaimana tercantum di dalam buku Pedoman Umum sebelumnya. Namun, sesuai dengan hasil koordinasi interdept dan proyek-proyek lainnya serta adanya pemekaran wilayah administratif di daerah, maka daftar lokasi sasaran tersebut telah direvisi sesuai dengan surat Dir. Bina Teknik, Ditjen. Perumahan dan Permukiman nomor UM.01.11-Ma/252 tanggal 9 Maret 2004 perihal Lokasi Kelurahan Sasaran P2KP-2. Berdasarkan surat tersebut, lokasi sasaran P2KP-2 berubah menjadi 2.058 kelurahan/ desa yang tersebar di 80 Kota/Kabupaten sebagaimana tercantum di dalam buku Pedoman Umum ini.

Proyek dilaksanakan dalam dua tahap, yakni tahap I dengan lokasi sasaran meliputi 1.131 kelurahan/desa yang tersebar di 54 Kota/ Kabupaten di wilayah-wilayah luar P. Jawa, yakni Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat. Sedangkan tahap II dilaksanakan di 927 kelurahan/desa yang tersebar di 26 Kota/Kabupaten di P. Jawa bagian Selatan.

Seleksi pemilihan lokasi sasaran tersebut di atas dilakukan dengan menggunakan data dasar yang sama, yakni Podes 2000 yang dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik selaku instansi yang berwenang di bidang statistik (UU No. 16 Tahun 1997). Proses evaluasi pemilihan lokasi sasaran adalah sbb :

Langkah 1: Dipilih kecamatan urban/perkotaan (dengan menggunakan kriteria BPS; Kecamatan yang memiliki jumlah kelurahan lebih banyak dari pada jumlah desa) dan ditambah dengan kecamatan yang menjadi ibukota kabupaten, serta keduanya bukan lokasi sasaran Program Pengembangan Kecamatan (PPK)

dan bukan lokasi P2KP-1, wilayah-wilayah yang memenuhi kriteria di atas, masuk dalam daftar calon kecamatan sasaran P2KP-2; Langkah 2:Berdasarkan skor kemiskinan

dengan variabel PODES dan dengan jumlah penduduk kelurahan > 1.000 jiwa, maka disusun peringkat kemiskinan antar kecamatan per kota/kabupaten. Setelah itu, 20 % kecamatan terkaya dikeluarkan dari daftar calon kecamatan sasaran untuk kota/kabupaten yang memiliki 4 atau lebih kecamatan;

Langkah 3: Dilakukan konfirmasi daftar calon kecamatan sasaran yang sudah dikeluarkan 20% kecamatan terkaya seperti tersebut di atas dengan surat Direktur Bina Teknik, Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman, Departemen Kimpraswil kepada seluruh Ketua Bappeda Propinsi yang akan menjadi wilayah P2KP-2;

Langkah 4: Masukan yang diperoleh dari kota/kabupaten atau propinsi, diolah kembali dengan menggunakan kriteria bahwa kecamatan yang diusulkan/ ditambahkan bukan merupakan wilayah Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dan dibuat peringkat kemiskinan berdasarkan variabel PODES serta dilakukan penyaringan, dengan mengeluarkan 20 % kecamatan terkaya untuk kota/kabupaten yang memiliki 4 atau lebih kecamatan calon lokasi; Langkah 5: Daftar kecamatan ini kemudian dikonsultasikan kepada Pemerintah Daerah pada lokakarya yang dilaksanakan di 13 lokasi di propinsi wilayah P2KP-2 pada tanggal 4 – 14 Maret 2002, daftar tersebut dikonfirmasi kembali secara langsung dengan seluruh

(24)

calon kota/ kabupaten yang akan mengikuti P2KP-2;

Langkah 6: Dari hasil masukan daerah (kota/ kabupaten) diperoleh tambahan usulan kecamatan yang diharapkan dapat dimasukkan dalam daftar kecamatan calon sasaran, yang kemudian dilakukan proses seleksi sebagaimana yang sudah dilakukan dalam proses seleksi sebelumnya, yaitu; bukan merupakan kecamatan yang menjadi wilayah kerja PPK, mengeluarkan 20 % kecamatan terkaya per kota/kabupaten yang memiliki 4 atau lebih kecamatan, dan dari jumlah kecamatan yang diperoleh dikeluarkan kecamatan yang jumlah keluarga Pra KS dan KS I kurang dari 30 % jumlah keluarga yg ada; dan

Langkah 7: Diperoleh daftar akhir kecamatan/ kelurahan sasaran P2KP-2 yang definitif setelah dilakukan berbagai penyaringan tersebut di atas.

Semua pemerintah kota/kabupaten yang telah memenuhi kategori di atas (hingga langkah ke-7) dapat berpartisipasi dalam P2KP-2. Meskipun demikian, apabila kota/kabupaten memutuskan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan P2KP, mereka harus memenuhi beberapa kondisi sebagai berikut:

a. Menjamin bahwa penanggulangan kemiskinan adalah prioritas kota/ kabupaten (dari aspek administrasi, kebijakan dan peraturan);

b. Setuju untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan dan aturan P2KP yang ditetapkan atau tercantum dalam pedoman umum dan pedoman teknis P2KP; c. Menjamin terjadinya tranparansi dan

akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek, termasuk bersedia serta menjamin pelaksanaan audit independen serta pemeriksaan oleh BPKP terhadap pelaku-pelaku P2KP di wilayahnya;

Terlampir dalam Buku Pedoman Umum P2KP edisi Revisi, adalah daftar lokasi sasaran P2KP per tanggal 9 Maret 2004 (sesuai Surat Direktur Bina Teknik Ditjen Perkim Depkimpraswil). Apabila selama pelaksanaan P2KP terdapat kebijakan untuk menyesuaikan dan merevisi daftar lokasi sasaran tersebut (jumlah wilayah, nama lokasi, maupun besaran jumlah bantuan dana P2KP), maka pihak ‘executing agency’, dalam hal ini Direktur Bina Teknik Ditjen Perkim Departemen Kimpraswil, akan menerbitkan Surat Penetapan Lokasi Sasaran P2KP sebagai revisi dari daftar yang terlampir dalam Buku Pedoman P2KP ini.

Bagan 2.1: Langkah Penentuan lokasi sasaran P2KP-2

4 EvaluasiData PODES (2000)

DaftarII Kecamatan CalonLokasi Sasaran DaftarI Kec Calon

Lokasi Sasaran dengan mengeluarkan 20% kecamatan terkaya

KonfirmasikePemda

Masukan dari Pemda Tambahan dan Perubahan Lokasi

DaftarFinal Kec/Kel Calon Lokasi Sasaran Drop

Drop

Kriteria: Tidak termasuk 20% kec. terkaya dan memiliki Pra-KS dan

KS-I > 30% ya ya tidak tidak Kriteria : Kec. urban /Ibu

kotaKab. Non-PPK dan Non P2KP-I 1 3 5 6 2 7 EvaluasiData PODES (2000) DaftarII Kecamatan CalonLokasi Sasaran DaftarI Kec Calon

Lokasi Sasaran dengan mengeluarkan kecamatan terkaya

KonfirmasikePemda

Masukan dari Pemda Tambahan dan Perubahan Lokasi

DaftarFinal Kec/Kel Calon Lokasi Sasaran Drop

Drop

Kriteria: Tidak termasuk 20% kec. terkaya dan memiliki Pra-KS dan

KS-I > 30% ya ya tidak tidak Kriteria : Kec. urban /Ibu

kotaKab. Non-PPK dan Non P2KP-I 1 3 5 6 2 7 2.4. STRATEGI

Agar terwujud tujuan yang hendak dicapai, maka strategi yang dilaksanakan adalah: a. Mendorong Proses Transformasi Sosial

dari Masyarakat Tidak Berdaya/Miskin Menuju Masyarakat Berdaya

Intervensi P2KP untuk mampu mewujud-kan transformasi dari kondisi masyarakat tidak berdaya/miskin menuju masyarakat berdaya, setidaknya terdiri dari empat hal: d. Menjamin dan menyediakan staf-staf proyek yang dibutuhkan bagi dukungan pelaksanaan dan koordinasi proyek, serta kelancaran pencairan dana bantuan langsung untuk masyarakat (BLM) & PAKET (bila terseleksi);

e. Sanggup menyediakan dana operasional dan pendamping sesuai kebutuhan.

(25)

(i) Internalisasi nilai-nilai dan prinsip-prinsip universal, sebagai pondasi yang kokoh untuk memberdayakan masyarakat menuju tatatan masyarakat yang mandiri dan mampu mewujudkan pembangunan permukiman berkelanjut-an. Pembelajaran P2KP berkaitan dengan nilai-nilai universal kemanusia-an, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan pembangunan berkelanjutan (Tridaya). Proses pembelajaran nilai-nilai serta prinsip-prinsip universal tersebut akan melandasi seluruh strategi maupun tahapan pelaksanaan P2KP. Sehingga salah satu indikator utama berhasil tidaknya P2KP akan dilihat dari tingkat tumbuh berkembangnya nilai-nilai dan prinsip-prinsip universal dimaksud, baik oleh masyarakat maupun pemerintah lokal dan kelompok peduli setempat. (ii) Penguatan Lembaga Masyarakat

melalui pendekatan pembangunan bertumpu pada kelompok

(Community based Development),

dimana masyarakat membangun dan mengorganisir diri atas dasar ikatan pemersatu (common bond), antara lain kesamaan kepentingan dan kebutuhan, kesamaan kegiatan, domisili, dll, yang mengarah pada upaya mendorong tumbuh berkembangnya kapital sosial. Kelompok dalam konteks P2KP adalah kelompok yang “sudah ada” (existing groups) atau kelompok-kelompok yang “dibangun baru” dalam rangka pelaksa-naan P2KP, yang memenuhi syarat-syarat sebagai institusi lokal dalam konteks tatanan masyarakat madani. Beberapa pertimbangan digunakannya pendekatan bertumpu pada kelompok :

• Warga masyarakat diharapkan dapat lebih dinamis dalam mengem-bangkan kegiatan dan nilai-nilai kemanusiaan serta kemasyarakat-an, misalnya; kejujurkemasyarakat-an, keikhlaskemasyarakat-an, dapat dipercaya, kebersamaan, menjalin kesatuan, gotong royong,

solidaritas antar sesama, dan lainnya;

• Proses pemberdayaan (empower-ment) berjalan lebih efektif dan efisien;

• Terjadi konsolidasi kekuatan ber-sama baik antar yang lemah maupun antar yang kuat dan lemah di dalam suatu kelompok masyarakat (konsep sapu lidi); Kelompok dapat berfungsi untuk melembagakan solidaritas dan kesatuan sosial, menumbuhkan keswadayaan, wadah proses belajar/ interaksi antar anggota, menyepakati aturan bersama, dan fungsi lainnya. Pendekatan ini harus dilakukan secara konsisten oleh semua pelaku P2KP. Bahkan dalam menangani persoalan-persoalan yang sifatnya amat khusus dan mendesak (musibah, jompo, anak terlantar dll), yang menuntut penangan-an kasus demi kasus ypenangan-ang seringkali juga individual, tetap harus berbasis pada kelompok, dimana pengambilan keputusan harus melalui berbagai pertimbangan dan rembug-rembug warga yang di fasilitasi oleh BKM. Salah satu faktor kunci yang strategis dari penguatan lembaga masyarakat adalah faktor kepemimpinan yang peduli, komitmen, ikhlas dan benar-benar berjuang bagi kepentingan masyarakat miskin, untuk itu dibutuhkan proses penyadaran kritis masyarakat melalui refleksi kepemimpinan moral dimana indikator utama dalam pemilihan pemimpin-pemimpin masyarakat lebih didasarkan pada kualitas sifat-sifat kemanusiaan yang dimiliki, bukan didasarkan pada ikatan emosional, primordialisme maupun hal-hal yang bersifat diskriminatif lainnya.

(iii) Pembelajaran Penerapan Konsep Tridaya dalam Penanggulangan Kemiskinan, menekankan pada proses pemberdayaan sejati (bertumpu pada manusia-manusianya) dalam rangka

(26)

membangkitkan ketiga daya yang dimiliki manusia, agar tercipta masyarakat efektif secara sosial, tercipta masyarakat ekonomi produktif dan masyarakat pembangunan yang mampu mewujudkan lingkungan perumahan dan permukiman yang sehat, produktif dan lestari.

Sebagai suatu strategi yang bersifat integratif, maka proses pembelajaran Tridaya perlu dilaksanakan masyarakat secara proporsional sesuai kondisi dan kebutuhan masing-masing.

(iv) Penguatan Akuntabilitas Masyarakat, menekankan pada proses membangun dan menumbuhkembangkan segenap lapisan masyarakat untuk peduli untuk melakukan kontrol sosial secara obyektif dan efektif sehingga menjamin pelaksanaan kegiatan yang berpihak kepada masyarakat miskin dan mendorong kemandirian serta keber-lanjutan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan di wilayah masing-masing. Penguatan akuntabilitas masyarakat juga dimaksudkan sebagai suatu upaya pembelajaran masyarakat terhadap sistem penghargaan terhadap kinerja/ perbuatan baik dan sistem sanksi terhadap kinerja/perbuatan buruk (reward dan punishment).

Bentuk-bentuk penghargaan dan sanksi tersebut dapat ditetapkan masyarakat sebagai hasil dari proses kontrol sosial dan dapat ditetapkan oleh pihak-pihak terkait dalam rangka mendorong masyarakat untuk melaksanakan program lebih lanjut, termasuk P2KP dan Departemen Kimpraswil sebagai penyelenggara (executing agency).

b. Mendorong Proses Transformasi Sosial dari Masyarakat Berdaya Menuju Masyarakat Mandiri

Intervensi P2KP untuk mampu mewujud-kan transformasi dari kondisi masyarakat berdaya menuju masyarakat mandiri, setidaknya terdiri dari dua hal:

(i) Pembelajaran Kemitraan antar Stakeholders Strategis, yang mene-kankan pada proses pembangunan kolaborasi dan sinergi upaya-upaya penanggulangan kemiskinan antara masyarakat, pemerintah kota/kab., dan kelompok peduli setempat agar kemiskinan dapat ditangani secara efektif, mandiri dan berkelanjutan. Kemitraan sinergis pada dasarnya mengandung makna bahwa jalinan kerjasama dan kolaborasi antara masyarakat, pemerintah dan kelompok peduli/swasta tersebut harus dibangun atas dasar kebutuhan bersama, kepentingan yang sama dan kesetaraan peran dalam melaksanakan kegiatan. Terkait erat dengan upaya mendukung kemitraan sinergis sebagaimana dimaksud, maka perlu dilakukan upaya-upaya penguatan peran pemerintah dan KPK di tingkat kota/kabupaten dalam penanggulangan kemiskinan,sehingga mampu mendorong berfungsinya KPK-kota/kabupaten secara efektif untuk menyusun strategi penanggulangan kemiskinan di masing-masing wilayah. Melalui kemitraan sinergis ketiga pilar pembangunan lokal ini (masyarakat, pemerintah dan kelompok peduli/ swasta), diharapkan dapat terbangun proses pelembagaan kerjasama yang baik antara pemerintah daerah dengan masyarakat dan dunia usaha, serta dunia nirlaba lainnya, dalam seluruh proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeliharaan berbagai program/proyek di daerah secara umum, dan khususnya dalam kegiatan penanggulangan kemiskinan. Di samping itu, kemitraan sinergis tersebut dapat memberi peluang bagi masyarakat untuk mampu mengakses dan memanfaatkan berbagai program-program atau sumber daya yang ada di luar P2KP yang dimiliki oleh pemerintah daerah, dunia usaha, dan dunia nirlaba lainnya.

(27)

(ii) Penguatan Jaringan antar Pelaku Pembangunan, dengan membangun kepedulian dan jaringan sumberdaya dan mendorongketerlibatan aktif dari para pelaku pembangunan lain maka dapat dijalin kerjasama dan dukungan sumberdaya bagi penanggulangan kemiskinan, termasuk akses penyaluran (channeling) bagi keberlanjutan program-program di masyarakat dan penerapkan Tridaya di lapangan. Para pelaku pembangunan lain yang dimaksud antara lain : LSM, Perguruan Tinggi setempat, lembaga-lembaga keuangan (perbankan), Pengusaha, Asosiasi Profesi dan Usaha Sejenis, dll.

c. Mendorong Proses Transformasi Sosial dari Masyarakat Mandiri Menuju Masyarakat Madani

Intervensi P2KP untuk mampu mewujudkan transformasi dari kondisi masyarakat mandiri menuju masyarakat madani lebih dititikberatkan pada proses penyiapan landasan yang kokoh melalui penciptaan situasi dan lingkungan yang kondusif bagi tumbuhberkembangnya masyarakat madani, melalui intervensi komponen Pembangunan Lingkungan Kelurahan Terpadu (Neighbourhood

Development) menuju tata

kepemerintahan dan pelayanan publik yang baik (Good Governance). yakni proses pembelajaran masyarakat dalam mewujudkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang berbasis nilai menuju terwujudnya lingkungan permukiman yang tertata, sehat, produktif dan lestari.

Pada P2KP-1 dan P2KP-2, Intervensi “Channeling Program dan Neighbourhood Development berbasis pro-poor good governance” belum menjadi komponen proyek. Ketentuan tentang pelaksanaan kedua intervasi tersebut akan ditetapkan kemudian oleh Departemen Kimpraswil.

Gambaran mengenai strategi pelaksanaan P2KP dapat dilihat pada gambar 2.1. di bawah ini.

(28)

19 Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan

Gambar 2.1. Strategi Pelaksanaan P2KP

2

3

6

5

4

PEMBELAJARAN PENERAPAN KONSEP TRIDAYA PENGUATAN JARINGAN & CHANNELING PROGRAM PENGUATAN AKUNTABILITAS MASYARAKAT PENGUATAN LEMBAGA MASYARAKAT INTERNALISASI

NILAI & PRINSIP UNIVERSAL

1

P2KP MASYARAKAT TIDAK BERDAYA (MISKIN) MASYARAKAT BERDAYA MASYARAKAT MANDIRI KEMITRAAN PEMDA DAN MASYARAKAT PEMBELAJARAN NEIGHBOURHOOD DEVELOPMENT BERBASIS GOOD GOVERNANCE MASYARAKAT MADANI PERUBAHAN PRILAKU/SIKAP MASYARAKAT KELEMBAGAAN MASYARAKAT YG MENGAKAR DAN REPRESENTATIF PENYUSUNAN PROGRAM PAR-TISIPATIF OLEH MASYARAKAT APLIKASI PRONANGKIS PRO POOR & KONTROL WARGA PEMBELAJAR-AN SINERGI DGN PEMDA MELALUI KEMITRAAN PROGRAM PEMBELAJARAN OPTIMALISASI SUMBER DAYA DARI LUAR (PERBANKAN, KIMPRASWIL, DEPSOS, DLL) PEMBELAJARAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN WILAYAH KELURAHAN TERPADU SCR MANDIRI

7

PENYIAPAN MASYARAKAT BKM PJM PRONANGKIS BLM TRIDAYA PAKET CHANNELING PROGRAM

P2KP meyakini bahwa dengan ketujuh strategi dan pendekatan di atas pada akhirnya akan mampu mewujudkan kemandirian dan keberlanjutan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat bersama pemerintah daerah yang didukung oleh dunia usaha, dan organisasi masyarakat sipil lainnya.

(29)

Bab

III

Bab

III

Komponen Proyek dan

Bantuan Teknis

Untuk dapat mendukung kegiatan proyek agar tercapai tujuan P2KP seperti tersebut di atas, maka P2KP dibagi menjadi 3 komponen proyek sbb:

A. Pengembangan Masyarakat dan Mengedepankan Peran Pemerintah Daerah;

B. Penyediaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM); dan

C. Penyediaan Dana Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET);

3.1. KOMPONEN PROYEK

3.1.1. Pengembangan Masyarakat dan Mengedepankan Peran Pemerintah Daerah

1) Uraian

Komponen proyek ini menyediakan dukungan untuk mendanai kegiatan pengembangan atau pemberdayaan masyarakat serta penguatan kapasitas dalam rangka mengedepankan peran pemerintah daerah, termasuk diantaranya adalah penguatan peran dan fungsi Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPK-D), mengembangkan Komunitas Belajar Perkotaan (KBP), dan menumbuh-kembangkan kemitraan sinergis dengan masyarakat, agar mampu bekerja sama secara lebih efektif dalam penanggulangan kemiskinan di wilayah setempat sesuai prinsip dan nilai universal di P2KP. Pada dasarnya, dukungan pembiayaan melalui komponen ini mencakup biaya operasional konsultan dan fasilitator untuk melaksanakan pendampingan masyarakat

dan pemerintah kota/kabupaten, biaya sosialisasi dan pelatihan, termasuk penyia-pan materi-materi sosialisasi dan pelatihan yang berkaitan dengan pelaksanaan P2KP, serta biaya-biaya lain yang berkaitan dengan upaya memperkuat kapasitas dan mengedepankan peran pemerintah daerah. a) Pengembangan Masyarakat melalui

Proses Pembelajaran

Komponen pengembangan atau pem-berdayaan masyarakat dalam P2KP dilakukan melalui proses pembelajaran masyarakat untuk memulihkan dan melembagakan kembali kapital sosial (social capital) yang telah ada di masyarakat, yakni nilai-nilai dan prinsip-prinsip universal, sebagai landasan kokoh untuk membangun tatanan masyarakat yang mampu mandiri dan berkelanjutan menangani kegiatan pe-nanggulangan kemiskinan serta pemba-ngunan lingkungan perumahan permu-kiman di wilayahnya secara terpadu. Tahapan pembelajaran masyarakat terdiri dari serangkaian kegiatan, mulai dari belajar membangun kebersamaan pada saat rembug kesiapan masyara-kat, belajar mengevaluasi penyebab kemiskinan yang bertumpu pada perilaku dan sikap, belajar merumuskan keinginan secara riil sesuai dengan kondisi obyektif masalah yang ada dan potensi yang dimilikinya, belajar

Gambar

Gambar 1.1. Pandangan P2KP tentang Akar Penyebab Kemiskinan
Gambar 1.2. Penanganan Akar Kemiskinan oleh Masyarakat melalui Fasilitasi P2KP
Tabel 2.1. Kelompok Sasaran P2KP Kelompok
Gambar 2.1. Strategi Pelaksanaan P2KP
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini membuktikan bahwa pupuk petroganik merupakan pupuk yang dapat meningkatkan hasil tanaman cabai karena dalam pupuk petroganik terkandung unsur hara dalam

Menurut Ujang Jakardi (Ketua Adat Desa Pulo Geto) 60 bahwa kecelakaan lalu lintas bukanlah unsur kesengajaan dari pelaku, tetapi merupakan unsur dari kelalaian,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) respon siswa terhadap penerapan perangkat pembelajaran asam basa dengan pendekatan SAVI baik, begitu juga dengan respon guru;

Setelah kubaca, aku tak mengerti mengapa langsung merasa tak ingin pergi dari atas kasurku, benar-benar seperti orang yang sedang ditawan oleh rasa penasaran karena ingin tahu

Peneliti menggunakan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian, karena penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

KEENAM : Panitia Pusat dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Kesekretariatan Panitia Pusat Peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional Tahun 2012 yang berada

Masyarakat dan Perubahan Sosial (Study Tentang Pergeseran Nilai Di Desa Paciran Kabupaten Lamongan Pasca Pembangunan Hotel Tanjung Kodok Beach Resort (TKBR) Dan Wisata Bahari

Menurut Kotler dan Armstrong yang diterjemahkan oleh Damos Sihombing (2001) agar saluran distribusi berjalan secara efektif dan efisien, maka perusahaan perlu menentukan