• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

DEWAN PEMBINA

B. Komunikasi Antarpribadi pada ZA dan Orang Tua ( DW)

Mempunyai anak yang terlahir sehat adalah keinginan setiap orang tua, begitupun dengan DW. DW adalah seorang wanita berusia 35 tahun yang berprofesi sebagai seorang guru di salah satu SD negri di kota Medan. Selama hamil anak ke dua sampai kelahirannya tidak ada hal aneh yang dirasakan oleh DW. Anak DW yaitu ZA terlahir sehat dan tidak ada hal yang lain dari segi fisik. ZA yang sering menangis dianggap hal yang biasa oleh DW.

Sampai akhirnya pada usia dua tahun DW mulai merasa ada yang lain dari ZA. DW merasa ZA sering menangis karena hal-hal yang tidak jelas, tidak mau bermain dengan anak seumurannya bahkan dengan kakaknya sendiri, dan yang paling membuat DW merasa aneh adalah dalam beberapa kejadian, ZA tidak mau di pegang oleh DW dan suami-nya. ZA terkadang berontak dan menjerit saat akan di gendong atau dimandikan. Seperti pada satu kejadian, dimana ZA yang saat itu sedang menonton TV menjerit dan berontak saat DW akan menggendongnya untuk di beri makan, setelah di turunkan kembali ZA masih menangis selama beberapa saat sampai akhirnya berhenti menangis dengan sendirinya. Hal ini dirasakan aneh oleh DW karena ZA biasanya tidak pernah menangis saat di gendong atau di sentuh oleh DW dan suaminya, akan teteapi dalam beberapa kesempatan ZA malah seperti takut dan berontak saat akan di gendong dan di sentuh. Hal ini lah yang membuat akhirnya pada usia tiga tahun DW dan suami memutuskan untuk membawa ZA ke dokter untuk di periksa.

Pertama kali diberitahu bahwa ZA mengalami gangguan spektrum Austisme, DW masih merasa sangat sedih dan sempat merasa tidak percaya. Dokter yang memeriksa ZA meyakinkan DW dan suami bahwa ZA bisa sembuh jika ditangani dengan segera dan oleh orang yang tepat. Sejak saat itu, DW mulai mengumpulkan informasi mengenai sekolah-sekolah untuk anak berkebutuhan khusus di Medan. Sampai pada akhirnya, atas saran dari dokter dan kerabat, DW memutuskan untuk membawa ZA ke sekolah khusus untuk anak penderita Autisme, YAKARI.

DW merasakan banyak sekali perubahan yang terjadi pada ZA setelah beberapa lama bersekolah di YAKARI. Meskipun sempat merasa putus asa dan hampir menyerah, DW akhirnya bisa melihat dan merasakan perubahan pada ZA. Rasa putus asa sempat dirasakan DW karena melihat ZA yang pada beberapa bulan pertama selalu menangis setiap akan pergi ke sekolah, saat di kelas ZA juga tidak mau lepas dari DW dan bahkan tidak mau melihat guru pendampingnya. Akan tetapi keraguan DW akhirnya mulai berkurang ketika ZA mulai terbiasa dengan lingkungan barunya di sekolah dan berhenti menangis. Perlahan-lahan ZA juga mulai mau sekedar melihat guru pendampingnya, meskipun tidak melakukan kontak mata, dan ZA juga sudah mulai mau untuk di tinggal di kelas dengan guru pendampingnya. DW mengatakan, perubahan ZA sudah bisa terlihat setelah ZA bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah baru-nya.

Perubahan pada ZA mulai bisa dirasakan DW saat berada di rumah, ZA tidak lagi mudah menangis karena hal yang tidak jelas, dan mulai mau bermain dengan kakaknya, meskipun belum mau berbicara dengan jelas dan hanya menggumam. Perkembangan yang dialami oleh ZA memang pada awalnya tidak banyak, tetapi menurut DW ini merupakan langkah besar bagi ZA untuk perkembangan selanjutnya.

“ Saya lihat dia di kelas udah mulai mau diam, udah mulai bisa di tinggal biarpun hanya setengah jam awalnya, saya jadi makin yakin gitu sama dia. Gak apa-apa lambat, semuanya perlu proses kan, tapi saya selalu berpikir positif dan yakin, ZA bisa sembuh”

DW yang juga bekerja memang tidak bisa selalu menjemput ZA sepulang sekolah, ZA lebih sering di jemput oleh neneknya. Tetapi kesibukan DW tidak menghalangi niat dan perhatiannya untuk ZA, DW terkadang menyempatkan diri untuk menjemput ZA dan bertemu dengan guru pendamping-nya. Saat menjemput ZA, DW banyak mendapat informasi mengenai apa saja yang sudah dipelajari DW di sekolah dan berdiskusi mengenai apa saja yang harus di lakukan DW dirumah untuk membantu perkembangan ZA.

Pada awalnya, DW mengakui merasa kesusahan dalam mengerti keadaan ZA. Meskipun sudah bisa menerima bahwa ZA menderita Austime, tetapi DW terkadang masih merasa sulit untuk mengerti ZA. ZA yang tidak mau memberi tahu jika lapar atau ingin ke kamar mandi atau pun kebutuhan-kebutuhan lainnya membuat DW sering merasa bingung harus melakukan apa. Diskusi yang dilakukan DW dengan guru pendamping ZA lah yang

akhirnya bisa membantu DW secara perlahan mencoba untuk mengerti mengenai keadaan ZA dan tau apa yang harus DW lakukan untuk menghadapinya.

“Awalnya susah kan untuk mengerti dia, tapi guru-guru disini juga membantu, ngasi tau ibu harus begini harus begitu. Jadi lama-lama saya bisa ngerti, jadi saya juga tau harus gimana kalo menghadapi ZA. Intinya banyak sabar, terus ibu juga selalu mikir, kalo ini kan juga bukan mau-nya ZA begini, jadi ya ibu selalu coba ngerti lah mau nya dia gimana, keadannya juga ”

Setelah hampir setahun bersekolah di YAKARI, ZA akhirnya juga sudah bisa dan mau berbicara, meskipun hanya beberapa kata. Menurut DW hal ini sangat membantu DW untuk bisa mengenal ZA lebih dalam lagi, karena ZA kini sudah mau menyuarakan kebutuhan atau keinginannya, meskipun dalam beberapa hal keinginan tersebut tidak bisa dipenuhi. DW juga belajar bagaimana cara menolak keinginan atau tuntutan dari ZA. Belajar cara menolak keinginan ZA juga bukan merupakan hal yang mudah bagi DW, hal ini dipelajarinya dari diskusi-diskusi yang DW lakukan dengan guru pendamping ZA. Cara yang harus dilakukan DW adalah bersikap tegas terhadap ZA, hal ini dilakukan agar ZA bisa mengerti apakah yang dia lakukan atau pun minta itu baik atau buruk. Bersikap tegas dirasakan DW tidak mudah karena DW sering merasa bersalah jika harus melarang dan tidak memenuhi tuntutan dari ZA. DW mengatakan bahwa DW sering merasa takut jika menolak keinginan ZA, ZA malah akan menjadi takut dan tidak mau lagi didekati oleh DW. Kekhawatiran DW ini akhirnya juga bisa diatasi setelah berdiskusi dengan guru pendamping.

“ Habis cerita-cerita sama guru disini, ibu dikasitau kalo ngga tegas malah ZA ga akan ada kemajuan, karena ZA nanti jadi tau kelemahan kita dan akan terus dipake sama dia biar semua mau-nya dituruti. Jadi ya ibu tegas tapi ga dibentak-bentak, pelan bilanginnya tapi tegas, biar dia ga takut, ga ngerasa dipaksa”

Perkembangan ZA sampai pada saat ini sebenarnya sudah sangat membuat DW senang, karena selain ZA kini mau berbicara, meskipun hanya beberapa kata, ZA juga sudah tidak pernah lagi menangis atau berontak saat akan di sentuh oleh DW dan suami-nya. DW yakin dengan doa, dukungan dan bantuan dari orang-orang sekitar ZA, termasuk dirinya, ZA akan bisa lebih berkembang lagi bahkan sembuh.

Banyak yang membantu dan doa buat ZA yang buat ibu bisa yakin lah. Kalo menghadapi sendiri ibu juga ga akan bisa, gitu pun ZA. Ya ibu selalu usaha kasi yang paling baik untuk dia, sama doa lah yang paling penting, biar dia bisa lebih bagus lagi, bisa sembuh”

4.3.2 ANAK PENDERITA AUTISME II : ND

Nama : ND

Tempat/ Tgl Lahir : Medan, 5 April 2007 Nama Ayah & Ibu : -&SR

Kriteria Autisme : Hyperactive dan Speech-delay

ND adalah seorang anak laki-laki berumur tujuh tahun penderita autisme kriteria

hyperactive dan speechdelay. Hal ini bisa dilihat jika memperhatikan ND dengan seksama, melalui tingkah laku ND yang tidak bisa diam namun tidak banyak mengeluarkan suara atau berbicara. ND hanya berbicara beberapa kata, dan beberapa kata itu bahkan terkadang tidak ditujukan kepada orang disekitarnya, dan lebih berupa gumaman pada dirinya sendiri.

Seperti kasus yang sering terjadi pada anak autis lainnya, pada awal kelahirannya sampai berumur sekitar tiga tahun, orang tua ND tidak merasakan ada yang aneh pada diri ND. Tingkah laku ND yang tidak bisa diam dan terus melakukan aktivitas malah dianggap sebagai tanda bahwa ND adalah anak yang sehat dan aktif. Ibu dari ND yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga akhirnya bisa merasakan ada yang aneh pada diri ND pada saat dia memperhatikan ND bermain sendiri di rumah, dan segera membicarakan hal tersebut dengan suaminya. Setelah beberapa hari memperhatikan ND dengan lebih seksama, akhirnya orang tua ND bisa benar-benar melihat beberapa hal yang menurut mereka berbeda dengan anak-anak lain seumuran ND.

Setelah menyadari hal tersebut orang tua ND segera membawa ND ke dokter anak untuk diperiksa. Orang tua ND sempat tidak percaya saat pertama kali mendengar bahwa ND menderita gangguang spektrum autisme. Oleh karena itu, ND sempat dibawa ke beberapa dokter lainnya, dan semua dokter menyatakan hal yang sama, yaitu ND memang benar menderita gangguang spektrum autisme, dengan kriteria hyperactive dan speechdelay.

Setelah hampir satu tahun dari pemeriksaan terakhir, akhirnya orang tua ND bisa menerima bahwa ND memang menderita Austime dan harus segera ditangani. Orang tua ND mencari sekolah terbaik untuk menangani ND, dan akhirnya memutuskan bahwa YAKARI adalah tempat yang paling baik untuk ND belajar. Selama bersekolah di YAKARI, ND mengalami banyak sekali perkembangan dan perubahan ke arah yang lebih baik.

Pada saat peneliti melakukan pengamatan, sekilas peneliti tidak bisa melihat perbedaan ND dengan anak normal. Peneliti baru bisa melihat bahwa ND menderita autisme ketika berada di kelas melakukan proses belajar mengajar. Ketika di kelas, hampir semua pertanyaan dari guru pendamping bisa di jawab ND, meskipun dalam beberapa kesempatan ND tidak langsung menjawab dan harus dipanggil namanya beberapa kali dan pertanyaan yang diberikan juga harus di ulang. Jawaban dari ND memang tidak panjang, dan jawaban tersebut terkesan seperti di hapal.

ND juga dalam beberapa kesempatan mengulangi kata-kata yang diucapkan oleh guru-nya. Seperti pada saat guru pendampingnya menunjukkan gambar sambil mengucapkan “ ini mathari ”, setelah itu ND beberapa kali terdengar mengucapkan “ini matahari” secara berulang-ulang. Dan saat guru pendamping bertanya dan menunjukkan gambar lain, ND beberapa kali menjawab “ini matahari” , pada saat itu guru pendamping harus mengingatkan ND bahwa itu bukan lah “matahari” sampai ND menjawab pertanyaan guru pendamping dengan benar.

Perilaku hyperactivepada ND terlihat sangat jelas saat di kelas, ND beberapa kali meninggalkan bangku-nya, dan berlarian di sekitar kelas mencari aktivitas lain. ND terlihat seperti tidak bisa berdiam diri di satu tempat dan aktivitas dalam waktu yang lama. Namun, saat ND melihat alat penyerut pensil, ND sempat selama beberapa saat memperhatikan benda tersebut dengan konsentrasi yang penuh. Saat berkonsentrasi pada benda tersebut, ND seakan masuk ke dalam dunianya sendiri, ketika di panggil namanya pun ND tidak mau menjawab, bahkan seperti tidak mendengar.

Pada saat peneliti melakukan pengamatan, ND terlihat tidak mengalami masalah dalam melakukan kontak fisik dengan guru pendamping-nya. ND beberapa kali memegang tangan guru pendamping-nya, dan saat guru pendampingnya memegang tangannya, ND terlihat tidak merasa terganggu dan menghindar dari kontak fisik tersebut.