• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SUMBER LAIN :

Desember 2014 pukul 19.50

Desember 2013 pukul 20.15

WAWANCARA 1

Tanggal : 8 Mei 2014

Jam : 08.00 WIB

Tempat : Sekolah Khusus Autisme YAKARI Pewawancara : Camilla Emanuella Sembiring (P) Informan : Guru pendamping AZ (MR) P : Pagi kak

MR : Pagi dek

P : Saya Camilla kak dari Komunikasi USU, mau mewawancarai kakak untuk skripsi kak.

MR : Boleh, boleh dek.

P : Saya ga ganggu ini kan kak?

MR : Ngga lah, sekalian aja biar kamu juga bisa liat kan proses mengajarnya. Mengenai apa skripsi mu?

P : Mengenai komunikasi antarpribadi pada anak penderita Autisme kak. MR : Jadi dari sisi komunikasi lah ya bukan kedokterannya?

P : Iya kak mau melihat bagaimana komunikasi antarpribadi pada anak penderita autisme ini gitu kak.

MR : Oh gitu. Kakak bantu jawab semampunya ya.

P : Iya kak. Jadi gini kak, anak autisme kan berbeda dari anak-anak biasanya kan kak, jadi bagaimana sebenarnya komunikasi efektif pada anak penderita autisme ini kak?

MR : Oh jelas jelas, pasti jelas berbeda lah dengan anak yang normal ya. Seperti ini kalau orang itu (anak penderita Autisme) bisa menjawab apa yang kita tanya aja itu sebenarnya sudah sangat efektif. Misalnya kita tanya apa kabar mereka jawab “baik” , kita panggil juga di jawab “ya” , di tanya di jawab, itu sebenarnya sudah sangat sangat bagus kalau untuk anak seperti ini, karena kan anak-anak seperti ini kan jauh dari normal. Karena kalau orang itu sudah bisa menjawab “apa” , menjawab satu arah aja lah dulu gitu kan, bukan timbal

balik ya, cuma kita aja terus yang menanyai dan mereka sudah mau merespon dengan baik, itu sudah sangat bagus. Tapi, kalau misalnya gitu aja pun ga masalah, orang itu bisa bertanya sama kita ,timbal balik ya itu udah bagus kali. Tapi kan kalau bicara normal, kalau orang-orang normal kan biasanya, berbicara dua arah gitu kan ,komunikasi dua arah, timbal balik, kalau untuk guru-guru seperti kami untuk anak-anak autistik ini, orang itu bisa menjawab apa yang kita tanya dengan bagus pun itu sudah efektif, begitu.

P : Kalau ZA sudah berapa lama disini kak? MR : Hampir 3 tahun lah kalau dia dek

P : Bagaimana ZA waktu pertama kali datang kemari kak?

MR : Wah dia pas pertama kali datang ga mau berhenti nangis selama 2 jam. Ibu nya dia harus nunggu terus di kelas. Kakak ngomong dia ga mau mendengar, jangankan mendengar ya, ngeliat kakak pun ga mau dia dek. Karena dia kan autistik murni ya dek, jadi benar-benar sama sekali ga bisa berkomunikasi dan bersosialisasi ya dek. Seperti ini lah, anak-anak seperti itu kan kalo misalnya mengenal suasana baru dia panik , anak normal pun kan terkadang seperti itu, terkadang masih grogi atau takut-takut kan masih ada seperti itu, apalagi anak-anak seperti ini, masih nangis atau gimana-gimana gitu.

P : Terus gimana memulai proses komunikasi sama ZA kak?

MR : Itulah untuk memulai masuk ke situ ya kita harus mempelajari karakter orang itu lah semua, makanya kita ada observasi selama seminggu dulu, di situ kita nanti mengobservasi si ZA gimana perilakunya, karakternya bagimana, gitu. Apakah kita harus seperti ini sama dia, apakah kita seperti itu, karena kan karakter setiap anak itu berbeda-beda, ada yang bisa di bawa ke serius, ada yang bisa di bawa ke bermain gitu. Jadi, kita harus pelajari mereka dulu, perilakunya gimana, personalnya gimana gitu, seperti itu. Jadi kalau anak itu bisa di ajak serius ya serius, kalau misalnya harus dibarengin dengan bermain ya bermain. Dengan ZA pun gitu dek, setelah di lihat hasil observasi nya ternyata dia tipe anak yang kita harus tegas sama dia, jadi kakak pelan-pelan panggil nama dia, baru dia diam aja kan, di situ kakak kasi tau lah kalau orang panggil nama kamu, kamu harus jawab “apa”, gitu. Jadi ya kakak dekati dia pelan-pelan, kakak coba masuk ke dunia dia, kakak coba mengerti dia gimana.

P : Kalau karakternya ZA gimana kak?

MR : ZA itu anak yang terlalu manja dek, jadi semua kemauan dia harus diikuti gitu, kalau ngga dia nangis, menjerit, jambak rambut sendiri bahkan mau mengantukkan kepalanya ke dinding. Selama kk di sini, ZA termasuk anak yang susah lah dek buat di dekatin. Di sentuh pun dia ga suka kemarin itu. Jadi, kalau sama ZA kita harus tegas, karena dia itu kalau kita ikut-ikut kan terus kemauannya dia bakalan ngelunjak dek dan ya jadinya ga berkembang lah. Anak autis kan ga tau dek apakah kita itu lebih tua dari dia atau guru dia, jadi dia ngeliat kita semua ini sama aja. Jadi ZA pun gitu, kakak harus menegaskan, kakak ini lebih tua dari dia, jadi dia harus menghargai kakak, karena kakak pun juga mau melakukan yang baik sama dia.

P : Udah ada ga perubahan sama ZA kak dibandingkan dari pertama dia datang kemari?

MR : Banyak dek, banyak sekali. Kayak yang kakak bilang tadi kan, sebenarnya ZA termasuk anak yang paling susah buat di dekati. Kebanyakan anak autisme yang kakak ajar itu bukan autistik murni, jadi ya kayak yang hyperactive, speech delay, tantrum. Tapi ZA kan autistik murni dek, jadi benar-benar lah dia ga mau buat berhubungan sama kita, dia punya dunia sendiri. Tapi dengan cara komunikasi atau pengajaran yang benar, dia sekarang udah banyak perkembangan. Sekarang dia sudah bisa jawab “apa”, kalau di tanya nama dia juga udah bisa jawab, kalau lapar udah bisa minta makan. Sekarang dia juga udah bisa di pegang, bahkan dia suka kali meluk orang.

P : Untuk minta makan dia dulu juga ga bisa kak?

MR : Dia bisa minta makan baru 1 tahun ini dek, dulu kalau lapar dia nangis. Jadi gini, anak penderita autis ini kan harus mengikuti pola gitu, maksudnya dia ada musti ada jadwalnya sehari-hari, dan harus diikutin. Jadi gitu pun kalau makan, kalau sudah jam nya untuk makan, makanan ga di kasi, udah lah, dia teriak-teriak, tapi 1 tahun ini dia udah lebih tenang, udah bisa bilang “mana makan” tapi berulang-ulang gitu.

P : Kakak dari awal merasa positif atau yakin ga kak bisa membantu ZA untuk sembuh ?

MR : Dulu sempat kakak down buat ngajarin dia, karena dia kan berapa bulan baru ga nangis lagi datang kemari, bisa di bilang lama lah ya. Sempat mau nyerah lah kan. Tapi akhirnya kakak berpikir, kalo aku pun ga yakin sama diri ku kan, gimana aku mau bantu dia. Jadi kakak yakinkan diri kakak dulu kalo kakak pasti bisa membantu dia, dia pasti bisa berkembang. Baru lah kakak berusaha lagi lebih, biar dia bisa seenggaknya bisa nerima sekitarnya

P : Gimana perasaan kakak melihat ZA yang mulai mau untuk terbuka ini kak? MR : Waktu itu kakak senangnya bukan main lah. Kakak langsung semangat lagi

buat membantu dia biar bisa lebih bagus lagi. Padahal dia cuma menjawab emmmm sambil diliatnya kakak sekilas, kalo untuk kita mungkin belum bisa dibilang membuka diri ya dek, tapi untuk kasus mereka ini, apalagi kakak orang baru sama dia, itu udah hebat kali udah mau dia mengakui kakak disitu gitu karena sebelumnya kayak ga ada kakak disitu dibuatnya

P : Perkembangan apa yang kakak rasa paling membuat kakak merasa berhasil atau senang gt kak?

MR : Waktu dia udah mau kontak fisik dek

P : Kalau untuk mau kontak fisik kayak di sentuh gini, lama ga kak waktunya dari dia mau mulai berbicara?

MR : Ga terlalu lama sih, sekitar berapa bulan. Awalnya dia cuma mau pegang tangan kakak, untuk ngeliat mainan yang kakak pegang kan, tapi Pertama kali dia mau sentuh tangan kakak, itu rasanya, campur aduk hati kakak. Bangga iya, senang juga iya, terharu juga iya. Karena kayak yang kakak bilang tadi lah, dulu dia jangankan mau sentuh kakak, nganggap kakak ada di situ sama dia aja nggak kan. Ini dia mau sentuh, sekarang mau meluk lagi kan, waduh senangnya ga terkira

P : Ada kesulitan tertentu ga kak dalam membantu ZA biar mau berkomunikasi? MR : Kesulitan sih tergantung kriteria autisme masing-masing anak ya. Kalo ZA ya

yang tadi lah, kesulitan waktu pertama dia menyesuaikan diri sama lingkungan dan orang baru. Terus ya, dia susah buat konsentrasi kan, terus dia manja kali, semuanya harus diikuti. Ya paling itu lah

P : Ada cara-cara tertentu ga kak buat menunjukkan dukungan kakak untuk membantu biar ZA sembuh?

MR : Paling ya kayak ngasi reward gitu lah dek. Kalo dia baik dikasi hadiah, gitu. Kayak anak-anak normal lah, kan suka juga dikasi hadiah, dipuji-puji, gitu. P : Berpengaruh ga itu kak sama perkembangan mereka?

MR : Pengaruh lah. Pujian itu harus,itu jadi kayak penyemangat, jadi dia tau kalo yang dia lakukan itu baik,benar gitu. Misalnya kakak suruh dia sebutkan angka satu sampai sepuluh, di angka lima dia berhenti karena konsentrasinya pecah, kakak langsung bilang, ayok yang bisa sebutkan sampai sepuluh anak pintar! Terus dilanjutkannya sampai sepuluh, terus kakak puji lagi, pintarnya adek kakak. Senang kali dia itu, senyum-senyum dia

P : Setelah beberapa tahun mengajari ZA ada merasa keterikatan emosional ga kak?

MR : Ada lah dek, pasti itu. Kakak itu udah menganggap anak-anak yang kakak dampingi kayak adek sendiri. Kalo sama adek sendiri pasti kita mau yang terbaik kan, biar dia sembuh, biar dia berkembang. Kakak yakin kalo kita udah sayang sama anak itu, kita juga pasti membantunya tulus, semua yang dikerjakan dengan tulus, hasilnya pasti baik. Kakak pun yakin kalo AZ ini tau kakak niat baik sama dia, sayang sama dia, biar kata orang anak ini ga tau kalo kau sayang sama dia, kakak yakin dia tau, dia bisa merasa

P : Ada hal tertentu ga kak yang ga boleh diterapkan waktu mengajari ZA?

MR : Paling pantang untuk menyebut anak-anak ini bodoh terus ngebentak, bukan cuma ZA, semua anak ga boleh digitukan! Itu bisa membuat mereka down, biarpun mereka ngga benar-benar mengerti yang pas kita bilang bodoh itu , itu tetap ngga boleh!

P : Kalau untuk ke orang tua gimana kak, ada di kasi arahan ga kak untuk ngebantu ZA?

MR : Iya ada, jadi kalau kita baru pulang dari belajar lah, ZA itu kita bawa ke luar,kita berikan pada orang tua, disitu waktu kita untuk berbicara dengan orang tua, “ZA ini seperti ini tadi”, “ada PR nya”, “ada perkembangan seperti ini”, terus kita arahkan juga pada orang tua ,“dirumah nanti seperti ini,

materinya ini ”. Nanti beberapa bulan sekali, kita juga mengadakan seminar disini untuk orang tua, karena kan kita juga punya dokter disini, jadi nanti dia menjelaskan bagaimana anak itu sbenarnya, bagusnya seperti apa, jadi orang tua paham.

P : Diskusi guru dan orang tua punya pengaruh ga kak dalam membantu perkembangan ZA?

MR : Jelas lah dek, pengaruh kali pun. Kami harus saling kerja sama, saling kasi masukan dan informasi mengenai ZA, jadi tau apa-apa aja lagi yang harus kami lakukan.

Sudah dek? Ini waktunya ZA udah habis jadi kakak harus lanjut lagi ke anak yang lain

MR : Oh sudah kak, gak apa-apa kak. Makasih ya kak buat waktu dan info-nya. P : Iya iya, maaf ya dek cuma bisa bantu itu. Padat kali soalnya jadwal anak-anak

ini, nanti kalo kurang hubungin sekolah langsung ya, biar di atur lagi wakunya. A : Iya kak. Makasih ya kak.

WAWANCARA 2

Tanggal : 8 Mei 2014

Jam : 10.00 WIB

Tempat : Sekolah Khusus Autisme YAKARI Pewawancara : Camilla Emanuella Sembiring (P) Informan : Orang TuaZA (DW)

P : Pagi bu .Saya Camilla dari Komunikasi USU, mau mewawancarai ibu untuk skripsi bu.

DW : Iya boleh

P : Maaf ya bu mengganggu waktunya

DW : Ngga lah, ngga apa. Saya kan guru juga, ngertilah kalo untuk tugas begini. Mau bahas apa dek?

P : Mengenai komunikasi antarpribadi pada anak penderita Autisme bu. DW : Mengenai komunikasi ibu sama ZA?

P : Iya bu, gimana komunikasi antarpribadi ibu sama ZA buat membantu ZA bisa berkomunikasi secara efektif.

DW : Iya iya. Gimana itu pertanyaannya dek?

P : Gimana ibu pertama kali tau kalau ZA itu menderita autsime?

DW : ZA kan anak ke dua ya, selama hamil anak ke dua sampai lahirannya saya ga ada ngerasa aneh atau kejadian yanga aneh. Pas lahir juga fisiknya sehat ga ada yang lain lah. Cuma dia cengeng aja, tapi ya saya anggap biasa lah kan, namanya juga bayi.Sekitar umur dua tahun baru saya ngerasa agak aneh, ZA kok nangis nya makin menjadi, ga ada alasan pun nangis, terus ga mau kontak mata juga, ga mau main sama kakaknya juga gitu kan. Sampe terakhir saya bener-bener ngerasa aneh itu pas dia kadang ga mau dipegang sama ibu, sama bapaknya juga. Nangis dia, menjerit. Tapi kadang mau, kadang ngga gitu. Pas mau digendong berontak, nangis, ya baru akhirnya saya bicarain sama bapaknya, baru lah di bawa ke dokter buat diperiksa.

DW : Wah sedihnya bukan main lah, bingung juga, mau buat apa selanjutnya, ininya gimana itu gimana, masih ga percaya juga kan.

P : Yang menyarankan untuk disekolah kan atau di terapi di YAKARI siapa bu? DW : Dari dokter, terus dari diskusi juga sama kawan sama saudara.

P : Bagaimana ZA waktu pertama kali di bawa untuk mulai sekolah bu?

DW : Ya nangis terus, ga berhenti-berhenti, ga mau lepas dari saya. Bahkan ga mau ngeliat guru nya.Sempat mikir juga saya, bisa ya dia sembuh ini kalau gini terus, karena kan hampir dua bulan dia ga berubah juga, gitu terus. Sampe terakhir udah dia terbiasa kan sama sekolah barunya, barulah dia mulai mau ditingal, udah mau juga mulai ngeliat gurunya biar pun ga kontak mata ya. P : Ibu merasa positif ga kalau ZA bisa sembuh?

DW : Saya lihat dia di kelas udah mulai mau diam, udah mulai bisa di tinggal biarpun hanya setengah jam awalnya, saya jadi makin yakin gitu sama dia. Gak apa-apa lambat, semuanya perlu proses kan, tapi saya selalu berpikir positif dan yakin, ZA bisa sembuh

P : Banyak ga bu perubahan sama ZA sampai sekarang ini?

DW : Banyak lah perubahannya, bahkan sampe ga nyangka juga kan. Awalnya cuma berharap seenggaknya dia bisa ga nangis-nangis lagi terus sekedar aja ngomong, eh taunya sekarang udah banyak kali perubahan. Di rumah, ZA udah ga gampang nangis karena alasan yang ga jelas, terus mulai mau main dengan kakaknya juga, biarpun belum mau berbicara jelas teru cuma menggumam. Belum terlalu banyak memang ya perkembangannya, tapi ya awal buat dia bisa lebih berkembang lagi lah..

P : Kalau kontak fisik sudah mau bu?

DW : Udah udah. Dia udah ga pernah lagi berontak atau nangis kalo mau di gendong. Suka kali meluk dia sekarang ini.

P : Ada kesulitan tertentu ga bu dalam membantu ZA biar mau berkomunikasi? DW : Dulu sih ada ya, kan saya kerja juga, jadi ga bisa selalu jemput dia. Terus

terkadang pulang pun selalu sore, jadi dia kadang di jemput neneknya. Karena ini jadi saya sempat susah buat ngertiin dia kan, mau nya apa perlunya apa,

saya ga ngerti.Kalau mau bantu dia saya ya harus bisa ngerti dulu lah kan. Tapi saya selalu usaha buat nyempatin jemput dia, biar bisa diskusi sama guru pendamping dia.Susah kan untuk mengerti dia, tapi guru-guru disini juga membantu, ngasi tau ibu harus begini harus begitu. Jadi lama-lama saya bisa ngerti, jadi saya juga tau harus gimana kalo menghadapi ZA. Intinya banyak sabar, terus saya juga selalu mikir, kalo ini kan juga bukan mau-nya ZA begini, jadi ya saya selalu coba ngerti lah mau nya dia gimana, keadannya juga. Terus saya juga awalnya ngerasa susah buat nolak kemauan dia kan. P : Menolak kemauan dia gimana maksudnya bu?

DW : Ya permintaan-permintaan dia, kan dia kalo ditolak dulu selalu nangis, kadang jambak-jambak rambut sendiri. Ibu suka kasian terakhir ibu turutin dia. Habis cerita-cerita sama guru disini, ibu dikasitau kalo ngga tegas malah ZA ga akan ada kemajuan, karena ZA nanti jadi tau kelemahan kita dan akan terus dipake sama dia biar semua mau-nya dituruti. Jadi ya ibu tegas tapi ga dibentak-bentak, pelan bilanginnya tapi tegas, biar dia ga takut, ga ngerasa dipaksa P : Ibu udah merasa benar-benar bisa mengerti ZA?

DW : Sekarang ini sudah lah, sudah yakin. Biar pun ya terkadang juga masih bingung, tapi secara keseluruhan udah lah. Apalagi sekarang dia udah bisa ngasitau kan kalo lapar atau gimana-gimana, jadi itu ngebantu kali buat saya ngertiin dia.

P : Ada cara-cara tertentu ga kak buat menunjukkan dukungan ibu untuk membantu biar ZA sembuh?

DW : Dengan ngasi yang terbaik buat dia lah dek. Ngasi fasilitas yang terbaik buat bantu dia biar lebih semangat belajar.Terus banyak yang membantu dan doa buat ZA yang buat ibu bisa yakin lah. Kalo menghadapi sendiri ibu juga ga akan bisa, gitu pun ZA. Ya ibu selalu usaha kasi yang paling baik untuk dia, sama doa lah yang paling penting, biar dia bisa lebih bagus lagi, bisa sembuh P : Menurut ibu diskusi guru dan orang tua punya pengaruh ga bu dalam

membantu perkembangan ZA?

DW : Itu lah paling membantu saya, apalagi saya yang ga terlalu ngerti ya harus gimana-gimana, ya disuksi sama guru lah solusinya. Itu membantu kali itu.

Dek, saya harus antar ZA pulang lagi ini terus lanjut kerja. Maaf ya, cuma bisa sampai jam segini aja.

WAWANCARA 3

Tanggal : 12 Juni 2014

Jam : 10.00 WIB

Tempat : Sekolah Khusus Autisme YAKARI Pewawancara : Camilla Emanuella Sembiring (P) Informan : Guru pendamping ND (PT)

P : Pagi kak PT : Pagi juga

P : Saya Camilla kak dari Komunikasi USU, mau mewawancarai kakak untuk skripsi kak.

PT : Oh yang kemarin ya?Nama saya PT P : Iya kak

PT : Apa judul skripsi nya?

P : Komunikasi antarpribadi pada anak penderita Autisme kak. PT : Oh oke oke. Apa itu pertanyaannya? Saya bantu semampunya ya

P : Gini kak, saya pertama pengen tau, apa ada perbedaan komunikasi efektif antara anak penderita autisme dengan anak normal?

PT : Konsep komunikasi efektif ya. Maksudnya komunikasi yang baik dan benar gitu kan ya?

P : Iya kak

PT : Jadi itu gini, kalau sama anak-anak spesial ini, apalagi anak autis ya, yang masalah utama mereka adalah komunikasi, konsep komunikasi efektif untuk mereka jauh lebih sederhana dari pada untuk kita yang normal. Mereka untuk memberitahu kalo mereka lapar aja ga bisa kan, apalagi nanya orang lain lapar atau ga,ya ga bisa kan. Sedangkan konsep komunikasi efektif untuk kita yang normal itu komunikasi yang baik ya yang harus bisa benar-benar memahami informasi yang disampaikan, harus timbal balik, begini begitu, banyak lah tolak ukurnya. Tapi untuk anak-anak ini, itu komunikasi efektif, sederhana aja. Bisa dia menjawab apa yang kita tanya sesuai sama yang udah dia pelajari,

terus bisa dia sekedar menyampaikan keinginan dia, itu udah bisa dibilang efektif lah. Ada yang memang sampai bisa kayak kita normal gini setelah terapi berapa lama, tapi secara umum ya gitu, konsep komunikasi efektif mereka lebih sederhana.

P : Kakak udah berapa lama mendampingi ND?

PT : Sekitar 3 tahun lah. Dia masuk kesini umur-nya 4 tahun, sekarang udah 7