• Tidak ada hasil yang ditemukan

URAIAN TEORITIS 2.1 Paradigma Kajian

2.2.5 Self Disclosure

Teori yang diperkenalkan oleh Joseph Luft (1969) ini menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya sendiri, maupun orang lain.Karena hal tersebut dapat dikelompokkan ke dalam empat macam bidang pengenalan yang ditunjukkan dalam suatu gambar yang sebut dengan Jendela Johari (Liliweri,1991 : 53).

Jourard (1971) menemukan dalam penelitiannya bahwa orang-orang yang lebih bersedia mengungkapkan informasi pribadi mengenai diri mereka kepada orang lain begitu pula mereka juga menerima lebih banyak pengungkapan pribadi dari orang-orang lain.

Gambar 2.1 : Jendela Johari tentang bidang pengenalan diri dan orang lain Diketahui sendiri Tidak diketahui sendiri

Diketahui orang lain

Tidak di ketahui orang lain

Bidang 1, melukiskan suatu kondisi di mana antara seorang dengan yang lain mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui masalah tentang hubungan mereka.

Bidang 2, melukiskan bidang buta, masalah hubungan antara kedua pihak hanya diketahui orang lain namun tidak diketahui oleh diri sendiri.

Bidang 3, disebut bidang tersembunyi, yakni masalah hubungan antara kedua pihak diketahui diri sendiri namun tidak diketahui orang lain.

Bidang 4, bidang tidak dikenal, di mana kedua pihak sama-sama tidak mengetahui masalah hubungan di antara mereka.

Keadaan yang dikehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi antar pribadi adalah bidang 1, di mana antara komunikator dengan komunikan saling mengetahui makna pesan yang sama. Meskipun demikian kenyataannya hubungan antar pribadi tidak seideal yang diharapkan itu, ini disebabkan karena dalam berhubungan dengan orang lain betapa sering setiap orang mempunyai peluang untuk menyembunyikan masalah yang dihadapinya.

1 terbuka 2 buta

3 tersembunyi 4 tidak dikenal

2.2.6 Autisme

Kata Autisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos yang berarti “sendiri”. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Leo Kanner, seorang psychiatrist anak di Universitas Johns Hopkins di Baltimore. Kanner (Ozonoff, Dawson, & McPartland, 2002 : 5) dalam tulisannya menjelaskan mengenai 11 orang anak yang menunjukkan ketidaktertarikan terhadap orang lain, bersikeras dalam suatu rutinitas dan gerakan tubuh yang tidak biasa, seperti melambai-lambaikan tangan. Hampir semua anak-anak tersebut dapat berbicara, beberapa dari anak tersebut dapat menyebutkan nama barang di sekitar mereka, anak lainnya dapat menyebutkan angka dan huruf, bahkan beberapa dapat menguraikan sebuah buku kata per kata, berdasarkan ingatan mereka. Namun, anak-anak tersebut tidak menggunakan suara atau kemampuan mereka tersebut untuk berkomunikasi dengan orang sekitarnya. Akibat dari tingkah laku yang tidak biasa ini, anak-anak tersebut mengalami berbagai hambatan dalam mempelajari hal baru.

Betts dan Pattrick (2009 : 11) mengatakan bahwa gangguan spektrum Autisme adalah gangguan dalam hal komunikasi, kemampuan dalam berhubungan sosial, dan kemampuan untuk belajar dalam diri suatu invidu. Selanjutnya, Betts dan Pattrick juga mengatakan bahwa anak dengan Autisme sering menunjukkan masalah dalam fungsi eksekutif (executive function). Fungsi eksekutif (executive function) dalam hal ini dimaksudkan sebagai kemampuan untuk menghubungkan pengalaman atau kejadian yang telah berlalu dengan perilaku selanjutnya dan untuk memperhatikan sekitarnya, mengurutkan sesuatu, berstrategi, mengingat, mengorganisir, dan mengingat kembali informasi yang pernah di terima sebelumnya. Anak yang memiliki gangguan dalam fungsi eksekutif (executive function) akan mengalami kesulitan dalam mengorganisir dan mengurutkan sesuatu, merencanakan suatu proyek, berkonsentrasi dalam suatu hal dan juga mengubah konsentrasinya, mengetahui waktu dan juga memonitori dirinya sendiri.

Hampir semua anak dengan gangguan spektrum Autisme mengalami kesulitan dalam hal memprediksi atau mengetahui akibat dari tindakannya terhadap orang lain. Menurut Baron – Cohen (1989) dalamBetts & Patrick (2009) salah satu kelemahan paling besar dari anak penderita autisme adalah ketidakmampuan anak dalam melihat sesuatu dari perspektif orang lain. Kelemahan atau ketidakmampuan untuk melihat situasi dari perspektif anak lain atau orang dewasa lain ini bisa menjadi penyebab suatu kesalahpahaman yang akhirnya menjadi masalah sosial yang cukup besar atau sulit. Sebagian dari masalah sosial muncul

karena ketidakmampuan anak untuk menilai kelayakan atau kepatutan dari sebuah komentar dan kelakuan yang mungkin saja bisa menyakiti perasaan orang lain atau bisa membuat orang lain merasa malu. Dalam hal ini, anak tidak mempunyai maksud untuk menyakiti atau membuat orang lain merasa malu, tapi ketidakmampuannya dalam melihat dari perspektif lain membuat anak tersebut tidak tau akibat dari perkataan atau perbuatannya terhadap orang lain (Betts & Patrick, 2009 : 12).

2.2.6.1Kriteria Autisme

Anak dengan Autisme memiliki kesulitan dalam 3 area yaitu : keterkaitan sosial (social relating), komunikasi (communication), dan tingkah laku dan minat atau perhatian (behaviour and interests). Ada beberapa perilaku atau gejala tertentu yang ditunjukkan oleh anak penderita Autisme.

TABEL 2.1

Kekurangan Dalam Interaksi Timbal-balik Sosial

Gejala Contoh Gejala

Kesulitan menggunakan perilaku non-verbal untuk mengatur interaksi sosial Ketidakmampuan untuk menafsirkan ketapatan umur

- Sulit melakukan kontak mata

- Menggunakan sedikit gesture saat berbicara - Mempunyai ekspresi wajah yang tidak biasa

- Kesulitan untuk berdiri atau berada dekat dengan orang lain - Mempunyai kualitas intonasi atau suara yang berbeda - Mempunyai sedikit atau bahkan tidak punya teman

- Memiliki hubungan hanya dengan orang yang usianya jauh lebih tua atau jauh lebih muda, atau hanya dengan anggota keluarganya

- Hubungan didasari oleh ketertarikan akan suatu hal khusus - Kesulitan berinteraksi dalam sebuah group dan tidak bisa

mengikuti aturan sebuah permainan.

Sedikit berbagi mengenai kesenangan, pencapaian, atau ketertarikan dengan orang lain

- Menikmati aktivitas favorit, menonton tv, bermain sendiri, tanpa mencoba untuk melibatkan orang lain

- Tidak mencoba menarik perhatian orang lain untuk mengikuti aktivitasnya, ketertarikannya atau pencapain/ keberhasilannya.

- Tidak memiliki ketertarikan akan reaksi atau pujian dari orang lain.

Kurangnya timbal balik sosial atau pun

emosional

- Tidak merespon orang lain ; “terlihat tuli”

- Tidak peka akan kehadiran orang lain; “tidak sadar” akan kehadiran orang lain

- Sangat suka menyendiri

- Tidak memperhatikan atau menyadari saat orang lain terluka atau kesal; tidak menawarkan kenyamanan Sumber : Ozonoff, Dawson, & McPartland, 2002 : 27

TABEL 2.2