Permasalahan Pengelolaan Air Limbah Yang Dihadapi
7.3.2.3 Kondisi Eksisting Drainase Permukiman Kota Bontang A.Kondisi eksisting Pengembangan Drainase
Kondisi umum pembangunan drainase di Indonesia dapat diuraikan secara garis besar adalah sebagai berikut :
1.
Proporsi rumah tangga yang telah terlayani saluran drainase denan kondisi baik/mengalir lancar mencapai 52,83%.2.
Proporsi rumah tangga dengan kondisi saluran drainase mengalir lambat atau tergenang mencapai 14,49%.3.
Proporsi rumah tangga yang tidak memiliki saluran drainase 32,68%.a. Aspek Teknis
Tinjauan kondisi drainase studi di wilayah studi merupakan bagian dari proses penyusunan RPI2JM untuk komponen drainase. Dengan mengetahui kondisi sistem drainase makro maupun mikro yang ada di wilayah studi, maka akan dapat didefinisikan indikasi permasalahan yang ada secara lebih detail dan komprehensif, untuk selanjutnya dapat dirumuskan rencana penanganan yang sesuai dengan kondisi lapangan.
1. Drainase Makro
Sistem drainase induk yang ada di Kota Bontang adalah sistem drainase alam, yaitu suatu sitem yang menggunakan sungai dan anak sungai sebagai sistem primer penerima air buangan dari saluran–saluran sekunder dan tersier yang ada. Keseluruhan sistem tersebut berfungsi untuk menyalurkan air hujan dan limbah rumah tangga. Sebagian dari saluran drainase sekunder yang ada juga menggunakan saluran irigasi sebagai saluran pembuangannya. Pada dasarnya terdapat 3 (sungai) sungai utama sebagai badan penerima air. Sungai utama dimaksud adalah Sungai Bontang, Sungai Guntung dan Sungai Nyerakat.
2. Drainase Mikro
Disamping sungai–sungai tersebut di atas, terdapat juga saluran – saluran pembuang dari pusat–pusat daerah tangkapan di dalam kota atau wilayah permukiman ke sungai dan atau anak sungai yang dikategorikan sebagai saluran sekunder atau primer. Drainase mikro berupa saluran – saluran pembuang dari suatu kawasan, dimana sistem yang ada masih menjadi satu antara pembuangan air hujan dengan limbah rumah tangga. Pada umumnya saluran drainase yang ada mengikuti alur jalan yang ada dan belum terbagi menurut hirarki sistem aliran maupun sistem blok pelayanan. Dari data yang ada pada Sistem Informasi Basis Data Drainase (SIBD) – Direktorat Jenderal Cipta Karya (DJCK) – Departemen Pekerjaan Umum, panjang drainase mikro di wilayah Kabupaten/Kota sepanjang ± 104 km, yang terdiri dari saluran primer sepanjang ± 34.3 km dan saluran sekunder ± 69.7 km. Type konstruksi saluran yang ada berupa saluran pasangan batu (terbuka dan tertutup), saluran beton serta saluran yang masih berupa galian tanah. Drainase mikro berupa saluran – saluran pembuang dari suatu kawasan, dimana sistem yang ada masih menjadi satu antara pembuangan air hujan dengan limbah rumah tangga. Pada umumnya saluran drainase yang ada mengikuti alur jalan yang ada dan belum terbagi menurut hirarki sistem aliran maupun sistem blok pelayanan.
7-124
Secara umum jaringan drainase yang ada berupa saluran alami dan saluran buatan, baik saluran terbuka atau tertutup, saluran pasangan/beton maupun saluran galian tanah. Saluran drainase yang ada sebagian besar menjadi satu dengan saluran drainase jalan.
3. Drainase Kota
Sistem drainase kota yang ada di kota Bontang saat ini masih banyak yang belum optimal bahkan cenderung berubah fungsi. Drainase jalan yang harusnya hanya berfungsi atau di desain untuk menampung dan mengalirkan limpasan air hujan yang jatuh ke badan jalan tetapi juga berfungsi untuk menampung air buangan selain dari air hujan. Akibatnya kapasitas saluran tersebut tidak cukup sehingga meluap.
Dari segi fisik prasarana yang ada sebagian besar saluran drainase kota berupa saluran dari pasangan batu, namun kondisi saat ini tidak sedikit dari daluran tersebut yang mengalami kerusakan. Sedimentasi di saluran drainase cukup besar baik itu berasal dari material tanah/pasir dan sampah baik organik maupun non organik. Dari hasil pengamatan di lapangan beberapa faktor yang menghambat kurang lancarnya aliran air di sistem drainase Kota Bontang disebabkan oleh:
Kapasitas saluran dan gorong-gorong kurang memadai /besar Kemiringan dasar saluran yang terlalu landai
Pendangkalan saluran akibat sedimen dan juga hambatan aliran oleh sampah tingginya muka air di sungai utama dan anak-anak sungainya saat terjadi banjir ,
menyebabkan aliran dari outlet drainase tidak dapat masuk ke sungai.
Tertutupnya sebagian lubang-lubang drainase jalan akibat proses pengaspalan sehingga menghambat aliran yang akan masuk ke saluran.
Penutupan bagian atas saluran secara permanen dengan sedikit man hole menyulitkan dalam pemeliharaan saluran.
Tabel 7.60
Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase
No. Nama Jalan/ Lokasi Saluran Dimensi Luas Catchm ent Area (Ha) Konstruksi Saluran Kondisi Pengadaan Ket. P ( m ) L (m) T (m) Tahun Sumber Dana Jumlah Biaya 1 Saluran A 69.37 0 2 - 3 4 - 15 2 Saluran B 67.89 3 0,5 -1 0,6 - 1,5 3 Saluran C 39.38 1 0,3 - 0,4 0,25 - 0,5 4. Alur Sungai
Salah satu penyebab banjir wilayah Kota Bontang adalah kurang lancarnya aliran di alur sungai utama yang disebabkan oleh penyempitan atau berkurangnya kapasitas alur sungai (sedimentasi, bangunan yang berada di alur sungai serta kondisi bangunan persilangan yang kurang memadai). Selain kondisi alur sungai juga kondisi beberapa
7-125
lokasi yang sebelumnya merupakan tampungang sementara (retading basin) pada saat ini mengalami pendangkalan atau sudah berubah fungsi menjadi peruntukan lain (misal danau & depresi Kanaan, muara sunagi Guntung). Untuk bangunan persilangan seperti didekat jalan menuju Emplasemen PT. Badak LNG elevasi dasar bangunan persilangan (gorong-gorong) lebih tinggi dari elevasi dasar sungai di tempat tersebut. Yang semula sungai Bontang ditempat tersebut terdiri dari dua alur dengan dibangunnya bangunan persilangan sungai dan pengelakan sungai tersebut maka aliran sungai Bontang terkonsentrasi di satu alur (bagian utara). Hal ini juga terjadi pada bagian muara sungai Guntung dimana sungai Guntung yang semula memiliki hjarak yang relatif pendek sampai kelaut tetapi dengan dielakannya aliran kesudetan yang mempunyai jarak panjang sampai kelaut menyebabkan aliran lebih lambat sampai kelaut. Perubahan alur juga terjadi dengan dibuatnya Terusan Siagian yang tujuannya adalah untuk mengalirkan atau membagi sebagian beban sungai Bontang agar tidak terjadi banjir dibagian hilir. Saat ini kondisi terusan siagian tidak mampu mengalirkan debit yang direncanakan karena berkurangnya kapasitas akibat sedimentasi. Untuk sungai-sungai yang lain pada saat ini kondisinya masih relatif belum terganggu oleh kegiatan perkembangan kota.
5. Bangunan Persilangan
Bangunan persilangan baik berupa jembatan maupun gorong-gorong pada sungai yang tidak mengikuti rencana pengelolaan sungai dapat menghambat laju aliran. Pilar atau pondasi bangunan tersebut akan mepersempit alur yang ada sehingga terjadi pembendungan di lokasi tersebut.
Berdasarkan hasil survei lapangan terhadap beberapa bangunan terutama jembatan dan gorong-gorong yang tidak sesuai dengan kondisi sungai tersebut sehingga mempengaruhi aliran sungai. Seperti jembatan sungai Bontang di Jl. Flores dimana terdapat reruntuhan dinding jembatan yang belum dibersihkan sehingga banyak sampah-sampah yang tertahan di bawah jembatan tersebut, jembatan Jl. Kanaan (sungai Bontang) dimana abutmen jembatan tersebut sudah banyak yang runtuh sehingga nampak tiang pancang yang berupa kayu ulin. Tiang pancang ulin ini sering dipenuhi oleh sampah-sampah yang tersangkut pada pancang ulin tersebut. Selain jembatan yang perlu diperhatikan adalah gorong, mengingat banyak gorong-gorong yang kapasitasnya sudah tidak sesuai lagi dengan debit air yang akan dilawatkan sehingga menimbulkan pembendungan di hulu gorong-gorong tersebut akibatnya air meluap dan menggenangi daerah sekitarnya. Sebagai contoh gorong-gorong saluran drainase di Jl. Kanaan, gorong-gorong-gorong-gorong anak sungai Bontang didekat Perum Disnaker, gorong-gorong sungai Belimbing di Jl. Pupuk Raya dan beberapa gorong-gorong lainnya yang perlu di tindak lanjuti.
6. Daerah Depresi
Kondisi Topografi yang cenderung berbukit dan banyak lembah memungkinkan terjadinya daerah rendah (deperesi) di beberapa tempat. Derah-daerah seperti ini biasanya rawan akan genangan terutama bila tidak didukung oleh sistem drainase yang baik. Di Kota Bontang terdapat beberapa lokasi yang merupakan daerah depresi sebagai contoh depresi Kanaan dan Tanjung Limau. Daerah tersebut selalu mengalami
7-126
genangan baik akibat air hujan, pasang surut dan limpasan air dari daerah yang lebih tinggi dimana air tidak dapat keluar dengan segera karena kelandaian di daerah genangan tersebut sedemikian kecil sehingga kecepatan aliran air juga sangat kecil. Untuk depresi Tanjung Limau perlu penanganan khusus selain sudah padat permukiman penduduk, hampir setiap tahun (musim hujan ) selalu tergenang. Disamping itu sistem drainase di daerah ini belum optimal bahkan malah memberikan kontribusi penyebab terjadinya genangan akibat luapan.
Gambar 7.2
Peta Genangan Banjir Kota Bontang b. Aspek Pendanaan
Pembangunan drainase di Kota Bontang dibiayai melalui APBN, APBD Provinsi, APBD Kota dan swasta lewar CSR perusahaan. Untuk pemeliharaannya dilakukan melalui pendanaan APBD Kota dan partisipasi masyarakat.
c. Aspek Kelambagaan
Pembahasan tentang kelembagaan ini membuat persyaratan–persyaratan dan kemungkinan-kemungkinan kelembagaan bagi implementasi penanganan banjir maupun untuk pengoperasian dan pemeliharaan sistem drainase. Perhatian khusus perlu ditujukan pada dimasukkannya inputan ini ke dalam rencana tata guna lahan secara resmi (yang merupakan alat efektif untuk penyediaan tanah bagi berbagai proyek drainase di masa depan dan juga untuk mencegah timbulnya masalah-masalah drainase di waktu-waktu mendatang) dan untuk pengeluaran ijin-ijin pembangunan.
Di Kota Bontang, organisasi pengelola drainase berada di Dinas Pekerjaan Umum bidang Cipta Karya dan Pengairan. Bidang Pengairan menangani drainase perkotaan secara umumnya dan Bidang Cipta Karya melalui Subbid. Perumahan dan Permukiman hanya menangani drainase lingkungan.
7-127
Gambar 7.19
Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum