7-1
Rencana
Pembangunan
Infrastruktur Bidang
7-2
7.1
SEKTOR PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN (PKP) KOTA
BONTANG
7.1.1
Data Kondisi Eksisting
7.1.1.1 Data Kondisi Eksisting Kawasan Kumuh Kota Bontang
Berdasarkan hasil survey lapangan dan identifikasi dan kajian terhadap SK Nomor 106
Tahun 2015 tentang penetapan lokasi kawasan permukiman kumuh di Kota Bontang,
terdapat 5 (lima) kawasan yang terdapat penyesuaian berdasarkan hasil verifikasi
kawasan kumuh yang ada di Kota Bontang. Adapun kawasan-kawasan kumuh yang terdapat perubahan luasan dan deliniasi adalah sebagai berikut :
1. Kawasan Permukiman Kumuh Tanjung Laut Indah  Kelurahan Tanjung Laut Indah
 Kecamatan Bontang Selatan
 Koordinat 0˚ 7‟ 15” LU dan 117˚ 29‟ 15” BT
 Luas Kawasan yang terverifikasi : dari 12,32 menjadi 27,06 Ha  Merupakan permukiman nelayan di sekitar pelabuhan
 Tipologi kawasan permukiman di atas air, tepi air, dan dataran rendah dengan karakteristik kawasan berada di Sekitar pusat aktivitas pelabuhan
2. Kawasan Permukiman Berbas Pantai  Kelurahan Berbas Pantai
 Kecamatan Bontang Selatan
 Koordinat 0˚ 6‟ 45” LU dan 117˚ 28‟ 45” BT
 Luas Kawasan yang terverifikasi : dari 8,62 menjadi 6,26 Ha (terdapat
penggabungan unit lingkungan RT 22 dengan RT 24)
 Tipologi permukiman di dataran rendah dan tepi air dengan karakteristik kawasan berada di Sekitar pusat kota/kws perkotaan
3. Kawasan Permukiman Gunung Elai 1  Kelurahan Gunung Elai
 Kecamatan Bontang Utara
 Koordinat 0˚ 8‟ 15” LU dan 117˚ 28‟ 0” BT
 Luas Kawasan yang terverifikasi : dari 3,68 Ha menjadi 4,79 Ha (terdapat penggabungan unit lingkungan RT 15, RT 16, dan RT 17)
 Tipologi permukiman di dataran rendah dengan karakteristik kawasan berada
di Sekitar pusat kota/kws perkotaan dan Sekitar permukiman baru 4. Kawasan Permukiman Belimbing
7-3  Kecamatan Bontang Barat
 Koordinat 0˚ 8‟ 30” LU dan 117˚ 27‟ 45” BT
 Luas Kawasan yang terverifikasi : dari 3,01 Ha menjadi 9,79 Ha (terdapat penggabungan unit lingkungan RT 43, RT 44, dan RT 45
 Tipologi kawasan permukiman di dataran rendah dengan karakteristik
permukiman di Sekitar kawasan industri 5. Kawasan Permukiman Tradisional Bontang Kuala
 Kelurahan Bontang Kuala Kecamatan Bontang Utara  Koordinat 0˚ 8‟ 30” LU dan 117˚ 30‟ 15” BT
 Luas Kawasan yang terverifikasi : dari 6,49 menjadi 12,85 Ha (terdapat
penggabungan unit lingkungan RTRT 02, 03, 04, 05, 06, 10, 11 dengan RT 09)  Merupakan permukiman tradisional, cikal bakal munculnya Kota Bontang,
berdiri sekitar tahun 1826 hingga sekarang
 Tipologi kawasan permukiman di atas air dengan karakteristik kawasan berada
di Sekitar pusat kota/kws perkotaan
Secara spatial hasil dokumentasi visual terhadap spot-spot lingkungan permukiman kumuh yang terdapat verifikasi perubahan luasan dan deliniasi, tergambarkan pada rangkaian peta di halaman berikut ini.
7-5
7.1.1.2 Kondisi Kawasan Permukiman di Kota Bontang A. Komponen Pemanfaatan Ruang Permukiman
Kawasan permukiman di Kota Bontang terdiri dari komponen-komponen pemanfaatan
7-6
a. Rumah/bangunan gedung pada umumnya berupa rumah tinggal, bangunan gedung pemerintah/swasta, pondok serta bangunan kandang ayam seluas 1.355,56 hektar
(9,17%), berdasarkan penyebarannya untuk bangunan yang lebih permanen
terdapat di pusat kota, sedangkan untuk bangunan yang semi permanen maupun
bangunan pondok berada di bagian selatan Kota Bontang.
b. Pekarangan seluas 980,64 hektar atau (6,63%), penggunaan tanah ini sangat
spesifik dimana di dalamnya terdapat berbagai penggunaan lahan yang
masing-masing luas penggunaan lahan dibawah minimal unit, sehingga sulit untuk dimasukkan dalam peta, penggunaan lahan dimaksud pada umumnya berupa
kebun campuran, tegalan, ladang dan tanah terbuka, jaringan jalan saluran
drainase/parit maupun sungai.
c. Fasilitas umum dan fasilitas sosial seluas 492,19 hektar (3,33%), penggunaan lahan ini meliputi penggunaan lahan untuk tempat ibadah, pasar, rumah
sakit/puskesmas, sekolahan, lapangan olah raga, kuburan/tanah pemakaman dan
taman kota.
d. Jasa seluas 69,52 atau (0,47%), penggunaan lahan ini berupa areal tanah yang digunakan untuk kegiatan jasa dan industri, seperti kawasan pembuatan batu
bata, industri batako, dan kawasan gudang terbuka.
B. Gambaran Kondisi Permukiman di Atas Air (Permukiman Bontang Kuala)
Pemukiman di atas air seluas 53,94 hektar (0,36%), penggunaan lahan ini pada
umumnya merupakan pemukiman/bangunan rumah di atas air yang penyebarannya
berada di Kelurahan Bontang Kuala, Loktuan, Gunung Elai, Bontang Baru, Bontang
Kuala, Tanjung Laut Indah, Berebas Pantai, dan Bontang Lestari.
Bontang Kuala terletak di bagian timur Kota Bontang dan berhadapan langsung
dengan Selat Makassar. Bontang Kuala merupakan perkampungan diatas laut yang
sebuah daerah wisata yang penghuninya adalah penduduk asli Bontang. Permukiman
ini dihuni kurang lebih sekitar 300 KK yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai nelayan. Bangunan yang ada mayoritas terbuat dari kayu ulin seperti rumah
tinggal, halaman, akses jalan, tempat ibadah, rumah makan, gedung olah raga serta
ruang terbuka yang menjadi pusat berkumpulnya penduduk setempat dan para
7-7
Gambar 7.2 Peta Guna Lahan Permukiman Eksisting Kota Bontang
2.Kawasan Perumahan yang Dikelola oleh Swasta
Kawasan perumahan teratur dan terencana merupakan kawasan yang sesuai
dengan arahan rencana tata ruang yang berlaku, dengan difasilitasi pemberian
ijinya, serta dieksekusi oleh pemerintah itu sendiri maupun oleh pengembang. Kawasan permukiman ini telah dilengkapi dengan fasilitas yang baik dan dirancang
dengan arsitektur yang tertata baik, serta memiliki akses yang cukup mudah ke
sarana dan prasarana yang ada.
Tabel 7.1
Kawasan Perumahan Teratur dan Terencana
No Perumahan Pengelola Lokasi Jumlah Tingkat Hunian
1 Perumahan Bontang
Permai Swasta Kel. Api-api 100
2 Pesona Bukit Sintuk Swasta Kel Belimbing 600 (120) 60%
3 BSD KIE (Bukit Sekatup
Damai) Swasta Kel. Gn Elai 310 75%
4 Pama Persada Swasta Kel. Bontang
Lestari 224(172) 60%
5 HOP PT. Badak (HOP
l,ll,lll) Swasta Kel. Satimpo 281
7-8
No Perumahan Pengelola Lokasi Jumlah Tingkat Hunian
7 KCY (Kaltim Ciptayasa) Swasta Kel. Api-Api 249
Sumber : RP4D Kota Bontang 2006
7.1.1.3 Potensi dan Tantangan Pengembangan Kawasan Permukiman di Kota Bontang
Rumusan pokok permasalahan dalam pembangunan perumahan dan permukiman di
Kota Bontang terdapat tiga hal yakni permasalahan yang mendesak untuk ditangani, permasalahan yang perlu diantisipasi, dan permasalahan kelembagaan dan tata
laksana pembangunan perumahan dan permukiman. Untuk penjabaran lebih lanjut
adalah sebagai berikut :
Tabel 7.2
Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kota Bontang
No Permasalahan Pengembangan Permukiman Tantangan Pengembangan Alternatif solusi
1 Aspek Teknis
a) Kepemilikan lahan
b)Pendataan perumahan masih belum optimal
a. Status kepemilikan lahan dan bangunan di wilyah pengembangan
„Kota Baru” di Bontang
Selatan.
a. Perbedaan skala/satuan proses pengumpulandan data antar instansi
a. Perlunya upaya tegas secara normatif dengan
7-9 No Permasalahan Pengembangan
Permukiman Tantangan Pengembangan Alternatif solusi
pembangunan kawasan;
2 Aspek Kelembagaan
a) Belum optimlnya yang telah ada seperti BP4D, Forum Kota, dan lain-lain.
7-10 No Permasalahan Pengembangan
Permukiman Tantangan Pengembangan Alternatif solusi
melalui CSR.
4 Aspek Lingkungan Permukiman f. Degradasi kawasan g. Kebutuhan prasarana
dan sarana umum
a. Spot permukiman kumuh di wilayah kota lama Bontang kumuh warga ada yang letaknya di belakang bangunan besar. c. Pengolahan air limbah
untuk kawasan
permukiman diatas air wilayah pesisir. d. Industri rumah tangga
yang keberadaanya seluruh Kota Bontang terutama pada kawasan dan sarana umum (PSU), seperti air minum, menjadi salah satu solusi melalui upaya
7-11 No Permasalahan Pengembangan
Permukiman Tantangan Pengembangan Alternatif solusi
baiaya.
Analisisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman A. Analisis Permasalahan
Terjadi kecenderungan naiknya angka kebutuhan perumahan di Bontang, ini
disebabkan oleh karena :
a. Menurunnya kualitas perumahan akibat rendahnya tingkat perawatan sehingga
banyak rumah yang tergolong tidak lagi layak huni,
b. Naiknya kebutuhan perumahan di wilayah perkotaan Kota Bontang sebagai akibat
dari pesatnya pertumbuhan penduduk karena faktor pengaruh migrasi disamping
angka kelahiran yang cukup besar dan juga tidak terlepas dari keberadaan 2 (dua) buah perusahaan berskala nasional di Kota Bontang yaitu PT. Pupuk Kalimantan
Timur Tbk. Dan PT. Badak NGL yang membuat terjadinya kecenderungan naiknya
kebutuhan rumah sewa di Kota Bontang, dimana hal itu disebabkan oleh :
1. Daya beli masyarakat yang kurang sanggup terhadap rumah yang berstatus hak milik,
2. Naiknya jumlah pendatang sementara,
3. Bagi masyarakat kelas atas, meningkatnya pertimbangan kepraktisan
pengelolaan dan kemudahan akses. Kedepan penyediaan perumahan terbanyak tetap dilayani oleh developer. Penyediaan perumahan oleh pemerintah dalam
bentuk publik/hearing bagi kelas paling bawah akan ada sebagai bentuk
penyelamatan.
Permasalahan lainnya adalah ketersediaan rumah terbatas backlog kebutuhan rumah 20%. Sedangkan tiap tahun kebutuhan akan rumah layak terus
bertambahnya sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Permasalahan backlog
kebutuhan rumah akan terus bertambah besar jika tidak pengembangan
perumahan tidak dilakukan. Berdasarkan gap analisis berikut akan terlihat kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan rumah akan semakin besar jika
tidak melakukan pengembangan perumahan lima tahun ke depan. Gap analisis
mengasumsikan pertumbuhan rumah sejalan dengan pertumbuhan KK (0,90%).
Permasalahan pengembangan perumahan juga terkendala adanya keterbatasan lahan di Kota Bontang. Sebagaimana diketahui, bahwa wilayah daratan Kota
Bontang hanya sekitar 29% dari luasan adiministarasi keseluruhan kota, atau
7-12
1. Kawasan Hutan Lindung dan Taman nasional Kutai (TNK) seluas ± 5.950 Ha 2. Area PT. Badak LNG seluas ± 1.572 Ha
3. Area PT. Pupuk kaltim seluas ± 2.010 Ha
4. Sisa lahan yang dapat dikembangkan hanya seluas 5.248 ha.
Terkait dengan adanya keterbatasan lahan, sebagai akibat perkembangan penduduk di Kota Bontang yang terus bertambah terutama penduduk migran maka
tentunya kebutuhan perumahan pun terus bertambah. Sebagai akibatnya
kurangnya dukungan sumberdaya ekonomi yang kuat masyarakat dalam membeli lahan, maka yang terjadi adalah intervensi area kawasan hutan lindung sebagai
area permukiman ilegal. Sebagai arahan penanganan kedepan diharapkan ada
zoning regulation pengembangan dalam pemanfaatan lahan permukiman.
Berkembangnya kawasan perkotaan di wilayah Kota Bontang menuntut tersedianya lahan khususnya permukiman sebagai komponen guna lahan kota
dengan proporsi terbesar. Kurangnya mekanisme kontrol memungkinkan
pengembangan lahan-lahan permukiman mengintervensi kawasan-kawasan dengan
fungsi lindung. Kondisi ini perlu diantisipasi melalui regulasi dan kontrol serta pengendalian yang ketat, dengan menegaskan bahwa kawasan lindung tidak boleh
diintervensi dengan penggunaan lahan apapun termasuk permukiman.
Seiring perkembangan perekonomian Kota Bontang, sektor produksi perikanan laut
pun tengah digalakan oleh Pemerintah Kota Bontang. Bersamaan dengan itu, kondisi permukiman pesisir, khususnya perkampungan nelayan, mengalami
degradasi lingkungan akibat semakin padatnya perumahan, bercampurnya
kegiatan produksi hasil perikanan laut, serta buruknya pemahaman akan
pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.
Banyak hal yang terkait dengan keberadaan kantong – kantong kawasan kumuh di Kota Bontang. Pada dasarnya yang utama adalah kurangnya dukungan PSD
Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman. Hal ini juga ditambah dengan tingkat
perekonomian masyarakat yang tergolong lemah dan minimnya skill yang dimiliki sehingga berdampak sangat kompleks bagi penyebab berkembangnya kantong –
kantong kawasan kumuh di Kota Bontang.
Dengan adanya kantong–kantong kawasan kumuh maka permasalahan perumahan dan permukiman yang mendesak adalah keberadaan spot permukiman kumuh di
wilayah kota lama Bontang (Kecamatan Bontang Utara) yang terdiri dari beberapa
Kelurahan, khususnya di Kelurahan-Kelurahan pesisir yaitu:
1. Kelurahan Berbas Pantai
7-13 3. Kelurahan Loktuan
4. Kelurahan Tanjung Laut Indah
Wilayah-wilayah tersebut, khususnya Berbas Pantai, memiliki tingkat kepadatan
penduduk yang tinggi, begitu pula dengan jumlah spot permukiman kumuh yang
berhasil diidentifikasi oleh Pemkot Bontang sendiri. Kekumuhan terkait dengan kehidupan warganya yang sebagian besar sebagai Nelayan, dimana akibat
kenaikan harga BBM maka semakin banyak nelayan yang tidak dapat melaut,
sehingga kesulitan ekonomi keluarga nelayan semakin besar, dan prioritas mereka lebih kepada bagaimana bertahan hidup ketimbang menjaga lingkungan
permukiman mereka.
Permasalahan permukiman kumuh juga diakibatkan sebagai dampak
berkembangnya industri yang polutif terutama di kawasan padat permukiman dan kawasan pesisir. Pada beberapa kawasan padat di Kota Bontang, berdasarkan
informasi dari Dinas koperasi dan Pengembangan Usaha Kecil, terdapat beberapa
kegiatan industri rumah tangga polutif (misal industri tahu tempe) yang
keberadaannya tidak sesuai dengan fungsi perumahan. Diperlukan upaya pemisahan fungsi yang jelas antara fungsi perumahan dengan fungsi industri
rumah tangga polutif. Upaya merelokasi industri rumah tangga polutif menjadi
salah satu solusi melalui upaya pengembangan kawasan perumahan berbasis
industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan dan sarana dan prasarana pengolahan limbah industri.
Selain itu, dibeberapa lokasi yang lebih kedalam ke arah pusat kota, khususnya di
kawasan Berbas Tengah dan Tanjung Laut, terdapat permukiman kumuh warga
yang letaknya ”tersembunyi” di belakang bangunan-bangunan besar perumahan maupun pertokoan, dan agak menjorok kedalam dalam suatu perkampungan
tengah kota. Kondisi ini juga dikarenakan minimnya dukungan Prasarana dan
Sarana Dasar Permukiman terutama air bersih, sanitasi dan sumber daya ekonomi
masyarakat yang masih rendah. Sebagai dampaknya perhatian terhadap keikutsertaan dalam berpartisipasi menjaga kesehatan lingkungan sangat kurang
mendapat perhatian.
Rencana pengembangan fisik Kota Bontang diarahkan ke bagian Selatan Kota, tepatnya ke arah BWK di Kecamatan Bontang Selatan. Namun dalam kenyataannya,
dukungan infrastruktur di kawasan ini masih minim, termasuk belum lengkapnya
masterplan jaringan, terutama jaringan listrik dan air bersih, yang diharapkan
dapat menjadi dasar penyusunan program pengembangan jaringan ke wilayah
7-14
hal yakni terutama masalah pendanaan dalam pengembangan kawasan baru di Bontang Lestari.
Beberapa prasarana permukiman seperti seperti penerangan jalan (PJU), air
minum, pengolahan air limbah, dan lain-lain merupakan masalah tersebdiri di
Kota Bontang. Di beberapa lokasi permukiman, khususnya spot-spot permukiman spontan, penerangan jalan terasa kurang, seperti jalan menuju kawasan
permukiman di Bontang Kuala dan Berbas Pantai. Saluran dan fasilitas pengolahan
air limbah/ tinja juga menjadi prasarana yang perlu segera disediakan, terutama di kawasan permukiman atas air di wilayah pesisir, yang masih banyak
mengandalkan buangan alami, mengakibatkan penumpukkan air limbah yang akan
terlihat pada saat air laut sedang surut. Kondisi ini dapat menimbulkan masalah
kesehatan lingkungan. Sebagai dampak belum optimalnya pemerataan pembangunan di Kawasan Kota Baru, maka hal ini berdampak pada tingkat
lambannya perkembangan daerah ini. Sebagai antisipasi kedepan maka dalam hal
ini Pemerintah Daerah Kota Bontang terus menggalakkan upaya percepatan
pengembangan dan pembangunan pada Kawasan Kota Baru.
Permasalahan perkembangan kawasan permukiman pada sempadan sungai
merupakan salah satu fenomena yang menunjukkan persaingan dalam penggunaan
lahan yang bersifat intervensi pada kawasan sempadan sungai. Kondisi ini sebagai
akibat para penduduk kurang dapat menjangkau haga beli tanah pada kawasan perkotaan sehingga mereka lebih memilih untuk memanfaatkan lahan pada
kawasan sempadan sungai.
Untuk permasalah kelembagaan perumahan dan permukiman di Kota Bontang yang
dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
 Kurang dimanfaatkannya organisasi/kelembagaan yang telah ada seperti BP4D,
Forum Kota, dan lain-lain.
 Perlunya pembentukan Badan Pengelola (BP) Kasiba seiring dengan upaya
pengembangan Kasiba Bontang Lestari yang sedang berjalan.
 Pengelolaan perumahan yang dikembangkan oleh swasta (resmi) kerap
dilakukan oleh developer/pengembang kawasan tersebut. Namun demikian,
ada beberapa lokasi yang badan pengelolanya tidak aktif lagi, terutama setelah rumah-rumah dalam kawasan tersebut laku terjual (habis) dan aktivitas di
lingkungan permukimannya berjalan lancar, walaupun sesungguhnya developer
selalu memiliki tanggung jawab untuk menjalankan pelayanan pengelolaan
perumahan. Akibatnya di beberapa lokasi perumahan, pengelolaan dilakukan
7-15 Tabel 7.3
Alternatif Pemecahan Permasalahan PSD Perumahan dan Permukiman
No Permasalahan Alternatif Pemecahan
1 Lingkungan kumuh a)Penyediaan dukungan PSD perumahan dan permukiman; b)Relokasi kawasan jika hal ini dimungkinkan;
c)Penyediaan perumahan bagi nelayan (RUSUNAWA); d)Dapat dialakukan penataan dan peremajaan kawasan. 2 Minimnya PSD
permukiman
a)Perlunya penyediaan PSD perumahan dan permukiman; b)Proritas pada kawasan pengembangan baru mengingat
adanya keterbatasan dana APBD Kota;
c)Perlunya prioritasi program pembangunan PSD dengan kebutuhan mendesak yang perlu ditangani.
3 Berkembanya indutri polutif pada kawasan padat kumuh
a)Perlunya pembekalan ketrampilan bagi para penduduk setempat teruatam pada pengembangan sektor ekonomi hasil tangkapan laut nelayan;
b)Pemindahan kawasan indutsri berbasis aglomerasi dengan dukungan fasilitas dan utiltas yang memadahi; c)Sosialisasi dan pelibatan masyarakat secara penuh. 4 Intervensi kawasan
permukiman pada kawasan lindung
a)Perlunya upaya tegas secara normatif dengan pemberlakuan PERDA tata ruang;
b)Relokasi kawasan permukiman dengan ganti untung pada penduduk;
c)Penyiapan lahan untuk relokasi kawasan permukiman. 5 Kepemilikan lahan a)Pembebasan lahan pada kawasan pengembangan baru;
b)Pendekatan persuasif kepada masyarakat seiring dengan adanya upaya pengembangan pembangunan kawasan; c)Sosialisasi kebijakan-kebijakan terkait dengan
pengembangan kawasan pembangunan . 6 Pendataan perumahan
masih belum optimal
a)Pengembangan sistem informasi data base secara komputerisasi;
b)Pembentukan kelembagaan sistem informasi data base pengembangan perumahan dan permukiman;
c)Kemitraan dalam pengembangan sistem informasi pengembangan perumahan dan permukiman. 7 Intervensi kawasan
permukiman di sempadan sungai
a)Perlunya upaya tegas secara normatif dengan pemberlakuan PERDA;
b)Pemasangan patok kawasan yang dikuatkan dengan PERDA kawasan sempadan sungai;
c)Relokasi kawasan permukiman dengan ganti untung pada penduduk;
d)Penyiapan lahan untuk relokasi kawasan permukiman; e)Pembebasan lahan pada kawasan sempadan sungai. 8 Belum optimlnya
kelembagaan dalam pengembangan perumahan dan permukiman
a)Perlunya pembentukan Badan Pengelola (BP) Kasiba seiring dengan upaya pengembangan Kasiba Bontang Lestari yang sedang berjalan;
7-16
No Permasalahan Alternatif Pemecahan
perundang-undangan. Sumber : Hasil Kajian
Terkait dengan permasalahan kelembagaan perumahan dan permukiman di Kota
Bontang maka diperlukan adanya upaya–upaya penguatan kelembagaan, program kemitraan dan pelibatan peran aktif masyarakat dalam program – program pengembagan pembangunan. Dengan adanya upaya ini diharapkan pembangunan
dapat lebih terarah dan sesuai dengan kebutuhan.
7.1.1.4 Pemetaan dan Evaluasi Program-program yang Telah Dilaksanakan di Kota Bontang Terkait dengan Pembangunan Kawasan Permukiman
1.Pembangunan Kasiba di Kota Bontang
Berbagai rencana pembangunan maupun upaya pengembangan fisik
kawasan-kawasan fungsional di sekitar Kasiba menjadi salah satu faktor pengaruh bagi upaya pengembangan Kasiba selanjutnya. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah:  Kegiatan Pengembangan :
- Gedung DPRD dan kompleks pemerintahan kota (kawasan pusat
pemerintahan baru Kota Bontang), ± 4 km di Utara Kasiba
- Perumahan PT.PAMA (sebagian telah dihuni) ± 4,5 km di Utara Kasiba  Kegiatan Pembangunan :
- Kawasan pendidikan STITEK, ±2,5 km di Utara Kasiba
- Stadion Olahraga Bontang (untuk PON 2008), ±1 km di Timur Kasiba
- Kawasan Perikanan Terpadu ± 4 km di Utara Kasiba
- Sekolah Pelayaran Kota Bontang ± 5 km di Utara Kasiba
- TPA Kota Bontang ± 5,5 km di Utara Kasiba
Prasarana & Sarana di sekitar Kasiba belum berkembang, mengingat luasan dan
sebaran kawasan terbangun di wilayah Kelurahan Bontang Lestari yang belum
cukup banyak / besar luasannya.
Jaringan pipa air bersih (PDAM) belum mencapai wilayah ini, sehingga penduduk di permukiman-permukiman yang ada lebih banyak mengandalkan sumur bor sendiri.
Namun demikian, guna mengantisipasi perkembangan wilayah, khususnya
berkaitan dengan upaya pembangunan Kawasan Pusat Pemerintahan baru, Pemkot
Bontang dibantu oleh Ditjen Cipta Karya - Departemen PU telah membuat sumur uji produksi dengan kedalaman ±250 m yang terletak di wilayah sekitar Kawasan
7-17
Untuk kebutuhan listrik di kawasan-kawasan terbangun sekitar Kasiba Bontang Lestari, jaringan listrik kota (PLN) yang berasal dari pembangkit listrik Kota
Bontang belum tersambung. Hal ini menyebabkan kawasan-kawasan terbangun,
khususnya permukiman baru yang dikembangkan oleh Developer, mengandalkan
Generator-Set sendiri yang bertenaga Solar dan didistribusikan ke rumah-rumah melalui jaringan listrik internal di dalam kompleks perumahan tersebut (contoh:
Perum BPI– PT.PAMA), sementara rumah-rumah penduduk yang tinggal di dusun sekitar Kelurahan Bontang Lestari umumnya belum terlayani oleh listrik.
Adapun infrastruktur pendukung yaitu :  Sistem Jaringan Jalan Eksisting
Jaringan jalan yang telah ada di dalam Kasiba merupakan jalan poros utama
Kasiba dengan ROW 22m. Selain jalan poros tersebut, yang telah dikembangkan
adalah jalan utama didalam perumahan KORPRI – Tahap I berupa jalan lingkungan dengan ROW 18m dan 12m.
 Infrastruktur & Utilitas Pendukung Kawasan
Infrastruktur yang telah tersedia antara lain jaringan listrik di dalam
perumahan KORPRI – I, yang terhubung pada sekitar 200 rumah yang telah dibangun, dengan sumber pembangkit energi listrik berupa generator-set yang
dikhususkan bagi kebutuhan perumahan KORPRI – I saja.
Kawasan pengembangan baru / kota baru Bontang diperkirakan akan berkembang
dalam 10 tahun, dengan masa pembangunan kawasan adalah 5 tahun, untuk kemudian dalam 5 tahun selanjutnya akan berkembang secara normal. Salah satu
demand rumah yang akan dipenuhi oleh Kasiba, berdasarkan arahan pembangunan
wilayah yang dijelaskan oleh Pemkot Bontang, adalah perumahan PNS Pemkot
Bontang, terkait dengan rencana pemindahan pusat pemerintahan kota ke wilayah Pusat Pemerintahan Baru di Kelurahan Bontang Lestari.
Proyeksi jumlah penduduk yang akan menghuni Kasiba adalah sekitar ± 12.000
jiwa (3.000 keluarga) yang berasal dari pegawai pemerintahan (PNS) yang
diperkirakan pindah ke Kasiba ditambah dengan akibat berganda (multiplier effects) dengan asumsi 30% dari jumlah pegawai pemerintahan setelah Kasiba
selesai dibangun (tahun ke-5).
Kedua faktor penghuni Kasiba ini (pegawai pemerintahan dan multiplier effect-nya) kemudian diproyeksikan hingga tahun ke-10 dengan pertumbuhan penduduk
7% (sumber: RDTR Kota Bontang). Kebutuhan rumah yang akan ditimbulkan oleh
7-18
sekitar 3.000 unit rumah (asumsi: 1 keluarga menempati 1 rumah) sebagai pembulatan dari 2.939.
2.Pembangunan Lisiba Kelurahan Bontang Lestari - Kota Bontang
Pertimbangan penetapan Lingkungan Siap bangun atau Lisiba sebagaimana dirinci
dalam Rencana Tapak/Blok Peruntukan RTR Kasiba Bontang Lestari didasarkan
pada kesesuaian dengan rencana distribusi kepadatan penduduk yang pada akhirnya akan menunjukkan tipikal/jenis rumah yang akan dikembangkan dalam
suatu lingkungan, serta terkait dengan pertimbangan keruangan dan faktor
pentahapan pembangunan yang juga merupakan masukan dari Pemerintah Kota
Bontang sendiri. Dengan alasan tersebut, terdapat 4 kelompok Lisiba yang dibedakan berdasarkan karakteristik berikut :
 Lisiba 1 – disediakan bagi pengembangan rumah kecil / RSH dengan type 36/200 serta Rusunawa type 21, yang lebih banyak diperuntukkan bagi golongan
masyarakat berpenghasilan menengah kebawah, khususnya dari pegawai negeri
sipil (PNS) Kota Bontang.
 Lisiba 2 – disediakan bagi pengembangan rumah menengah dengan type 72/400 yang merupakan tahapan lanjutan dari pengembangan Kasiba berdasarkan
demand kebutuhan rumah di Kota Bontang
 Lisiba 3 – merupakan pengembangan lanjut terhadap perumahan Korpri Bontang tahap pertama dengan jenis rumah kecil / RSH type 36/200.
 Lisiba 4 – disiapkan untuk pengembangan lebih jauh guna pemenuhan kebutuhan perumahan baru dalam skala rumah besar type 120/600.
Selanjutnya, masing-masing Lisiba dikembangkan kedalam blok-blok peruntukan yang lebih detil sebagaimana telah dijelaskan dalam Dokumen RTR Kasiba Bontang
Lestari. Dalam konteks pengembangan kawasan prioritas, maka setiap Lisiba dan
blok peruntukan di dalamnya akan dibahas sesuai dengan tahapan
pembangunannya.
Penentuan kawasan priroitas didasarkan pada skala prioritas kepentingan
pembangunan yang dijabarkan kedalam strategi pentahapan. Sesuai dengan
jangka waktu perencanaan yang mencapai 5 tahun rencana, maka tahapan
prioritas penanganan lingkungan dalam Kasiba Bontang Lestari akan dikembangkan kedalam 5 tahap pengembangan.
Adapun untuk kebutuhan PSD di Kawasan Kasiba dan Lisiba di Kota Bontang secara
7-19 Tabel 7.4
Kebutuhan PSD Kasiba dan Lisiba Bontang Lestari
No Kebutuhan Komponen Keterangan
1 Kebutuhan rumah
Jumlah unit rumah yang dibutuhkan
Jumlah kebutuhan rumah diperkirakan mencapai 3000 unit sampai dengan tahun proyeksi 2016 dengan pertumbuhan penduduk sekitar 7% Asusmsi kebutuhan rumah, bahwa 1 keluarga menempati 1 unit rumah 2 Pembangunan jalan di kawasan kasiba lisiba adalah kebutuhan pengembangan jaringan jalan kolektor sekunder, lokal sekunder dan lokal primer.
3 Hidran Umum Kebutuhan
pemenuhan hidran umum
Hidran ditempatkan pada lokasi yang memiliki kepadatan yang tinggi, di pusat- pusat kegiatan, dengan jarak 100 - 200 m, untuk daerah lainnya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi setempat.
Lokasi hidran dekat jalan besar atau persimpangan jalan yang mudah dicapai.
4 Jaringan air limbah
Pengelolaan air limbah skala kota
Diperlukan pengembangan IPAL skala Kota 1 unit di Bontang Lestari 5 Jaringan
drainase
Pengembangan jaringan drainase
Sistem pengembangan jaringan drainase terbuka dan jaringan drainase tertutup
6 Persampahan Pengembangan
pengelolaan sistem persampahan
Di Bontang Lestari diperlukan
pengembangan Transfer Depo untuk 1 Kelurahan berjumlah 1 unit. pada kawasan ini juga sudah dikembangkan TPA Bontang Lestari dengan sistem sanitary landfill.
7 Air bersih Pengembangan
alternatif dalam penyediaan air bersih
7-20
No Kebutuhan Komponen Keterangan
70m dan debit 1 ltr/dtk. Untuk itu, diperlukan adanya pembangunan reservoir guna menampung dan mengontrol debit aliran air bersih ke fungsi-fungsi kegiatan di dalam Kasiba.
3.Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman
a. Jalan Lingkungan
Untuk jalan lingkungan di kawasan permukiman yang ada di Kota Bontang
hampir sebagian besar berupa jalan semen, aspal dan kayu ulin. Untuk jalan-jalan lingkungan pelaksanaan pembangunan melalui Dinas Pekerjaan Umum
Bidang Cipta Karya dan melalui Program Prolita yang dilaksanakan oleh
Kelurahan-Kelurahan. Untuk kegiatan pengembangan jaringan jalan adalah
pembuatan jalan baru, semenisasi gang lingkungan dan pembuatan serta perbaikan jalan kayu ulin khususnya di kawasan permukiman pesisir.
b. Saluran Air Hujan/ Drainase
Sistem drainase di kawasan permukiman yang ada di kota Bontang saat ini masih banyak yang belum optimal bahkan cenderung berubah fungsi. Drainase
jalan yang harusnya hanya berfungsi atau di desain untuk menampung dan
mengalirkan limpasan air hujan yang jatuh ke badan jalan tetapi juga berfungsi
untuk menampung air buangan selain dari air hujan. Akibatnya kapasitas saluran tersebut tidak cukup sehingga meluap.
Dari segi fisik prasarana yang ada sebagian besar saluran drainase kota berupa
saluran dari pasangan batu, namun kondisi saat ini tidak sedikit dari daluran
tersebut yang mengalami kerusakan. Sedimentasi di saluran drainase cukup besar baik itu berasal dari material tanah/pasir dan sampah baik organik
maupun non organik. Dari hasil pengamatan di lapangan beberapa faktor yang
menghambat kurang lancarnya aliran air di sistem drainase Kota Bontang
disebabkan oleh :
 Kapasitas saluran dan gorong-gorong kurang memadai /besar.  Kemiringan dasar saluran yang terlalu landai.
 Pendangkalan saluran akibat sedimen dan juga hambatan aliran oleh sampah.  Tingginya muka air di sungai utama dan anak-anak sungainya saat terjadi
banjir, menyebabkan aliran dari outlet drainase tidak dapat masuk ke sungai.  Tertutupnya sebagian lubang-lubang drainase jalan akibat proses
7-21
 Penutupan bagian atas saluran secara permanen dengan sedikit man hole menyulitkan dalam pemeliharaan saluran.
c. Prasarana Air Minum
Sarana dan prasarana penyediaan dan pengelolaan air minum di kawasan
permukiman Kota Bontang sebagian besar sudah menggunakan air perpipaan, baik dari PDAM maupun swasta. Namun masih ada juga masyarakat Kota Bontang
menggunakan air bersih dengan mengambil dari air hujan dan air bawah tanah
(sumur dangkal) yang mana air hujan atau air bawah tanah yang dikonsumsi untuk dijadikan air minum tidak dapat dijamin tingkat kesehatannya.
Wilayah yang terdiri dari pulau-pulau terkecil dan keadaan topografinya,
menjadikan penduduk sulit untuk mendapatkan air bersih, sehingga diperlukan
instalasi penampungan air hujan (PAH) atau diperlukan terminal air yang
disuplay melalui kapal air untuk wilayah pesisir dan mobil tangki untuk wilayah darat.
Secara umum untuk prasarana air bersih di kawasan permukiman sudah
sebagian besar dilayani oleh jaringan PDAM. Untuk jumlah pemakai SR
sebanyak 129.600 jiwa atau 21.600 SR dengan pemakai persambungan adalah 6 jiwa dan jumlah pemakai HU sebanyak 5500 dengan jumlah HU terpasang 55
unit dengan pemakai per HU unit adalah 100 jiwa.
Jumlah pemakaian air perhari perorang adalah 180 l/org/hari dengan asumsi satu sambungan untuk 6 orang maka jumlah pemakaian air persambungan
adalah 1.080 l/samb/hari. Untuk pemakaian air domestik dengan jumlah
penduduk pada tahun 2014 sebanyak 159.614 maka jumlah pemakaian air
domestik adalah sebesar 28.730.520 l/hari.
Sumber air baku yang dimanfaatkan adalah sumur dalam (deep well). Kondisi
deep well Kota Bontang pada tahun 2014 terdapat 18 unit dengan kondisi 12
unit aktif dan 6 unit tidak aktif yang tersebar dibeberapa lokasi. Jumlah
kapasitas konstruksi deep well terpasang sebesar 465 l/dt dengan realisasi kapasitas deep well sebesar 302,02 l/dt.
d. Prasarana Air Limbah
Untuk kebutuhan sanitasi masyarakat Kota Bontang belum memiliki sanitasi
terpusat, akan tetapi pada beberapa Kelurahan sudah memiliki IPAL Kawasan dan sanitasi komunal dengan sistem MCK Plus Biogester (SANIMAS). Jumlah IPAL
Kawasan yang telah terbangun sebanyak 4 unit yaitu di Kelurahan Bontang
Kuala, Berbas Pantai, Guntung dan Loktuan. Jumlah total pengguna SANIMAS
7-22
atau 56 KK. Sedangkan jumlah total pengguna SANIMAS di Indah adalah 436 jiwa termasuk orang dewasa dan anak-anak atau 108 KK. Sisanya menggunanan
MCK atau langsung dibuang ke sungai serta di bibir pantai. Limbah cair industri
(dari industri besar maupun kecil) masih sering dibuang ke lingkungan tanpa
pengolahan. Pelayanan pengurasan tanki septik atau cubluk biasanya dilakukan oleh oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan dengan truk tinja atau secara
manual. Biasanya lumpur dari tangki septik/cubluk rumah tangga (RT) baru
disedot kalau fasilitasnya sudah buntu.
Untuk prasarana penampungan air kotor/tinja, sebagian besar sudah ditunjang
dengan tangki septik, baik individu maupun komunal, walaupun masih ada yang
menggunakan sungai, dan lubang tanah, sesuai dengan ketersediaan sarana
yang ada.
Pengelolaan air limbah dapat dijabarkan kedalam jenis fasilitas pembuangan
tinja serta prasarana penampungan akhir kotoran (tinja). Di Kota Bontang,
sebagian besar rumah tangga telah memiliki fasilitas MCK individu (kloset leher
angsa), walaupun masih ada yang belum terlayani fasilitas kloset sehingga pembuangan dilakukan melalui fasilitas milik bangunan non-perumahan (masjid,
langgar, dll) maupun melalui drainase alami yang ada di sekitarnya (misal:
sungai).
Pada umumnya masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir untuk keperluan BAB-nya masih ada yang dilakukan dibibir-bibir pantai. Hal ini dikarenakan
kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan dan kurangnya
memperhatikan kesehatan. Kondisi ini juga dipengaruhi kurangnya dukungan
PSD di kawasan permukiman khususnya di kawasan padat kumuh dan kawasan kumuh pesisir.
e. Prasarana Persampahan
Pelaksanaan pengumpulan sampah dari wadah sampah ke TPS dilaksanakan
oleh penghasil sampah. Masyarakat penghasil sampah memindahkan sampah yang dihasilkannya ke suatu tempat yang berfungsi sebagai TPS, dapat berupa
peralatan terbuka, bak sampah, atau kontainer.
Untuk pola penanganan lainnya terkait persampahan di kawasan permukiman, pelaksanaan pengumpulan sampah dari wadah sampah dilaksanakan oleh
petugas kebersihan (petugas kantor Kebersihan) dan secara langsung
dipindahkan ke dalam truk pengangkut sampah. Pola individu langsung ini
dilaksanakan pada daerah-daerah permukiman teratur dan permukiman
7-23 7.1.2 Sasaran Program
Kegiatan pengembangan permukian terdiri dari pengembangan permukiman
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman
kawasan perkotaan terdiri dari :
1. Infrastruktur kawasan permukiman kumuh;
2. Infrastruktur permukiman RSH yang meningkat kualitasnya;
3. Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya.
Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:
1. Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/
Minapolitan);
2. Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana;
3. Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil;
4. Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW);
5. Infrastruktur perdesaan PPIP;
6. Infrastruktur perdesaan RIS PNPM.
Selain kegiatan fisik di atas, program/kegiatan pengembangan permukiman
dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan SPPIP dan RPKPP atau review
bilamana diperlukan.
7.1.3 Usulan Kebutuhan Program
7.2
SEKTOR PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (PBL)
KOTA BONTANG
7.2.1
Data Kondisi Perda Bangunan Gedung dan NSPK Lainnya di Kota
Bontang
Untuk tahun 2013 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL adalah
dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa peningkatan
kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan melalui program
P2KP/PNP adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota yang telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2013 adalah
sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan
Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota dengan
7-24 Tabel 7.5
Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati Terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan
No
Perda/Pergub/Perwal/Perbup/Peraturan Lainnya
Amanat Jenis
Produk Pengatuara
n
Nomor &
Tahun Perihal
1 Peraturan Daerah
3 Tahun 2011 Bangunan Gedung
 Persyaratan tata bangunan untuk suatu kawasan ditetapkan dalam Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL) yang diatur dalam Perwali.
2 Peraturan Daerah
11 Tahun 2012 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bontang Tahun 2012-2032
 Pembagian zonasi dalam kawasan perumahan disusun dalam Rencana Detail Tata Ruang dan/atau Peraturan Zonasi didasarkan pada klasifikasi kepadatan rendang, sedang dan tinggi.
 Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan perumahan ditujukan menyediakan lahan untuk pengembangan hunian dengan kepadatan dan tipe yang bervariasi untuk mewujudkan lingkungan hunian yang sehat, nyaman, selamat, aman dan asri sesuai dengan ragam kepadatan dan tipe hunian yang dikembangkan
7-25
Tabel 7.6
Penataan Lingkungan Permukiman Kota Bontang
Kawasan
Tradisional/Bersejarah RTH Pemenuhan SPM Penanganan Kebakaran
Nama Kawasan
Dukungan Infrastruktur
CK
Lokasi/Nama RTH
RTH Publik
RTH Privat
Ketersediaa
n IMB % IMB HSBGN Instansi Prasrana Kebakaran
Kelurahan Bontang Kuala
Masjid Tua Bontang Kuala
RTH
Pekarangan
- 28,87 Tersedia 100% Tersedia Dinas
Kebersiha n
Pertaman
an dan
PMK
Sarana:
Kendaraan Operasional (mobil pemadam), peralatan teknik operasional, Kelengkapan Personal,dll
Prasarana :
Pasokan air utk pemadam kebakaran
Tabung pemadam
Bangunan pos pemadam RTH Taman
dan Hutan Kota
1.391,11 -
RTH Jalur
Hijau Jalan - -
RTH Fungsi
7-26
Untuk kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara di Kota Bontang dapat digambarkan kondisi eksistingnya seperti tabel berikut
Tabel 7.7
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Fungsi Bangunan Uraian/ Lokasi
Perdagangan dan Jasa Pasar Tradisional, pusat perbelanjaan dan toserba yang terdapat pada 4 lokasi, yaitu pasar Telihan Bontang Barat, Pasar Rawa Indah Kel. Tj. Laut Indah dan Pasar Loktuan di Kec. Bontang Utara. Secara umum fasilitas perdagangan dan jasa menyebar diwilayah kota Bontang yakni di Kecamatan Bontang Selatan, Bontang Barat dan Bontang Utara.
7-27
Fungsi Bangunan Uraian/ Lokasi
Pemukiman Jenis permukiman di Kota Bontang meliputi permukiman
nelayan, permukiman secara umum, dan permukiman berupa kompleks.
Permukiman nelayan berada di kawasan pesisr kota Bontang. Pada umumnya permukiman ini muncul secara spontan terkait dengan adanya kegiatan masyarakat sebagai nelayan.
Perumahan secara umum pada umumnya terdapat dua macam yakni perumahan tidak terencana akan tetapi teratur dan perumahan terencana dan teratur. Perumahan ini tersebar dihampir seluruh wilayah kecamatan Kota Bontang. pe
Umahan ini bersifat permanen, semi permanen dan non permanen.
Perumahan jenis kompleks yakni bersifat perumahan teratur dan terencana yang dikembangkan oleh pihak pemerintah dan swasta. Perumahan ini terutama di kawasan PT. Badak LNG dan PT. PKT. Perumahan lainnya adalah perumahan untuk pegawai pemerintahan (PNS) yang pada saat ini lebih dikembangkan ke arah Kelurahan Bontang Lestari. Perumahan ini berupa perumahan BTN dan Real Estate.
Perumahan Pengelola Lokasi Perumahan Bontang Permai Swasta Kel. Api-api Pesona Bukit Sintuk Swasta Kel Belimbing BSD KIE (Bukit Sekatup
Damai Swasta Kel. Gn Elai
Pama Persada Swasta Kel. Bontang Lestari HOP PT. Badak (HOP l,ll,lll) Swasta Kel. Satimpo HOP PT. Badak (HOP Vl) Swasta Kel. Gn Elai KCY (Kaltim Ciptayasa) Swasta Kel. Api-Api
Disnaker Swasta Kel. Telihan
Korpri l Swasta Kel. Bontang Lestari Korpri ll Swasta Kel. Bontang Lestari
Rudal Swasta Kel. Gn. Elai
Polres Swasta Kel. Gn. Elai
STM Negeri Swasta Kel. Gn. Elai Lembah Asri Swasta Kel. Kayu Mas KPR-BTN PKT Swasta Kel. Gn. Elai
Indominco Swasta Kel. Telihan
7-28
Fungsi Bangunan Uraian/ Lokasi
Pendidikan Bangunan fasilitas pendidikan tersebar di seluruh wilayah Kota Bontang baik itu sekolah swasta maupun sekolah negeri dengan jenjang TK, SD, SMP, SMA dan PT.
Kecamatan Sekolah SD Negeri Sekolah SD Swasta
Bontang Selatan 14 14
Bontang Utara 11 9
Bontang Barat 4 6
Kecamatan Sekolah SMP Negeri Sekolah SMP
Swasta
Bontang Selatan 2 1
Bontang Utara 2 8
Bontang Barat 12 5
Kecamatan Sekolah SMA Negeri Sekolah SMA
Swasta
Bontang Selatan 1 3
Bontang Utara 1 3
Bontang Barat 7 2
Untuk perguruan tinggi berupa Kampus STITEK dan pendidikan kesehatan (AKPER) Akademi Keperawatan dan Kesehatan.
Perkantoran Untuk pusat pemerintahan (Kantor Walikota) terdapat di
Kelurahan Bontang Lestari Kecamatan Bontang Selatan. Selain Kantor Walikota juga terdapat Kantor DPRD dan Dinas-Dinas dalam 1 lokasi. Untuk perkantoran yang terkait dengan pelayanan langsung kepada masyarakat baik Kelurahan, Kecamatan dan kantor pelayanan lainnya lokasi tersebar di wilayah Kota Bontang.
Kesehatan Bangunan fasilitas kesehatan ini tersebar di wilayah
Kecamatan Kota Bontang yakni berupa fasilitas Rumah Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan dan Puskesmas Pembantu.
Kecamatan Rumah
Sakit Puskesmas Pustu
Balai Pengobatan Bontang
Selatan 1 3 - 1
Bontang
Utara 2 2 2 2
Bontang
Barat 2 1 - 1
Bangunan Tradisional
Bersejarah
7-29
Fungsi Bangunan Uraian/ Lokasi
Bangunan Peribadatan Secara umum bangunan peribadatan tersebar di seluruh wilayah Kota Bontang. Secara historis masjid Bontang Kuala yang termasuk didalam wilayah Kecamatan Bontang Utara adalah masjid tertua di Kota Bontang.
Kecamatan Mesjid Gereja Katholik
Gereja
Protestan Pure Vihara Bontang
Selatan 41 1 12 -
-
Bontang
Utara 49 3 14 1
-
Bontang
Barat 17 1 23 -
-
Untuk kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kota Bontang dapat digambarkan kondisi eksistingnya seperti tabel berikut :
Tabel 7.8
Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
No. Kecamatan Kegiatan PNPM Mandiri Kegiatan lainnya
1. Bontang Selatan Semenisasi jalan, rehab rumah, pembangunan hidran umum, pembangunan drainase,
pembangunan turap, pembuatan sumur, pengurugan dan semenisasi dermaga
Aladin
2. Bontang Utara Rehab posyandu, pembangunan
gorong-gorong, semenisasi jalan, pembangunan drainase,
pembuatan jalan kayu, pembuatan sumur, pengadaan gerobak sampah
Aladin
3. Bontang Barat Pembangunan drainase, semenisasi
jalan, rehab rumah
Aladin
7.2.3
Potensi dan Tantangan Pengembangan Sektor PBL Kota BontangDalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain :
Penataan Lingkungan Permukiman:
 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;
 Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan
 permukiman;
 Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
7-30
yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
 Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
 Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;
 Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
 Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
 Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;
 Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
 Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;  Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga.
Kapasitas Kelembagaan Daerah:
 Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalampembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasukpengawasan;
 Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
 Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.
Dari kondisi yang ada pada penataan bangunan gedung dan lingkungan di Kota Bontang, maka dapat diidentifikasi masalah yang terjadi sebagai berikut :
 Belum tertanya bangunan dan lingkungan yang sesuai dengan RTBL dikarenakan tidak semua kawasan mempunyai produk acuan RTBL;
 Belum sepenuhnya produk yang terkait dengan penataan ruang dapat dilaksanakan sepenuhnya sebagai dampak dari penyimpangan fungsi lahan dan bangunan yang tidak sesuai dengan aturan tata ruang yang berlaku;
 Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan kebakaran terutama untuk bangunan-bangunan komersial;
 Penurunan citra kawasan disebabkan oleh permukiman kumuh yang masih belum sepenuhnya tertangani;
 Belum optimalnya pengelolaan, penataan dan pelestarian bangunan tradisonal/ bersejarah;
7-31
 Belum tertibnya sarana reklame, belum terkelolanya sarana parkir;
 Keterlibatan masyarakat proses perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan masih dirasa belum optimal;
 Belum terakomodasinya perda yang mengatur tata bangunan gedung dan lingkungan;
 Belum adanya institusi dan tim ahli bangunan gedung yang bertugas dalam pembinaan penataan bangunan dan lingkungan;
 Belum optimalnya pelaksanaan kegiatan pendataan bangunan gedung di Kota Bontang;
 Belum optimalnya penerbitan sertifikasi laik fungsi bangunan gedung secara keseluruhan di Kota Bontang;
 Belum adanya penyusunan manajemen pencegahan bahaya kebakaran untuk bangunan gedung secara keseluruhan di Kota Bontang;
 Belum optimalnya kegiatan pelaksanaan pemeriksaan secara berkala terhadap prasarana dan sarana penanggulangan bahaya kebakaran;
 Di Kota Bontang belum dilengkapi sarana dan prasarana bagi penyandang cacat. Berdasarkan kondisi yang ada maka dari sektor tata ruang, bangunan dan lingkungan tersebut maka permasalahan yang dihadapi dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Permasalahan dan Tantangan di Bidang Bangunan Gedung
Masih lemahnya penegakkan aturan sehingga masih terjadi penyimpangan fungsi lahan dan bangunan yang tidak sesuai dengan aturan tata ruang yang berlaku, sehingga memerlukan penyesuaian.
Letak bangunan yang semakin padat dan bentuk bangunan yang semakin bervariatif seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kawasan aglomerasi Kota Bontang sering menyulitkan penanggulangan terhadap bencana kebakaran. 2. Permasalahan dan Tantangan di Bidang Penataan Lingkungan
Banyaknya permukiman penduduk yang tergolong kumuh dapat menyebabkan penurunan citra kawasan daerah sebagai kawasan wisata dan budaya. Permukiman kumuh tersebut memiliki keterbatasan sarana parasarana untuk berkembang menjadi permukiman sehat.
Sarana lingkungan hijau berupa ruang terbuka hijau dan taman jalan belum tersedia dengan baik sehingga belum dilakukan penataan dan pemeliharaan terhadap ruang terbuka hijau dan taman jalan ini. Selain itu pula banyaknya alih fungsi ruang terbuka hijau akibat pembangunan gedung yang tidak terencana semakin menurunkan kuantitas dan kulaitas sarana lingkungan tersebut.
Belum terkelolanya sarana parkir, reklame dan bis transmisi system (BTS) menjadikan sarana-sarana tersebut memiliki dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan di wilayah perkotaan.
Keberadaan Usaha Pedagang Kaki Lima di ruang-ruang publik yang tidak tertib ikut memberikan dampak negatif terhadap citra lingkungan yang serasi dan selaras.
7.2.4 Analisis Kebutuhan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
Setelah mengetahui beberapa permasalahan di atas selanjutnya dilakukan analisis permasalahan dengan kerangka fikir analisis yaitu :
7-32 2. Mengetahui urgensitas permasalahan
3. Menawarkan solusi alternatif pemecahan masalah (rekomendasi)
Dari tiga aspek permasalahan di atas maka dapat dianalisis penyebab permasalahan sebagai berikut :
1. Permasalahan di Bidang Bangunan Gedung a. Tata Bangunan Gedung
Permasalahan yang muncul pada penataan bangunan yang tidak tertib karena belum memiliki Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) yang lengkap terutama pada kawasan-kawasan perkotaan. Salah satu bentuk ketidak tertiban ini adalah munculnya overlapping pada fungsi lahan di perkotaan. Di sisi yang lain permasalahan kota terus berkembang dan semakin kompleks sehingga menuntut adanya penataan baik pada bangunan maupun lingkungan kota. Pertumbuhan Kota Bontang sangat cepat, sehingga menuntut penataan kawasan yang serasi melalui perencanaan tata bangunan dan lingkungan. Di samping itu adanya penataan bangunan dan lingkungan secara baik dan terkendali dapat mengurangi konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang kota, misalnya penggunaan untuk usaha-usaha informal.
b. Proteksi Kebakaran
Sebagaian besar acuan pengaturan keselamatan bangunan gedung dari proteksi bahaya kebakaran belum banyak dilakukan. Hal ini dikarenakan berbagai faktor diantaranya masih lemahnya pengawasan dan kurang ditegakkan aturan yang berlaku. Hampir secara keseluruhan untuk bangunan-bangunan perkantoran dan perdagangan jasa belum mengakomodasi sistem proteksi kebakaran.
c. Penegakan Aturan
Belum sepenuhnya produk yang terkait dengan penataan ruang dapat dilaksanakan sepenuhnya sebagai dampak dari penyimpangan fungsi lahan dan bangunan yang tidak sesuai dengan aturan tata ruang yang berlaku. Salah satu fakta yang ada, pembangunan perkantoran pemerintahan lebih didahulukan dari pada pembuatan dan penerbitan IMB terlebih dahulu. Selain dari pada itu, lemahnya pengawasan dan pengontrolan sehingga terdapat bangunan-bangunan liar yang kurang tertib dan cenderung menyalahi tata fungsi pemanfaatan kawasan. Dilain sisi selama ini untuk aturan penegakan aturan tata bangunan gedung dan lingkungan belum dibuatkan dalam perda sehingg sangat rawan terhadap penyimpangan-penyimpangan pemanfaatan kawasan pengembangan. Untuk fasilitas bangunan yang ada di Kota Bontang secara keseluruhan belum mengakomodasi bagi penyandang cacat. Kondisi ini mengingat belum adanya tata aturan yang membawahi persoalan peyediaan fasilitas bagi penyandang cacata terutama pada fasilitas-fasilitas pelayanan publik.
d. Pendataan Bangunan
7-33
sistem informasi data base tata bangunan gedung dan lingkungan di Kota Bontang. Hal ini sebagai upaya aintisipasi dalam kegiatan perencanaan kedepan agar lebih mudah dalam menginvemtarisasi data kondisi eksisting.
2. Permasalahan di bidang penataan lingkungan a. Permukiman Kumuh dan Nelayan
Permukiman kumuh merupakan fenomena yang sering muncul di daerah perkotaan. Di daerah perkotaan, kondisi ini tidak lepas dari ketidakseimbangan pendapatan perekonomian masyarakat kota dan desa sehingga memunculkan arus perpindahan penduduk dari desa ke kota. Perpindahan ini tidak diimbangi dengan penataan ruang perkotaan yang baik dan peningkatan sumberdaya manusia yang terampil. Hal ini mendukung munculnya daerah-daerah kumuh perkotaan. Sedangkan di daerah kawasan pinggiran kota Bontang, faktor kemiskinan dan ketidakpahaman masyarakat terhadap pola hidup sehat memicu munculnya kawasan permukiman kumuh dan tidak layak huni khususnya pada kawasan pesisir laut di Kota Bontang. Bila dianalisis maka kemiskinan ini disebabkan beberapa faktor yaitu:
 Kurangnya kebutuhan dasar  Tidak mempunyai usaha produktif  Tidak mempunyai keterampilan  Tidak mempunyai modal
 Kurangnya pendidikan/ rendanya kualitas SDM b. Penataan Bangunan Tradisional Bersejarah
Berbagai bangunan tradisonal bersejarah (Rumah Tua Bontang Kuala) menjadi objek wisata budaya yang merupakan peninggalan sejarah. Permasalahan yang sering dihadapi di daerah-daerah tersebut adalah menurunnya kualitas dan citra daerah wisata dikarenakan pembangunan bangunan-bangunan baru permanen maupun tidak permanen akibat penataan ruang tidak terkendali. Munculnya bangunan-bangunan perdagangan dan jasa membuat kawasan tersebut menjadi tidak teratur dan cenderung kumuh sehingga menghilankan nuansa budayanya. Di sisi lain penataan ruang parkir menjadi problem penting mengingat kawasan tersebut banyak dikunjungi oleh wisatawan
c. Ruang Terbuka Hijau dan Taman Jalan
Saat ini telah terjadi penurunan kuantitas dan kualitas ruang terbuka kota yang diakibatkan perubahan fungsi lahan sehingga membutuhkan penanganan yang cepat terhadap pengadaan dan penataan ruang terbuka kota demi meningkatnya citra kawasan kota. Ini juga disebabkan karena belum adanya sistem pengendalian pemanfaatan ruang terbuka kota, tata bangunan dan lingkungan. Keberadaan ruang terbuka kota sangat dibutuhkan karena mempunyai fungsi :
1. Media dan sarana sosial, misalnya sebagai ruang berkumpulnya individu-individu masyarakat untuk kegiatan-kegiatan informal
2. Estetika, yaitu menambah keindahan dan keasrian kota.
3. Lingkungan, yaitu mengurangi dampak polusi kota, pemanasan bumi serta daerah resapan kota.
7-34
khususnya taman jalan. Akibatnya beberapa sarana lingkungan jalan seperti taman sebagai pendukung fungsi jalan tidak terfungsikan secara baik. Dengan adanya pengadaan taman jalan yang terdiri pohon-pohon pelindung dan sarana taman lainnya dapat membantu memberikan fungsi :
1. Lingkungan, yaitu menyerap polusi udara jalan dan mengurangi panas bumi 2. Estetika, yaitu menciptakan suasana indah dan asri/sejuk ruang dan dapat
meningkatkan citra kawasan
3. Kenyamanan pengguna jalan, yaitu peneduhan.
Untuk pemeliharaan taman jalan sampai saat belum dimiliki tenaga operasional yang handal di bidang perawatan taman jalan beserta sarana pendukung operasionalnya menyebabkan sarara lingkungan jalan yang telah ada mudah rusak dan tidak terawat.
d. Sarana Parkir, Reklame dan Bangunan Telepon Selular (BTS)
Sarana reklame, seperti papan iklan, baliho, spandulk dll, merupakan salah satu sarana yang sangat diperlukan oleh masyarakat untuk memberikan dan memperoleh informasi Sampai saat ini sarana tersebut belum tertata secara baik. Dalam melakukan pengadaan maupun penataan sarana reklame pada ruang publik diperlukan masterplan sarana reklame. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kebutuhan dan lokasi penempatan sarana reklame. Di samping itu dampak adanya aglomerasi dan perkembangan kawasan pusat kota serta pengembangan kawasan baru kota di Kota Bontang menuntut keterpaduan dari berbagai aspek, diantaranya adalah sarana reklame. Sering penempatan sarana reklame tidak tertata atau tertib dengan asal menempatkan sesuai dengan keinginan sponsor, akibatnya sarana reklame ini sering mengganggu pengguna jalan dan dalam jangka panjang dapat menurunkan kualitas ruang kota.
Di sisi lain terbatasnya ruang publik untuk lokasi sarana reklame mengurangi tingkat kenyamanan masyarakat untuk memberikan atau mendapatkan informasi yang berkualitas. Selain itu informasi yang diharapkan tidak tersampaikan secara baik kepada masyarakat dikarenakan posisi atau lokasi sarana reklame yang tidak strategis dam mudah terbaca oleh masyarakat. Keterbatasan ruang publik untuk lokasi sarana reklame juga berakibat munculnya sarana reklame ilegal dan menyajikan informasi yang tidak berkualitas. Dengan demikian diperlukan penataan sarana reklame di ruang publik kota.
Selain sarana reklame persoalan parkir juga perlu menjadi perhatian karena selalu menjadi keluhan bagi pengguna jalan dan parkir itu sendiri. Sampai saat ini penempatan parkir yang berada di kawasan perdagangan masih banyak menggunakan ruang publik yaitu trotoar dan badan jalan. Ini tentu saja berdampak kepada fungsi jalan sebagai sarana sirkulasi yang tidak berjalan baik e. Pedagang Kaki Lima (PKL)
7-35
PKL yang tidak rapi dan cenderung kumuh sering ditinggalkan oleh PKL setelah bekerja. Kondisi bangunan yang tidak fleksibel dan sangat mengganggu/memenuhi ruang publik menyebabkan bangunan usaha PKL tidak dapat ditata dengan baik. PKL membutuhkan bangunan usaha yang lebih fleksibel dan ramah lingkungan. Penggunaan ruang publik oleh PKL ini karena tidak tersedianya lahan-lahan untuk usaha informal seperti PKL dan bentuk bangunan usaha PKL yang tidak fleksibel. Akhirnyat PKL cenderung tidak tertib dan mengeksploitasi ruang publik. Sehingga dibutuhkan penertiban PKL pada semua aspek.
Dengan alasan untuk mendekati konsumennya PKL sering menempatkan usahanya di sepanjang Jalan Protokol Kota sehingga menghilangkan citra kawasan dan mengganggu pemandangan ketertiban jalan-jalan tersebut terutama bila ada kunjungan tamu pemerintahan atau wisatawan.dan hal ini melanggar Perda Jalan.
3. Analisis Indeks Kenyamanan Lingkungan
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Kepadatan Penduduk jiwa/km2 924 945 967 990 1,013 1,038 Indeks Kenyamanan Lingkungan IKL 108.23% 105.82% 103.41% 101.01% 98.72% 96.34%
Tahun Satuan
Uraian
95.00% 97.00% 99.00% 101.00% 103.00% 105.00% 107.00% 109.00% 111.00%
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
IK
L
Indeks Kenyaman Lingkungan
Gambar 7.3
Degradasi Indeks Kenyamanan Lingkungan Tanpa Upaya Penataan Bangunan dan Lingkungan
Indeks kenyamanan lingkungan digunakan untuk mengukur tingkat kenyaman lingkungan. Indeks kenyamanan lingkungan diasumsikan berkorelasi dengan tingkat kepadatan penduduk. Indeks keyamaan lingkungan adalah perbandingan antara kepadatan peduduk ideal (1000 jiwa/km2) dengan kepadatan penduduk. Sehingga seiring pertambahan penduduk indeks kenyamanan angka semakin kecil jika tidak melakukan upaya-upaya penataan lingkungan. Berikut gap analisis indeks kenyaman lingkungan Kota Bontang yang terus menurun jika tidak ada upaya-upaya perbaikan penataan lingkungan.
7-36
1. Untuk menangani permasalahan penataan bangunan gedung maka diperlukan penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan bagi daerah yang belum memilikinya.
2. Untuk menegakkan hukum pada sektor penataan bangunan gedung perlu dilakukan legalisasi rencana tata bangunan dan lingkungan yang telah disusun. 3. Perlu ada sosialisasi RTBL yang telah disusun kepada masyarakat secara umum.
Dalam hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat megetahui dan sadar akan tanggung jawab dan dapat berpastipasi dalam proses pembangunan kota.
4. Perlu ada langkah-langkah penguatan fungsi kelembagaan dalam penegakan hukum di bidang penataan bangunan dan lingkungan.
5. Untuk menanggulangi bencana kebakaran perlu penyusunan manajemen Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
6. Perlu adanya institusi dan tim ahli bangunan gedung yang bertugas dalam pembinaan penataan bangunan dan lingkungan.
7. Perlu adanya kegiatan pelaksanaan pemeriksaan secara berkala terhadap prasarana dan sarana penanggulangan bahaya kebakaran dan bangunan gedung serta permukiman secara umum.
b. Penataan Lingkungan
1. Mengingat belum optimalnya dalam pengelolaan kawasan bersejarah di kawasan Bontang Kuala Kota Bontang maka diperlukan upaya penataan dan perencanaan PSD pada kawasan tersebut. Hal ini perlu dilakukan khususnya pada bangunan fisik sejarah dan bangunan PSD permukiman dan PSD pendukung kawasan wisata.
2. Menyikapi persoalan adanya spot-spot kawasan kumuh nelayan mala perlu untuk meningkatkan kualitas pemukiman penduduk di kawasan kumuh dan nelayan dengan dilakukan penataan dan peningkatan sarana prasarana dan penyedian dukungan PSD.
3. Mengingat belum terkelolanya RTH kota maka diperlukan upaya perencanaan penataan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau dan taman Jalan. Halm ini dimaksudkan sebagai antisipasi perkembangan pembangunan kota agar RTH dapat tersedia dengan baik guna mengimbangi kawasan terbangun fisik kota. Selain itu RTH juga dapat berfungsi sebagai kawasan resapan air yang nantinya akan dapat membantu baik dalam bidang pengendalian banjir kota, membantu dalam mengantisipasi kerawasan air dalam penyediaan air bersih kota serta sebagai area open space publik.
4. Khusus untuk penataan dan pengelolaan parkir selama ini belum banyak dilakukan di Kota Bontang. Sehingga kedepannya pelu direncanakan pengelolaan dan penataan parkir yang diharapkan dari sini akan tercapai pengeloaan dan penataan parkir secara optimal. Disamping itu kedepannya dapat dijadikan sebagai alternatif dalam meningkatkan tingkat PAD Kota Bontang.
7-37
6. Mengingat adanya persaingan operator telepon seluler dalam menjangkau pelayanan, maka diperlukan upaya pengaturan dan pengketatan perijinan pemasangan BTS sebagai antisipasi penataan ruang kota dan wilayah secara umum.
7. Mengingat belum optimlnya penataan kawasan PKL di Kota Bontang, maka diperlukan upaya penataan PKL baik pada kawasan sentara perdagangan dan jasa ya ng telah dialokasikan maupun pada kawasan-kawasan strategis kota seperti pada kawasan jalan-jalan utama, persimpangan dan pada areal terbuka umum.
Tabel 7.9
SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No. Jenis Pelayanan Dasar
Standard Pelayanan
Minimal PencapaiaWaktu n
Kebutuhan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No Uraian Sat Kebutuhan Ket
2015 2016 2017 2018 2019
I Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
1 Ruang Terbuka Hijau (RTH) m2
6 Pelatihan Teknis Tenaga Pendata HSBGN
Lapora
7-38
No Uraian Sat Kebutuhan Ket
2015 2016 2017 2018 2019
II Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
1 Bangunan Fungsi
Hunian Unit
2 Bangunan Fungsi Keagamaan Unit
3 Bangunan Fungsi Usaha Unit
4 Bangunan Fungsi Sosial Budaya Unit
5 Bangunan Fungsi
Khusus Unit
6 Bintek Pembangunan Gedung Negara
Lapora
n 1 1 1 1 1
III Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
1 P2KP Paket 1 1 1 1 1
6.2.3 Kesiapan Daerah Terhadap Kriteria Kesiapan (Redlines Criteria)
Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.
Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) adalah :
 Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung Kriteria Khusus :
a. Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan Gedung;
b. Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG.
 Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas. Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas :
a. Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan
b. Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM Pronangkis-nya;
c. Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;
d. Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; e. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
 Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL) Kriteria Lokasi :