• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1511216584BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB VII RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1511216584BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VII

RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA

Pada bab ini akan mengulas tentang rencana pembangunan infrastruktur cipta karya yang

terpadu di Kabupaten Tabalong Provisi Kalimantan Selatan.

7.1. Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman

7.1.1. Arahan Kebijakan Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman

Arahan kebijakan sector pengembangan permukiman merupakan amanat yang telah

ditetapkan dalam kebijakan nasional untuk penyediaan dan pemenuhan permukiman penduduk

yang layak dan sehat, sebagaimana yang tertuang didalam peraturan perundangan yang telah

ditetapkan, yaitu :

1) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

Misi pembangunan nasional yang terkait dengan pembangunan dan pengembangan

permukiman dalam RPJMN Tahun 2007 adalah Terwujudnya pembangunan yang lebih

merata dan berkeadilan, ditandai oleh hal-hal sebagai berikut :

a) Terpenuhi kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

pendukungnya bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem

pembiayaan perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien, dan

akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh.

b) Terwujudnya lingkungan perkotaan dan perdesaan yang sesuai dengan

kehidupan yang baik, berkelanjutan, serta mampu memberikan nilai tambah bagi

masyarakat.

Sementara itu arahan pembangunan nasional sesuai dengan misi pembangunan nasional

Terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah :

a) Pengembangan wilayah diselenggarakan dengan memerhatikan potensi dan

peluang keunggulan sumberdaya darat dan/atau laut di setiap wilayah, serta

memerhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan daya dukung lingkungan.

Tujuan utama pengembangan wilayah adalah peningkatan kualitas hidup dan

kesejahteraan masyarakat serta pemerataannya.

b) Pelaksanaan pengembangan wilayah tersebut dilakukan secara terencana dan

terintegrasi dengan semua rencana pembangunan sektor dan bidang. Rencana

pembangunan dijabarkan dan disinkronisasikan ke dalam rencana tata ruang

(2)

c) Percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat

tumbuh didorong sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di

sekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis,

tanpa mempertimbangkan batas wilayah administrasi, tetapi lebih ditekankan

pada pertimbangan keterkaitan mata rantai proses industri dan distribusi. Upaya

itu dapat dilakukan melalui pengembangan produk unggulan daerah, serta

mendorong terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan kerja sama

antar sektor, antar pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam mendukung

peluang berusaha dan investasi di daerah.

d) Keberpihakan pemerintah ditingkatkan untuk mengembangkan wilayah wilayah

tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan

berkembang secara lebih cepat dan dapat mengurangi ketertinggalan

pembangunannya dengan daerah lain. Pendekatan pembangunan yang perlu

dilakukan, selain dengan pemberdayaan masyarakat secara langsung melalui

skema pemberian dana alokasi khusus, termasuk jaminan pelayanan publik dan

keperintisan, perlu pula dilakukan dilakukan penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi dengan wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis dalam satu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’.

e) Wilayah-wilayah perbatasan dikembangkan dengan mengubah arah kebijakan

pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi

outward looking sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas

ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan

yang dilakukan, selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga

diperlukan pendekatan kesejahteraan. Perhatian khusus diarahkan bagi

pengembangan pulau pulau kecil di perbatasan yang selama ini luput dari

perhatian.

f) Pembangunan kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil

diseimbangkan pertumbuhannya dengan mengacu pada sistem pembangunan

perkotaan nasional. Upaya itu diperlukan untuk mencegah terjadinya

pertumbuhan fisik kota yang tidak terkendali (urban sprawl & conurbation),

seperti yang terjadi di wilayah pantura Pulau Jawa, serta untuk mengendalikan

arus migrasi masuk langsung dari desa ke kota-kota besar dan metropolitan,

dengan cara menciptakan kesempatan kerja, termasuk peluang usaha, di

kota-kota menengah dan kecil, terutama di luar Pulau Jawa. Oleh karena itu, perlu

dilakukan peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi sejak tahap awal.

g) Pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan dikendalikan dalam suatu sistem

(3)

pengelolaan, serta mempertimbangkan pembangunan yang berkelanjutan

melalui :

1) Penerapan manajemen perkotaan yang meliputi optimasi dan pengendalian

pemanfaatan ruang serta pengamanan zona penyangga di sekitar kota inti

dengan penegakan hukum yang tegas dan adil, serta peningkatan peran

dan fungsi kota-kota menengah dan kecil di sekitar kota inti agar kota-kota

tersebut tidak hanya berfungsi sebagai kota tempat tinggal (dormitory town)

saja, tetapi juga menjadi kota mandiri;

2) Pengembangan kegiatan ekonomi kota yang ramah lingkungan seperti

industri jasa keuangan, perbankan, asuransi, dan industri telematika serta

peningkatan kemampuan keuangan daerah perkotaan; dan

3) Revitalisasi kawasan kota yang meliputi pengembalian fungsi kawasan

melalui pembangunan kembali kawasan; peningkatan kualitas lingkungan

fisik, sosial, budaya; serta penataan kembali pelayanan fasilitas publik,

terutama pengembangan sistem transportasi masal yang terintegrasi

antarmoda.

h) Peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan kegiatan

ekonomi di wilayah perdesaan didorong secara sinergis (hasil produksi wilayah

perdesaan merupakan backward linkages dari kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan) dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’. Peningkatan keterkaitan tersebut memerlukan adanya perluasan dan diversifikasi aktivitas

ekonomi dan perdagangan (nonpertanian) dipedesaan yang terkait dengan pasar

di perkotaan.

i) Pembangunan perdesaan didorong melalui pengembangan agroindustri padat

pekerja, terutama bagi kawasan yang berbasiskan pertanian dan kelautan;

peningkatan kapasitas sumber daya manusia di perdesaan khususnya dalam

pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya; pengembangan jaringan

infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan perdesaan dan kota-kota

kecil terdekat dalam upaya menciptakan keterkaitan fisik, sosial dan ekonomi

yang saling komplementer dan saling menguntungkan; peningkatan akses

informasi dan pemasaran, lembaga keuangan, kesempatan kerja, dan teknologi;

pengembangan social capital dan human capital yang belum tergali potensinya

sehingga kawasan perdesaan tidak semata-mata mengandalkan sumber daya

alam saja; intervensi harga dan kebijakan perdagangan yang berpihak ke produk

pertanian, terutama terhadap harga dan upah.

j) Rencana tata ruang digunakan sebagai acuan kebijakan spasial bagi

(4)

ruang dapat sinergis, serasi, dan berkelanjutan. Rencana Tata Ruang Wilayah

disusun secara hierarki. Dalam rangka mengoptimalkan penataan ruang perlu

ditingkatkan (a) kompetensi sumber daya manusia dan kelembagaan di bidang

penataan ruang, (b) kualitas rencana tata ruang, dan (c) efektivitas penerapan

dan penegakan hukum dalam perencanaan, pemanfaatan, maupun

pengendalian pemanfaatan ruang.

k) Peningkatan kerja sama antardaerah akan terus ditingkatkan dalam rangka

memanfaatkan keunggulan komparatif maupun kompetitif setiap daerah;

menghilangkan ego pemerintah daerah yang berlebihan; serta menghindari

timbulnya inefisiensi dalam pelayanan publik. Pembangunan kerja sama

antardaerah melalui sistem jejaring antardaerah akan sangat bermanfaat

sebagai sarana berbagi pengalaman, berbagi keuntungan dari kerja sama,

maupun berbagi tanggung jawab pembiayaan secara proporsional, baik dalam

pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana maupun dalam

pembangunan lainnya.

l) Sistem ketahanan pangan diarahkan untuk menjaga ketahanan dan kemandirian

pangan nasional dengan mengembangkan kemampuan produksi dalam negeri

yang didukung kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin

pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup di tingkat rumah tangga, baik dalam

jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang didukung oleh

sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan keragaman lokal.

m) Koperasi yang didorong berkembang luas sesuai kebutuhan menjadi wahana

yang efektif untuk meningkatkan posisi tawar dan efisiensi kolektif para

anggotanya, baik produsen maupun konsumen di berbagai sektor kegiatan

ekonomi sehingga menjadi gerakan ekonomi yang berperan nyata dalam upaya

peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Sementara itu,

pemberdayaan usaha mikro menjadi pilihan strategis untuk meningkatkan

pendapatan kelompok masyarakat berpendapatan rendah dalam rangka

mengurangi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan melalui peningkatan

kapasitas usaha dan ketrampilan pengelolaan usaha serta sekaligus mendorong

adanya kepastian, perlindungan, dan pembinaan usaha.

n) Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan kesejahteraan sosial

juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok

masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan

masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.

o) Pemenuhan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya diarahkan

(5)

 Penyelenggaraan pembangunan perumahan yang berkelanjutan, memadai, layak, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat serta didukung oleh

prasarana dan sarana permukiman yang mencukupi dan berkualitas yang

dikelola secara profesional, kredibel, mandiri, dan efisien;

 Penyelenggaraan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang mandiri mampu membangkitkan potensi pembiayaan

yang berasal dari masyarakat dan pasar modal, menciptakan lapangan

kerja, serta meningkatkan pemerataan dan penyebaran pembangunan; dan

 Pembangunan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan

hidup.

p) Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi

diarahkan pada :

 Peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi;

 Pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat;

 Penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional;

 Penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

q) Penanggulangan kemiskinan diarahkan pada penghormatan, perlindungan, dan

pemenuhan hak-hak dasar rakyat secara bertahap dengan mengutamakan

prinsip kesetaraan dan nondiskriminasi. Sejalan dengan proses demokratisasi,

pemenuhan hak dasar rakyat diarahkan pada peningkatan pemahaman tentang

pentingnya mewujudkan hak-hak dasar rakyat. Kebijakan penanggulangan

kemiskinan juga diarahkan pada peningkatan mutu penyelenggaraan otonomi

daerah sebagai bagian dari upaya pemenuhan hak-hak dasar masyarakat

miskin.

Berdasarkan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian

yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus

meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh

pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

2) Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pasal 3 UU UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

(6)

a) Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan

permukiman;

b) Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk

yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan

permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan

kepentingan, terutama bagi MBR;

c) Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan

perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di

kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan;

d) Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan

dan kawasan permukiman;

e) Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan

f) Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan

yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.

Sementara itu pada pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan

perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c),

penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta

pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh

(butir f).

3) Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

Pada pasal 15 UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun mengamanatkan bahwa

pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan

tanggung jawab pemerintah. Pembangunan rumah susun bertujuan untuk :

a. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan

masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjami kepastian hukum dalam

pemanfaatannya;

b. Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah pekotaan dengan

memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan

pemukiman yang lengkap, serasi,dan seimbang

c. Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan

masyarakat, dengan tetap mengutamakan ketentuan diatas.

4) Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan

yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.Arah kebijakan

(7)

Panjang, demikian juga untuk arah kebijakan penanggulangan kemiskinan daerah berpedoman

pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah.

Strategi percepatan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan :

a. mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin;

b. meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin;

c. mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil;

d. mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.

5) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

Peraturan ini menetapkan target yang harus dicapai dalam bidang pekerjaan umum dan tata

ruang, sementara itu untuk bidang permukiman target yang harus dicapai adalah :

1. Tersedianya jalan yang memudahkan masyarakat perindividu melakukan perjalanan

sebesar 100 % pada tahun 2014

2. Berkurangnya luasan permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10 % pada

tahun 2014.

7.1.2. Kondisi Eksisting

Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh di Kabupaten Tabalong 1. Strategi Pendekatan Penanganan

Meliputi beberapa lokasi pendekatan penanganan, yaitu sebagai berikut :

a). Lokasi 5, dengan kondisi penilaian :

KRITERIA LOKASI 5

VITALITAS NON EKONOMI RENDAH

VITALITAS EKONOMI KAWASAN RENDAH

STATUS KEPEMILIKAN TANAH RENDAH

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA RENDAH

Pendekatan untuk Penanganan Permukiman Kumuh di Lokasi 5, alternatif yang diajukan

mendekati terhadap konsep, yaitu :

GUIDED LAND DEVELOPMENT

VITALITAS NON EKONOMI SEDANG

VITALITAS EKONOMI KAWASAN RENDAH

STATUS KEPEMILIKAN TANAH RENDAH

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA SEDANG KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA SEDANG-RENDAH

MODEL LAND SHARING

VITALITAS NON EKONOMI RENDAH

VITALITAS EKONOMI KAWASAN SEDANG-RENDAH

STATUS KEPEMILIKAN TANAH RENDAH

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA SEDANG-RENDAH KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA TINGGI-SEDANG

(8)

Rekomendasi yang dapat diberikan terhadap Lokasi 5, sebenarnya lebih memerlukan

penanganan prasarana dan sarana. Yang perlu dibenahi terkait penanganan kawasan

pada Lokasi 5, yaitu :

 Disediakannya drainase lingkungan

 Penanganan air limbah

 Peningkatan pelayanan kebersihan dan persampahan

 Perbaikan dan peningkatan kondisi jalan

 Peningkatan penyediaan air bersih

Konsep pendekatan Panduan Pengembangan Lahan (GLD), dengan tetap memberi

tekanan dan arahan untuk melindungi hak penduduk asal untuk tetap tinggal

berdasarkan beberapa ketentuan dengan panduan pengembangan lahan yang akan

disusun.

b). Lokasi 9, dengan kondisi penilaian :

Pendekatan untuk Penanganan Permukiman Kumuh di Lokasi 9, alternatif yang diajukan

mendekati terhadap konsep, yaitu :

PEMBANGUNAN RUSUN

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI-SEDANG STATUS KEPEMILIKAN TANAH TINGGI-SEDANG

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA RENDAH

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA TINGGI-SEDANG

REVIEW RUTR

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI-SEDANG STATUS KEPEMILIKAN TANAH TINGGI-SEDANG

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA RENDAH

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA RENDAH

Rekomendasi yang dapat diberikan terhadap Lokasi 9 sebenarnya lebih memerlukan

pendekatan terhadap pendekatan kualitas bangunan menjadi lebih layak huni,

karakteristik Lokasi 9 merupakan lokasi yang memiliki nilai ekonomis tinggi,

kecenderungannya menjadi lebih kumuh apabila tidak segera ditata cukup

memungkinkan. Tinggi nilai vitalitas ekonomi pada lokasi tersebut, pada suatu ketika

memungkinkan untuk dilakukan review RUTR terhadap peruntukan permukiman menjadi

kawasan perdagangan dan jasa, atau bahkan dapat mulai ditelaah terhadap

KRITERIA LOKASI 9

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI

STATUS KEPEMILIKAN TANAH SEDANG

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA SEDANG

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA RENDAH

(9)

kemungkinan pengembangan Rumah Susun pada Lahan tersebut. Yang perlu dibenahi

terkait penanganan kawasan pada Lokasi 9 yaitu :

 Penertiban bangunan rumah tinggal pada lokasi (terkait aspek legalitasnya), untuk mengurangi kecenderungan pertumbuhan bangunan liar.

 Program perbaikan bangunan rumah tinggal, melalui berbagai sumber pembiayaan baik bertumpu pada kelompok masyarakat, koperasi maupun melalui dukungan

pemerintah kabupaten dan pusat, apabila hasil dari penertiban bangunan memang

merupakan tanah milik sendiri bersertifikat, namun dengan tingkat kemampuan

pembiayaan rumah yang masih rendah.

 Dimungkinkan dilakukannya Resettlement / pemindahan penduduk, dengan risiko memakan waktu dan biaya sosial yang besar. Apabila merupakan bangunan liar atau

tanpa ijin pada tanah illegal.

 Melakukan review terhadap penataan kawasan simpang empat obor sebagai kawasan strategis.

c). Lokasi 10, dengan kondisi penilaian :

KRITERIA LOKASI 10

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI

STATUS KEPEMILIKAN TANAH RENDAH

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA SEDANG

Pendekatan untuk Penanganan Permukiman Kumuh di Lokasi 10, alternatif yang diajukan

mendekati terhadap konsep, yaitu :

COMMUNITY BASED DEVELOPMENT

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN SEDANG

STATUS KEPEMILIKAN TANAH SEDANG-RENDAH KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA SEDANG

MODEL LAND CONSOLIDATION

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI-SEDANG STATUS KEPEMILIKAN TANAH SEDANG-RENDAH KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA TINGGI-SEDANG

Rekomendasi yang dapat diberikan terhadap Lokasi 10 sebenarnya lebih memerlukan

penanganan prasarana sarana dan perbaikan kualitas bangunan rumah tinggal. Namun

kondisi penanganan tersebut dilakukan melalui pemberdayaan masyarakatnya, yaitu

program perbaikan kampung sendiri. Yang perlu dibenahi terkait penanganan kawasan

pada Lokasi 10 yaitu :

(10)

 Kondisi Bangunan dan Lingkungan

 Diperbaikinya kondisi jalan lingkungan, saluran drainase, tingkat pelayanan persampahan dan air limbah,

d). Lokasi 12, dengan kondisi penilaian :

KRITERIA LOKASI 12

VITALITAS NON EKONOMI SEDANG

VITALITAS EKONOMI KAWASAN RENDAH

STATUS KEPEMILIKAN TANAH RENDAH

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA RENDAH

Pendekatan untuk Penanganan Permukiman Kumuh di Lokasi 12, alternatif yang diajukan

mendekati terhadap konsep, yaitu :

GUIDED LAND DEVELOPMENT

VITALITAS NON EKONOMI SEDANG

VITALITAS EKONOMI KAWASAN RENDAH

STATUS KEPEMILIKAN TANAH RENDAH

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA SEDANG KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA SEDANG-RENDAH

Rekomendasi yang dapat diberikan terhadap Lokasi 12 sebenarnya lebih memerlukan

penanganan prasarana dan sarana. Strategi pendekatannya melalui Panduan

Pengembangan Lahan (GLD), yang memberikan penekanan pada penduduk asli untuk

tetap tinggal di lokasi tersebut. Yang perlu dibenahi terkait penanganan kawasan pada

Lokasi 12 yaitu :

 Perbaikan jalan lingkungan

 Penyediaan drainase dan sistem pelayanan air limbah

 Peningkatan pelayanan persampahan

 Perlunya sistem pengendalian terhadap tingkat kepadatan dan kerapatan bangunan

e). Lokasi 13, dengan kondisi penilaian :

KRITERIA LOKASI 13

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN RENDAH

STATUS KEPEMILIKAN TANAH RENDAH

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA RENDAH

PERMUKIMAN BELAKANG JALAN PM. NOOR. DESA PEMBATAAN. L13

(11)

Pendekatan untuk Penanganan Permukiman Kumuh di Lokasi 13, alternatif yang diajukan

mendekati terhadap konsep, yaitu :

COMMUNITY BASED DEVELOPMENT

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN SEDANG

STATUS KEPEMILIKAN TANAH SEDANG-RENDAH KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA SEDANG

Rekomendasi yang dapat diberikan terhadap Lokasi 13 sebenarnya lebih memerlukan

penanganan prasarana sarana dan peningkatan kondisi bangunan dan lingkungan, melalui

program perbaikan kampung sendiri (pembangunan berbasis masyarakat). Yang perlu

dibenahi terkait penanganan kawasan pada Lokasi 13 yaitu :

 Perbaikan jalan lingkungan

 Penyediaan drainase dan sistem pelayanan air limbah

 Peningkatan pelayanan persampahan

 Perlunya sistem pengendalian terhadap tingkat kepadatan dan kerapatan bangunan

 Perlunya sistem penanganan terhadap keamanan bangunan dan lingkungan dari bahaya kebakaran.

f). Lokasi 15, dengan kondisi penilaian :

KRITERIA LOKASI 15

VITALITAS NON EKONOMI SEDANG

VITALITAS EKONOMI KAWASAN RENDAH

STATUS KEPEMILIKAN TANAH RENDAH

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA SEDANG

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA RENDAH

PERKAMPUNGAN SISI SELATAN JL. PM. NOOR. DESA SULINGAN.: L15

Pendekatan untuk Penanganan Permukiman Kumuh di Lokasi 15, alternatif yang diajukan

(12)

GUIDED LAND DEVELOPMENT

VITALITAS NON EKONOMI SEDANG

VITALITAS EKONOMI KAWASAN RENDAH

STATUS KEPEMILIKAN TANAH RENDAH

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA SEDANG KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA SEDANG-RENDAH

Rekomendasi yang dapat diberikan terhadap Lokasi 15 sebenarnya lebih memerlukan

penanganan peningkatan kualitas dan layanan prasarana sarana dan melakukan

pengendalian terhadap kepadatan dan kerapatan bangunan (fungsi pengawasan dan

pengendalian). Yang perlu dibenahi terkait penanganan kawasan pada Lokasi 15 yaitu :

 Perbaikan jalan lingkungan

 Penyediaan drainase dan sistem pelayanan air limbah

 Peningkatan pelayanan persampahan

 Perlunya sistem pengendalian terhadap tingkat kepadatan dan kerapatan bangunan (KDB dan KLB secara lebih intensif, dengan mekanisme isentif dan disinsentif).

 Perlunya sistem penanganan terhadap keamanan bangunan dan lingkungan dari bahaya kebakaran.

g). Lokasi 18, dengan kondisi penilaian :

KRITERIA LOKASI 18

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI

STATUS KEPEMILIKAN TANAH TINGGI

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA RENDAH

PERKAMPUNGAN BLKG JL. PM. NOOR. BANTARAN SUNGAI DI DESA SULINGAN. L 18

Pendekatan untuk Penanganan Permukiman Kumuh di Lokasi 18, alternatif yang diajukan

mendekati terhadap konsep, yaitu :

RESETTLEMENT

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI

STATUS KEPEMILIKAN TANAH TINGGI

(13)

Rekomendasi yang dapat diberikan terhadap Lokasi 18, merupakan penanganan kumuh

diatas tanah illegal, dari 3 konsep kumuh diatas tanah illegal, yang mendekati kondisi

penilaian sebenarnya adalah resettlement atau pemindahan penduduk. Yang perlu

dibenahi terkait penanganan kawasan pada Lokasi 18 yaitu :

 Penertiban bangunan rumah tinggal pada lokasi (terkait aspek legalitasnya), untuk mengurangi kecenderungan pertumbuhan bangunan liar.

 Dimungkinkan dilakukannya Resettlement / pemindahan penduduk, dengan risiko memakan waktu dan biaya sosial yang besar. Apabila merupakan bangunan liar atau

tanpa ijin pada tanah illegal.

 Melakukan review terhadap penataan kawasan bantaran sungai, yang cenderung tinggi penggunaannya terhadap peruntukan permukiman.

h). Lokasi 19, dengan kondisi penilaian :

KRITERIA LOKASI 19

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN RENDAH

STATUS KEPEMILIKAN TANAH RENDAH

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA SEDANG

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA RENDAH

PERKAMPUNGAN BLKG JL. PM. NOOR. SISI UTARA DI DESA SULINGAN. L 19

Pendekatan untuk Penanganan Permukiman Kumuh di Lokasi 19, alternatif yang diajukan

(14)

COMMUNITY BASED DEVELOPMENT

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN SEDANG

STATUS KEPEMILIKAN TANAH SEDANG-RENDAH KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA SEDANG

GUIDED LAND DEVELOPMENT

VITALITAS NON EKONOMI SEDANG

VITALITAS EKONOMI KAWASAN RENDAH

STATUS KEPEMILIKAN TANAH RENDAH

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA SEDANG KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA SEDANG-RENDAH

PERBAIKAN KAMPUNG/ KIP

VITALITAS NON EKONOMI SEDANG-RENDAH

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI-SEDANG

STATUS KEPEMILIKAN TANAH RENDAH

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA SEDANG-RENDAH KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA TINGGI-SEDANG

Rekomendasi yang dapat diberikan terhadap Lokasi 19 sebenarnya lebih memerlukan

pengaturan terhadap kondisi bangunan dan peningkatan kualitas sarana prasarana, yang

perlu dibenahi terkait penanganan kawasan pada Lokasi 19:

 Perlunya sistem pengendalian terhadap tingkat kepadatan dan kerapatan bangunan (KDB dan KLB secara lebih intensif, dengan mekanisme isentif dan disinsentif).

 Peningkatan kualitas jalan lingkungan, penyediaan drainase, peningkatan pelayanan persampahan dan air limbah.

i). Lokasi 22, dengan kondisi penilaian :

KRITERIA LOKASI 22

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN SEDANG

STATUS KEPEMILIKAN TANAH TINGGI

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA RENDAH

PERKAMPUNGAN TEPIAN SUNGAI. DESA BELIMBING. L.22

Pendekatan untuk Penanganan Permukiman Kumuh di Lokasi 22, alternatif yang diajukan

(15)

RESETTLEMENT

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI

STATUS KEPEMILIKAN TANAH TINGGI

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA TINGGI

Rekomendasi yang dapat diberikan terhadap Lokasi 22, merupakan penanganan kumuh

diatas tanah illegal, dari 3 konsep kumuh diatas tanah illegal, yang mendekati kondisi

penilaian sebenarnya adalah resettlement atau pemindahan penduduk. Yang perlu

dibenahi terkait penanganan kawasan pada Lokasi 22 yaitu :

a. Penertiban bangunan rumah tinggal pada lokasi (terkait aspek legalitasnya), untuk mengurangi kecenderungan pertumbuhan bangunan liar.

b. Dimungkinkan dilakukannya Resettlement / pemindahan penduduk, dengan risiko

memakan waktu dan biaya sosial yang besar. Apabila merupakan bangunan liar atau

tanpa ijin pada tanah illegal.

c. Melakukan review terhadap penataan kawasan bantaran sungai, yang cenderung tinggi

penggunaannya terhadap peruntukan permukiman.

j). Lokasi 25, dengan kondisi penilaian :

KRITERIA LOKASI 25

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI

STATUS KEPEMILIKAN TANAH RENDAH

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA RENDAH

KAMPUNG TEPI JL. PM. NOOR RT.01-04.DS PEMBATAAN. L.25

Pendekatan untuk Penanganan Permukiman Kumuh di Lokasi 25, alternatif yang diajukan

mendekati terhadap konsep, yaitu :

MODEL LAND CONSOLIDATION

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

(16)

Rekomendasi yang dapat diberikan terhadap Lokasi 25 sebenarnya lebih memerlukan

penanganan penyediaan dan peningkatan kualitas prasarana sarana dan perbaikan kondisi

bangunan, Kondisi kekumuhan pada lokasi ini cenderung tinggi karena tingginya nilai

vitalitas ekonomi kawasan yang ada. Kawasan dengan karakteristik seperti diatas,

berdasarkan penilaian cenderung mendekati untuk dikembangkan Konsolidasi Tanah.

Yang perlu dibenahi terkait penanganan kawasan pada Lokasi 25 yaitu :

 Penyediaan dan peningkatan jalan lingkungan

 Penyediaan drainase

 Peningkatan pelayanan persampahan dan air limbah (sanitasi).

k). Lokasi 34, dengan kondisi penilaian :

KRITERIA LOKASI 34

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI

STATUS KEPEMILIKAN TANAH TINGGI

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA RENDAH

KAMPUNG TEPIAN SUNGAI. DI KELURAHAN BELIMBING. L.34.

Pendekatan untuk Penanganan Permukiman Kumuh di Lokasi 34, alternatif yang diajukan

mendekati terhadap konsep, yaitu :

RESETTLEMENT

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI

STATUS KEPEMILIKAN TANAH TINGGI

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA TINGGI

Rekomendasi yang dapat diberikan terhadap Lokasi 34, merupakan penanganan kumuh

diatas tanah illegal, dari 3 konsep kumuh diatas tanah illegal, yang mendekati kondisi

penilaian sebenarnya adalah resettlement atau pemindahan penduduk. Yang perlu

dibenahi terkait penanganan kawasan pada Lokasi 34 yaitu :

(17)

 Dimungkinkan dilakukannya Resettlement / pemindahan penduduk, dengan risiko memakan waktu dan biaya sosial yang besar. Apabila merupakan bangunan liar atau

tanpa ijin pada tanah illegal.

 Melakukan review terhadap penataan kawasan bantaran sungai, yang cenderung tinggi penggunaannya terhadap peruntukan permukiman. Konsep penataan bantaran

sungai dapat diadopsi dari berbagai contoh penanganan kawasan tepian sungai,

pengembangan kualitas fisik bantaran untuk melindungi dan meningkatkan faktor

keamanan dan kenyamanan penduduk yang tinggal diatas nya, sedangkan faktor

sosial dikembangkan guna mengubah kebiasaan hidup penduduk tepian sungai yang

dinilai kurang bersahabat dengan lingkungannya, untuk faktor ekonomi tetap

dipertahankan dan ditingkatkan pembinaannya karena terkait mata pencaharian

mereka dan peningkatan kemampuan untuk membiayai kebutuhan hidup dan tinggal

di kota Tanjung dan Kelua.

l). Lokasi 35, dengan kondisi penilaian :

KRITERIA LOKASI 35

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI

STATUS KEPEMILIKAN TANAH RENDAH

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA SEDANG

PERKAMPUNGAN SEKITAR PASAR DESA KAPAR. L.35.

Pendekatan untuk Penanganan Permukiman Kumuh di Lokasi 35, alternatif yang diajukan

mendekati terhadap konsep, yaitu :

(18)

COMMUNITY BASED DEVELOPMENT

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN SEDANG

STATUS KEPEMILIKAN TANAH SEDANG-RENDAH KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA SEDANG

PERBAIKAN KAMPUNG/ KIP

VITALITAS NON EKONOMI SEDANG-RENDAH

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI-SEDANG

STATUS KEPEMILIKAN TANAH RENDAH

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA SEDANG-RENDAH KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA TINGGI-SEDANG

Rekomendasi yang dapat diberikan terhadap Lokasi 35 sebenarnya lebih memerlukan

penanganan prasarana sarana dan peningkatan kualitas kondisi bangunan. Strategi yang

menjadi rekomendasi dalam hal ini adalah perbaikan kampung melalui pembangunan

berbasis masyarakat. Yang perlu dibenahi terkait penanganan kawasan pada Lokasi 35

yaitu :

1. Penyediaan dan peningkatan jalan lingkungan

2. Penyediaan drainase

3. Peningkatan pelayanan persampahan dan air limbah (sanitasi).

4. Pengendalian terhadap tingkat kepadatan dan kerapatan bangunan melalui fungsi

pengawasan / kontrol.

5. Peningkatan kualitas lingkungan dan pengamanan lingkungan permukiman dari bahaya

kebakaran dan menurunkan resiko kesehatan lingkungan yang cenderung relatif

meningkat karena kurang terjaganya kebersihan akibat kedekatan dengan kegiatan

perdagangan pasar basah.

6. Penilaian resiko kesehatan lingkungan terhadap kawasan di Lokasi 35, dapat

mengeluarkan beberapa rekomendasi penanganan terkait permasalahan spesisifik

yang harus diperhatikan lebih lanjut

7. Hasil rekomendasi terhadap penilaian resiko kesehatan lingkungan dapat dipadukan

dan diintegrasikan dengan pembangunan fisik prasarana-sarana sanitasi dan

kesehatan lingkungan. Pilihan terhadap sistem teknologi yang akan digunakan untuk

penanganan kawasan terlebih dahulu disampaikan kepada masyarakat di lokasi 35

untuk didiskusikan dan disosialiasikan, sehingga nantinya penanganan kawasan dapat

lebih adaptif dan terus dipelihara serta ditingkatkan bersama-sama masyarakat baik

prasarana maupun hasilnya..

8. Perlunya diketahui Prioritas Penanganan terhadap jenis resiko lokasi, karena sumber

pembiayaan yang ada keluarnya bertahap dan terjadi dalam kurun waktu jangka

(19)

m). Lokasi 49, dengan kondisi penilaian :

KRITERIA LOKASI 49

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI

STATUS KEPEMILIKAN TANAH SEDANG

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA RENDAH

Pendekatan untuk Penanganan Permukiman Kumuh di Lokasi 49, alternatif yang diajukan

mendekati terhadap konsep, yaitu :

COMMUNITY BASED DEVELOPMENT

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN SEDANG

STATUS KEPEMILIKAN TANAH SEDANG-RENDAH KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA SEDANG

PROPERTY DEVELOPMENT

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI-SEDANG

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI

STATUS KEPEMILIKAN TANAH TINGGI

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI-SEDANG KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA TINGGI

Rekomendasi yang dapat diberikan terhadap Lokasi 49 sebenarnya lebih memerlukan

penanganan prasarana sarana dan peningkatan kualitas kondisi bangunan. Lokasi 49

merupakan kawasan permukiman disekitar terminal kelua, yang tentunya mempunyai nilai

vitalitas ekonomi yang tinggi. Strategi pendekatan yang dapat direkomendasikan terhadap

pembenahan lingkungan disekitar terminal, lebih kepada aspek pengembangan kawasan

melalui pembangunan berbasis masyarakat. Yang perlu dibenahi terkait penanganan

Lokasi 49 yaitu :

 Peningkatan pelayanan persampahan dan air limbah

 Peningkatan kualitas jalan lingkungan dan sistem drainasenya

 Peningkatan terhadap pengawasan dan ketertiban peruntukan lahan di dalam kawasan.

(20)

n). Lokasi 50 dengan kondisi penilaian

KRITERIA LOKASI 50

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI

STATUS KEPEMILIKAN TANAH SEDANG

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA SEDANG

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA RENDAH

Pendekatan untuk Penanganan Permukiman Kumuh di Lokasi 50, alternatif yang diajukan

mendekati terhadap konsep, yaitu :

COMMUNITY BASED DEVELOPMENT

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN SEDANG

STATUS KEPEMILIKAN TANAH SEDANG-RENDAH KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA SEDANG

PROPERTY DEVELOPMENT

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI-SEDANG

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI

STATUS KEPEMILIKAN TANAH TINGGI

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI-SEDANG KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA TINGGI

Rekomendasi yang dapat diberikan terhadap Lokasi 50 sebenarnya lebih memerlukan

penanganan prasarana sarana dan peningkatan kualitas kondisi bangunan. Lokasi 50

merupakan kawasan permukiman disekitar terminal dan pasar kelua sebagai pusat

pelayanan regional dalam sistem pengembangan kabupaten, yang tentunya mempunyai

nilai vitalitas ekonomi yang tinggi. Strategi pendekatan yang dapat direkomendasikan

terhadap pembenahan lingkungan disekitar terminal, lebih kepada aspek pengembangan

kawasan melalui pembangunan berbasis masyarakat. Yang perlu dibenahi terkait

penanganan kawasan pada Lokasi 50 :

 Peningkatan pelayanan persampahan dan air limbah

 Peningkatan kualitas jalan lingkungan dan sistem drainasenya

 Peningkatan terhadap pengawasan dan ketertiban peruntukan lahan di dalam kawasan.

(21)

 Penataan kawasan terminal dan pasar dilakukan untuk meningkatkan fungsi ekonomisnya, dengan mempertimbangkan fungsi sosialnya terhadap kawasan

permukiman disekitarnya. Terkait pengembangan fungsi sosial pusat pelayanan

tersebut dimaksudkan bahwa kegiatan ekonomi yang membawa dampak ekonomi

tersebut, diikuti penanganan dampak untuk memberikan limitasi/ batasan terhadap

pengaruh dan kecenderungan negatif terhadap kualitas lingkungan serta sosialnya.

o). Lokasi 53, dengan kondisi penilaian :

KRITERIA LOKASI 53

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI

STATUS KEPEMILIKAN TANAH SEDANG

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA SEDANG

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA RENDAH

Pendekatan untuk Penanganan Permukiman Kumuh di Lokasi 53, alternatif yang diajukan

mendekati terhadap konsep, yaitu :

PERBAIKAN KAMPUNG/ KIP

VITALITAS NON EKONOMI SEDANG-RENDAH

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI-SEDANG

STATUS KEPEMILIKAN TANAH RENDAH

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA SEDANG-RENDAH KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA TINGGI-SEDANG

Rekomendasi yang dapat diberikan terhadap Lokasi 53 sebenarnya lebih memerlukan

penanganan peningkatan kualitas bangunan dan lingkungan. Strategi yang

direkomendasikan merupakan pembangunan fisik melalui Program Perbaikan Kampung.

Lokasi 53 perlu untuk segera di tangani karena memiliki nilai vitalitas ekonomi yang tinggi,

sehingga menyebabkan kecenderungan kekumuhan yang tinggi. Yang perlu dibenahi

terkait penanganan kawasan pada Lokasi 53 yaitu :

 Perbaikan kualitas bangunan rumah tinggal.

 Penyediaan dan peningkatan jalan lingkungan dan drainase.

(22)

 Peningkatan pelayanan persampahan dan air limbah.

 Pengendalian ketat terhadap kepadatan dan kerapatan bangunan, melalui perijinan pembangunan.

 Penataan kawasan pasar dilakukan untuk meningkatkan fungsi ekonomisnya, dengan mempertimbangkan fungsi sosialnya terhadap kawasan permukiman disekitarnya.

Terkait pengembangan fungsi sosial pusat pelayanan tersebut dimaksudkan bahwa

kegiatan ekonomi yang membawa dampak ekonomi tersebut, diikuti penanganan

dampak untuk memberikan limitasi/ batasan terhadap pengaruh dan kecenderungan

negatif terhadap kualitas lingkungan serta sosialnya.

p). Lokasi 55, dengan kondisi penilaian :

KRITERIA LOKASI 55

VITALITAS NON EKONOMI TINGGI

VITALITAS EKONOMI KAWASAN TINGGI

STATUS KEPEMILIKAN TANAH SEDANG

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA RENDAH

Rekomendasi yang dapat diberikan terhadap Lokasi 55 sebenarnya lebih memerlukan

penanganan prasarana sarana dan peningkatan kondisi bangunan dan lingkungan. Yang

perlu dibenahi terkait penanganan kawasan pada Lokasi 55 yaitu :

 Penyediaan dan peningkatan jalan lingkungan dan drainase

 Peningkatan kondisi bangunan

q). Lokasi 56, dengan kondisi penilaian

KRITERIA LOKASI 56

VITALITAS NON EKONOMI SEDANG

VITALITAS EKONOMI KAWASAN RENDAH

STATUS KEPEMILIKAN TANAH RENDAH

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA SEDANG

(23)

Rekomendasi yang dapat diberikan terhadap Lokasi 56 sebenarnya lebih memerlukan

penanganan prasarana sarana dan peningkatan kondisi bangunan dan lingkungan. Yang

perlu dibenahi terkait penanganan kawasan pada Lokasi 56 yaitu :

 Penyediaan dan peningkatan jalan lingkungan dan drainase

 Peningkatan kondisi bangunan

r). Lokasi 57, dengan kondisi penilaian :

KRITERIA LOKASI 57

VITALITAS NON EKONOMI SEDANG

VITALITAS EKONOMI KAWASAN RENDAH

STATUS KEPEMILIKAN TANAH SEDANG

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA SEDANG

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA RENDAH

Pendekatan untuk Penanganan Permukiman Kumuh di Lokasi 57, alternatif yang diajukan

mendekati terhadap konsep, yaitu :

GUIDED LAND DEVELOPMENT

VITALITAS NON EKONOMI SEDANG

VITALITAS EKONOMI KAWASAN RENDAH

STATUS KEPEMILIKAN TANAH RENDAH

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA SEDANG KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA SEDANG-RENDAH

Rekomendasi yang dapat diberikan terhadap Lokasi 57, merupakan pengembangan

kawasan melalui pengembangan lahan dengan panduan (GLD). Kawasan Permukiman

dikembangkan melalui aturan-aturan tertentu yang disusun sebelumnya. Yang perlu

(24)

 Peningkatan kualitas bangunan rumah tinggal, melaui program perumahan swadaya atau program perumahan yang dapat dijangkau masyarakat berpenghasilan rendah

(MBR) lainnya.

 Peningkatan pelayanan prasarana dan sarana kawasan permukiman,

 Pemenuhan dan peningkatan pelayanan terhadap pengelolaan dan manajemen persampahan dan,

 Peningkatan pengolahan drainase terkait dengan air limbah buangan rumah tangga.

s). Lokasi 58, dengan kondisi penilaian :

KRITERIA LOKASI 58

VITALITAS NON EKONOMI SEDANG

VITALITAS EKONOMI KAWASAN RENDAH

STATUS KEPEMILIKAN TANAH SEDANG

KEADAAN PRASARANA DAN SARANA TINGGI

KOMITMEN PEMERINTAH KABUPATEN/ KOTA RENDAH

Pendekatan untuk Penanganan Permukiman Kumuh di Lokasi 58, alternatif yang diajukan

mendekati terhadap konsep, yaitu : Ressettelment atau Pemindahan

Penduduk.Rekomendasi yang dapat diberikan terhadap Lokasi 58, merupakan

penanganan kumuh diatas tanah illegal, dari 3 konsep kumuh diatas tanah illegal, yang

mendekati kondisi penilaian sebenarnya adalah resettlement atau pemindahan penduduk.

Yang perlu dibenahi terkait penanganan kawasan pada Lokasi 58 yaitu :

 Penertiban bangunan rumah tinggal pada lokasi (terkait aspek legalitasnya), untuk mengurangi kecenderungan pertumbuhan bangunan liar.

 Dimungkinkan dilakukannya Resettlement / pemindahan penduduk, dengan risiko memakan waktu dan biaya sosial yang besar. Apabila merupakan bangunan liar atau

tanpa ijin pada tanah illegal.

 Melakukan review terhadap penataan kawasan bantaran sungai, yang cenderung tinggi penggunaannya terhadap peruntukan permukiman. Konsep penataan bantaran sungai

dapat diadopsi dari berbagai contoh penanganan kawasan tepian sungai,

pengembangan kualitas fisik bantaran untuk melindungi dan meningkatkan faktor

keamanan dan kenyamanan penduduk yang tinggal diatas nya, sedangkan faktor

(25)

dinilai kurang bersahabat dengan lingkungannya, untuk faktor ekonomi tetap

dipertahankan dan ditingkatkan pembinaannya karena terkait peningkatan kemampuan

membiayai kebutuhan hidup dan tinggal di kota.

2. Prioritas Penanganan Kawasan Kumuh

Pendekatan yang dilakukan untuk menentukan prioritas lokasi kumuh yang ditangani,

dilakukan melalui beberapa kriteria kedekatan terhadap :

 Kedekatan dengan pusat kota

 Kedekatan dengan kawasan pertumbuhan bagian kota

 Kedekatan dengan kawasan lain/ perbatasan

 Kedekatan dengan Ibukota Kabupaten

Indikator yang dipergunakan didalam masing-masing kedekatan dilakukan sedikit perubahan

untuk lebih mendekati kondisi kawasan perencanaan, karena panduan yang digunakan

masih menggunakan indikator dengan waktu tempuh < 30 menit, 30 – 60 menit dan > 60 menit. Indikator tersebut apabila diterapkan dalam kawasan perencanaan hasilnya

mendekati kesamaan pada setiap lokasi sehingga kurang dapat untuk menentukan skala

prioritas penanganan. Maka nilai indikator diubah menjadi :

1. Waktu tempuh pendek (atau < 15 menit / < 3 km)

2. Waktu tempuh sedang (atau 15 - 30 menit / 3 - 5 km)

3. Waktu tempuh lama (atau > 30 menit / > 5 km)

Berdasarkan kriteria kedekatan dan perubahan nilai pada indikatornya, maka ditetapkan

urutan prioritas penanganan lokasi kumuh, sebagai berikut :

1. Lokasi 53 (Nilai 490)

12. Lokasi 10 (Nilai 310)

13. Lokasi 12 (Nilai 310)

14. Lokasi 13 (Nilai 310)

(26)

16. Lokasi 25 (Nilai 310)

17. Lokasi 35 (Nilai 310)

18. Lokasi 55 (Nilai 280)

19. Lokasi 56 (Nilai 280)

3. Tingkat Kekumuhan Kawasan

Adapun tingkat kekumuhan kawasan apabila dilihat dari klasifikasi kategori tingkat

kekumuhan kawasan permukiman kumuh di Kota Tanjung dan Kelua di Kabupaten Tabalong,

memiliki kategori ringan, sedang, dan berat dengan komposisi kadar kekumuhan kawasan,

untuk kawasan kumuh berat terdapat 5 lokasi, untuk kawasan kumuh sedang terdiri dari 10

lokasi kumuh sedang dan untuk kumuh ringan terdapat 4 lokasi. Untuk lebih jelasnya mengenai

jumlah dan titik titik lokasi kawasan kumuh dapat dilihat pada tabel. 6.18. berikut ini.

Tabel 6.1.

Kategori Tingkat Kekumuhan Kawasan Permukiman Kumuh Di Kota Tanjung dan Kelua, Kabupaten Tabalong

Kawasan Permukiman

Lokasi / Kecamatan Tingkat

Kekumuhan

Lokasi 5 Desa Mabuun, Kecamatan Murung Pudak Ringan Lokasi 9 Simpang 4 Obor, Desa Mabuun, Kecamatan Murung Pudak Sedang Lokasi 10 Desa Mabuun, Kecamatan Murung Pudak Sedang Lokasi 12 Desa Pembataan, Kecamatan Murung Pudak Ringan Lokasi 13 Desa Pembataan, Kecamatan Murung Pudak Sedang Lokasi 15 Desa Sulingan, Kecamatan Murung Pudak Ringan Lokasi 18 Kampung Tepi Sungai

Desa Sulingan, Kecamatan Murung Pudak

Sedang

Lokasi 19 Belakang Jl. PM. Noor

Desa Sulingan, Kecamatan Murung Pudak

Sedang

Lokasi 22 Kampung Tepi Sungai

Desa Sulingan, Kecamatan Murung Pudak

Sedang

Lokasi 25 Belakang Jl. PM. Noor (RT 01-04)

Desa Pembataan, Kecamatan Murung Pudak

Sedang

Lokasi 34 Kampung Tepi Sungai Belimbing, Kecamatan Murung Pudak Berat Lokasi 35 Sekitar Pasar Desa Kapar, Kecamatan Murung Pudak Berat Lokasi 49 Belakang Terminal Kelua, Kecamatan Kelua Ringan

Lokasi 50 Belakang Pasar Kelua, Kecamatan Kelua Berat

Lokasi 53 Sekitar Pasar Tanjung, RT 04 & 05, Kecamatan Tanjung Sedang Lokasi 55 Sepanjang Tepian Sungai, Jalan Poros Desa Puain Kiwa Sedang Lokasi 56 Sepanjang Jalan dan Tepi Sungai Desa Sei Buluh, Kecamatan Kelua Berat

Lokasi 57 Desa Paliat, Kecamatan Kelua Sedang

Lokasi 58 Kawasan Tepi Sungai, Desa Masintan, Kecamatan Kelua Berat

Sumber : Hasil Analisa Tahun 2007

4. Klasifikasi Penanganan Kawasan

Penanganan kawasan merupakan suatu tindakan dalam memberikan rekomendasi akan

pola penanganan yang harus dan dianjurkan untuk dilaksanakan atau dilakukan dalam

meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman secara optimal guna

menciptakan kawasan permukiman yang sehat tertata, aman, dan nyaman. Adapun klasifikasi

penanganan kawasan akan lebih didetailkan dengan melihat indikasi potensi dan permasalahan

(27)

Tabel 6.2.

Klasifikasi Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh Di Kota Tanjung dan Kota Kelua, Kabupaten Tabalong

Kawasan

Lokasi 5 Lahan terbuka cukup tersedia

Persampahan Ringan Pengembangan Kawasan melalui GLD dan Land Sharing, fokus peningkatan prasarana dan sarana Lokasi 9 Lokasi Strategis Bangunan Liar Sedang Review RUTR, menelaah kemungkinan

pembangunan hunian kompleks dg kepadatan tinggi pada kawasan tersebut. Fungsi kontrol terhadap pengawasan lahan.

Lokasi 10 Sudah terdapat pembenahan

kecenderungan kepadatan bangunan tinggi

Sedang Melalui Model Land Consolidation dan Community Based Development.

Ringan Pengembangan Kawasan melalui, Guided Land Development

Lokasi 13 Masih tersedia lahan kosong

Kepadatan bangunan tinggi

Sedang Pengembangan Kawasan melalui, Community Based Development.

Lokasi 15 Masih tersedia lahan kosong, sebagian adalah rumah sewa

Permintaan akan rumah sewa/ kos terus meningkat

Ringan Pengembangan Kawasan melalui, Guided Land Development

Lokasi 18 Belum terlalu padat Faktor Keamanan bangunan tidak terjamin

Sedang Ressettlement atau Pemindahan Penduduk ke lokasi yang lebih aman

Lokasi 19 Bangunan agak tertata berjajar

Kepadatan bangunan relatif tinggi

Sedang Pengembangan Kawasan melalui, Guided Land Development dan Community Based Development. Atau dapat juga dengan Pengembangan Fisik Kawasan melalui KIP

Lokasi 22 Belum terlalu padat Keamanan bangunan tidak terjamin

Sedang Ressettlement atau Pemindahan Penduduk ke lokasi yang lebih aman

Lokasi 25 Bangunan agak tertata berjajar

Kepadatan bangunan relatif tinggi

Sedang Pengembangan Model Land Consolidation atau Pengembangan Kawasan melalui Community Based Development.

Lokasi 34 Tidak terdapat potensi

Faktor Keamanan bangunan tidak terjamin

Berat Ressettlement atau Pemindahan Penduduk ke lokasi yang lebih aman

Lokasi 35 Nilai vitalitas ekonomi tinggi

Kepadatan Bangunan relatif tinggi

Berat Pengembangan Kawasan melalui Community Based Development. Atau dapat juga dengan Pengembangan Fisik Kawasan melalui Kampung Improvent Program

Lokasi 49 Nilai vitalitas ekonomi tinggi

Tidak tersedia lahan kosong

Ringan Pengembangan Kawasan melalui, Community Based Development atau Property Development. Kawasan

Lokasi 50 Nilai vitalitas ekonomi tinggi

Tidak tersedia lahan kosong

Berat Pengembangan Kawasan melalui, Community Based Development atau Property Development. Lokasi 53 Kepadatan

bangunan relatif sedang

Rumah Tidak Layak Huni cukup banyak

Sedang Pengembangan Fisik Kawasan melalui Kampung Improvent Program

Sedang Penyediaan dan peningkatan prasarana sarana dan pembatasan terhadap garis sempadan sungai perlu diawasi

Berat Penyediaan dan peningkatan prasarana sarana dan pembatasan terhadap garis sempadan sungai perlu diawasi

Lokasi 57 Ruang masih relatif tidak padat

Persampahan dan bangunan tidak layak huni

Sedang Pembangan Kawasan melalui Guided Land Development

Lokasi 58 Tidak terdapat potensi

Keamanan bangunan tidak terjamin

Berat Ressettlement atau Pemindahan Penduduk ke lokasi yang lebih aman.

Sumber : Hasil Analisa 2007

7.1.3. Sasaran Program

Indikasi Program Penanganan kawasan permukiman kumuh merupakan rangkaian

(28)

permukiman kumuh yang terdaftar,melalui serangkaian proses identifikasi dan analisa tingkat

kekumuhan yang telah dilaksanakan dengan dengan prioritas tahun anggaran pelaksanaan

dengan alokasi sumber biaya pendanaan lengkap dengan lembaga/ dinas terkait yang

bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan.

Program penanganan kawasan kumuh yang teridentifikasi di Kota Tanjung dan Kelua di

Kabupaten Tabalong atau Kota Cempaka dan Kota Banjarbaru dilaksanakan dalam kurun waktu

penanganan jangka menengah atau 5 tahunan, melalui sumber pembiayaan pemerintah (APBN

dan APBD) dan unsur swasta (melalui Community Development/ Corporate Social

Rensponsibility “CSR” pada setiap perusahaan swasta yang ada di Kabupaten Tabalong, atau juga melalui konsep Land Sharing dan bentuk-bentuk kerjasama lainnya yang memberikan nilai

dan keuntungan bagi kedua pihak baik swasta maupun masyarakat pada kawasan yang akan

dikembangkan).

Jenis usulan program yang direkomendasikan pada setiap lokasi mempertimbangkan

kondisi eksisiting hasil survey dan pengamatan terhadap permasalahan yang berkembang serta

kondisi prasarana sarana lingkungan pada masing-masing lokasi.

Potensi pembiayaan terhadap usulan program pada tahap awal, selalu diprioritaskan

untuk ditangani oleh masyarakat, kemudian pemerintah daerah untuk kemudian dilihat

jenis-jenis mana yang dapat dibiayai oleh pemerintah pusat melalui APBN atau jenis-jenis program

pembiayaan lainnya. Sumber pembiayaan dari unsur swasta (perusahaan) masuk kedalam

unsur masyarakat, sehingga disamping masyarakat selalu dilihat pihak-pihak swasta mana yang

dapat memberikan kontribusi penanganan kawasan baik dalam bentuk tanggung jawab sosial

(CSR) maupun dalam bentuk kerjasama usaha.

Indikasi program penanganan kawasan permukiman kumuh disusun untuk memberikan

gambaran bagaimana strategi menangani kawasan secara terpadu dan komporehensif dari sisi

peningkatan kualitas lingkungan permukiman perkotaan, sehingga didapatkan menurunnya

jumlah lokasi atau titik-titik kumuh di kawasan perkotaan terpilih, juga memberikan strategi yang

bersifat preventif atau pencegahan terhadap peningkatan kecenderungan kumuh dan

peningkatannya dari kumuh ringan atau kumuh sedang menjadi kumuh berat.

Strategi yang diberikan dan dijabarkan dalam laporan ini, ada baiknya dan selanjutnya

dilakukan penyusunan RPJM (Rencana Penanganan Jangka Menengah) atau Rencana Tindak

Komunitas Kawasan Kumuh Perkotaan dan Pendampingan Pelaksanaannya.

Program penanganan kawasan permukiman kumuh perkotaan yang direkomendasikan

adalah pembangunan dan peningkatan kualitas prasarana dan sarana lingkungan, yaitu antara

lain :

1. Pengembangan dan Peningkatan Kualitas Prasarana Jalan Lingkungan

a. Pembangunan Jalan Lingkungan

(29)

c. Pedestrianisasi (pembuatan jalur pejalan kaki)

2. Pengembangan dan Peningkatan Kualitas Prasarana Drainase

a. Pembangunan Saluran Baru

b. Rehabilitasi saluran

3. Pengembangan dan Peningkatan Kualitas Prasarana Jaringan Air Bersih

a. Pengembangan Jaringan Distribusi

4. Pengembangan dan Peningkatan Kualitas Prasarana Pengelolaan Air Limbah

a. Pengembangan Instalasi dan Jaringan Pengolahan Air Limbah (IPAL)

b. Jamban Komunal

c. Jamban Rumah Tangga

5. Pengembangan dan Peningkatan Kualitas Prasarana Pengelolaan Persampahan

a. Pengadaan Bak Sampah Kering

b. Penyediaan Bak Sampah Basah/ Komposter Sampah Dapur Rumah Tangga

c. Pembangunan Unit TPS.

Kawasan perkotaan terpilih di Kabupaten Tabalong yaitu Kota Tanjung dan Kota Kelua,

kedua kota tersebut merupakan kota pusat pelayanan regional orde III dan Orde IV untuk sub

pengembangan wilayah di Provinsi Kalimantan Selatan.

Kabupaten Tabalong memiliki potensi sumber daya alam yang besar, antara lain pada

sub sektor pertambangan, perkebunan dan kehutanan. Pada setiap sub sektor tersebut, banyak

perusahaan swasta nasional yang berusaha dan melakukan kegiatan bisnisnya. Potensi

pembiayaan yang dapat digali dari perusahaan pertambangan, perusahaan perkebunan dan

perusahaan kehutanan yang ada dapat diperoleh dari Bidang Pengembangan Komunitas

(Community Development) atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social

Rensponsibility). Pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Tabalong karena kegiatan

pengelolaan sumber daya alam tersebut, menciptakan dampak atau pengaruh ganda/ ikutan

(multi player effect) yaitu peningkatan kegiatan bisnis dan niaga di kawasan perkotaan tanjung,

meningkatnya kegiatan ekonomi perkotaan tersebut menarik banyak jenis usaha dan kegiatan

ekonomi untuk masuk kedalamnya. Potensi dari banyaknya jenis kegiatan bisnis dan niaga

tersebut baik yang berskala kecil, menengah dan besar, dapat menjadi potensi sumber

pembiayaan bagi peningkatan kualitas lingkungan permukiman perkotaan dalam bentuk-bentuk

kerjasama.

Sehingga pada akhirnya, pembiayaan dari pemerintah pusat melalui APBN merupakan

pembiayaan yang dapat menjadi faktor stimulasi atau pemicu bagi peningkatan kualitas

lingkungan permukiman, meskipun sifatnya diharapkan hanya sebagai dana pendamping,

karena sumber dana atau biaya yang paling banyak justru diharapkan dari masyarakat (dan

(30)

Tabel 6.3.

Rekomendasi Program Penanganan Kawasan Kumuh Perkotaan Tanjung dan Kelua Bidang Prasarana Jalan Lingkungan di Kabupaten Tabalong Tahun 2008-2012

Rekomendasi program pembangunan untuk bidang prasarana jalan lingkungan

diusulkan dibiayai dari APBD dan APBN, untuk APBN khususnya lebih dialokasikan pada

kawasan kumuh pada lokasi-lokasi yang masuk ke dalam kategori kumuh berat. Pembangunan

jalan lingkungan diarahkan pada lokasi 10, dikarenakan rumah tinggal pada lokasi tersebut

untuk kelompok dibelakang jalan utama belum memiliki akses yang memadai kedepan jalan

utama.

Penanganan untuk drainase lebih di prioritaskan untuk mengurangi dan menghindari

terjadinya genangan air pada lingkungan permukiman. Penanganan darinase lebih kepada

pembangunan saluran baru dada banyak lokasi kumuh, sedangkan rehabilitasi atau perbaikan

dan pemeliharaan karena kurang berfungsinya darinase pada kawasan kumuh jumlahnya hanya

terdapat pada 4 (empat) lokasi. Dengan kondisi pembiayaan program pembangunan

penanganan kawasan kumuh pada bidang pembangunan prasarana jalan lingkungan, bidang

prasarana drainase pada kawasan kumuh pada lokasi dengan kategori kumuh berat

(31)

Tabel 6.4.

Rekomendasi Program Penanganan Kawasan Kumuh Perkotaan Tanjung dan Kelua Bidang Prasarana Drainase di Kabupaten Tabalong Tahun 2008-2012

Pengembangan jaringan distribusi untuk pemenuhan kebutuhan air bersih, belum

mencapai ke seluruh lokasi rumah tinggal, jangkauan pipa distribusi eksisiting untuk pelayanan

air bersih dari PDAM Tabalong perlu dikembangkan hingga mencapai dan menjangkau atau

dapat melayani seluruh lokasi rumah tinggal. Sistem distribusi dapat menerapkan sambungan

meter per rumah tinggal atau meter komunal/ kelompok dengan memanfaatkan tangka air

bersama. Pengembangan pipa distribusi yang diusulkan dalam program penanganan kawasa

kumuh di Kabupaten Tabalong sepenuhnya dibiayai dari APBD, dikarenakan bukan pipa

distribusi primer atau utama.

Tabel 6.5.

(32)

Usulan program untuk penanganan untuk bidang prasarana pengelolaan air limbah pada

prinsipnya dilakukan dengan On Site System dan Off Site System. Penanganan dengan sistem

on site, dapat dilakukan melalui pembangunan jamban pribadi (pada masing-masing rumah

tinggal dengan pembiayaan dari masing-masing keluarga sendiri dan bentuk pembiayaan lain

seperti mencari sponsor perusahaan swasta atau sistem arisan kelompok. Sedangkan

pengembangan jamban umum / jamban komunal dapat dilakukan melalui Kegiatan Sanimas

dengan penerapan teknologi yang berbeda yang disepakati setiap kelompok masyarakat

padasetiap lokasi kumuh yang berbeda. Pengembangan jamban komunal ini mengikuti prinsip

lebih banyak sumber pembiayaan, dapat melalui APBN (difokuskan kepada lokasi kumuh berat

yang masih memungkinkan untuk dikembangkan), melalui APBD dan Sektor Swasta, meskipun

masih dituntut keterlibatan atau kontribusi bersama masayrakat sebagai pengguna untuk

meningkatkan rasa kepemilikannya. Pengembangan IPAL untuk kota Tanjung lebih

diprioritaskan pada pengembangan kawasan perkotaan baru untuk melayani kawasan jalur

utama kawasan terminal, jalan PM. Noor sampai dengan pusat kota tanjung, khsusunya untuk

melayani kawasan bisnis, perumahan dan kawasan perkantoran.

Program bidang prasarana pengelolaan persampahan kawasan permukiman kumuh

perkotaan, lebih direkomendasikan untuk dibiayai oleh sektor masyarakat dan swasta untuk

pengadaan bak sampah kering, sedankan penyediaan komposter sampah dapur diusulkan

pembiayaannya melalui APBD dan Swasta. Untuk lokasi kumuh berat dapat dialokasikan

melalui pembiayaan APBN.

Tabel 6.7.

(33)

7.1.4. Usulan Kebutuhan Program

Rincian usulan hasil identifikasi kebutuhan permukiman yang dijabarkan setiap tahunnya.

NO. URAIAN KEGIATAN DETAIL

LOKASI VOL SATUAN TAHUN

Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Rinci tata Ruang Kawasan

Strategis Perikanan & Minapolitan (KSK) Tabalong 1 Dokumen 2019

700,000

Penyusunan Perbup tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan

Minapolitan Kambitin dan Jaro

Kambitin dan

Jaro 2 Dokumen 2020

800,000

Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) & Peraturan Zonasi

Perkotaan Tanjung

Penyusunan Peraturan Daerah tentang Kawasan Strategis Pertanian Pangan

Berkelanjutan (KSK) Tabalong 1 Dokumen 2021

700,000

Penyusunan Peraturan Daerah tentang Kawasan Strategis Perkebunan &

Peternakan Sapi (KSK) Tabalong 1 Dokumen 2019

700,000

Penyusunan Peraturan Daerah Kawasan Strategis Puri Mawar (KSK

Pariwisata,pendidikan, Perdagangan, Industri,Bandara) Tabalong 1 Dokumen 2019

2.2. Laporan Fasilitasi Penguatan Kapasitas Pemerintah Daerah dalam Bidang

Permukiman

Sosialisasi/Desiminasi/Workshop/Seminar

Sosialisasi Pengembangan Hunian Vertical (Rumah Susun) dan Pendataan Warga Ujung Murung,

Tanjung 1 Kegiatan 2017

350,000

Sosialisasi Pengembangan Hunian Vertical (Rumah Susun) dan Pendataan Warga Agung, Hikun,

(34)

NO. URAIAN KEGIATAN DETAIL

Penyusunan SPPIP Kawasan Perkotaan Tanjung Murung Pudak

Tanjung,

Penyusunan Rencana Pembangunan, Pengembangan Perumahan

dan Kawasan Permukiman (RP3KP) Tabalong 1 Dokumen 2017

Penyusunan RPKPP Perkotaan Tanjung (Rencana Tindak dan DED); Kaw Sekitar

Pasar Tanjung, Mabuun, Pembataan, Sulingan, Belimbing.

Tanjung, Murung Pudak dan Tanta

1 Laporan 2018

500,000

Penyusunan RPKPP Perkotaan Kelua (Rencana Tindak dan DED)

Kelua, Bn Lawas, Mr Harus, Pugaan

1 Laporan 2019

400,000

Penyusunan RPKPP Perkotaan Tanjung (Rencana Tindak dan DED);Penyusunan

DED Siring Tepi Sungai Kawasan Sungai Jangkung ( Gg.Nusantara ) Kel.Jangkung 1 Laporan 2018

200,000

Penyusunan RPKPP Perkotaan Tanjung (Rencana Tindak dan DED);Penyusunan

DED Drainase Sekitar Pasar Kapar Kapar 1 Laporan 2018

200,000

Penyusunan RPKPP Perkotaan Tanjung (Rencana Tindak dan DED);Penyusunan

DED Saluran IPAL Terpadu Kawasan Agung RT 1 ,2 Kel.Agung 1 Laporan 2018

200,000

Penyusunan RPKPP Perkotaan Tanjung (Rencana Tindak dan DED);Penyusunan

DED Ruang terbuka Hijau RT 9,11 Kapar 1 Laporan 2018

200,000

Penyusunan RPKPP Perkotaan Tanjung (Rencana Tindak dan DED);Penyusunan

DED Siring Tepi Sungai Kawasan RT 2 3 Belimbing Raya 1 Laporan 2018

200,000

Penyusunan RPKPP Perkotaan Tanjung (Rencana Tindak dan DED);Penyusunan

DED Drainase Kawasan Harung dan paramaian RT 1,6,18 Pembataan 1 Laporan 2018

200,000

Penyusunan RPKPP Perkotaan Tanjung (Rencana Tindak dan DED);Penyusunan

DED Siring Tepi Sungai Kawasan RT 9,11,12 Belimbing 1 Laporan 2018

200,000

Pembangunan

Pemeliharaan Rutin Jalan Lingkungan Permukiman di Perkotaan Tanjung,

Murung Pudak 1 paket 2018

Gambar

Tabel 6.2.
Tabel 6.3.
Tabel 6.4.
Tabel 6.7.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bupati/Walikota sudah membentuk lembaga yang menangani rehabilitasi hutan dan lahan (misalnya Dinas yang mengurusi kehutanan atau Kelompok Kerja RHL), maka lembaga ini

Sesuai dengan teori Vitruvius, struktur yang diterapkan tidak hanya bertindak sebagai wujud kekuatan bangunan (firmitas) saja, namun dengan struktur tersebut dapat

besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil Kerjasama Pemanfaatan atas barang milik daerah ditetapkan dari hasil perhitungan Tim yang dibentuk

Oleh karena itu, menarik untuk mengamati secara empiris bagaimana tanggung jawab sosial (yang sering disebut kinerja sosial) yang telah dilakukan di dalam

Abstrak — Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pengaruh penerapan e-modul berbasis metode pembelajaran problem based learning pada mata pelajaran pemrograman

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas semua berkat dan rahmatNya sehingga dapat terselesaikannya Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Asuhan Kebidanan

Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Lampung sebagai instansi pemerintah memiliki posisi strategis dalam pengembangan dakwah Islam. Salah satu hal yang menjadi

Informasi pendidikan berisi tentang satuan pendidikan yang terdiri dari Taman Kanak- kanak, Sekolah Luar Biasa, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah