• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB VII RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VII

RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA

Bagian ini menjabarkan kondisi infrastruktur bidang Cipta Karya di kabupaten Sabu Raijua yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap- tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi.

7.1. Pengembangan Permukiman.

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

7.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan 7.1.1.1. Arahan Kebijakan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain

(2)

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

6. Permen PUPR No. 13 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementrian PUPR Bidang Cipta Karya

Terkait dengan tugas dan wewenang pemerintah dalam pengembangan permukiman maka UU No. 1/2011 mengamanatkan tugas dan wewenang sebagai berikut:

(3)

Tugas

1. Pemerintah Pusat

a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang penyediaan Kasiba dan Lisiba.

c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan hunian dan kawasan permukiman.

e. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional.

2. Pemerintah Provinsi

a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional.

b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan Kasiba dan Lisiba lintas kabupaten/kota.

c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan provinsi penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

e. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman lintas kabupaten/kota.

f. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

g. Memfasilitasipenyediaanperumahandankawasanpermukimanbagimasyarak at,terutama bagi MBR.

h. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi.

(4)

3. Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

Wewenang

1. Pemerintah Pusat

a. Menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan criteria rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman.

(5)

b. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman.

c. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman.

d. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional.

e. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman.

f. Mengevalusi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional.

g. Mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

h. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.

i. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

j. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

2. Pemerintah Provinsi

a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

d. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

e. Mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

(6)

f. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat provinsi.

g. Mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR pada tingkat provinsi.

h. Menetapkan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR.

f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota.

g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

(7)

7.1.1.2. Lingkup Kegiatan

Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman.

Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah :

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan ;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau- pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;

f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

7.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah :

 Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

 Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga kumuh perkotaan.

 Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Directive

(8)

Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.

 Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.

 Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.

 Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.

 Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.

 Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.

 Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang terangkum secara nasional

Penjabaran isu-isu strategis pengembangan permukiman di Kabupaten Sabu Raijua yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan. Penjabaran isu-isu strategis lokal ini dapat difokuskan untuk terkait pada bidang keciptakaryaan, seperti kawasan kumuh di perkotaan, dan mengenai kondisi infrastruktur di perdesaan.

Tabel 7.1.

Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Kabupaten Sabu Raijua

No Isu Strategis Keterangan

1

Penyediaan perumahan yang layak huni sesuai dengan penataan ruang kota secara proporsional

 Pembangunan kawasan permukiman baru (New development)

 Penanganan rumah tidak layak huni

 Penanggulangan terhadap kawasan permukiman yang rawan bencana (banjir, kekeringan, longsor dan kebakaran)

(9)

2 Peningkatan kualitas permukiman yang cenderung kumuh dan padat

 Penanganan terhadap permukiman padat dan kumuh

 Penyiapan lingkungan perumahan yang bersih dan sehat terhindar dari penyakit akibat sanitasi buruk

3

Peningkatan kemampuan

masyarakat akan kepemilikan rumah layak huni

Penanganan dan penyediaan permukiman bagi masyarakat berpenghasilan rendah

4

Penerbitan regulasi mengenai permukiman di perkotaan Sabu Raijua

Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat nasional mencakup 180 dokumen SPPIP, 108 dokumen RPKPP, untuk di perkotaan meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit Rusunawa terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan perdesaan potensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan pulau kecil di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan 15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya.

Kondisi Umum

Perumahan dan permukiman di Kabupaten Sabu Raijua secara garis besar dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yakni yang berada di kawasan perkotaan dan perdesaan. Dalam beberapa tahun terakhir ini, perumahan, terutama di kawasan perkotaan, menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan sejalan dengan pertambahan jumlah penduduknya. Demikian pula dari segi kualitas, banyak yang meningkat dari keadaan rumah temporer dan semi permanen ke rumah permanen, sejalan dengan perkembangan tingkat ekonomi masyarakat.

Perumahan dan permukiman di perkotaan dan perdesaan telah terbentuk sedemikian rupa sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Di kawasan

(10)

perkotaan, pemukiman penduduk menunjukkan trend perkembangan yang terus meningkat dari tahun ke tahun, seperti yang terjadi di Kota Seba, dan kota-kota lainnya. Semuanya tampak berkembang dengan baik, yang dilengkapi dengan prasarana, fasilitas dan utilitas untuk menunjang aktivitas penduduknya, walaupun secara kuantitas dan kualitas belum terpenuhi semuanya secara optimal. Permukiman pekotaan sejauh ini telah mampu memerankan fungsinya sebagai kota tempat berlangsungnya kegiatan ekonomi (kolektor dan distributor) dan kegiatan sosial ekonomi kemasyarakatan, baik bagi penduduk kota itu sendiri maupun untuk melayani penduduk di wilayah belakangnya (hinterland perdesaan).

Kondisi ini akan berbeda bila dibandingkan dengan kondisi perumahan dan permukiman di perdesaan. Perumahan di perdesaan umumnya membentuk pola mengelompok yang tersebar dalam setiap wilayah kecamatan. Dalam setiap desa, biasanya mengelompok terdiri dari 20 hingga 50 rumah, yang disebut sebagai kampung atau dusun. Kelompok rumah tersebut menempati (berlokasi) pada sebagian kecil lahan yang cukup datar atau dengan kemiringan lereng kurang dari 20%, sementara kelompok rumah lainnya terpisahkan oleh bukit atau gunung dengan jarak yang cukup jauh dan berada pada lahan yang datar pula. Antara satu kelompok perumahan dangan perumahan lainnya dipisahkan oleh hamparan pegunungan yang berbukit-bukit dengan kemiringan lebih dari 40%, berupa kawasan pertanian, pekebunan dan hutan, baik hutan produksi maupun hutan lindung. Dari segi kualitas masih banyak terdapat rumah-rumah penduduk yang kurang layak huni karena tingkat ekonomi mereka yang masih rendah (miskin) serta masih minimnya ketersediaan pelayanan sarana dan prasarana. Luasnya wilayah desa dengan prasarana dan sarana yang minim, bahkan banyak yang belum tersedia, terutama jaringan jalan yang memadai, mengakibatkan aktivitas penduduk desa menjadi terhambat, baik dalam melakukan aktivitas sehari- hari maupun dalam upaya mengembangkan produktivitas pertanian mereka.

Perkembangan pertumbuhan perumahan juga berjalan lambat, dan bahkan di beberapa desa yang terpencil dan terisolir perkembangannya cenderung statis.

(11)

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka perumahan dan permukiman di perdesaan masih merupakan suatu masalah yang harus mendapat perhatian Pemerintah Daerah. Dengan adanya perbedaan dari kedua kondisi tersebut di atas, maka arah kebijakan pengembangan perumahan dan permukiman memerlukan penanganan yang berbeda pula. Tapi yang jelas arah pengembangannya harus sesuai dengan persyaratan yang berlaku, yakni bahwa rumah harus memenuhi kriteria persyaratan yang memenuhi unsur kesehatan, kenyamanan dan keamanan.

Dalam analisis kebutuhan perumahan di Kabupaten Sabu Raijua, secara umum baik di perkotaan dan perdesaan diasumsikan untuk setiap Kepala keluarga terdiri atas 5 (lima ) jiwa dalam menempati sebuah rumah. Untuk pengembangan rumah di wilayah kabupaten dilakukan perhitungan dengan mengacu kepada perbandingan kebutuhan rumah kapling besar, sedang dan kecil secara proporsional yakni 1 : 3 : 6.

Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman

Salah satu pSabu Raijuakatan yang dilakukan dalam kaitan dengan penyediaan fasilitas pelayanan umum adalah dengan membangun atau menyediakan fasilitas utama kota secara merata dan proporsional ke seluruh bagian kota. Fasilitas pelayanan umum ini meliputi fasilitas yang menunjang kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Penyediaan fasilitas pelayanan umum tentunya didasarkan pada kebutuhan dan fungsi yang akan dikembangkan di kawasan perkotaan. Tujuannya untuk mendorong perkembangan kota sekaligus memberi pelayanan yang optimal bagi penduduknya. Penyediaan fasilitas pelayanan umum di kawasan perkotaan selain didasarkan pada standar pelayanan minimum yang didasarkan pada jumlah penduduk yang dilayani, faktor aksesibilitas (kemudahan pencapaian) menjadi faktor yang penting juga dalam rangka memeratakan fasilitas pelayanan umum bagi seluruh penduduk Kawasan Perkotaan Seba.

Tidak tersedia data yang akurat mengenai sarana dan prasarana dasar permukiman di Kabupaten Sabu Raijua. Namun Secara garis besar kondisi prasarana dan sarana dasar permukiman di Kabupaten Sabu Raijua dapat diuraikan sebagai berikut :

(12)

1. Terdapat beberapa kawasan permukiman baik di perkotaan maupun perdesaan yang belum terjangkau oleh pelayanan sarana/prasarana permukiman yang memadai karena lokasinya yang cukup sulit untuk dijangkau.

2. Sebagian besar kawasan permukiman belum terjangkau oleh pelayanan air minum oleh PDAM kalaupun ada wilayah permukiman yang sudah mendapat pelayanan air munum oleh PDAM tetapi tidak semua warganya menjadi pelanggan PDAM dan lebih memilih menggunakan sumur sebagai sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.

3. Tidak tersedianya sarana prasarana persampahan yang memadai dan diperburuk perilaku masyarakat yang sering membuang sampah di kali atau saluran drainase. Masyarakat masih memanfaatkan lahan kosong atau pekarangan untuk membuang sampah sehingga mengakibatkan beberapa lokasi yang terlihat adanya penumpukan sampah.

4. Jalan lingkungan pada umumnya berkonstruksi perkerasan tanah dan pasir yang tidak seluruhnya dilengkapi dengan saluran drainase. Kondisi jalan tanah pada umumnya buruk dan terdapat kecSabu Raijuarungan bahwa kondisi jalan tanah ini semakin lama akan semakin parah kerusakannnya.

5. Pada lingkungan-lingkungan permukiman yang lokasi di sekitar sungai, bangunan-bangunan perumahan berada tepat dipinggir sungai yang dikhawatirkan akan terjadi longsor.

Aspek Pendanaan

Kebijakan-kebijakan pendukung pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman antara lain :

1. Kebijakan di bidang pengelolaan.

2. Kebijakan di bidang sistem informasi.

3. Kebijakan di bidang pengawasan dan pengendalian pembangunan perumahan dan permukiman.

4. Kebijakan di bidang peningkatan dan pengembangan industri konstruksi dan bahan bangunan.

5. Kebijakan di bidang ekonomi dan keuangan serta industry.

6. Kebijakan di bidang agraria dan pertanahan.

(13)

Kebijakan yang paling mendasar dan menjadi barometer keberhasilan pembangunan perumahan dan permukiman adalah kebijakan yang terkait dengan penetapan kerangka sistem pembiayaan yang penting untuk dikembangkan adalah pengerahan dana masyarakat. Biaya pembangunan sektor perumahan dan permukiman berasal dari :

1. Dana anggaran pembangunan 2. Sektor perbankan

3. Pinjaman dari luar negeri

Dana anggaran pembangunan lebih diarahkan untuk membiayai sarana dan prasarana serta fasilitas lingkungan permukiman, perbaikan kampung, dan perintisan pemugaran perumahan perdesaan. Sedangkan pinjaman luar negeri biasanya diarahkan bagi program-program penatan kawasan.

Sistem pengerahan dana dalam mekanisme pembiayaan pembangunan perumahan berskala besar mengkaitkan hal-hal sebagai berikut :

1. Lembaga keuangan bidang perumahan dan permukiman yang diperlukan, yaitu Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Hipotik Perumahan dan Lembaga Pembiayaan Pemilikan Rumah, serta Badan Usaha Bersama Simpan Pinjam Perumahan

2. Dana yang diperlukan dan cara dana tersebut dikerahkan dari masyarakat 3. Penggunaan dana yang tersedia untuk pembangunan perumahan dan

permukiman, termasuk sistem kredir pemilikan rumah (KPR), dan sistem penyewaan

4. Rangsangan, kebijakan perpajakan, bantuan dan subsidi pemerintah

Dalam rangka mengembangkan sistem pembiayaan perumahan dan permukiman diperlukan rangkaian peraturan perundang-undangan yang mendukung, baik yang menyangkut faktor kelembagaan, cara pengerahan dana maupun pemanfaatannya. Dengan demikian selain untuk menyeluruh, sistem tersebut juga terpadu, karena masing-masing komponen dan mekanisme pembiayaan tidak berdiri sendiri melainkan saling berkaitan.

Aspek Kelembagaan

Kelembagaan pembangunan perumahan dan permukiman harus melibatkan seluruh pelaku di bidang tersebut, yang merupakan pengembangan dari tiga

(14)

unsur utama pelaku pembangunan yaitu : pemerintah, swasta dan masyarakat.

Pembagian fungsi dan peran setiap pelaku pembangunan perumahan dan permukiman, dirinci berdasarkan unsur-unsur stakeholder yang terlibat didalamnya, adalah sebagai berikut :

a. Unsur Pemerintah

1. Bappeda Kabupaten Sabu Raijua

Mengkoordinasikan keseluruhan rencana pelaksanaan pembangunan di bidang perumahan dan permukiman.

2. Bina Program Pemda Kabupaten Sabu Raijua

a. Menetapkan program dan alokasi pembiayaan program.

b. Mendukung proses penyiapan DIP bersama komisi anggaran DPRD.

3. Dinas Permukiman dan Pengembangan Daerah Kabupaten Sabu Raijua Menyiapkan usulan kegiatan, biaya dan jadwal tiap program.

4. BPN, Dinas Tata Ruang, BPMD Kabupaten Sabu Raijua

a. Menetapkan mekanisme pelaksanaan anggaran dan pembangunan.

b. Menyiapkan pedoman umum pelaksanaan pembangunan perumahan

& permukiman.

c. Ikut membantu pengawasan dan pengendalian.

5. PDAM, PLN, Telkom

a. Penyediaan Sarana dan Prasarana permukiman.

b. Memberikan petunjuk/pedoman penyiapan program dan pembiayaan yang akan dibiayai oleh pemerintah daerah.

c. Membantu kegiatan pengawasan dan pengendalian.

b. Unsur Swasta

1. BTN/Perbankan, REI

Memfasilitasi kelancaran penempatan rumah melalui penyediaan dan pengelolaan KPR serta mengkoordinasi pelaksanaan konstruksi rumah.

2. BUMD dan Perusahan Swasta Lokal

a. Membantu menyediakan dana bridging bagi penyediaan & perbaikan perumahan.

b. Membantu menyelenggarakan pembangunan perumahan dan permukiman bagi karyawan perusahaan maupun masyarakat sekitar kawasan perusahan.

(15)

3. Konsultan Pembangunan

a. Memberikan bantuan teknis dan administratif program pembangunan.

b. Melakukan pendampingan komprehensif kepada masyarakat.

c. Unsur Masyarakat

1. DPRD Kabupaten Sabu Raijua

a. Bersama-sama pemerintah menyusun rencana anggaran pembiayaan untuk pembangunan perumahan permukiman.

b. Membantu menyelenggarakan pengawasan dan pengendalian pembangunan

2. Masyarakat dan Kelompok Swadaya Masyarakat.

a. Menjadi subyek pembangunan, merencanakan, melaksanakan program dan mengevaluasi pelaksanaan secara mandiri dengan dampingan konsultan pendamping

b. Mengorganisir pelaksanaan pembangunan di tingkat lokal 3. Tenaga Penggerak Masyarakat

Menjadi motivator, mediator dan kader masyarakat yang dapat dilanjutkan tugas-tugas dan fungsi konsultan pembangunan pasca program/proyek.

d. Lembaga Donor

1. Peningkatan akses dan mutu pelayanan dasar : Aus AID ANTARA 2. Equitable Payment for Watersheed Services (EPWS) : CARE Indonesia 3. Kesehatan dan Sanitasi Lingkungan : CCF

4. Pengembangan Sistem Air Bersih Perpipaan : PLAN Indonesia 5. Air Bersih dan Sanitasi Lingkungan : UNICEF

Untuk kabupaten Sabu Raijua dokumen perencanaan yang mendukung pembangunan permukiman yang sudah mempunyai kekuatan hukum seperti pada tabel 7.2. di bawah ini :

(16)

Tabel 7.2.

Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Peraturan Lainnya yang terkait Pengembangan Permukiman

Sektor permukiman memfokuskan pada penataan kawasan permukiman yang berada di kawasan perkotaan (Kws.Kumuh) dan kawasan pedesaan yaitu pada kawasan desa potensial agropolitan dan minapolitan. Penataan Kawasan ini lebih di arahkan pada pembangunan jalan lingkungan kawasan permukiman perkotaan ataupun jalan akses pedesaan menuju kawasan potensial minapolitan atau agropolitan. Penanganan infrastruktut Sektor Permukiman di Kabupaten Sabu Raijua dari tahun 2011-2015 hanya dilakukan melalui program Pemberdayaan pembangunan Infrastruktur pedesaan (PPIP).

No

PERDA/Peraturan Gubernur/Peraturan/

Peraturan Lainnya

Amanat Kebijakan Daerah Jenis Produk

Pengaturan

Nomor/

Tahun Perihal

1 Perda Nomor 11 / Tahun 2011

RTRW Kab. Sabu Raijua 2011-2031

 Kawasan permukiman

perkotaan diimbangi dengan tersedianya pusat pelayanan yang terkonsentrasi di sekitar Perkotaan Seba, Perkotaan Bolou, Perkotaan Ledeunu, Perkotaan Tanajawa, dan Perkotaan Eilogo, dan Perkotaan Eimadeke, dan masing-masing perkotaan menyediakan rth minimum 30 %.

 Kawasan permukiman perdesaan meliputi kawasan permukiman perdesaan kegiatan pertanian yang menyebar di sekitar daerah pertanian di seluruh wilayah kecamatan Kabupaten Sabu Raijua.

 Rencana pengembangan kawasan permukiman di

wilayah Kabupaten Sabu Raijua memiliki luas sebesar kurang lebih 3.782 (tiga ribu tujuh ratus delapan puluh dua)hektar.

2 Perda Nomor 4 / Tahun 2011

RPJMD Kab. Sabu Raijua 2011-2016

Peningkatan kualitas perumahan yang memenuhi standar

pemukiman sehat

(17)

Untuk Penataan Kawasan permukiman perkotaan/Kumuh sampai dengan tahun 2015 belum dapat dilakukan karena belum ada SK dari Bupati tentang penetapan kawasan kumuh di Kabupaten Sabu Raijua

C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Permasalahan Pengembangan Permukiman

1) Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.

2) Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.

3) Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.

Tantangan Pengembangan Permukiman

1) Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat

2) Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.

3) Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program- Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)

4) Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah 5) Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa

pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.

6) Penguatan Sinergi SPPIP/RPKPP dalam Penyusunan RPIJM Kab./Kota

Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di atas adalah yang terangkum secara nasional.

Adapun permasalahan pembangunan permukiman yang bersifat strategis di Kabupaten Sabu Raijua adalah sebagai berikut:

 Belum adanya kebijakan tata ruang kota yang mampu memberikan kepastian hak atas peruntukkannya, khususnya dalam melindungi peruntukkan ruang dan tanah bagi masyarakat miskin.

(18)

 Dibutuhkan upaya untuk memprediksi secara tepat kebutuhan hunian bagi penduduk kabupaten Sabu Raijua

 Belum tersedianya basis informasi dan data mengenai berbagai aspek yang terkait dengan kondisi pembangunan perumahan dan permukiman kabupaten Sabu Raijua

 Legalitas kawasan perumahan/permukiman

Pemberian perijinan penguasaan lahan utnuk kawasan perumahan dan permukiman umumnya belum dilandaskan pada kerangka penataan wilayah yang lebih menyeluruh, atau rumitnya prosedur yang harus ditempuh dalam memperoleh legalitas kawasan hunian, maupun rendahnya tingkat kesadaran/masyarakat mengenai hal ini, sehingga mengakibatkan timbulnya kawasan perumahan/permukiman liar di beberapa lokasi

 Penyediaan tanah, prasarana dan sarana, teknologi bahan bangunan, konstruksi, pembiayaan dan kelembagaan yang masih memerlukan pengaturan yang dapat mengakomodasikan muatan dan kapasitas lokal

 Belum optimalnya pelaksanaan fungsi dan peran kelembagaan pengelolaan pembangunan perumahan dan permukiman di Kabupaten Sabu Raijua, yang mengakibatkan tidak terorganisasinya perencanaan dan pemprograman pembagunan perumahan dan permukiman yang dapat saling mengisi antara ketersediaan sumber daya pembangunan dan kebutuhan yang berkembang di masyarakat.

 Berkembangnya pengusaan lahan skala besar oleh beberapa pihak yang tidak disertai kemempuan untuk membangun atau merealisasikan pada waktunya

Permasalahan pokok perumahan dan permukiman yang berada di Kabupaten Sabu Raijua sebagai berikut:

 Kondisi penyediaan hunian bagi penduduk kabupaten Sabu Raijua yang cenderung belum berimbang, karena masih belum dapat menyentuh kebutuhan hunian bagi penduduk miskin

 Belum tepatnya karakteristik rumah/bentuk hunian yang disediakan oleh pihak-pihak pengembang perumahan/permukiman, yang sesuai dengan

(19)

karakteristik kebutuhan penduduk akan rumah/hunian serta kemampuan finansial penduduk.

 Kepadatan penduduk di wilayah permukiman yang tinggi berdampak pula terhadap buangan MCK. Buangan MCK ini pada umumnya tidak mempunyai saluran pembuangan yang tepat dan diarahkan secara benar, sehingga seringkali masuk ke ruas-ruas jalan lingklungan. Kondisi ini mengakibatkan ruas-ruas jalan lingkunagn menjadi kotor dan kumuh, dan diperparah lagi dengan tidak adanya atau tidak teraturnya pagar pekarangan di sisi jalan

Tabel 7.3

Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Sabu Raijua

No Permasalahan

Pengembangan Permukiman Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi 1 Aspek Teknis

Pada wilayah kumuh kondisi perumahan yang ada seperti bahan dinding yang terbuat dari gedeg atau ranting yang disusun, berlantaikan tanah, tidak memilki jSabu Raijuala, beratap seng dan tidak ada jarak antar bangunan. Jika musim hujan tiba terjadi bocor dan pada musim kemarau udara di dalam rumah terasa panas dan pengap, karena sirkulasi udara yang tidak dapat berlangsung dengan baik.

Kondisi ini dtambah lagi dengan tidak adanya atau kurang memadainya MCK keluarga, jamban yang kurang layak, tidak ada septic tank, tidak ada atau tidak berfungsinya saluran drainase.

 Dapat memenuhi

kebutuhan prasarana dan sarana dasar permukiman perdesaan dan

perkotaan.

 Terbangunnya perumahan dan

permukiman yang layak huni.

 Penanganan rumah tidak layak huni

 Penanggulangan terhadap

kawasan permukiman yang rawan bencana (banjir, kekeringan, longsor dan kebakaran)

2 Aspek Kelembagaan Belum optimalnya pelaksanaan fungsi dan peran kelembagaan

pengelolaan pembangunan perumahan dan

permukiman di Kabupaten Sabu Raijua, yang

Penyediaan tanah, prasarana dan sarana, teknologi bahan bangunan, konstruksi, pembiayaan dan

kelembagaan yang masih memerlukan pengaturan yang dapat

Penerbitan regulasi mengenai

permukiman di perkotaan Sabu Raijua

(20)

7.1.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor pengembangan

mengakibatkan tidak terorganisasinya perencanaan dan pemprograman

pembagunan perumahan dan permukiman yang dapat saling mengisi antara ketersediaan sumber daya pembangunan dan kebutuhan yang

berkembang di masyarakat.

mengakomodasikan muatan dan kapasitas lokal

3 Aspek Pembiayaan

Masih rendahnya dukungan pemda dalam

pembangunan lingkungan permukiman yang

diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM

Terpenuhinya kebutuhan perumahan bagi

masyarakat yang tinggal di lingkungan permukiman kumuh.

Penanganan dan penyediaan permukiman bagi masyarakat berpenghasilan rendah

4 Aspek Peran Serta Masyarakat/Swasta

Pertumbuhan penduduk yang masih cukup tinggi khususnya di perkotaan dan kesadaran masyarakat yang masih rendah tentang kebersihan dan kelestarian lingkungan permukiman, sehingga terjadi kekumuhan dibeberapa lokasi

Masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang kebersihan dan kelestarian lingkungan serta memelihara hasil

pembangunan sarana- prasarana.

5 Aspek Lingkungan Permukiman

Adanya lingkungan permukiman kumuh yang tumbuh dan berkembang terutama di daerah pasar di ibu kota kabupaten Sabu Raijua yang diidentifikasi akan menjadi kawasan kumuh

Tertatanya lingkungan permukiman kumuh menjadi lingkungan sehat, indah, nyaman dan adanya peningkatan derajat kesehatan dan pendidikan masyarakat.

 Perbaikan kualitas lingkungan permukiman

 Pembangunan kawasan permukiman baru (New development)

(21)

permukiman baik di tingkat Pusat maupun di tingkat kabupaten/kota. Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014, MDGs 2015 (target tahun 2020 untuk pengurangan proporsi rumah tangga kumuh), Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI, arahan Direktif Presiden untuk program pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014.

Sedangkan di tingkat kabupaten/kota meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten Sabu Raijua, maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut hendaknya menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan pengembangan permukiman.

Analisis kebutuhan dan target pencapaian daerah pengembangan permukiman dapat diuraikan sebagai berikut.

A. Permukiman Perkotaan:

1) Pembangunan PSD bagi RSH/kawasan siap bangun

Terdapat kawasan Perumahan Sehat Sederhana (RSH). Rendahnya dukungan PSD ditandai oleh jalan lingkungan yang buruk, saluran drainase yang tidak berfungsi dan mengalami kerusakan lebih dari 90 %, jaringan pipa yang kurang berfungsi karena kurangnya debit/lemahnya tekanan, serta tidak tersedianya sarana pembuangan sampah sementara. Kawasan ini belum dihuni 100 %, antara karena belum dilayani jaringan air bersih. Selain itu kawasan ini perlu didukung dengan peningkatan jalan lingkungan serta penyediaan saluran drainase dan sarana pembuangan sampah sementara.

Terhadap kawasan RSH ini direkomendasikan program peningkatan/

dukungan PSD seperti jalan lingkungan, jaringan air bersih, saluran drainase dan tempat pembuangan sampah sementara.

2) Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman

Penanganan pembangunan permukiman di kota Seba selama ini dilakukan secara parsial dan tidak terarah karena pemerintah daerah tidak memiliki Rencana Program Pembangunan Perumahan dan Permukiman Daerah (RP4D). Karena itu direkomendasikan untuk dikembangkan program pendampingan penyusunan RP4D.

(22)

B. Permukiman Perdesaan:

1) Pengembangan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa

Kawasan perdesaan di kabupaten Sabu Raijua memiliki kemampuan dan keterbatasan yang tidak sama. Beberapa di antaranya memiliki potensi dan kesempatan ekonomis yang lebih tinggi yang jika dikembangkan secara baik dapat berfungsi/berperan sebagai kawasan pusat pertumbuhan. Terhadap kawasan tersebut seharusnya diperlakukan secara berbeda. Namun pemerintah daerah belum melakukan identifikasi Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D) sehingga dalam hal pembangunan infrastruktur perdesaan, semua desa di Sabu Raijua seakan dianggap dan diperlakukan sama. Untuk itu direkomendasikan untuk melakukan Identifikasi kawasan potensial yang diikuti dengan pendampingan penyusunan Program Jangka Menengah (PJM) KTP2D. Selanjutnya pembangunan infrastruktur di kawasan terpilih berikut Desa Pusat Pertumbuhan-nya diberi prioritas dan diarahkan pada upaya menjadikan kawasan ini sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi berbasis kawasan

2) Pembangunan Jalan Poros Desa

Rendahnya kasesibilitas pada sejumlah desa di Sabu Raijua antara lain karena buruknya kualitas jalan poros desa. Selain karena keteratasan dana juga karena kondisi topografi yang kurang mendukung, atau karena pertimbangan ekonomi. Bagaimanapun kondisi ini menghambat pembangunan/pertumbuhan wilayah karena itu perlu direkomendasikan untuk mempercepat program pembangunan jalan poros desa, yang dutamakan pada desa-desa terisolasi.

Analisis kebutuhan dan target pencapaian daerah pengembangan permukiman dapat diuraikan pada tabel berikut.

Tabel 7.4.

Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman Di Perkotaan untuk 5 Tahun

No Uraian Unit Tahun I Tahun

II

Tahun III

Tahun IV

Tahun

V Ket

1 Jumlah Penduduk Jiwa - - - - -

Kepadatan

Penduduk Jiwa/Km2 - - - - -

Proyeksi Persebaran

Penduduk Jiwa/Km2 - - - - -

(23)

Proyeksi Persebaran

Penduduk Miskin Jiwa/Km2 - - - - -

2 Sasaran Penurunan

Kawasan Kumuh Ha - - - - -

3 Kebutuhan

Rusunawa TB - - - - -

4 Kebutuhan RSH Unit - - - - -

5

Kebutuhan Pengembangan Permukiman Baru

Kawasan - - - - -

Tabel 7.5.

Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman Di Perdesaan Yang Membutuhkan Penanganan untuk 5 Tahun

No Uraian Unit Tahun I Tahun

II

Tahun III

Tahun IV

Tahun

V Ket

1 Jumlah Penduduk Jiwa - - - - -

Kepadatan

Penduduk Jiwa/Km2 - - - - -

Proyeksi Persebaran

Penduduk Jiwa/Km2 - - - - -

Proyeksi Persebaran

Penduduk Miskin Jiwa/Km2 - - - - -

2 Desa Potensial untuk

Agropolitan Desa - - - - -

3 Desa Potensial untuk

Minapolitan Desa - - - - -

4 Kawasan Rawan

Bencana Kawasan - - - - -

5 Kawasan Perbatasan Kawasan - - - - -

6

Kawasan

Permukiman Pulau- Pulau Kecil

Kawasan - - - - -

7 Desa Kategori Miskin Desa - - - - -

8 Kawasan dengan

Komoditas Unggulan Kawasan - - - - -

7.1.4. Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari:

1) Pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa.

2) Peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH

Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:

(24)

1) Pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil,

2) Pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE), 3) Desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.

Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan SPPIP dan RPKPP ataupun review bilamana diperlukan.

Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan

 Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

 Infrastruktur permukiman RSH

 Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

 Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/

Minapolitan)

 Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana

 Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil

 Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)

 Infrastruktur perdesaan PPIP

 Infrastruktur perdesaan RIS PNPM

Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam gambar 7.1

Gambar 7.1.

Alur Program Pengembangan Permukiman

(25)

Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

 Umum

 Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

 Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.

 Kesiapan lahan (sudah tersedia).

 Sudah tersedia DED.

 Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (SPPIP, RPKPP, Masterplan Kws. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

 Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.

 Ada unit pelaksana kegiatan.

 Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

 Khusus Rusunawa

 Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA

 Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh

 Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum,dan PSD lainnya

 Ada calon penghuni RIS PNPM

 Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

 Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.

 Tingkat kemiskinan desa >25%.

 Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5% dari BLM.

PPIP

 Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI

 Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya

 Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik

(26)

 Tingkat kemiskinan desa >25%

PISEW

 Berbasis pengembangan wilayah

 Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan

 Mendukung komoditas unggulan kawasan

Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidak teraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidak lengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:

1. Vitalitas Non Ekonomi

a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.

c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

(27)

2. Vitalitas Ekonomi Kawasan

a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.

Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya

b. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh.

3. Status Kepemilikan Tanah

a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.

b. Status sertifikat tanah yang ada.

4. Keadaan Prasarana dan Sarana a. Kondisi Jalan

b. Drainase c. Air bersih d. Air limbah

5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

7.1.5. Usulan Program dan Kegiatan

Pengembangan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan pada hakekatnya adalah untuk mewujudkan kondisi perkotaan dan perdesaan yang layak huni (livable), aman, nyaman, damai, dan sejahtera serta berlelanjutan.

Rencana program investasi PU/Cipta Karya merupakan perencanaan program secara detail yang dijabarkan dari segi pendanaan, teknis yang sesuai hasil studi kelayakan masing-masing sektor selama 5 tahun ke depan dengan didukung hasil

(28)

analisis kelembagaan daerah dan kapasitas keuangan daerah. Pada sub bab ini akan dibahas rencana investasi jangka menengah bidang pengembangan permukiman dengan memperhatikan program kegiatan, target pencapainnya, keluaran (output), pemecahan permasalahan (problem solving), sehingga sasaran (goal) dapat tercapai.

Rencana program investasi Jankga menengah (RPIJM) Sub sektor pengembangan permukiman bidang PU/cipta karya bertujuan untuk mengembangkan wilayah perkotaan dan perdesaan agar lebih terarah dan bersinergi dengan kondisi lingkungan sekitar. Tujuan Pengembangan permukiman meliputi:

1. Memenuhi kebutuhan pengembangan permukiman (sarana dan prasarana dasar permukiman)

2. Terwujudnya permukiman yang layak dalam lingkungan sehat, aman, serasi, dan teratur

3. Mengarahkan pertumbuhan wilayah

4. Menunjang kegiatan ekonomi melalui kegiatan pengembangan

Komponen-komponen yang termasuk dalam program pengembangan permukiman perkotaan dan perdesan antara lain :

1. Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan meliputi:

a. Penyediaan Prasarana dan Sarana Dasar bagi kawasan RSH bagi kawasan rumah sederhana.

b. Penataan dan Peremajaan Kawasan c. Peningkatan Kualitas Permukiman

2. Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan meliputi:

a. Pengembangan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D) b. Pengembangan Kawasan Agropolitan

c. Penyediaan Prasarana dan Sarana Permukiman dipulau kecil dan terpencil d. Pemgembangan Prasarana dan Sarana Kawasan Perbatasan

e. Penyediaan Prasrana dan Sarana dalam rangka penanganan bencana

a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman

Jika meninjau kembali rencana tata ruang, dalam hal ini RTRW Kabupaten Sabu Raijua dan RTURK Kota Sabu Raijua dan kajian kontekstual kondisi umum

(29)

kabupaten Sabu Raijua. Maka ada beberapa program kegiatan prioritas menurut bidang dan sub bidang PU/cipta karya yang termuat dalam RPIJM.

Program pengembangan permukiman ini terwujud dalam program pengembangan permukiman perkotaan dan program pengembangan permukiman perdesaan akan dibahas sebagai berikut :

Dalam pelaksanaanya program pengembangan mengikuti fungsi kawasan yang telah ditetapkan, seperti program pengembangan kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan. Wujud-wujud dari program ini perlu ditindaklanjuti pada masa-masa yang akan datang dengan memperhatikan ukuran kelayakanya. Pengembangan kawasan permukiman yang dimaksud yakni:

a) Pengembangan kawasan permukiman perkotaan:

 Penyediaan Prasarana dan Sarana Dasar bagi kawasan RSH

 Penataan dan Peremajaan Kawasan

 Peningkatan Kualitas Permukiman

b) Pengembangan Kawasan Permukiman perdesaan:

 Pengembangan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa

 Pengembangan Kawasan Agropolitan

 Penyediaan prasarana dan sarana permukiman dipulau kecil dan terpencil

 Pengembangan Prasarana dan Sarana Kawasan Perbatasan

 Penyediaan Prasarana dan Sarana dalam rangka Penanganan Bencana

Dari program-program pengembangan permukiman perkotaan dan perdesaan diatas, ada beberapa yang menjadi program prioritas pemerintah kabupaten Sabu Raijua seperti penyediaan PSD bagi kawasan RSH, Peremajaan Kawasan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Kawasan Perbatasan.

b. Usulan Pembiayaan Pembangunan Permukiman

Adapun untuk usulan pembiayaan dapat dijabarkan usulan pembiayaan baik dari APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi, APBN, maupun dari masyarakat dan swasta, sesuai dengan kemampuan pembiayaan pemerintah kabupaten Sabu Raijua

Usulan kegiatan dan pembiayaan secara lebih rinci dapat dituangkan ke dalam Matriks RPIJM terlampir

(30)

7.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan.

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik diperkotaan maupun diperdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri, sedangkan misinya adalah :

1) Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak huni, berjati diri, serasi dan selaras, dan

2) Memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan lingkungan yang produktif dan berkelanjutan.

Untuk itu, Kementrian Pekerjaan Umum sebagai lembaga pembina teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai kewajiban untukmeningkatkan kemampuan Kabupaten/Kota agar mampu melaksanakan amanat UU No 28/2002 tentang Bangunan Gedung. Untuk tahun anggaran 2007, sebagai kelanjutan dari kegiatan tahun-tahun sebelumnya, perlu melanjutkan dan memperbaiki serta mempertajam kegiatannya agar lebih cepat memampukan Kabupaten/Kota.

Disamping hal tersebut, Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman menggariskan bahwa peningkatan kualitas lingkungan permukiman dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan bertahap, mengacu kepada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai penjabaran rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang harus disusun oleh pemerintah daerah secara komprehensive, akomodatifdan responsif. Selaras dengan upaya pencapaian target Millenium (MDGs), yakni: mengurangi sampai setengahnya, sampai dengan tahun 2015, proporsi penduduk miskin tahun 1990 (target 1); dan mengurangi sampai setengahnya, sampai dengan tahun 2015, proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum dan sanitasi yang aman dan berkelanjutan, maka peningkatan kualitas lingkungan permukiman perlu dilakukan lebih intensive dengan melibatkan masyarakat setempat, kelompk peduli dan dunia usaha secara aktif.

7.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang,

(31)

terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan peraturan antara lain :

1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.

Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah :

a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;

b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan c. Izin mendirikan bangunan gedung.

Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan,kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan

(32)

pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian PBL

4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor- sektornya.

(33)

Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL (Permen PU No. 8 tahun 2010)

Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.

Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi :

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah Negara ;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan ;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan ;

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan social ;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan ; dan f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti ditunjukkan pada Gambar 7.2.

Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi :

(34)

a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

 Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);

 Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

 Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;

 Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.

b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

 Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;

 Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;

 Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;

 Pelatihan teknis.

c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

 Bantuan teknis penganggulangan kemiskinan di perkotaan

 Paket dan Replikasi

Gambar 7.2.

Lingkup Tugas Penataan Bangunan dan Lingkungan

(35)

7.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan a. Isu Strategis Penataan Bangunan dan Lingkungan

Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat melihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL.

Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.

Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s 2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.

Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming).

Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan- kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.

Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sector PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta

(36)

pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu

"Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.

Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

1) Penataan Lingkungan Permukiman

a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL ;

b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan ; c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau

(RTH) di perkotaan

d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;

f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota;

c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;

d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;

e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.

3) Pemberdayaan Komunitas Dalam Penanggulangan Kemiskinan

a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang

(37)

atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;

b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in- cash sesuai MoU PAKET;

c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.

Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi :

a) Revitalisasi, b) RTH,

c) BangunanTradisional/bersejarah dan d) Penanggulangan kebakaran,

bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.

Adapun isu-isu strategis sektor PBL di kabupaten Sabu Raijua seperti dalam tabel 7.7. berikut ini :

Tabel 7.7.

Isu-Isu Strategis Sektor PBL Kabupaten Sabu Raijua

No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis Sektor PBL 1 Penataan Lingkungan Permukiman 1. Terbangunnya perumahan dan

permukiman yang layak huni.

2. Terpenuhinya kebutuhan

perumahan bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan permukiman kumuh.

3. Tertatanya lingkungan permukiman kumuh menjadi lingkungan sehat, indah, aman, nyaman, dan adanya peningkatan derajat kesehatan dan pendidikan masyarakat.

2 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

1. Meningkatkan pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk bangunan gedung dan rumah negara 2. Menjaga kelestarian nilai-nilai

arsitektur Bangunan Gedung yang dilindungi dan dilestarikan serta keahlian membangun (seni dan budaya).

Referensi

Dokumen terkait

Bab VII – Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII - 36 sarana dan prasarana air limbah rumah tangga sebagian besar telah terbangun dengan baik namun

Rencana Pembangunan Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Klungkung Tahun 2015-2019 8 Klungkung baru dapat memanfaatkan sumber air baku dengan kapasitas air terpasang

Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial yang meningkat kualitasnya Pendampingan PIP untuk operasional dan pengawasan 400,00 Pemberdayaan Masyarakat dalam

Pada saat ini banyak terjadi masalah genangan air yang pada umumnya disebabkan antara lain karena prioritas penanganan drainase kurang mendapat perhatian,

Aspek kebencanaan dapat mempengar uhi per encanaan t at a r uang suat u w ilayah. Tat a Ruang sebagai salah sat u bent ukan dar i per encanaan w ilayah memiliki beber apa t

 Potensi utama terletak pada posisi kawasan yang strategis sebagai lokasi pengembangan khususnya di kawasan Muara Beliti, sesuai dengan fungsi kawasan sebagai

Kebijakan dan strategi pembangunan dan pengembangan permukiman meliputi kebijakan umum terkait pengaturan, pembinaan dan pengawasan (Tur-BinWas) yang berlaku untuk semua

Fasilitas Kota terkait 3R yang sudah ada yaitu gedung fisik TPST (Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu) yang berlokasi di Aur Kuning. Gedung TPST tersebut merupakan milik