• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN

5.2 Kondisi Sub DAS Biyonga

Sub DAS Biyonga merupakan salah satu Sub DAS yang paling konsisten menyuplai air sepanjang tahun ke Danau Limboto dibandingkan dengan Sub DAS lainnya yang berada di dalam kawasan DAS Limboto. Sub DAS Biyonga memiliki luas wilayah sebesar 45.146,45 hektar, dengan panjang sungai sekitar 32,16 kilometer persegi, serta merupakan tipe sungai sub sekuen-permanen dengan bentuk V. Sub DAS Biyonga memiliki kedalaman mencapai 30 cm pada bagian hulu dan 40 cm pada bagian hilir, lebar sungai pada bagian hulu 26,6 m dan pada bagian hilir 42 m, serta kecepatan arus pada bagian hulu 0,5 meter kubik per detik dan pada bagian hilir 0,71 meter kubik. Wilayah Sub DAS Biyonga dapat dilihat pada Gambar 4.

Sumber : EGSLP, 2010.

Gambar 4. Wilayah Sub DAS Biyonga

Sub DAS Biyonga

Danau Limboto

Sub DAS Biyonga merupakan suatu kesatuan dari DAS Limboto yang memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah. Potensi luas lahan pertanian di wilayah Sub DAS Biyonga kurang lebih sekitar 4.117 hektar. Oleh karena itu, Sub DAS Biyonga memiliki nilai penting bagi kehidupan masyarakat di Kabupaten Gorontalo. Selain berfungsi sebagai lahan pertanian dan perkebunan, Sub DAS Biyonga juga berfungsi sebagai area konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi. Wilayah ini menyimpan air dan curah hujan dengan tutupan vegetasi lahan yang cukup memadai. Kondisi wilayah Sub DAS Biyonga secara umum adalah sebagai berikut:

1. Letak dan Luas

Secara administratif pemerintahan, Sub DAS Biyonga berada di dalam kawasan DAS Limboto, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo, Propinsi Gorontalo. Secara geografis Sub DAS Biyonga terletak pada 122o 58’ 09” BT - 123o 02’ 19” BT dan 0o 36’ 06” LU - 0o46’ 55” LU.

2. Keadaan Iklim

Keadaan iklim di wilayah Sub DAS Biyonga memiliki tipe iklim C (Smidth - Ferguson) yang agak basah yaitu kurang dari tujuh bulan basah dan kurang dari empat bulan kering, serta selebihnya bulan lembab. Curah hujan pada Sub DAS Biyonga berkisar antara 1.400 mm/tahun - 1.700 mm/tahun dengan suhu maksimum sebesar 32oC dan suhu minimum sebesar 23oC. Musim hujan terjadi sekitar bulan Oktober hingga bulan April, sedangkan musim kemarau terjadi sekitar bulan Mei hingga bulan September.

3. Penggunaan Lahan

Pola penggunaan lahan di Sub DAS Biyonga berdasarkan peta tutupan lahan yaitu didominasi oleh lahan pertanian dan perkebunan seluas 5.006 hektar, hutan sekunder seluas 1.073 hektar, rawa dan semak-belukar seluas 501 hektar, serta pemukiman seluas 572 hektar. Adapun potensi lahan kritis yang disebabkan oleh terjadinya erosi yaitu seluas 6.651 hektar.

4. Keadaan Topografi

Kondisi topografi pada Sub DAS Biyonga sangat bervariasi yaitu mulai dari datar-landai sampai berbukit, dengan dominasi topografi bergelombang 3.218

hektar, berombak 1.788 hektar, datar-landai 1.430 hektar dan berbukit 715 hektar.

5. Jenis Tanah

Berdasarkan peta jenis tanah dari Balai Pengelolaan DAS Bone Bolango, jenis tanah yang terdapat pada Sub DAS Biyonga didominasi oleh jenis tanah aluvial seluas 21.809,41 hektar, litosol seluas 6.825,01 hektar dan podsolik seluas 25.628,26 hektar.

6. Lahan Kritis

Tingkat kekritisan lahan di wilayah Sub DAS Biyonga sudah cukup besar. Berdasarkan data lahan kritis dari Balai Pengelolaan DAS Bone Bolango pada tahun 2009 ada dua kelurahan yang memiliki tingkat kekritisan yang cukup besar yaitu, Kelurahan Biyonga sebesar 22.153,54 hektar dan Kelurahan Kayu Merah sebesar 15.155,07 hektar. Adapun total lahan kritis yang ada di wilayah Sub DAS Biyonga yaitu sebesar 54.262,68 hektar.

Wilayah Sub DAS Biyonga dibagi menjadi tiga daerah yaitu Kelurahan Biyonga dan Malahu yang berada di daerah hulu, Kelurahan Bongohulawa dan Kayu Merah yang berada di daerah tengah, serta Kelurahan Hunggaluwa dan Kayu Bulan yang berada di daerah hilir. Berdasarkan pemanfaatan sumberdaya alam yang ada di wilayah Sub DAS Biyonga dapat dibagi menjadi beberapa kawasan, antara lain:

1. Kawasan pertanian terdapat di Kelurahan Biyonga, Bongohulawa, Kayu Merah, Hunggaluwa dan Kayu Bulan. Kawasan tersebut memiliki potensi pertanian tanaman pangan yang cukup besar antara lain padi, jagung, kacang tanah, kacang hijau, kedelai, sayur-sayuran dan buah-buahan. Akan tetapi tanaman yang paling sering diusahakan sepanjang tahun oleh petani di kawasan tersebut antara lain padi, jagung, cabe dan tomat.

2. Kawasan perkebunan terdapat di Kelurahan Biyonga dan Malahu. Pada kawasan tersebut terdapat perkebunan kelapa, kelapa hibrida, kemiri, cengkeh, kopi, vanili, kakao dan durian. Akan tetapi tanaman yang paling sering diusahakan sepanjang tahun oleh petani di kawasan tersebut antara lain kelapa, kemiri dan cengkeh.

3. Kawasan perikanan air tawar terdapat di Kelurahan Kayu Bulan yang sekaligus juga merupakan kawasan Danau Limboto. Kawasan tersebut memiliki potensi perikanan tangkap, perikanan bibilo dan perikanan budidaya. Nelayan di kawasan Danau Limboto sebagian besar merupakan nelayan perikanan tangkap dan selebihnya adalah nelayan perikanan budidaya.

4. Kawasan hutan terdapat di Kelurahan Biyonga dan Malahu. Sebagian wilayah dari kawasan tersebut merupakan kawasan hutan lindung Gunung Damar. Kawasan hutan lindung Gunung Damar didominasi oleh jenis pohon Damar, Meranti, Cempaka dan Jati.

5. Kawasan industri kecil terdapat di Kelurahan Biyonga, Malahu, Bongohulawa, Hunggaluwa dan Kayu Bulan. Industri pembuatan minyak kelapa terdapat di Kelurahan Biyonga dan Bongohulawa, industri pembuatan gula merah terdapat di Kelurahan Biyonga dan Malahu, serta industri pembuatan tahu dan tempe terdapat di Kelurahan Hunggaluwa dan Kayu Bulan.

6. Kawasan wisata terdapat di Kelurahan Kayu Bulan dan Bongohulawa. Wisata yang cukup terkenal yaitu Danau Limboto terletak di Kelurahan Kayu Bulan, selain itu juga terdapat wisata rumah adat gorontalo dan menara keagungan. Sementara itu wisata taman safari dan bukit PPN 32 terdapat di Kelurahan Bongohulawa.

Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan di kawasan DAS Limboto antara lain akibat adanya kontribusi sedimentasi dari wilayah Sub DAS Biyonga. Hal tersebut dapat dilihat dari total bahaya erosi yang terjadi di wilayah Sub DAS Biyonga (lihat Tabel 2). Total bahaya erosi merupakan hasil akhir dari perhitungan topografi (kemiringan lereng), tutupan lahan/vegetasi, penggunaan lahan (land use), jenis tanah dan ailran permukaan (run-off). Berdasarkan topografinya (kemiringan lereng), Sub DAS Biyonga didominasi oleh jenis topografi yang bergelombang dan curam. Curamnya topografi di wilayah Sub DAS Biyonga, mengindikasikan bahwa tingkat kerusakan yang terjadi di wilayah tersebut cukup besar. Berdasarkan penggunaan lahan (land use), Sub DAS Biyonga didominasi oleh lahan pertanian dan perkebunan, sehingga mengakibatkan setiap tahunnya terjadi alih fungsi lahan

kehutanan menjadi lahan pertanian dan perkebunan serta pemukiman penduduk. Apabila masuk musim penghujan aliran permukaan di wilayah Sub DAS Biyonga cukup tinggi, hal ini mengindikasikan bahwa tanah di wilayah tersebut sudah semakin jenuh akibatnya air sudah tidak dapat meresap ke dalam tanah.

Selain itu juga praktek illegal logging yang ada di daerah hulu Sub DAS Biyonga, merupakan penyebab terjadinya kerusakan lingkungan di wilayah Sub DAS Biyonga. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dilapangan, setiap tahunnya terdapat puluhan kasus illegal logging di wilayah Sub DAS Biyonga.

Illegal logging tersebut terjadi akibat lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terkait. Hal ini dapat dilihat dari jumlah polisi hutan yang mengawasi daerah hulu Sub DAS Biyonga hanya berjumlah enam orang, sedangkan luas kawasan hutan yang menjadi wilayah kerjanya mencapai lebih dari 10.000 hektar.

Dokumen terkait