• Tidak ada hasil yang ditemukan

Valuasi ekonomi sumberdaya alam sub DAS Biyonga dalam kawasan DAS Limboto

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Valuasi ekonomi sumberdaya alam sub DAS Biyonga dalam kawasan DAS Limboto"

Copied!
273
0
0

Teks penuh

(1)

AHMAD FADHLI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Sub DAS Biyonga Dalam Kawasan DAS Limboto Di Kabupaten Gorontalo adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2011

(3)

Watershed Biyonga In Limboto Watershed Area In Gorontalo Regency. Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI as the leader and SAHAT M. H. SIMANJUNTAK as member of supervisory commission.

Natural resource is something that can be utilized for various purposes and needs of human life. Utilization of natural resources should be followed with maintenance and preservation, since the natural resources is limited. Watershed is one of strategic resources that important for human living.. The main problem of watersheds in Indonesia is a critical condition caused by watershed and forest land degradation. Limboto watershed is one of the strategic watersheds in Gorontalo which has been damaged. Limboto watershed area consists of several sub-watersheds include Biyonga, Alo and Marisa. Among those sub-watersheds, Biyonga is the most consistent water sources to Limboto Lake throughout the year, and at the same time, it is the main sediment source to the lake as well. In the future, the condition of this area can increase or decrease, but almost generally decrease. This was due to the failure of government policy, population growth and natural disasters. The direct use value of natural resources in the Sub-Watershed of Biyonga is IDR 898.893.740.803,01, while the indirect use value of natural resources in Sub-Watershed of Biyonga is IDR 118.541.872.369,80. The existence value for natural resources in Sub-Watershed of Biyonga is IDR 61.284.600.000,00, while the bequest value for natural resources in Sub-Watershed of Biyonga is IDR 39.456.900.000,00 and the option value for natural resources in Sub-Watershed of Biyonga is IDR 4.071.960.000,00. The total economic value resulted in Sub-Watershed of Biyonga in Watershed Limboto area is IDR 1.122.249.073.172,81.

(4)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar di IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya

(5)

Nama : Ahmad Fadhli

NRP : H351090081

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.S Ir. Sahat M. H. Simanjuntak, M.Sc Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, Agr

(6)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis dengan judul: Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Sub DAS Biyonga Dalam Kawasan DAS Limboto Di Kabupaten Gorontalo. Tesis ini merupakan salah satu persyaratan utama dalam mendapatkan gelar Magister Sains di Sekolah Pascasarjana IPB.

Penulis menyadari bahwa masih banyak hal-hal yang perlu disempurnakan dalam penulisan tesis ini. Mengingat penulis adalah manusia biasa yang memiliki kemampuan yang terbatas, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat berguna bagi penyempurnaan penulisan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis sebagai panduan dalam melakukan penelitian dan bagi semua pihak yang akan memanfaatkannya.

Bogor, September 2011

(7)

Penulis dilahirkan di Kota Poso pada tanggal 16 April 1985, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Surasno Jusuf, S.E dan Sri Iriani Habibie, S.Sos. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan tingkat menengah atas di SMA Negeri 31 Jakarta. Selanjutnya pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor dan mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada tahun 2009 di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTARISI ... xxi

DAFTARTABEL ... xxiv

DAFTARGAMBAR ... xxvi

DAFTARLAMPIRAN ... xxvii

I.PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II.TINJAUANPUSTAKA ... 9

2.1 Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan ... 9

2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 12

2.3 Kebijakan Pengelolaan DAS ... 13

2.4 Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 15

2.4.1 DAS Limboto dan Sub DAS Biyonga ... 15

2.4.2 Valuasi Ekonomi DAS ... 17

III.KERANGKAPEMIKIRAN ... 21

IV.METODEPENELITIAN ... 25

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 26

4.3 Metode Pengambilan Sampel ... 26

4.4 Matriks Penelitian ... 28

4.5 Metode Analisis Data ... 29

4.5.1 Analisis Deskriptif ... 29

(9)

4.5.3 Contingent Valuation Method (CVM) ... 30

4.5.4 Analisis Regresi Linear Berganda ... 34

4.5.5 Water Residual Value ... 36

4.5.6 Benefit Transfer ... 37

4.5.7 Net Present Value (NPV) ... 38

V.GAMBARANUMUMPENELITIAN ... 41

5.1 Kondisi Kawasan DAS Limboto ... 41

5.2 Kondisi Sub DAS Biyonga ... 44

5.3 Penduduk Sub DAS Biyonga ... 48

5.4 Karakteristik Responden ... 49

5.4.1 Tingkat Usia ... 49

5.4.2 Tingkat Pendidikan ... 50

5.4.3 Jenis Pekerjaan ... 51

5.4.4 Tingkat Pendapatan ... 51

5.4.5 Jenis Suku Bangsa ... 52

5.4.6 Sebaran Lokasi ... 53

VI.IDENTIFIKASISUMBERDAYAALAMSUBDASBIYONGA ... 55

6.1 Pertanian ... 55

6.2 Perikanan ... 57

6.3 Kehutanan ... 60

6.4 Industri ... 62

6.5 Ekowisata... 64

VII.NILAIEKONOMITOTALWILAYAHSUBDASBIYONGA ... 67

7.1 Nilai Guna(Use Value) ... 67

7.1.1 Nilai Guna Langsung (Direct Use Value) ... 67

7.1.2 Nilai Guna Tak Langsung (Indirect Use Value) ... 83

7.2 Nilai Non-Guna (Non-Use Value) ... 86

(10)

7.2.2 Nilai Warisan (Bequest Value) ... 91

7.2.3 Nilai Pilihan (Option Value) ... 95

7.3 Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) ... 96

7.4 Net Present Value (NPV) ... 98

7.5 Implementasi Nilai Ekonomi ... 99

VIII.KESIMPULANDANSARAN ... 103

8.1 Kesimpulan ... 103

8.2 Saran ... 103

DAFTARPUSTAKA ... 105

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kontribusi Sedimentasi Sungai di DAS Utama Jawa ... 2

2. Total Bahaya Erosi dan Lahan Kritis di Sub DAS Biyonga Tahun 2009 ... 4

3. Matriks Hasil Penelitian Terdahulu ... 20

4. Matriks Penelitian ... 28

5. Matriks Variabel Regresi ... 35

6. Jumlah Penduduk di Wilayah Sub DAS Biyonga ... 48

7. Rata-Rata Kepemilikan Lahan Pertanian di Wilayah Sub DAS Biyonga ... 55

8. Potensi Aktual Komoditas Utama di Wilayah Sub DAS Biyonga ... 56

9. Jenis-Jenis Ikan di Perairan Danau Limboto ... 59

10. Luas Kawasan Hutan Lindung di Wilayah Sub DAS Biyonga ... 62

11. Jumlah Unit Usaha Industri Kecil di Wilayah Sub DAS Biyonga ... 63

12. Sarana Objek Wisata di Wilayah Sub DAS Biyonga ... 65

13. Nilai Produktivitas Sumberdaya Alam Sektor Pertanian per Musim Panen di Wilayah Sub DAS Biyonga ... 68

14. Total Nilai Produktivitas Sumberdaya Alam Sektor Pertanian di Wilayah Sub DAS Biyonga (Januari 2011) ... 69

15. Total Nilai Produktivitas Sumberdaya Alam Sektor Pertanian di Wilayah Sub DAS Biyonga Setelah dikurangi Nilai Air untuk Komoditi Padi (Januari 2011) ... 70

16. Nilai Produktivitas Sumberdaya Alam Sektor Perikanan Air Tawar per Hari/Musim Panen di Wilayah Sub DAS Biyonga (Januari 2011) ... 72

17. Total Nilai Produktivitas Sumberdaya Alam Sektor Perikanan Air Tawar di Wilayah Sub DAS Biyonga (Januari 2011)... 73

(12)

19. Total Nilai Produktivitas Sumberdaya Alam Produk Kehutanan

di Wilayah Sub DAS Biyonga (Januari 2011) ... 75

20. Nilai Produktivitas Sumberdaya Alam Sektor Industri Kecil per Hari di Wilayah Sub DAS Biyonga ... 76

21. Total Nilai Produktivitas Sumberdaya Alam Sektor Industri Kecil di Wilayah Sub DAS Biyonga (Januari 2011) ... 77

22. Total Nilai Produktivitas Sumberdaya Alam Sektor Industri Kecil di Wilayah Sub DAS Biyonga Setelah dikurangi Nilai Air untuk Jenis Industri Tempe dan Tahu (Januari 2011) ... 78

23. Nilai WTP Ekowisata Sub DAS Biyonga (Januari 2011)... 79

24.Hasil Analisis Regresi Nilai WTP Ekowisata Sub DAS Biyonga ... 81

25. Nilai Air untuk Rumah Tangga di Wilayah Sub DAS Biyonga (Januari 2011) ... 83

26. Total Nilai Air di Wilayah Sub DAS Biyonga (Januari 2011) ... 84

27. Nilai Karbon di Wilayah Sub DAS Biyonga (Januari 2011) ... 86

28. Nilai WTP Keberadaan Sub DAS Biyonga (Januari 2011) ... 87

29. Hasil Analisis Regresi Nilai WTP Keberadaan Sub DAS Biyonga... 88

30. Nilai WTP Warisan Sub DAS Biyonga (Januari 2011) ... 92

31. Hasil Analisis Regresi Nilai WTP Warisan Sub DAS Biyonga ... 93

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Model Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) ... 10

2. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 23

3. Peta Lokasi Penelitian ... 25

4. Wilayah Sub DAS Biyonga ... 44

5. Karakteristik Responden Di Wilayah Sub DAS Biyonga Berdasarkan Tingkat Usia ... 49

6. Karakteristik Responden Di Wilayah Sub DAS Biyonga Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 50

7. Karakteristik Responden Di Wilayah Sub DAS Biyonga Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 51

8. Karakteristik Responden Di Wilayah Sub DAS Biyonga Berdasarkan Tingkat Pendapatan ... 52

9. Karakteristik Responden Di Wilayah Sub DAS Biyonga Berdasarkan Jenis Suku Bangsa ... 53

10. Karakteristik Responden Di Wilayah Sub DAS Biyonga Berdasarkan Sebaran Lokasi ... 54

11. Alat Tangkap Perikanan Tradisonal Bibilo ... 58

12. Bagian Hulu Sub DAS Biyonga ... 61

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Regresi Nilai WTP Ekowisata ... 110

2. Analisis Regresi Nilai WTP Keberadaan ... 112 3. Analisis Regresi Nilai WTP Warisan ... 113

4. Net Present Value (NPV) Sub DAS Biyonga Selama 15, 25 dan

50 Tahun Pada Tingkat Diskon Faktor 5% ... 115 5. Net Present Value (NPV) Sub DAS Biyonga Selama 15, 25 dan

50 Tahun Pada Tingkat Diskon Faktor 10% ... 116

6. Net Present Value (NPV) Sub DAS Biyonga Selama 15, 25 dan

50 Tahun Pada Tingkat Diskon Faktor 15% ... 117

7. Kuesioner Penelitian Mengenai Focus Group Discussion ... 118

8. Kuesioner Penelitian Mengenai Productivity Method ... 119

9. Kuesioner Penelitian Mengenai Contingent Valuation Method untuk WTP Keberadaan dan WTP Warisan ... 121 10. Kuesioner Penelitian Mengenai Contingent Valuation Method untuk WTP

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumberdaya alam adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia. Semua kekayaan di bumi, baik biotik maupun abiotik yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan kesejahteraan manusia merupakan sumberdaya alam yang sangat strategis. Pemanfaatan sumberdaya alam harus diikuti dengan pemeliharaan dan pelestarian karena sumberdaya alam bersifat terbatas. Salah satu sumberdaya alam yang strategis karena menguasai hajat hidup manusia adalah Daerah Aliran Sungai (DAS).

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas topografi secara alami sedemikian rupa, sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam DAS tersebut akan mengalir melalui titik tertentu (titik pengukuran di sungai) dalam DAS tersebut. Pengertian DAS tersebut menggambarkan bahwa DAS merupakan suatu wilayah yang mengalirkan air yang jatuh diatasnya beserta sedimen dan bahan terlarut melalui titik yang sama sepanjang suatu aliran atau sungai. Dengan demikian DAS (watershed) dapat terbagi menjadi beberapa Sub DAS, sehingga luas DAS pun akan bervariasi dari beberapa puluh meter persegi sampai ratusan ribu hektar tergantung titik pengukuran ditempatkan (Sihite dan Sinukaban, 2004).

(16)

Berbagai macam aktivitas yang dilakukan disuatu kawasan DAS akan dapat mempengaruhi aliran air di bagian hilir baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Penebangan hutan secara sembarangan di bagian hulu suatu DAS dapat mengganggu distribusi aliran sungai di bagian hilir. Pada musim hujan air sungai akan terlalu banyak bahkan sering menimbulkan banjir tetapi pada musim kemarau jumlah air sungai akan sangat sedikit atau bahkan kering. Disamping itu kualitas air sungai pun menurun, karena sedimen yang terangkut akibat meningkatnya erosi cukup banyak. Perubahan penggunaan lahan atau penerapan agroteknologi yang tidak cocok juga dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas air yang mengalir ke bagian hilir.

Saat ini sebagian DAS di Indonesia mengalami kerusakan sebagai akibat dari perubahan penggunaan lahan, pertambahan jumlah penduduk serta kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pelestarian lingkungan DAS. Gejala kerusakan lingkungan DAS dapat dilihat dari penyusutan luas hutan dan kerusakan lahan terutama kawasan lindung di sekitar DAS. Kasus sedimentasi di anak sungai Brantas (Jawa Timur), Jratunseluna (Jawa Tengah) dan Citanduy (Jawa Barat) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kontribusi Sedimentasi Sungai di DAS Utama Jawa

Daerah Aliran Sungai

Kontribusi sedimentasi dari beberapa anak sungai Brantas (Jawa Timur), Jratunseluna (Jawa Tengah) dan Citanduy (Jawa Barat) yaitu 10-34 ton/ha/tahun,

1

(17)

21-38 ton/ha/tahun dan 15-37 ton/ha/tahun. Sedimentasi dibeberapa sungai di Jawa juga begitu besar (9-20 ton/ha/tahun). Ada kecenderungan bahwa pada era desentralisasi, laju erosi dan sedimentasi telah meningkat karena penggundulan hutan. Menurut laporan PBB, luas lahan kehutanan turun dari 130,1 juta hektar pada tahun 1993, menjadi 123,4 juta hektar pada tahun 2003, selanjutnya antara tahun 1985-1997 laju penebangan hutan rata-rata di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua adalah 1,8 juta hektar per tahun. Kontribusi tersebut akan semakin besar pada tahun-tahun yang akan datang jika tidak ada perhatian khusus dari pemerintah (Tim Narasumber Kemenkoperekonomian, 2010).

Kondisi DAS di wilayah Sulawesi khususnya DAS Limboto tidak jauh berbeda dengan DAS di wilayah Jawa. Berdasarkan beberapa hasil penelitian, beban sedimen terlihat bahwa laju sedimentasi di kawasan DAS Limboto mencapai 1-2 juta ton per tahun yang bersumber dari sungai-sungai di kawasan daerah tangkap air Danau Limboto yang luasnya mencapai 900 kilometer per segi (LIPI, 2006). Kawasan DAS Limboto terdiri dari beberapa Sub DAS antara lain Sub DAS Biyonga, Sub DAS Marisa dan Sub DAS Alo. Diantara beberapa Sub DAS tersebut, yang paling konsisten menyuplai air ke Danau Limboto sepanjang tahun adalah Sub DAS Biyonga. Sub DAS Biyonga juga merupakan Sub DAS yang menjadi sumber utama pembawa sedimen paling dominan.

Selama ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai valuasi ekonomi sumberdaya alam di kawasan DAS tersebut, sehingga nilai ekonomi total (total economic value) di kawasan DAS Limboto maupun di wilayah Sub DAS Biyonga belum dapat diketahui. Selain itu, pemanfaatan air di wilayah Sub DAS Biyonga untuk pertanian dan perikanan sangat besar. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut diatas, maka penelitian mengenai valuasi ekonomi sumberdaya alam Sub DAS Biyonga dalam kawasan DAS Limboto di Kabupaten Gorontalo sangat penting untuk dilakukan.

1.2 Perumusan Masalah

(18)

lahan pertanian untuk keperluan pemukiman dan industri. Hal tersebut sangat berkaitan erat dengan pertambahan jumlah penduduk yang tidak terkendali. Sehingga menyebabkan keterbatasan hutan dalam menyediakan air bersih untuk kehidupan masyarakat disekitarnya. Selanjutnya berdampak kepada DAS yang rentan terhadap erosi dan sedimentasi, yaitu banjir dimusim hujan dan mengalami krisis air dimusim kering. Total bahaya erosi dan lahan kritis di wilayah Sub DAS Biyonga Tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Total Bahaya Erosi dan Lahan Kritis di Wilayah Sub DAS Biyonga Tahun 2009 Sumber: BP DAS Bone Bolango, 2009 (Diolah)

Pada daerah hulu dari Sub DAS Biyonga terdapat Kelurahan Biyonga dan Kelurahan Malahu, sementara untuk daerah hilir bermuara pada Danau Limboto. Sub DAS Biyonga melewati beberapa kelurahan, yaitu Kelurahan Biyonga, Kelurahan Malahu, Kelurahan Bongohulawa, Kelurahan Kayu Merah, Kelurahan Hunggaluwa dan Kelurahan Kayu Bulan. Kelurahan Biyonga merupakan salah satu kelurahan yang memiliki total bahaya erosi dan lahan kritis yang paling besar yaitu sebesar 22.153,54 hektar, sedangkan Kelurahan Kayu Bulan memiliki total bahaya erosi dan lahan kritis yang paling kecil yaitu sebesar 1.680,93 hektar.

(19)

memunculkan kondisi-kondisi yang memburuk dari ekosistem Danau Limboto yang merupakan daerah hilir dari wilayah Sub DAS Biyonga.

Data luasan sekuensi waktu telah menunjukkan terjadinya penyusutan luas perairan dan pendangkalan yang berlangsung sangat pesat di Danau Limboto. Data luasan danau pada tahun 1934 mencapai 7.000 hektar dengan kedalaman 14 meter, sementara data pada tahun 1993 luasan danau tinggal 3.002 hektar dengan kedalaman 1,8 meter. Data hasil survei tahun 2006 memperlihatkan kedalaman danau maksimum sekitar 2,25 meter, sementara luas genangan air yaitu 2.168 hektar serta volume terhitung sekitar 23.532.919 meter kubik (LIPI, 2006).

Permasalahan-permasalahan yang muncul bersumber dari kerusakan Sub DAS Biyonga, yang menghasilkan tingkat erosi yang tinggi dan memberikan dampak pendangkalan yang sangat dramatis. Pendangkalan telah menciptakan hamparan-hamparan tepian yang mendorong berkembangnya tumbuhan air dan alih fungsi lahan tepian tersebut, serta mengurangi daya tampung air dan menurunkan perannya sebagai peredam banjir. Menurut laporan kajian ekohidrologi LIPI (2006), telah terjadi penurunan produktivitas perikanan umum di perairan Danau Limboto dalam beberapa dekade terakhir. Proses pencemaran perairan terjadi akibat aktivitas pemanfaatan DAS yang berlebihan dari persawahan, pemukiman dan budidaya perikanan jaring apung.

(20)

Berdasarkan hal tersebut, maka perumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi aktual sumberdaya alam di Sub DAS Biyonga dalam kawasan DAS Limboto?

2. Berapa besar nilai guna langsung (direct use value) sumberdaya alam untuk nilai pertanian, nilai perikanan, nilai produk kehutanan, nilai industri dan nilai ekowisata di Sub DAS Biyonga dalam kawasan DAS Limboto?

3. Berapa besar nilai guna tak langsung (indirect use value) sumberdaya alam untuk nilai air dan nilai karbon di Sub DAS Biyonga dalam kawasan DAS Limboto?

4. Berapa besar nilai keberadaan (existence value), nilai warisan (bequest value) dan nilai pilihan (option value) di Sub DAS Biyonga dalam kawasan DAS Limboto?

5. Berapa nilai ekonomi total (total economic value) yang dihasilkan di Sub DAS Biyonga dalam kawasan DAS Limboto?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memperlihatkan nilai ekonomi sumberdaya alam di Sub DAS Biyonga dalam kawasan DAS Limboto dari beberapa manfaat yang diberikannya. Adapun tujuan yang lebih spesifik dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kondisi aktual sumberdaya alam di Sub DAS Biyonga dalam kawasan DAS Limboto.

2. Menghitung nilai guna langsung (direct use value) sumberdaya alam untuk nilai pertanian, nilai perikanan, nilai produk kehutanan, nilai industri dan nilai ekowisata di Sub DAS Biyonga dalam kawasan DAS Limboto.

(21)

4. Menghitung nilai keberadaan (existence value), nilai warisan (bequest value) dan nilai pilihan (option value) di Sub DAS Biyonga dalam kawasan DAS Limboto.

5. Menghitung nilai ekonomi total (total economic value) yang dihasilkan di Sub DAS Biyonga dalam kawasan DAS Limboto.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian valuasi ekonomi sumberdaya alam Sub DAS Biyonga dalam kawasan DAS Limboto di Kabupaten Gorontalo adalah:

1. Sebagai referensi dan masukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo dan Pemerintah Propinsi Gorontalo dalam pengambilan keputusan untuk menyusun kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. 2. Sebagai data dan informasi bagi pemerintah pusat khususnya Kementerian

Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah.

3. Sebagai bahan kajian dan studi pustaka bagi pihak-pihak yang berminat dalam bidang ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan.

4. Sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan wawasan peneliti dalam melakukan analisis masalah, khususnya dalam bidang ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan serta menerapkannya dalam kehidupan masyarakat. 5. Sebagai bahan informasi kepada masyarakat disekitar Sub DAS Biyonga

dalam kawasan DAS Limboto tentang keilmuan ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(22)

di Kelurahan Bongohulawa dan Kelurahan Kayu Merah, serta daerah hilir Sub DAS berada di Kelurahan Hunggaluwa dan Kelurahan Kayu Bulan yang bermuara di Danau Limboto. Hal tersebut menjadi pilihan karena Sub DAS Biyonga merupakan salah satu Sub DAS yang konsisten dalam menyuplai air ke Danau Limboto sepanjang tahun. Selain itu, pemanfaatan air oleh masyarakat sekitar untuk pertanian dan perikanan sangat besar di wilayah Sub DAS Biyonga.

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Nilai merupakan persepsi terhadap suatu objek pada tempat dan waktu tertentu. Sedangkan persepsi merupakan pandangan individu atau kelompok terhadap suatu objek sesuai dengan tingkat pengetahuan, pemahaman, harapan dan norma. Oleh karena itu, nilai sumberdaya alam sangat beragam, tergantung dari persepsi masing-masing individu atau masyarakat.

Ilmu ekonomi secara konvensional sering didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana manusia mengalokasikan sumberdaya yang langka. Dengan demikian, ilmu ekonomi sumberdaya alam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari pengalokasian sumberdaya alam seperti air, lahan, ikan dan hutan. Secara eksplisit ilmu tersebut mencari jawaban seberapa besar sumberdaya harus diekstraksi, sehingga menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Menurut Fauzi (2006), sumberdaya didefinisikan sebagai suatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Grima dan Berkes (1989) mendefinisikan sumberdaya sebagai aset untuk pemenuhan kepuasan dan utilitas manusia. Agar sesuatu dapat dikatakan sebagai sumberdaya, maka harus memiliki dua kriteria yaitu harus ada pengetahuan teknologi atau keterampilan (skill) untuk memanfaatkannya dan harus ada permintaan (demand) terhadap sumberdaya tersebut (Rees, 1990). Apabila kedua kriteria tersebut tidak dimiliki, maka sesuatu itu dapat disebut sebagai barang netral.

(24)

sumberdaya melainkan juga nilai jasa lingkungan yang ditimbulkan oleh sumberdaya tersebut (Fauzi, 2006).

Menurut Fauzi (2006), penggunaan metode analisis biaya dan manfaat (cost-benefit analysis) yang konvensional sering tidak mampu menjawab permasalahan dalam menentukan nilai ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan karena konsep biaya dan manfaat tersebut sering tidak memasukkan manfaat ekologis didalam analisisnya. Oleh karena itu lahirlah konsep analisis valuasi ekonomi, khususnya valuasi non-pasar (non market valuation).

Pengukuran valuasi ekonomi dari DAS dapat menggunakan model pengukuran dari nilai ekonomi sumberdaya, dimana secara tradisional nilai terjadi didasarkan pada interaksi antara manusia sebagai subjek dan objek (Pearce dan Moran, 1994; Turner, Pearce dan Bateman,1994). Setiap individu memiliki sejumlah nilai yang dikatakan sebagai nilai penguasaan yang merupakan basis preferensi individu. Pada akhirnya nilai objek ditentukan oleh bermacam-macam nilai yang dinyatakan (assigned value) oleh individu. Model nilai ekonomi total (total economic value) dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber: Pearce dan Moran (1994)

Gambar 1. Model Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value)

(25)

Nilai ekonomi total (total economic value) suatu sumberdaya secara garis besar dikelompokan menjadi nilai guna (use value) dan nilai non-guna/intrinsik (non-use value), (Pearce dan Turner, 1990; Pearce dan Moran, 1994; Turner, Pearce dan Bateman, 1994). Nilai guna (use value) dibagi menjadi nilai guna langsung (direct use value), nilai guna tak langsung (indirect use value) dan nilai pilihan (option value). Nilai guna diperoleh dari pemanfaatan aktual lingkungan (Turner, Pearce dan Bateman, 1994). Nilai non-guna dibagi menjadi nilai keberadaan (existence value), nilai warisan (bequest value) dan nilai pilihan (option value).

Nilai guna langsung (direct use value) adalah nilai yang ditentukan oleh kontribusi lingkungan pada aliran produksi dan konsumsi (Munasinghe, 1993). Nilai guna langsung berkaitan dengan output yang langsung dapat dikonsumsi, misalnya makanan, biomassa, rekreasi dan kesehatan. Nilai guna tak langsung (indirect use value) ditentukan oleh manfaat yang berasal dari jasa-jasa lingkungan dalam mendukung aliran produksi dan konsumsi. Nilai pilihan (option value) berkaitan dengan pilihan pemanfaatan lingkungan pada masa yang akan datang. Pernyataan preferensi (kesediaan membayar) untuk konservasi sistem lingkungan atau komponen sistem berhadapan dengan beberapa kemungkinan pemanfaatan oleh individu dikemudian hari. Ketidakpastian penggunaan dimasa yang akan datang berhubungan dengan ketidakpastian penawaran lingkungan, teori ekonomi mengindikasikan bahwa nilai pilihan adalah kemungkinan positif (Turner et. Al, 1994).

(26)

meskipun yang melakukan penilaian tidak memiliki keinginan untuk memanfaatkannya.

2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu daerah yang dibatasi oleh topografi alami, dimana semua air hujan yang jatuh didalamnya akan mengalir melalui suatu sungai dan keluar melalui suatu outlet pada sungai tersebut. DAS juga merupakan satuan hidrologi yang menggambarkan dan menggunakan satuan fisik-biologi dan satuan kegiatan sosial ekonomi untuk perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam (Gautama, 2008). Pendekatan DAS menggunakan pengelolaan DAS untuk perencanaan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan sumberdaya alam. Adapun yang ditanamkan dalam pendekatan ini adalah pengakuan adanya hubungan erat antara lahan dan air, antara daerah hulu dan hilir, serta pelaksanaan praktek yang tepat sesuai dengan sasaran.

Pengelolaan DAS merupakan suatu kegiatan menggunakan semua sumberdaya alam atau biofisik yang ada, serta sosial ekonomi secara rasional untuk menghasilkan produksi yang optimum dalam waktu yang tidak terbatas (sustainable), menekan bahaya kerusakan seminimal mungkin dengan hasil akhir kuantitas dan kualitas air yang memenuhi persyaratan (Sinukaban, 2001). Tujuan dari pengelolaan DAS yaitu Sustainable Watershed Development dengan memanfaatkan sumberdaya alam di dalam DAS secara berkelanjutan dan tidak membahayakan lingkungan disekitarnya. Praktek pengelolaan DAS adalah suatu kegiatan perubahan atau upaya pengelolaan dalam penggunaan lahan seperti penutup tanaman dan kegiatan non-struktur lainnya serta kegiatan struktur yang dilakukan di dalam DAS untuk mencapai suatu tujuan.

(27)

merata, luas lahan, produksi kayu dan bahan bakar, sistem hidrologi, penyediaan air irigasi, mengurangi kemungkinan banjir, kekeringan dan bahaya alam lainnya seperti erosi, penggaraman dan penggurunan. Begitu juga dengan kebutuhan akan infrastruktur (sarana dan prasarana), pemasaran dan proses perbaikan kondisi masyarakat dan lingkungan sosial-ekonomi seperti fasilitas kredit, koperasi, pelayanan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau.

Ciri-ciri pengelolaan DAS yang baik yaitu menghasilkan produktivitas yang tinggi dengan meningkatnya pendapatan, jumlah dan distribusi kualitas serta kuantitas yang baik serta mempunyai sifat lentur (flexible) dan azaz pemerataan. Adapun indikator pengelolaan DAS yang baik adalah produksi yang berkelanjutan, kesuburan lahan dan air minimum, distribusi hasil air yang berkualitas dan berkuantitas baik, teknologi yang dipakai dapat diterima dan mensejahterakan seluruh masyarakat yang terkait. Untuk menghasilkan tujuan tersebut diperlukan teknologi pengelolaan DAS untuk mengurangi bahaya banjir dan erosi dimusin hujan dan menaikan debit air sungai pada waktu musim kering. Model-model simulasi hidrologi digunakan untuk mendapatkan perubahan tersebut berdasarkan teknologi konservasi tanah berupa cara agronomi, vegetatif, mekanis dan manajemen. Keberhasilan pengelolaan DAS bukan hanya semata dari tujuan, namun yang paling penting adalah bagaimana cara mencapai tujuan tersebut. Untuk itu diperlukan suatu usaha atau strategi pengelolaan DAS secara berkelanjutan. Menurut hasil identifikasi Black (1970), prinsip umum pengelolaan DAS ada tiga, yaitu ekologi alami DAS merupakan suatu sistem dan keseimbangan yang dinamis, mempunyai faktor-faktor yang mempengaruhi run-off dan distribusi air tidak merata dalam siklus hidrologi, sehubungan dengan praktek pengelolaan DAS.

2.3 Kebijakan Pengelolaan DAS

(28)

air. Kebijakan peningkatan dan pemantapan penyediaan air dengan konservasi ekosistem hidrologis DAS yaitu berupa:

1. Konservasi ekosistem hidrologis DAS dengan rehabilitasi lahan kritis dan pemantapan daya dukung lingkungan.

a. Mempertahankan fungsi hidrologis daerah tangkapan air dengan mencegah penggundulan hutan dan illegal logging.

b. Melaksanakan program penghijauan (GNRHL dan GNKPA) untuk meningkatkan resapan air dan mencegah erosi.

c. Memperbaiki daya dukung lingkungan dengan program pengelolaan DAS terkoordinasi.

2. Meningkatkan kapasitas cadangan air permukaan dan air bawah permukaan dengan pembangunan sistem simpanan air skala kecil dan menengah.

a. Membangun sarana penyimpanan air bawah permukaan seperti sumur resapan, jebakan air (water trap), waduk bawah tanah dan sebagainya. b. Membangun sarana penyimpanan air permukaan seperti waduk, embung,

situ dan long storage.

c. Meningkatkan intensitas penanaman (IP), antara lain dengan meminimalkan “lahan tidur”.

(29)

2.4 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian terdahulu yang relevan mengenai valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan sudah banyak dilakukan, namun khusus mengenai valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan di kawasan DAS Limboto dan Sub DAS Biyonga belum pernah dilakukan. Penelitian ini merujuk dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya secara umum tentang DAS Limboto dan Sub DAS Biyonga, serta valuasi ekonomi DAS pada beberapa kawasan DAS di daerah lain. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan pedoman dalam melakukan penelitian mengenai: “valuasi ekonomi sumberdaya alam Sub DAS Biyonga dalam kawasan DAS Limboto di Kabupaten Gorontalo”.

2.4.1 DAS Limboto dan Sub DAS Biyonga

Berikut adalah hasil penelitian terdahulu secara umum tentang DAS Limboto dan Sub DAS Biyonga yang menjadi salah satu bahan rujukan dalam penelitian ini:

1. Kajian Evaluasi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Propinsi Gorontalo. (Balitbangpedalda Propinsi Gorontalo bekerjasama dengan Pusat Survei Sumberdaya Alam Darat Bakosurtanal, 2005). Adapun hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

 Pemetaan Ekosistem DAS Limboto Propinsi Gorontalo yang merupakan aplikasi model inventarisasi ekosistem yang bertujuan untuk menyediakan data kondisi ekosistem.

 Data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah data inderaja, hasil survei lapangan berupa faktor biotik, abiotik dan sosial ekonomi masyarakat didukung dengan data sekunder baik dari instansi terkait di pusat dan daerah. Berdasarkan data yang tersedia tersebut, maka diperoleh dua kelas ekosistem pada DAS Limboto yang merupakan hasil analisis spasial dari liputan lahan, analisis vegetasi dan bentuk lahan yaitu kelas ekosistem alami dan kelas ekosistem binaan.

(30)

aliran sungai bagian tengah dan hilir. DAS Limboto bagian tengah merupakan zona penyangga atau zona antara dimana pada zona ini pengelolaan terhadap ekosistem binaan harus memiliki intensitas keterkaitan antara bagian hulu dan hilir karena bagian tengah daerah aliran sungai merupakan penyaring dampak yang ditimbulkan akibat perubahan ekosistem yang mungkin terjadi pada bagian hulu DAS Limboto. Bagian hilir DAS Limboto merupakan kawasan budidaya yang dipergunakan sepenuhnya sebagai ekosistem binaan yang dapat berupa ekosistem perkotaan, ekosistem pertanian, ekosistem pertambangan dan ekosistem hutan tanaman dan perkebunan dengan tetap memperhatikan asas kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

 Untuk pengelolaan lebih terarah pada skala detail perlu dibangun suatu sistem pengelolaan terpadu dengan pemantapan zonasi kawasan sehingga pengelolaan ekosistem akan bermuara pada pengelolaan secara unik dan terintegrasi pada zonasi ekosistemnya yaitu zona hulu, zona tengah dan zona hilir.

2. Kajian Ekohidrologi Sebagai Dasar Penetapan Pola Pengelolaan Danau Limboto Secara Terpadu (Pusat Penelitian Limnologi LIPI bekerjasama dengan SKNVT PBPP Gorontalo, 2006). Adapun hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

 Upaya pengelolaan lingkungan perairan Danau Limboto perlu didasarkan pada cara pandang bahwa lingkungan perairan tersebut merupakan sumberdaya alam yang perlu dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat, dimana kaidah-kaidah lingkungan merupakan bagian integral sebagai landasan optimasi untuk keberlanjutan pemanfaatan tersebut.

(31)

air Danau Limboto dimana sistem pengelolaan lingkungan perairan Danau Limboto merupakan satu sub-sistem didalamnya.

 Untuk memelihara azas keberlanjutan pengelolaan lingkungan perairan Danau Limboto sebaiknya dilakukan secara partisipatif seperti telah diamantkan dalam UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air.

 Perlu dilakukan upaya pemulihan kerusakan lingkungan perairan Danau Limboto, khususnya masalah pendangkalan dan penyusutan luas genangan air danau berdampak luas terhadap ekosistem perairan danau secara keseluruhan.

 Untuk optimasi pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya perairan Danau Limboto juga perlu dikembangkan teknik-teknik manipulasi lingkungan yang dapat secara langsung diaplikasikan di lingkungan perairan danau tersebut.

 Pengembangan sistem informasi serta kegiatan monitoring dan evaluasi lingkungan perairan Danau Limboto perlu dilakukan sebagai landasan penting dari upaya pengelolaan perairan danau secara berkelanjutan.

 Pelaksanaan rekomendasi-rekomendasi diatas harus didasarkan pada azas prioritas dan kepentingan yang disusun dalam suatu kerangka pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang kawasan perairan Danau Limboto beserta kawasan daerah tangkapan air secara terpadu.

2.4.2 Valuasi Ekonomi DAS

Berikut adalah hasil penelitian terdahulu tentang valuasi ekonomi DAS yang menjadi salah satu bahan rujukan dalam penelitian ini:

1. Laporan Studi PES untuk mengembangkan skema PES di DAS Deli, Sumatra Utara dan DAS Progo, Jawa Tengah (USAID, 2007). Adapun hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

 Pelaksanaan PES di Indonesia secara keseluruhan masih dalam tahap awal dan masih menunjukkan adanya keberagaman, hal ini sangat dimungkinkan karena skema PES sendiri dikembangkan dengan dasar sukarela (voluntary basis).

(32)

ditransaksikan pada umumnya dianggap penting oleh pembeli jasa karena diketahui telah mengalami kelangkaan atau diantisipasi akan terjadi kelangkaan dikemudian hari, b) pihak penyedia pada umumnya individu dan kelompok tani yang mempunyai hutan tanaman dengan lokasi yang diindikasikan mempunyai pengaruh terhadap kerusakan sumber air, c) mekanisme penetapan harga jasa lingkungan dalam hal ini untuk setiap meter kubik air yang tersedia pada umumnya belum diketahui, d) pembeli jasa lingkungan khususnya air dari kasus-kasus yang dipelajari meliputi swasta, PDAM, PLTA dan Pemerintah Kota sedangkan penyedia jasa yaitu petani yang melakukan rehabilitasi hutan dan lahan, e) dalam pembelajaran ini tidak ditemukan adanya lembaga khusus yang menggerakkan berkembangnya skema PES, melainkan sangat tergantung pada berbagai proses atau inisiatif yang sebelumnya telah dilakukan, f) LSM maupun pemerintah daerah sama-sama mempunyai peran dalam kasus-kasus yang diamati, peran perguruan tinggi yang membantu menyusun skema kerjasama maupun landasan akademis pelaksanaan PES juga menentukan bergeraknya inisiatif ini, g) adanya individu yang mempunyai wawasan serta kewenangan dan kemauan yang bekerja di pemerintah daerah menjadi penentu yang tidak dapat diabaikan, namun kondisi demikian ini sekaligus menjadi kelemahan manakala individu-individu tersebut kemudian dipindahkan lokasi bekerjanya.

2. Analisis Willingness To Pay Masyarakat Terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan Mata Air Cirahab Desa Curug Goong, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Banten (Merryna, 2009). Adapun hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

(33)

 Nilai rataan WTP responden adalah Rp.101/KK/liter, untuk setiap kepala keluarga (KK) yang membayar pembayaran jasa lingkungan sebagai upaya konservasi mata air Cirahab dan total nilai WTP adalah Rp.83.835/liter.

 Nilai WTP tersebut dipengaruhi oleh penilaian kualitas air, jumlah kebutuhan air, jarak rumah ke sumber air dan rata-rata pendapatan rumah tangga.

 Pemanfaatan jasa lingkungan mata air Cirahab adalah 142.157 liter/hari atau sebanyak 51.887.305 liter/tahun yang dapat dihasilkan oleh 4,94 hektar lahan yang ditanami pohon penyerap air sehingga kualitas dan kuantitas mata air Cirahab dapat lestari.

 Nilai potensial pemanfaatan jasa lingkungan mata air Cirahab adalah Rp.5.240.617.805/tahun lebih besar dibandingkan dengan biaya pemulihan sebesar Rp.544.758.500. Jika nilai potensial pemanfaatan jasa lingkungan mata air Cirahab lebih besar dari pada biaya pemulihannya maka hal ini dapat mengurangi tingkat degradasi terhadap mata air Cirahab.

(34)
(35)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Pengelolaan DAS pada dasarnya bertujuan untuk pembangunan berkelanjutan (sustainability development) yaitu pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar, pemerataan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan kualitas lingkungan dengan melibatkan semua pihak terkait (stakeholders). Adapun bentuk pengelolaan yang dikembangkan yaitu dengan menjaga kelestarian hutan di daerah hulu agar sumberdaya alam tetap lestari. Ketersediaan sumberdaya alam sangat berpengaruh kepada kehidupan masyarakat sekitar DAS, misalnya untuk pertanian, perikanan, industri dan air domestik untuk konsumsi rumah tangga.

Sub DAS Biyonga yang berada dalam kawasan DAS Limboto merupakan salah satu Sub DAS yang sangat penting dan strategis bagi masyarakat Gorontalo, karena memiliki kemampuan untuk menyediakan stock air sepanjang tahun yang bermuara sampai ke Danau Limboto. Sistem pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah dan pihak-pihak yang terkait saat ini masih belum terkoordinasi dengan baik. Sementara itu, untuk pemanfaatan Sub DAS Biyonga yang dilakukan oleh masyarakat sekitar sangat berlebihan dan tidak terkendali, sehingga menimbulkan dampak kerusakan sumberdaya alam seperti erosi, sedimentasi, banjir dan tanah longsor.

Selain itu juga, selama ini masyarakat sekitar dan pemerintah daerah tidak mengetahui secara pasti berapa besarnya nilai ekonomi sumberdaya alam yang berada di Sub DAS Biyonga. Oleh karena itu, maka valuasi ekonomi sumberdaya alam di Sub DAS Biyonga sangat penting untuk dilakukan. Untuk mengetahui bagaimana kerangka pemikiran dari penelitian “valuasi ekonomi sumberdaya alam Sub DAS Biyonga dalam kawasan DAS Limboto di Kabupaten Gorontalo”, dapat dilihat pada Gambar 2.

(36)

Selanjutnya, didalam penelitian ini dilakukan valuasi ekonomi sumberdaya alam Sub DAS Biyonga. Valuasi ekonomi sumberdaya alam dilakukan untuk mengetahui berapa besar nilai sumberdaya alam untuk pertanian, perikanan, produk kehutanan dan industri, kemudian juga nilai keberadaan, nilai warisan, nilai pilihan dan nilai ekowisata, serta nilai air dan nilai karbon. Nilai guna langsung yang divaluasi dalam penelitian ini terdiri dari nilai sumberdaya alam untuk pertanian, perikanan, produk kehutanan dan industri serta nilai ekowisata. Nilai guna tak langsung yang divaluasi dalam penelitian ini terdiri dari nilai air dan nilai karbon. Nilai non-guna yang divaluasi dalam penelitian ini terdiri dari nilai keberadaan, nilai warisan dan nilai pilihan. Nilai pilihan yang divaluasi dalam penelitian ini yaitu berkaitan dengan pilihan konservasi sumberdaya alam di wilayah Sub DAS Biyonga. Oleh sebab itu, agar tidak terjadi perhitungan ganda (double counting) maka nilai pilihan didalam penelitian ini dimasukkan kedalam perhitungan nilai non-guna. Metode analisis yang digunakan dalam melakukan valuasi ekonomi sumberdaya alam yaitu productivity method (nilai sumberdaya alam untuk pertanian, perikanan, produk kehutanan dan industri), contingent valuation method dan persamaan regresi linear berganda (nilai keberadaan, nilai warisan, nilai pilihan dan nilai ekowisata), water residual value (nilai air) dan benefit transfer (nilai karbon).

(37)
(38)

Sungai (DAS) di Propinsi Gorontalo

merupakan aplikasi model inventarisasi ekosistem. Untuk pengelolaan lebih terarah pada skala detail perlu dibangun suatu sistem pengelolaan terpadu dengan pemantapan zonasi kawasan sehingga pengelolaan ekosistem akan bermuara pada pengelolaan secara unik dan terintegrasi pada zonasi ekosistemnya yaitu zona hulu, zona tengah dan zona hilir.

Propinsi Gorontalo

Sistem pengelolaan Danau Limboto harus merupakan bagian dari sistem pengelolaan lingkungan DAS disekitarnya secara terpadu. Untuk itu perlu didorong pengembangan sistem pengelolaan lingkungan daerah tangkapan air Danau Limboto dimana sistem pengelolaan lingkungan perairan Danau Limboto merupakan satu subsistem didalamnya.

Pelaksanaan PES di Indonesia secara keseluruhan masih dalam tahap awal dan masih menunjukkan adanya keberagaman, hal ini sangat dimungkinkan karena skema PES sendiri dikembangkan dengan dasar sukarela (voluntary basis). Mekanisme penetapan harga jasa lingkungan dalam hal ini untuk setiap meter kubik air yang tersedia pada umumnya belum diketahui. Pembeli jasa lingkungan khususnya air dari kasus-kasus yang dipelajari meliputi swasta, PDAM, PLTA dan Pemerintah Kota sedangkan penyedia jasa yaitu petani yang melakukan rehabilitasi hutan dan lahan.

Analisis Ekonomi USAID (2007)

Analisis Willingness To Pay Masyarakat Terhadap

Persentase responden yang bersedia untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan sebesar 52 responden (63%). Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan atau ketidaksediaan responden terhadap pembayaran jasa lingkungan sebagai upaya konservasi mata air Cirahab adalah penilaian terhadap kualitas air, jarak rumah ke sumber air dan jumlah kebutuhan air.

Analisis Willingness To Pay (WTP)

(39)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di dalam kawasan DAS Limboto, tepatnya di Sub DAS Biyonga. Wilayah Sub DAS Biyonga terdiri dari tiga bagian yaitu hulu, tengah dan hilir. Daerah hulu Sub DAS berada di Kelurahan Biyonga dan Kelurahan Malahu, sebagian wilayah tersebut terdapat kawasan hutan lindung Gunung Damar, daerah tengah Sub DAS melewati Kelurahan Bongohulawa dan Kelurahan Kayu Merah, serta daerah hilir Sub DAS melewati Kelurahan Hunggaluwa dan Kelurahan Kayu Bulan yang akhirnya bermuara di Danau Limboto, Kabupaten Gorontalo, Propinsi Gorontalo. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan daerah tersebut memiliki potensi sumberdaya alam dan lingkungan yang cukup besar dan strategis untuk kelangsungan hidup masyarakat Gorontalo. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai awal bulan Februari sampai dengan akhir bulan April 2011. Adapun peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

(40)

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung, melalui focus group discussion (FGD) untuk mengetahui secara langsung permasalahan dilapangan dari narasumber yang terpercaya, wawancara dan pengisian kuesioner dengan pihak-pihak terkait. Data sekunder diperoleh dari buku-buku, jurnal ilmiah, hasil-hasil penelitian terdahulu serta informasi dan studi literatur yang mendukung dari berbagai instansi terkait.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dan sekaligus convenience sampling. Purposive sampling yaitu pemilihan sampel secara sengaja dengan pertimbangan bahwa responden adalah pihak-pihak yang terkait dengan penelitian. Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan informasi yang jelas tentang kondisi dilapangan. Sedangkan convenience sampling yaitu pengambilan responden yang mudah ditemui dan mempunyai kemampuan sebagai responden. Hal tersebut bertujuan untuk mempermudah dalam memperoleh data dan informasi dalam penelitian. Responden adalah masyarakat yang tinggal di wilayah Sub DAS Biyonga yaitu Kelurahan Biyonga, Kelurahan Malahu, Kelurahan Bongohulawa, Kelurahan Kayu Merah, Kelurahan Hunggaluwa dan Kelurahan Kayu Bulan yang berada di dalam kawasan DAS Limboto, Kabupaten Gorontalo. Selain itu juga, ada responden yang tinggal dan bermukim di luar Kabupaten Gorontalo serta sebelumnya tidak pernah mengetahui tentang Sub DAS Biyonga.

Responden dalam penelitian ini dibagi berdasarkan metode penelitian yang digunakan, terdiri atas lima kelompok yaitu:

(41)

2. Responden untuk productivity method berjumlah 54 orang, terdiri dari petani, nelayan, pedagang dan pengusaha yang memanfaatkan sumberdaya alam di sekitar Sub DAS Biyonga. Seluruh responden akan diwawancarai untuk mengetahui berapa besar produktivitas sumberdaya alam yang mereka manfaatkan.

3. Responden untuk contingent valuation method (CVM) nilai warisan dan nilai pilihan berjumlah 80 kepala keluarga (KK) atau orang yang dianggap sebagai kepala keluarga dari suatu unit keluarga, terdiri dari masyarakat umum yang tinggal dan bermukim di wilayah Sub DAS Biyonga yaitu Kelurahan Biyonga, Kelurahan Malahu, Kelurahan Bongohulawa, Kelurahan Kayu Merah, Kelurahan Hunggaluwa dan Kelurahan Kayu Bulan. Seluruh responden akan diwawancarai untuk mengetahui kesediaan membayar masyarakat terhadap sumberdaya alam yang diwariskan di Sub DAS Biyonga.

4. Responden untuk contingent valuation method (CVM) nilai keberadaan berjumlah 30 kepala keluarga (KK) atau orang yang dianggap sebagai kepala keluarga dari suatu unit keluarga, terdiri dari masyarakat umum yang tinggal dan bermukim di luar Kabupaten Gorontalo serta sebelumnya tidak pernah mengetahui tentang Sub DAS Biyonga. Seluruh responden akan diwawancarai untuk mengetahui kesediaan membayar masyarakat terhadap keberadaan sumberdaya alam di Sub DAS Biyonga.

5. Responden untuk contingent valuation method (CVM) nilai ekowisata berjumlah 50 orang, terdiri dari wisatawan lokal maupun asing yang sedang melakukan kunjungan wisata ke Danau Limboto (daerah hilir dari Sub DAS Biyonga). Seluruh responden akan diwawancarai untuk mengetahui kesediaan membayar masyarakat terhadap situs wisata yang mereka kunjungi.

(42)

realistik menurut preferensinya untuk beberapa hal yang ditawarkan dalam bentuk kartu. Kelebihan metode ini adalah memberikan semacam stimulan untuk membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai maksimum yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu, seperti pada metode tawar menawar.

4.4 Matriks Penelitian

Matriks penelitian bertujuan untuk melihat tujuan, alat dan karakteristik data penelitian secara sistematis. Adapun untuk melihat tujuan, alat analisis dan karakteristik data yang dilakukan pada penelitian, “valuasi ekonomi sumberdaya alam Sub DAS Biyonga dalam kawasan DAS Limboto di Kabupaten Gorontalo”, maka dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Matriks Penelitian

No Tujuan Penelitian Metode

Analisis

2 Menghitung nilai sumberdaya alam untuk pertanian,

(43)

4.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa alat analisis yaitu, analisis deskriptif, productivity method, contingent valuation method (CVM), analisis regresi linear sederhana, water residual value, benefit transfer dan net present value (NPV). Adapun program yang digunakan untuk mengolah data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab15.

4.5.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah suatu analisis yang digunakan untuk menggambarkan perkembangan karakteristik kondisi sosial dan ekonomi tertentu dari suatu daerah. Beberapa kondisi sosial dan ekonomi yang perlu dideskripsikan misalnya, laju pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, gambaran sektor pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu populasi. Misalnya populasi dilihat dari nilai rata-ratanya (mean, median dan modus), standar deviasi, variansi, nilai minimum dan maksimum, kurtosis serta skewness (kecurangan distribusi).

Data yang dianalisis dapat berupa data kualitatif atau kuantitatif. Deskripsi dari kondisi sosial dan ekonomi suatu daerah bisa beragam bentuknya, yaitu berupa tabulasi silang, grafik histogram dan sebagainya. Bentuk deskripsi ini dipilih sesuai dengan keperluan analisis agar tujuan penelitian bisa dicapai.

4.5.2 Productivity Method

(44)

Secara sederhana rumus umum yang digunakan pada productivity method adalah sebagai berikut:

Nilai Produktivitas SDA = ( Produksi/ha x P) (Biaya Input)

Keterangan:

Nilai Produktivitas SDA : Nilai produktivitas dari sumberdaya alam ∑ Produksi : Jumlah produksi dari komoditas (hektar)

P : Harga komoditas (Rp/Kg)

Biaya Input : Biaya non-sumberdaya alam

Untuk mendapatkan nilai dari semua komoditi sumberdaya alam yang tersedia yaitu dengan menjumlahkan semua hasil perkalian antara masing-masing komoditi yaitu pertanian, perikanan, kehutanan dan industri dengan harga pasar komoditi yang bersangkutan dan dikurangi dengan biaya input. Dengan menggunakan nilai atau satuan moneter sebagai perantara, maka dalam satu satuan akan didapatkan keseluruhan jumlah dari sumberdaya alam. Dimana secara teori tidak dapat dengan mudah untuk menjumlahkan antara komoditi-komoditi tersebut, misalnya antara sumberdaya dari pertanian, kehutanan dan perikanan (antara satuan volume dengan satuan berat). Perumusan pada productivity method dengan mudah dapat memecahkan permasalahan tersebut.

4.5.3. Contingent Valuation Method (CVM)

Contingent valuation method (CVM) merupakan perkiraan nilai ekonomi untuk hampir semua ekosistem atau jasa lingkungan. Metode CVM paling banyak digunakan untuk memperkirakan nilai non-guna (non-use value) atau nilai guna pasif (passive use value). Langsung meminta kepada individu/ masyarakat dan menyatakan kesediaan mereka untuk membayar jasa lingkungan yang spesifik berdasarkan skenario hipotetik.

(45)

yang paling banyak diterima untuk mengestimasi nilai ekonomi total (total economic value), termasuk semua jenis nilai non-guna (non-use value) atau nilai guna pasif (passive use value). CVM juga dapat memperkirakan nilai guna (use value), serta nilai keberadaan (existence value), nilai pilihan (option value) dan nilai warisan (bequest value). Meskipun teknik ini memerlukan analisis survei yang kompeten untuk mencapai perkiraan dipertahankan, sifat studi CVM dan hasil penelitian CVM tidak sulit untuk menganalisis dan menjelaskan permasalahan. Nilai uang dapat disajikan dalam kaitannya dengan nilai rata-rata (untuk parametrik) atau median (untuk non-parametrik) per kapita atau per rumah tangga, atau sebagai nilai bersama bagi penduduk yang terkena dampak. CVM telah banyak digunakan, serta banyak penelitian yang dilakukan untuk meningkatkan metodologi, membuat hasil yang lebih valid dan dapat diandalkan.

Tahap-tahap dalam melakukan penelitian untuk menentukan willingness to pay (WTP) dengan menggunakan CVM dalam penelitian ini meliputi:

1. Membentuk Pasar Hipotetik

Dalam hal ini pasar hipotetik yang dibentuk adalah suatu pasar dengan kualitas wilayah DAS yang berbeda dengan kondisi saat ini. Responden sebelumnya telah menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai persepsi terhadap jasa lingkungan, faktor resiko serta kualitas DAS. Untuk membentuk pasar hipotetik, terlebih dahulu responden diminta untuk mendengarkan atau membaca suatu pernyataan mengenai kondisi DAS saat ini, dimana masih terdapat aktivitas-aktivitas yang menyebabkan degradasi. Dijelaskan juga bahwa kondisi ini terjadi karena kemampuan pembiayaan konservasi oleh pemerintah terbatas bahkan cenderung menurun. Responden diminta untuk membaca atau mendengar pernyataan tentang kualitas DAS yang baik. Selanjutnya, pasar hipotetik CVM yang ditawarkan, dibentuk dalam sebuah skenario sebagai berikut:

“Jika masyarakat memanfaatkan sumberdaya alam di Sub DAS Biyonga yang selama

(46)

lingkungan Sub DAS Biyonga yang merupakan penyedia sumberdaya alam untuk pertanian, perikanan, produk kehutanan dan industri, sekaligus sebagai objek wisata

di daerah hilir yaitu Danau Limboto”.

Dengan skenario ini maka responden dapat mengetahui gambaran tentang situasi hipotetik mengenai rencana pengelolaan dan pembayaran jasa sumberdaya alam dan lingkungan sebagai upaya konservasi untuk kelestarian Sub DAS Biyonga yang berada dalam kawasan DAS Limboto. Nilai sumberdaya alam tersebut akan diberlakukan dan ditanyakan kepada responden mengenai WTP per KK per bulan untuk masyarakat sekitar Sub DAS Biyonga. Kepada setiap responden akan ditanyakan apakah mereka setuju atau menolak terhadap kesediaan membayar sebagai upaya konservasi yang akan diberlakukan oleh pemerintah daerah.

2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP

Apabila alat survei telah dibuat, maka survei tersebut dapat dilakukan dengan wawancara langsung. Teknik yang digunakan dalam mendapatkan nilai penawaran pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode referendum atau discrete choice (dichotomous choice). Responden diberi suatu nilai rupiah kemudian diberi pertanyaan setuju atau tidak. Metode ini lebih memudahkan responden dalam memahami maksud dan tujuan dari penelitian dibanding dengan metode lain. Metode ini juga memudahkan dalam mengklasifikasikan responden yang memiliki kecenderungan untuk membayar perbaikan lingkungan dengan responden yang tidak memiliki kecenderungan untuk membayar perbaikan lingkungan.

3. Memperkirakan Dugaan Rataan WTP

WTPi dapat diduga dengan menggunakan nilai tengah dari kelas atau interval kelas WTPi. Berdasarkan jawaban responden dapat diketahui bahwa WTPi yang benar berada antara jawaban yang dipilih (batas bawah kelas WTP) dengan WTP berikutnya (batas atas kelas WTP).

Dugaan rataan WTP dihitung dengan rumus:

(47)

Keterangan:

EWTP : Dugaan rataan WTP Wi : Nilai WTP ke-i Pfi : Frekuensi relatif n : Jumlah responden

i : Responden ke-i yang bersedia melakukan pembayaran nilai SDA

4. Penjumlahan Data

Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksud. Setelah menduga nilai tengah WTP maka dapat diduga nilai WTP dari rumah tangga dengan menggunakan rumus:

….………..……(Persamaan 2)

Keterangan:

TWTP : Total WTP

WTPi : WTP individu sampal ke-i

ni : Jumlah sampel ke-i yang bersedia membayar sebesar WTP N : Jumlah sampel

P : Jumlah populasi

i : Responden ke-i yang bersedia membayar jasa sumberdaya alam dan lingkungan

5. Mengevaluasi Penggunaan CVM

(48)

dilakukan dengan uji keandalan yang melihat nilai R2 dari metode Ordinary Least Square (OLS) WTP.

4.5.4 Analisis Regresi Linear Berganda

Menurut Juanda (2009), analisis regresi linear berganda (multiple regression) adalah persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara beberapa peubah bebas (independent variable) dan satu peubah tak bebas (dependent variable). Analisis regresi linear berganda pada penelitian ini digunakan untuk mengevaluasi penggunaan contingent valuation method (CVM). Evaluasi pelaksanaan model CVM dapat dilihat dari tingkat keandalan (reliability) fungsi willingness to pay (WTP). Persamaan regresi linear berganda yang digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP responden adalah sebagai berikut:

WTP = β0 + β1UR + β2TP + β3PK + β4PD + β5KL +…+ βnXY + εi

Keterangan:

WTP : Nilai WTP Responden (Rp/orang) β0 : Intersep

β1,…, βn : Koefisien regresi

UR : Usia responden (Tahun) TP : Tingkat pendidikan responden

PK : Jenis pekerjaan responden (Peubah Dummy) PD : Pendapatan responden (Rp/Bulan)

KL : Jumlah anggota keluarga responden AD : Asal daerah responden (Peubah Dummy) JT : Jarak tempat tinggal responden (Km)

FS : Fasilitas yang tersedia dilokasi ekowisata (Peubah Dummy) KA : Keindahan alam ekowisata (Peubah Dummy)

TR : Tata ruang ekowisata (Peubah Dummy) LN : Kelestarian lingkungan (Peubah Dummy) FU : Pengetahuan fungsi DAS (Peubah Dummy)

ε : Error

i : Responden ke-i (i = 1,2,3,…,n)

(49)

Tabel 5. Matriks Variabel Regresi

Variabel Keterangan Kriteria Penyusunan

WTP Nilai yang diperoleh dari kesediaan membayar (willingness to pay) responden dan diklasifikasikan berdasarkan kemampuan rata-rata yang bersedia dibayarkan oleh masyarakat setiap bulan

Skala Nominal

UR Usia responden yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat usia dalam karir pekerjaan

Skala Nominal

TP Tingkat pendidikan responden yang diklasifikasikan berdasarkan lamanya PK Jenis pekerjaan responden yang dilakukan

sehari-hari (menggunakan peubah

PD Pendapatan responden yang

diklasifikasikan berdasarkan jumlah pendapatan rata-rata dalam setiap bulan

Skala Nominal

KL Jumlah anggota keluarga responden yang diklasifikasikan berdasarkan banyaknya diklasifikasikan berdasarkan jauh atau tidaknya tempat tinggal dengan lokasi Sub DAS

Skala Nominal

FS Fasilitas yang tersedia di lokasi ekowisata yang diklasifikasikan berdasarkan pelayanan fasilitas yang diberikan (menggunakan peubah dummy) ekowisata (menggunakan peubah dummy)

a. Baik = 1

b. Kurang Baik = 0

LN Kelestarian lingkungan yang diklasifikasikan berdasarkan kondisi aktual lingkungan yang ada di lokasi Sub DAS (menggunakan peubah dummy)

a. Baik = 1 b. Rusak = 0

FU Pengetahuan masyarakat tentang fungsi DAS (menggunakan peubah dummy)

(50)

Metode yang digunakan untuk menduga parameter regresi adalah metode kuadrat terkecil (MKT) atau lebih dikenal dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Metode tersebut merupakan uji yang dapat dilakukan dengan uji keandalan untuk melihat nilai R2 dari metode Ordinary Least Square (OLS) WTP. Metode OLS adalah metode yang umum dipakai dan mudah dikerjakan, baik secara manual maupun dengan bantuan komputer. Prinsip dasar dari metode OLS tersebut adalah meminimumkan jumlah kuadrat simpangan antara data aktual dengan data dugaannya. Menurut Mitchell dan Carson (1989), nilai R2 untuk penelitian yang berkaitan dengan barang-barang lingkungan masih dapat ditolerir hingga 15 persen.

4.5.5 Water Residual Value

Water residual value merupakan perkiraan nilai ekonomi untuk sumberdaya air. Metode water residual value adalah perhitungan yang paling sederhana dalam menilai sumberdaya air yang tersedia, karena menggunakan pendekatan nilai air (Simanjuntak, 2010). Adapun tahapan dalam penghitungan water residual value yaitu total nilai produksi sumberdaya alam dikurangi dengan biaya input sumberdaya alam dan dibagi dengan jumlah air yang digunakan dalam setiap periode produksi. Secara sederhana rumus umum yang digunakan untuk menghitung water residual value adalah sebagai berikut:

Keterangan:

TVP : Nilai total produksi (Total Value of Pruduction) Pw : Nilai sisa air (Water Residual Value)

Qw : Jumlah air per periode produksi Pi : Harga input

Qi : Jumlah input

Nilai air (water residual value) yang dihitung merupakan nilai air yang terdapat didalam nilai produktivitas suatu sumberdaya alam. Nilai air tersebut merupakan penggunaan air secara langsung dalam suatu produksi sumberdaya

Qw PiQi TVP

(51)

alam. Untuk menghitung nilai air yang terkandung didalam suatu sumberdaya alam maka water residual value dapat memecahkan masalah tersebut.

4.5.6 Benefit Transfer

Menurut Fauzi (2010), benefit transfer merupakan salah satu solusi untuk menilai perkiraan manfaat dari tempat lain dimana suatu sumberdaya tersedia. Manfaat tersebut kemudian ditransfer untuk memperoleh perkiraan kasar mengenai manfaat lingkungan. Secara prinsipil pendekatan ini dilakukan dengan hati-hati karena banyak kelemahan yang terkandung didalamnya. Hal ini disebabkan karena belum adanya protokol kesepakatan untuk menggunakan metode ini. Berbagai pertimbangan perlu dipikirkan secara matang, sebelum teknik ini dilaksanakan. Pertimbangan ini menyangkut biaya dan manfaat dengan mengadopsi teknik benefit transfer tersebut, serta desain dan koleksi data untuk keperluan studi di tempat lain (data asal).

Menurut Brown dan Pearce (1994), hutan alam primer mempunyai kemampuan menyimpan karbon sebesar 283 ton per hektar, hutan alam sekunder mempunyai kemampuan menyimpan karbon sebesar 194 ton per hektar dan hutan alam tersier mempunyai kemampuan menyimpan karbon sebesar 100 ton per hektar. Harga karbon yang telah ditetapkan oleh Bank Dunia (World Bank) yaitu sebesar US$.10 per ton (Rp.100.000,00/ton). Nilai karbon per tahun diperoleh dari hasil perkalian antara jenis lahan per hektar, serapan karbon per hektar, harga karbon per hektar dan faktor koreksi (90%). Faktor koreksi dimasukkan agar tidak terjadi penilaian yang terlalu tinggi (over estimate).

Langkah-langkah dalam melakukan teknik perhitungan benefit transfer untuk nilai karbon yaitu:

1. Mengidentifikasi studi yang ada atau nilai-nilai yang dapat digunakan untuk transfer. Dalam hal ini, peneliti akan mencari penelitian yang menggunakan nilai karbon. Untuk keperluan ini, diasumsikan bahwa peneliti telah menemukan dua studi yang diperkirakan nilai untuk karbon.

(52)

ketersediaan serupa substitusi (misalnya sejumlah tanaman lain didekatnya). Apakah karakteristik populasi yang relevan dan sebanding. Misalnya, demografi sama antara daerah dimana penelitian dilakukan dan daerah yang dinilai. Jika tidak, apakah data yang tersedia untuk melakukan penyesuaian. 3. Mengevaluasi kualitas penelitian yang akan ditransfer. Semakin baik kualitas

studi awal, nilai yang ditransfer akan lebih akurat. Hal ini membutuhkan penilaian profesional peneliti. Misalnya, peneliti telah memutuskan bahwa kedua studi dapat diterima dalam hal kualitas.

4. Menyesuaikan nilai-nilai yang ada agar lebih mencerminkan nilai karbon yang dipertimbangkan, serta menggunakan informasi apapun yang tersedia dan relevan. Peneliti mungkin perlu untuk mengumpulkan beberapa data tambahan untuk melakukan ini dengan baik. Misalnya, karbon yang dinilai dalam setiap studi yang ada berbeda dari situs yang menarik. Peneliti perlu menyesuaikan nilai dari studi pertama dengan menerapkan data demografis untuk menyesuaikan perbedaan pada pengguna. Jika studi kedua memiliki fungsi manfaat yang meliputi jumlah situs pengganti, fungsi dapat disesuaikan untuk mencerminkan jumlah yang berbeda dari pengganti yang tersedia di lokasi penelitian.

4.5.7 Net Present Value (NPV)

Net present value (NPV) merupakan selisih antara pengeluaran dan pemasukan yang telah didiskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital sebagai diskon faktor, atau dengan kata lain merupakan arus kas yang diperkirakan pada masa yang akan datang dan didiskontokan pada saat ini. Untuk menghitung NPV diperlukan data tentang perkiraan biaya produksi dan investasi, serta perkiraan manfaat (benefit) dari penilaian sumberdaya alam yang dilakukan. Secara sederhana rumus umum yang digunakan untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut:

)

1

(

1

i

t NPV

(53)

Keterangan:

NPV : Nilai sekarang bersih (Net Present Value) i : Tingkat diskonto

t : Waktu

(54)

Gambar

Tabel 1. Kontribusi Sedimentasi Sungai di DAS Utama Jawa
Gambar 1. Model Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value)
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 3. Matriks Hasil Penelitian Terdahulu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah Analytical Hierarcy Process (AHP) dan Multifactor Evaluation Process (MFEP). AHP dan MFEP adalah metode yang

Hasil implementasi sistem pendukung keputusan kenaikan pangkat personil polisi studi kasus Polres Madiun Kota berdasarkan akurasi yang didapatkan pada perbandingan data testing

BADAN PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH PROVINSI BANTEN

Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing Mustahik yang dapat memenuhi indikator pertama dalam tingkat keluarga sejahtera

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Analisis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa CBT menurunkan distres akibat proses hemodialisis yang terlihat dari perubahan distorsi yang lebih positif pada primary appraisal dan

Penilaian kinerja dalam melaksanakan proses pembimbingan mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 dimana guru konselor harus memiliki