• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data

6. Tante Ana/Daripan

4.4 Konflik Batin Tokoh Utama

Konflik batin mempunyai pengertian terdapatnya dua macam dorongan atau lebih yang berlawanan satu sama lain dan tidak mungkin dipenuhi dalam satu waktu. Berkaitan dengan pengertian di atas, konflik mendasar yang dialami Kabul sebagai tokoh utama ada dua, yaitu permasalahan mengenai pekerjaannya dan pribadinya. Mengenai masalah dalam pekerjaanya, Kabul dihadapkan dengan permainan kotor yang terjadi selama proses pembangunan jembatan di Sungai Cibawor. Permainan- permainan itulah yang membuat hati atau perasaan Kabul terusik yang akhirnya menjadikan konflik pada diri Kabul. Di satu sisi dia harus menjaga kualitas jembatan, di sisi lain banyak terjadi penyelewengan anggaran sehingga membuat kualitas jembatan menjadi tidak layak. Hal itulah yang menyebabkan konflik batin pada Kabul muncul. Mengenai masalah pribadinya, yaitu percintaannya dengan Wati. Hal itu seringkali membuat perasaam Kabul terganggu. Di satu sisi dia harus segera menikah karena usinya sudah matang, di sisi lain dia juga harus memikirkan perasaan Wati karena sudah mempunyai pacar. Kedua permasalahan itulah yang membentuk konflik batin pada diri Kabul. Adanya dua hal yang bertentangan pada diri Kabul namun dia harus memilih salah satu sebagai alat pemuas pada diri Kabul.

Kutipan di bawah ini akan menunjukkan bagaimana perasaan Kabul ketika mendengar pendapat dari orang lain yang seakan-akan menuduh bahwa semua orang yang terlibat dalam proyek bermain curang dalam melaksanakan pekerjaannya dan konflik batin pada diri Kabul karena mendengar hal itu.

(146) Pak Tarya ingin mengatakan orang-orang proyek adalah manusia-manusia yang main curang. Korup dengan berbagai cara dan gaya. Tapi, apakah Pak Tarya salah? Jujur, Kabul merasa sindiran halus Pak Tarya lebih banyak benarnya. “Atau benar semua bila aku, Kabul ikut-ikutan suka makan uang proyek. Tapi bagaimana meyakinkan Pak Tarya bahwa aku tidak ingin seperti mereka?” (hlm. 11)

(147) Watak primitif, yakni lebih mementingkan diri sendiri alias serakah.” …. Primitif, mementingkan diri sendiri, serakah. Itulah akar persoalannya? Rasanya memang beditu. Dan bila si primitive adalah orang kampong di sekitar proyek yang miskin dan kurang terdidik, harap maklum. Namun kalau si primitive tadi adalah menteri, dirjen, kakanwil, dan seterusnya? Apa mereka tidak mencak-mencak bila dikatakan primitif? (hlm. 19-20)

Kebanyakan orang mengira bahwa orang-orang yang bekerja di proyek adalah orang yang tidak jujur, hanya memikirkan keuntungan dirinya sendiri. Padahal, apa yang dikatakan orang-orang itu kurang benar. Kabul tetap ingin menjadi orang yang jujur walaupun orang-orang disekelilingnya hanya menginginkan keuntungan diri sendiri.

Pikiran Kabul sering kali terganggu sekaligus membuat dirinya bertanya- tanya. Kabul merasa bingung membedakan antara kejujuran dan kesungguhan dalam pembangunan jembatan. Permasalahan yang ada membuat batin Kabul tidak bisa menerimanya. Bagi Kabul, pembangunan proyek jembatan bukan hanya mendirikan bangunan di atas sungai dan akhirnya bisa digunakan untuk menyebrang. Namun,

dibalik itu aturan atau norma yang ada harus tetap menang. Kebimbangan Kabul itu dapat terlihat melalui kutipan berikut ini.

(148) Aku insinyur. Aku tak bisa menguraikan dengan baik hubungan antara kejujuran dan kesungguhan dalam pembangunan proyek ini dengan keberpihakan kepada masyarakay miskin. Apakah yang pertama merupakan manifestasi yang kedua? Apakah kejujuran dan kesungguhan sejatinya adalah perkara yang biasa bagi masyarakat berbudaya, dan harus dipilih karena keduanya hal yang niscaya untuk menghasilkan kemaslahatan bersama? Mungkin. Atau entah. Yang jelas bagiku kecurangan besar maupun kecil yang terjadi di proyek ini pasti akan mengurangi tingkat kesungguhan, bahkan mengkhianati tujun dasarnya. Dan hatiku tak bisa menerimanya. (hlm. 34)

(149) Lalu, apakah kejujuran yang sering minta dibuktikan dengan kesahajaan sama dengan mempertahankan kemelaratan? Ah, tidak. Pasti tidak. Banyak orang yang memilih hidup bersahaja dan mereka sangat kaya akan rasa kaya. Atau hati dan jiwa mereka memang benar-benar kaya. (hlm. 34)

Sistem pemerintahan serta para pejabat di dalamnya membuat pikiran Kabul kembali terusik serta kebingungan. Kabul berpikiran, jangan-jangan uang hasil jeripayahnya melalui pembangunan jembatan itu adalah uang rakyat yang didapat dan dialokasikan oleh pemerintah tanpa melaksanakan amanat yang semestinya. Hal itu terlihat melalui kutipan di bawah ini.

(150) Menurut para kritikus, dan Kabul sependapat, apabila secara kelambagaan DPRD sudah menyimpang dari khitahnya, dengan sendirinya para anggota demikian pula. Mereka, para kritikus sering mengatakan para anggota DPRD menikmati uang rakyat tanpa melaksanakan dengan semestinya amanat yang dipercayakan kepada mereka. Dan Kabul merasa pahit ketika membayangkan, jangan-jangan sebagian uang rakyat itu kini ada di dompet Wati dan siap untuk membayar makan siang Kabul kali ini. (hlm. 56)

Kedudukannya sebagai pelaksana proyek membuat batin Kabul semakin bingung. Melalui kutipan (11) terlihat bagaimana sikap Kabul tersebut. Pada saat proyek membutuhkan dana dan bahan bangunan yang memadai. Lingkungan sekitar

malah mengajukan permohonan bantuan untuk pembangunan masjid. Hal tersebut membuat batin Kabul benar-benar diuji. Disatu sisi dia harus mempertanggungjawabkan kualitas jembatan, di sisi lain dia juga harus mempertimbangkan kepentingan orang banyak.

Keadaan proyek yang tidak sejalan dengan pemikirannya membuat Kabul berpikiran meninggalkan proyek. Namun, hal itu harus dipikirkan lagi oleh Kabul. Ibu dan kedua adiknya masih membutuhkan biaya untuk melangsungkan hidup. Pemikiran Kabut tersebut dapat dilihat melalui kutipan berikut.

(151) Selama saya masih bisa menahan perasaan terhadap hal-hal yang menyebabkan itu, saya akan menyelesaikan proyek ini. Saya juga masih terikat kewajiban menghidupi dan membiayai ibu serta dua adik saya. Ini berarti saya harus punya penghasilan. Maka saya tidak akan membuat keputusan yang tergesa-gesa. Namun bila kesebalan saya sudah melebihi ambang batas, ya tak tahulah!” (hlm 78)

Sebagai insinyur Kabul mengerti apa yang harus dilakukan. Komposisi bahan bangunan yang tidak memenuhi baku mutu membuat Kabul sanksi akan kualitas jembatan. Kabul teringat dengan para insinyur sebelum dirinya. Mereka membangun bangunan dengan mempertimbangkan semua aspek di dalamnya. Kehidupan pribadinyapun juga sangat bersahaja dan sederhana. Terlintas dalam pikiran Kabul, apakah karena ini produk pendidikan zaman belanda yang mengedepankan idealisme dan kedisiplinan ilmu? Keraguan serta pemikiran Kabul tersebut dapat terlihat melalui kutipan berikut.

(152) Tapi entahlah, dalam hati Kabul mulai terasa ada percik keraguan. Dia mulai diganggu kekhawatiran jembatan tidak akan terwujud seperti yang dicita- citakan, Mungkin bentuknya bisa mewakili perwujudan gambar secara

sempurna, tapi mutunya? Padahal mutu adalah penentu daya tahan. Daya tahan adalah usia. (hlm. 147)

(153) Sebagai sarjana teknik Kabul sering bertanya-tanya mengapa terlalu sedikit insinyur yang bisa jadi panutan seperto Rooseno, Sudiarto, atau Sutami. Selain berdedikasi tinggi, mereka meninggalkan karya yang monumental. Kehidupan pribadinya sangat bermartabat, ora kagetan, ora gumunan, apalagi kemaruk. Sutami malah hidup dengan sangat bersahaja dalam status sebagai menteripun. Apakah karena mereka masih mengalami pendidikan zaman Belanda yang sangat menekankan idealism serta kedisiplinan ilmu? Apa karena kepribadian mereka memang kuat? Atau lagi, apa karena mereka hidup pada masa yang relative belum korup? (hlm. 148)

Batin Kabul terusik setelah berdebat dengan Dalkijo. Mereka mempersoalkan pemasangan balok jembatan yang tidak tepat pada waktunya serta kerusakan pada balok. Kabul sangat tidak setuju karena kualitas jembatan akan dipertaruhkan. Hal itu dapat dilihat melalui kutipan berikut.

(154) Pembicaraan habis. Kabul bersungut-sungut. Bagaimana kalu mesin derek datang sebelum tujuh belas hari? Apakah balok-belok jembatan harus dipasang juga? Apakah dua balok yang cacat itu tidak diganti? Kabul mencoba mengusir pertanyaan-pertanyaan itu dengan menggaru-garuk kepala yang tidak gatal. Bangkit, membayar hidangan, dan keluar. Mak Sumeh memandangnya sambil menggeleng. Dan mengisap rokoknya dalam- dalam. (hlm. 156-157)

Bahan bangunan lagi-lagi menjadi hal yang paling membuat pikiran atau batin Kabul terusik. Melalui kutipan (10), (14), (44) akan terlihat bagaimana perasaan Kabul itu. Melalaui kutipan (10) terlihat bagaimana bahan bangunan dipermainkan demi kebutuhan golongan penguasa. Pada kutipan (14) dan (44) memperlihatkan bagaimana pemakaian bahan bangunan yang tidak selayaknya digunakan. Hal itulah yang membuat konflik batin Kabul muncul.

Setelah Kabul selesai bekerja di proyek, Kabul pun berpikir mengenai proyek- proyek yang lain. Dia berpendapat bahwa proyek di luar pembangunan jembatan di sungai Cibawor sama, yaitu diselimuti dengan kebohongan dalam pembangunannya. Pikiran Kabul itu dapat dilihat melalui kutipan di bawah ini.

(155) Apakah pembangunan jembatan atau bangunan sipil lain di seantero negeri diselimuti dengan ke-sontoloyo-an yang sama? Apakah semuanya digerogoti tikus-tikus primitive yang hidup makmur di atas beban yang ditanggung oleh masyarakat miskin? (hlm. 216)

Selain masalah pekerjaan, konflik batin Kabul sebagai tokoh utama muncul dalam kehidupan pribadinya, yaitu dengan Wati. Konflik yang dialami Kabul mulai terlihat ketika Kabul meminta Wati agar makan siang di kantornya, bukan di warung Mak Sumeh seperti biasanya. Lama-kelamaan hal itu menyebabkan Kabul merasa tidak nyaman karena keadaan itu menjadi lebih pribadi. Ditambah juga Kabul tahu bahwa Wati sudah punya pacar. Perasaan Kabul itu terlihat dalam kutipan di bawah ini.

(156) Setiap hari mereka membawakan hidangan makan siang ke kantor proyek untuk Kabul dan Wati. Sebenarnya Kabul menyesal. Memang dialah yang kali pertama mengusulkan makan siang di ruang kantor. Sebab, yang dikatakan Wati ternyata benar-privasi. Situasi dan nuansa pribadi pun hadir. Seperti ada jarak yang semakin hari semakin pendek. Atau ruang yang semakin padat. (98)

Terlihat juga melalui tindakan Kabul yang sering memboncengkan, nonton bareng, dan makan siang bersama Wati. Hal yang dilakukan Kabul itu secara tidak langsung memberikan harapan bagi Wati untuk lebih dekat dengan Kabul, padahal Wati sudah punya pacar. Dalam pikiran Kabul pun mulai muncul pertanyaan-

pertanyaan yang mengganggu dirinya, apakah yang dilaku kannya itu benar. Pertanyaan-pertanyaan itu dapat dilihat melalui kutipan berikut.

(157) Kabul tercenung. Apa selama ini aku member harapan? Jangan-jangan, ya. Kalau begitu aku tidak akan membocengkan Wati lagi. Tidak akan nonton bareng lagi. Dan juga tidak akan makan siang bersama. Apa makan siang bersama bukan hal yang biasa saja? (hlm. 106)

Kabul menyadari Wati sudah mempunyai pacar, untuk itu Kabul sengaja menjaga jarak dengan Wati. Hal itu dilakukan karena Kabul tidak ingin mengganggu hubungan orang lain. Namun, Wati salah dalam menerima sikap Kabul tersebut. Akhirnya, hubungan keduanya seakan-akan ada jarak hingga Wati pun jatuh sakit. Kabul merasa dirinyalah yang menjadi pokok permasalahan. Melalui kutipan di bawah ini akan terlihat bagaimana hubungan antara Kabul dengan Wati serta rasa bersalah Kabul karena dialah yang menyebabkan permasahan ini.

(158) Hari-hari yang terasa kaku. Meski hanya berdua berada di kantor proyek itu, Kabul dan Wati jarang berbicara, kecuali urusan resmi. Suasana terasa kering seperti kemarau di luar yang belum juga berkhir. Kabul jadi tidak betah. Dan dia merasa bahwa dirinya menjadi sebab kegaguan itu di ruang itu, yang sudah berlangsung hamper dua minggu. Wati makin sering minta izin pulang awal. Bahkan, pagi ini di meja Kabul ada surat keterangan dokter; Wati sakit dan mendapat istirahat tiga hari. (hlm. 114)

(159) Wati menderita? Jangan-jangan, ya. Dan bila ya, akulah penyebabnya? Pertanyaan ini lama-lama berputar di depan mata Kabul. Lalu masuk menembus dan mengejar dirinya dari dalam. Kabul tergagap. Aku telah menyebakan Wati menderita?(hlm. 115)

(160) Sesaat memandang Wati, muncul rasa iba di hati Kabul. Atau mungkin rasa bersalah? Timbul juga keinginan, kalau bisa, membantu mengakhiri penderitaan Wati. Tapia pa, dan bagaimana? (hlm. 117)

Pada kutipan (21) dan (96) juga terlihat bagaimana konflik batin Kabul terhadap Wati. Melalui kutipan (21) terlihat bagaimana kebimbangan Kabul terhadap sikap yang ditunjukkan Wati kepadanya. Perhatian Wati kepada Kabul ditunjukkan melalui penyiapan alat sholat untuk Kabul. Kabul bingung, apakah ingin memakainya atau tidak, karena Kabul tahu bahwa Wati sudah mempunyai pacara dan Kabul juga tidak ingin melukai perasaan hati orang lain, yaitu pacar Wati. Terlihat juga melalui kutipan (96), ketika Wati ingin diantar pulang oleh Kabul, Kabul merasa tidak enak kepada lingjungan sekitar. Padahal, hati kecil Kabul bersedia untuk mengantarnya.

4.5 Pembahasan

Alur atau plot mempunyai pengertian suatu urutan cerita atau peristiwa yang teratur dan padu. Berkaitan dengan hal itu, keseluruhan rangkaian peristiwa yang digunakan dalam novel Orang-orang Proyekadalah alur maju. Penceritaan peristiwa atau permasalahan yang dialami dan yang membentuk konflik batin tokoh utama diuraikan secara berurutan mulai dari tahap awal, tahap tengah, hingga tahap akhir.

Tahap awal ini berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap berikutnya. Pada tahap awal ini memperkenalkan situasi latar pembangunan jembatan, suasana atau peristiwa yang dialami tokoh utama. Pada tahap ini, sedikit demi sedikit masalah yang membentuk konflik tokoh utama mulai dimunculkan. Tahap awal yang digunakan dalam novel sudah sesuai, karena pada tahap ini pengenalan suasana atau peristiwa dan masalah yang membentuk konflik batin tokoh utama sudah dipaparkan dengan jelas.

Tahap tengah menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah dimunculkan pada tahap awal menjadi semakin jelas, meningkat, dan menegangkan. Pada tahap ini masalah yang membentuk konflik batin tokoh utama mencapai puncak permasalahan. Tahap tengah dimulai sejak Kabul merasa bahwa dirinya tidak sanggup mengurangi korupsi dalam proyek. Atasannya, Dalkijo dan golongan penguasa mulai campur tangan terhadap proyek. Situasi yang mulai memanas ketika pendapat Kabul berseberangan dengan Ir. Dalkijo. Kabul tetap pada kejujurannya dan Dalkijo tetap pada pendiriannya untuk mencari untung sebesar-besarnya. Konflik mulai menurun ketika Kabul mengundurkan diri dari proyek. Selain konflik-konflik dalam dunia kerja, Kabul juga mengalami konflik percintaan dengan Wati, sekretarisnya. Perasaan Kabul kepada Wati mulai muncul dan semakin berkembang Konflik mulai muncul ketika Kabul mengetahui bahwa Wati sudah mempunyai pacar.

Tahap akhir menampilkan adegan tertentu sebagai akibat dari klimaks. Bagian ini berisi tentang kesesudahan cerita atau bagaimana akhir dari sebuah cerita. Dalam tahap ini menunjukkan masalah dan konflik batin yang dialami tokoh utama berakhir. Penyelesaian permasalahan yang menimbulkan konflik batin tokoh utama jelas dipaparkan. Tahap ini dimulai setelah Kabul mengundurkan diri dari proyek, Kabul beristirahat di rumah biyung. Di sisi lain, proses pembangunan proyek tetap berjalan tetapi hasilnya sangat mengecewakan, lantai jembatan rusak ketika usianya baru satu

tahun. Akhir kehidupan Kabul adalah menikah dengan Wati dan hidup dengan nyaman karena Kabul bekerja di proyek swasta.

Tokoh dapat diartikan sebagai orang yang mengambil bagian dan mengalami peristiwa. Sedangkan penokohan adalah sifat dan sikap perilaku tokoh. Melihat pengertian tersebut, analisis tokoh dan penokohan ditemukan bahwa tokoh utama dalam novel Orang-orang Proyek adalah Kabul dan tokoh tambahan adalah Pak Tarya, Mak Sumeh, Wati, Ir. Dalkijo, Basar, Tante Ana, dan Samad.

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel. Dalam novel ini, Kabul adalah tokoh utama karena porsi penceritaannya paling banyak dan diutamakan. Kabul digambarkan sebagai seorang insinyur yang menjabat sebagai pelaksana pembangunan. Dia adalah seorang bujang berusia 30 tahun yang belum menikah. Kabul juga seorang yang jujur dan tidak mudah terpengaruh dengan lingkungannya.

Penggambaran tokoh tambahan lebih sedikit dibanding tokoh utama. Dalam novel ini, tokoh tambahan pertama ialah Pak Tarya. Pak Tarya adalah seorang tukang mancing mantan pegawai negeri yang berpengetahuan luas. Dia adalah seorang yang kritis serta menentang ketidakjujuran. Kedua, Mak Sumeh adalah wanita pemilik warung makan yang berusia sekitar enam puluhan. Mak Sumeh sangat akrab dengan Kabul dan pekerja-pekerja proyek. Dia juga menjadi mak comblang antara Kabul dan Wati. Ketiga, Wati adalah gadis cantik berusia 23 tahun yang menjadi sekretaris proyek. Kehadirannya di proyek cukup menyejukkan hati laki-laki.

Keempat, Ir. Dalkijo adalah atasan yang kotor. Dia mendukung korupsi yang terjadi dalam proyek karena dia adalah bendahara partai GLM, golongan penguasa masa itu. Kelima, Basar adalah teman lama Kabul yang peduli terhadap kesejahteraan masyarakat. Dia mempunyai idealisme yang sama dengan Kabul, tetapi posisnya sebagai kades membuatnya tidak bisa menentang ketidakjujuran. Keenam, Tante Ana adalah sumber penghiburan dalam proyek. Tante Ana adalah seorang banci yang menjadi pengamen di daerah proyek. Ketujuh, Samad adalah adik Kabul, seorang insinyur yang mempunyai idealisme yang sama dengan kakaknya.

Latar menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa itu terjadi. Latar yang digunakan dalam novel ini adalah latar tempat, latar waktu, latar sosial. Latar tempat dapat diartikan dimana lokasi atau peristiwa dalam novel ditampilkan. Lokasi pembangunan jembatan dilakukan di Sungai Cibawor. Latar waktu berhubungan dengan “kapan” peristiwa itu terjadi. Dalam novel ini, proyek pembangunan jembatan di Sungai Cibawor dikerjakan pada tahun 1991. Latar sosial adalah hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Dalam novel digambarkan bahwa masyarakat di sekitar dan pekerja proyek jembatan berkelas rendah. Hal itu ditunjukkan dengan permainan yang dilakukan atasannya atau penguasa dan mereka hanya tinggal diam.

Analisis psikologi dalam novel Orang-orang Proyek ini menggunakan teori Abraham Maslow. Analisis psikologi kebutuhan manusia yang berkaitan dengan

konflik batin Kabul dan yang dibahas adalah (1) tidak terpenuhinya kebutuhan akan cinta dan keberadaan, (2) tidak terpenuhinya kebutuhan akan penghargaan, dan (3) tidak terpenuhinya kebutuhan akan aktualisasi diri.

Tidak terpenuhinya kebutuhan akan rasa cinta dan keberadaan biasanya terwujud melalui beberapa keinginan. Misalnya, keinginan mempunyai pasangan dan anak, berteman, perkumpulan, lingkungan masyarakat. Dalam diri Kabul muncul keinginan untuk mempunyai pasangan, namun hal itu tidak mudah didapatkan dikarenakan di usianya ke 30 tahun, dia belum juga menikah. Ketika ada seorang gadis yang mendekatinya dan dia mulai mencintainya, gadis itu justru sudah mempunyai pacar. Keinginan Kabul yang tidak terpenuhi itu terlihat melalui kutipan (25), (46), (94)-(99).

Tidak terpenuhinya kebutuhan akan penghargaan mencakup penghormatan diri, kepercayaan diri, kemampuan, dan pengetahuan. Tidak terpenuhinya kebutuhan akan penghargaan pada diri Kabul terjadi karena dia merasa harga dirinya jatuh dan terinjak-injak ketika terjadi permainan di dalam proyeknya tetapi dia tidak bisa menanganinya. Sebagai insinyur, dia tahu bahan apa yang terbaik bagi pembangunan proyek. Namun, harga dirinya jatuh ketika mutu bangunan jembatan tidak selayak yang dia inginkan. Tidak terpenuhinya kebutuhan akan penghargaan dalam diri Kabul tampak dalam kutipan (100) – (106).

Tidak terpenuhinya kebutuhan akan aktualisasi diri muncul setelah semua kebutuhan sebelumnya terpenuhi, ini adalah puncak kebutuhan manusia. Kabutuhan

ini tidak terpenuhi i karena dia tidak mampu mengoptimalkan kemampuannya dalam pembagunan proyek. Kedudukannya yang tidak setinggi golongan penguasa membuatnya harus tunduk terhadap perintah. Idealismenya yang kuat tidak sanggup mengalahkan kekuasaan itu. Melalui kutipan (107) – (115) tampak bahwa kebutuhan akan aktualisasi diri Kabul tidak terpenuhi.

Konflik mendasar yang dialami Kabul sebagai tokoh utama ada dua, yaitu permasalahan mengenai pekerjaan dan kehidupan pribadinya. Hal itu mengacu pada pengertian konflik batin, yaitu terdapatnya dua macam dorongan atau lebih yang berlawanan satu sama lain dan tidak mungkin dipenuhi dalam satu waktu. Banyak orang yang mengira bahwa dunia proyek berisi orang-orang yang kotor dan korupsi. Sistem pemerintahan serta para pejabat di dalamnya juga termasuk orang-orang yang tidak jujur. Konflik batin mulai muncul ketika kejujurannya harus dihadapkan pada kenyataan ketidakjujuran dalam pekerjaannya, misalnya pemangkasan dana, pengurangan mutu bangunan, dan penggunaan dana bagi kepentingan golongan penguasa. Konflik batin yang lain muncul bersamaan dengan tumbuhnya perasaan cinta kepada Wati. Wati mencintai dia, dia juga mencintai Wati, tetapi Wati sudah mempunyai pacar.

4.6 Relevansi Novel sebagai Bahan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA