• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lampiran 1 - Sinopsis Lampiran 2 - Alur

Lampiran 3 - Tokoh dan Penokohan Lampiran 4 - Latar

Lampiran 5 - Psikologi Novel (Teori Abraham Maslow) Lampiran 6 - Konflik Batin Tokoh Utama

LAMPIRAN 1 - SINOPSIS

Novel Orang-orang Proyek karya Ahmad Tohari ini berkisah tentang kehidupan seorang insinyur sipil yang bernama Kabul yang dipercaya memegang proyek pembangunan jembatan di Sungai Cibawor. Kabul, seorang mantan aktivis kampus yang beridealis kuat serta menentang kecurangan-kecurangan pemerintah, sekarang justru menjadi pelaksana proyek pembangunan jembatan yang pengerjaannya dicampurtangani oleh tikus kantor (pemerintahan). Proyek ini dijadikan ajang pamer kekuasaan bagi partai GLM, partai yang berkuasa pada waktu itu tanpa memperhatikan ilmu konstruksi bangunan.

Bahan-bahan yang disediakan untuk pembangunan jembatan ini adalah bahan yang berkualitas rendah. Selain itu, jembatan dituntut untuk tetap dibangun walaupun saat itu sedang musim hujan. Semua itu dapat terjadi karena proyek ini bukanlah proyek biasa. Jembatan ini adalah pesanan pemerintah sekaligus penguasa yang didanai luar negeri. Namun, tujuan pembangunan jembatan itu semata-mata karena desa tersebut akan dijadikan tempat perayaan ulang tahun golongan penguasa GLM.

Dalam pelaksanaan proyek, Kabul begitu geram melihat penyelewengan- penyelewengan yang terjadi, seperti penggelapan bahan bangunan, pembangunan di bawah standar, dan juga adanya pemangkasan dana proyek yang dilakukan oleh orang-orang pemerintahan. Dia dipaksa berhadapan dengan realitas masyarakat yang curang dan korup, sementara idealismenya masih terus dia pegang kuat.

Sebagai pelaksana proyek, Kabul merasa terbebani jika harus memangkas anggaran demi kepentingan GLM. Belum lagi tekanan dari atasannya bernama Ir. Dalkijo yang menganggap penyelewengan anggaran adalah hal lumrah dan terjadi hampir di seluruh proyek pemerintah.

Suatu hari, Kabul menuntut Ir. Dalkijo agar pemasangan lantai jembatan menggunakan besi baru, pasir yang bermutu, dan meminta penyelesaian proyek ini tidak dipaksaan bersamaan dengan perayaan HUT GLM. Kalau tuntutan itu tidak dipenuhi, Kabul akan mengundurkan diri dari proyek. Namun, Ir. Dalkijo menolak tuntutan Kabul. Akhirnya, Kabul mengundurkan diri dari proyek.

Saat peresmian, Kabul turut meyaksikan upacaranya. Kabul nyaris tidak bernafas melihat kejadian itu. Kendaraan-kendaraan besar beiringan melewati jembatan yang belum saatnya untuk digunakan. Akhirnya, jembatan yang terlihat kokoh itu lantainya sudah jebol dan banyak kerusakan lainnya meski usianya baru satu tahun.

Perjalanan Kabul juga diwarnai dengan perasaan cinta yang perlahan muncul terhadap sekretarisnya, Wati. Berawal dari rekan kerja dan gosip yang beredar di lingkungan proyek, tumbuhlah rasa suka Kabul kepada Wati. Walaupun Wati telah mempunyai pacar, diam-diam Wati juga memendam perasaan terhadap Kabul karena seringnya mereka bertemu. Perasaan keduanya yang semakin berkembang membuat mereka melangkah maju bersama. Di akhir cerita, Kabul dan Wati akhirnya menikah.

LAMPIRAN 2 – ALUR

Tahap Awal No.

Kutipan

Kutipan

1 Pagi ini sungai Cibawor kelihatan letih. Tiga hari yang lalu hujan deras di hulu membuat sungai ini banjir besar. Untung sudah jadi watak sungai di pegunungan, banjir yang terjadi berlangsung cepat. (hlm. 5)

2 Tampak proyek pembangunan jembatan sungai Cibawor terletak di tengahbulak,

di wilayah kosong. Di sekeliling tempat itu tak ada rumah penduduk. Hanya ada hamparan tanah pertanian kering dan hutan bambu. (hlm 15)

3 “Pak Tarya, sekarang tanggal berapa?”

“Kalau tidak salah 13 Juni 1991. Kenapa?” (hlm. 70)

4 Lebih dari seratus orang lebih bekerja di situ. Mereka adalah tukang batu, perancang besi, mandor, beberapa insyinyur sipil, dan kuli-kuli. Operator alat-alat berat. Sopir-sopir truk dan kernetnya. Preman-preman kampong dan pensiunan tentara yang direkrut menjadi satpam. Warung-warung juga bermunculan. Rokok, minuman, dan nasi rames bisa dibeli. Juga obat nyamuk juga aspirin. Bakso dan jamu pegal linu. Rujak atau es cendol. (hlm. 15)

5 “Karena kerugian itu sesungguhnya bisa dihindarkan bila awal pelaksanaan pembangunan jembatan itu ditunda sampai musim kemarau tiba beberapa bulan lagi. Itulah rekomendasi dari para perancang. Namun rekomendasi itu diabaikan, konon demi mengejar waktu.” (hlm. 10)

6 “Penguasa yang proyek dan para pemimpin politik lokal menghendaki jembatan itu selesai sebelum Pemilu 1992. Karena, saya kira, peresmian akan dimanfaatkan sebagai ajang kampanye partai golongan penguasa. Menyebalkan. Dan inilah akibatnya bila perhitungan teknis-ilmiah dikalahkan oleh perhitungan politik.” (hlm.10)

7 Sebagai insinyur, Kabul tahu betul dampak semua permainan ini. Mutu bangunan menjadi tahruhannya. Padahal bila mutu bangunan dipermainkan, masyarakatlah yang akan menanggung akibat buruknya. Dan bagi Kabul hal ini adalah pengkhianatan terhadap derajat keinsinyurannya. (hlm. 28)

8 Kabul juga senang ada Wati di proyek itu. Berbicara dengan Wati terasa menjadi selingan yang enak, karena sehari-hari terlalu banyak omong dengan ratusan lelaki. Suara wati yang riang seperti gadis kecil bisa menjadi penawar bagi kerasnya teriakan para mandor atau suara benturan godam yang memecah batu kali. Atau bunyi mesin molen yang datar dan amat menjemukan. (hlm. 24-25)

9 Wati manja. Sedikit bersungut. Kabul terdiam. Terasa ada satu detik yang aneh. Yakni ketika Kabul merasa dalam sepersekian detik muncul daya pikat dari penampilan Wati. Apanya? Sungutnnya? Mungkin. Atau entah. Yang pasti ada sesuatu yang baru terasa dalam beberapa detik ini. (hlm. 54)

Tahap Tengah No.

Kutipan

Kutipan

10 Dan campur tangan itu ternyata tidak terbatas pada penentuan awal pekerjaan yang menyalahi rekomendasi para perancang, tapi masuk juga ke hal-hal lain. Proyek ini, yang dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri dan akan menjadi beban masyarakat, mereka anggap sebagai milik pribadi. …. Belum lagi dengan oknum sipil maupun militer, juga oknum-oknum DPRD yang suka minta uang saku kepada bendahara proyek kalau mereka mau pelesir ke luar daerah. (hlm. 25- 26)

11 Dan tak salah lagi. Sebagai ketua renovasi masjid, Baldun mengajukan surat permohonan bantuan kepada pelaksana proyek. Bantuan yang diharapkan berupa uang serta material bangunan, terutama besi beton dan semen. … Lampirannya lengkap. …. Basar jadi salah satu pelindung. …. Rekomendasi-rekomendasi. Sudah ada di posisi dan pembuatnya manejer proyek, Ir. Dalkijo. Kepala Kabul mulai pening. (hlm. 137-138)

12 Dalam musim hujan, mutu pasir sungai juga turun Karena kandungan tanahnya bertambah. Kabul akan mengalami kesulitan mencari pasir sungai yangmemnuhi baku mutu untuk pengecoran. Repotnya, katanya karena keterbatasan dana, Manajer Proyek sudah memutuskan menggunakan pasir sungai untuk pembuatan lantai jembatan. Masih pusing dengan masalah pasir, kemarin pikiran Kabul dibuat puyeng lagi. (hlm. 180)

13 “Lusa pengecoran tiang terakhir selesai. Jadi pemasangan balok paling cepat tujuh belas hari ke depan.”

“Apa? Kok lama betul? Nanti bisa terlambat. Apa jadinya bila di hari peresmian jembatan belum sempurna? Ingat, peresmian akan dilakukan Wapres dan disaksikan juga oleh Ketua Umum GLM. Jangan main-main.” (hlm. 156)

14 “Aduh, Dik Kabul ini bagaimana? Sudahlah, ikuti perintahku. Gunakan besi itu. Toh itu hanya untuk menutup kekurangan. Aku tahu penggunaan besi bekas memang tidak baik. Tapi bagaimana lagi, dana sudah habis. Makanya, kita pun tak mampu membeli pasir giling. Dana benar-benar sudah habis.”

“Pak, kali ini saya tidak bisa berkompromi,” jawab Kabul penuh percaya diri. “Tak bisa kompromi bagaimana? ....“Saya bertanggung jawab atas kualitas struktur jembatan. (hlm. 180-181)

15 “Ya, saya tahu. Meskipun begitu saya tidak mau menggunakan besi bekas itu. Bila dipaksakan, lebih baik saya mengundurkan diri.”

“Apa? Mengundurkan diri? Tunggu, Dik Kabul. Jangan bilang begitu. (hlm. 182)

16 “Ya. Keputusan itu kuambil tadi malam setelah aku berbicara dengan pihak pemilik proyek, tokoh-tokoh partai, dan khususnya jajaran GLM. Mereka telah setuju kebijakan yang kuambil. (hlm. 198)

berubah. Saya tetap mengundurkan diri.” (hlm. 198)

18 “Maaf, Pak. Keputusan saya tak bisa ditarik lagi. Saya keluar!” (hlm. 200)

19 “Mumpung Mas Kabul belum pergi, Mak. Dia sudah berhenti bekerja di proyek ini. (hlm. 202)

20 “Dik, Kabul, sampeyanmemang insinyur. Tapi terlalu lugu. Dengar, Dik. Untuk memeriksa atau bahkan menaham Dik Kabul, mereka akan menemukan banyak alasan. Misalnya, menghambat pelaksanaan proyek pembangunan, tidak loyal kepada pemerintah, menentang Orde Baru, sampai kepada indikasi bahaya laten komunis. Dan sekali lagi Dik Kabul berurusan dengan aparat keamanan, nama Dik Kabul akan masuk daftar hitam. (hlm. 199-200)

21 Dan agaknya Wati sudah pulang. Tapi kok nganyar-anyari Jumat-jumat sebelumnya Wati tidak pernah peduli apakah Kabul pergi salat atau tidak. …. Keluar dari kamar mandi Kabul kembali memandang perangkat yang belum disentuh di atas meja itu. Mau pakai atau tidak. Kabul ragu. Karena memakai atau tidak memakai sama-sama ada bayaran moralnya. Kalau memakai berarti Kabul menerima sikapngayar-anyariyang ditunjukkan Wati. (hlm. 36-37)

22 “Nggakboleh apa?” Sedikit merengut. Ah, entahlah. Kabul ingat detik yang aneh itu. Yakni detik ketika Kabul menyadari Wati yang sudah berbulan-bulan bersamanya dalam satu ruangan memang cantik. Detik itu datang ketika Wati sedang merengut. (hlm. 74)

23 Wati diam. Lalu merengut. Dan selalu, hati Kabul tersedot oleh nuansa merengut yang menyaput wajah Wati. (hlm. 76)

24 “Tapi aku ingin naik motor.” Kabul masih menikmati nuansa merengut itu. Luluh. (hlm. 76)

25 “Mas malu nonton bersama aku? Iya kan?” tanya Wati. Matanya naik. Kabul nyengir janggal.

“Tidak, sungguh tidak.” “Lalu?”

“Kamu pasti tahu alasan saya; bagaimana nanti perasaan pacar kamu. (hlm. 99)

Tahap Akhir No.

Kutipan

Kutipan

26 “Istirahat barang sebentar, mungkin di rumah Biyung. … “Terus pindah kerja atau bagaimana?”

“Sebenarnya aku ingin kembali ke kampus, sebab bekerja di lapangan berat buatku. Tapi entahlah bila aku bekerja di proyek milik swasta.” (hlm. 201)

27 Ibu dan anak bersitatap. Bersalaman. Kabul merasa tangan biyung sejuk, mengimbaskan rasa damai. (hlm. 206)

28 Malam hari Kabul tidur nyenyak. Berada di rumah biyung rasanya ayem, mengendap. Masih ada suara tokek di bumbungan. Suara tikus busuk berkejaran di kolong-kolong balai-balai. Atau kirap kelelawar dalam kerimbunan pohon mangga di halaman. Semuanya mengantar Kabul hanyut ke alam mimpi. (hlm. 208)

29 Meski tidak lagi jadi anggota proyek, pada HUT GLM Kabul menyempatkan diri hadir. Dia ingin menonton peresmian jembatan yang akan dilaksanakan sehabis upacara HUT sekaligus mengawali pawai besar-besaran massa GLM. (hlm. 208)

30 Mereka menuruni tebing, melintasi jembatan, dan kemudian mendapati Mak Sumeh sedang mengemasi barang-barang dibantu Sri dan Sonah. Agaknya warung siap tutup untuk selamanya. (hlm. 213)

31 Akhir Desember 1992, hanya setelah satu tahun Kabul meninggalkan proyek pembangunan jembatan Sungai Cibawor. Keinginan Kabul bekerja di proyek milik swasta terlaksana ketika dia mendapat kepercayaan menjadi site manager pembangunan hotel di Cirebon. (hlm, 216)

32 “Aduh anak lanang, kamu sungguh menyenangkan hati Biyung. Cepatlah menikah supaya Biyung cepat menimang cucu. Ya, memang sudah tiba titi mangsanekamu harus berumah tangga. Ya, Anak Lanang, ya…” (hlm. 208)

33 Libur akhir tahun dinikmatinya di rumah Biyung bersama Wati yang sudah menjadi Nyonya Kabul. Mereka baru sebulan menikah. (hlm 216-217)

34 Di mulut jalan simpang tiga, Kabul harus menghentikan mobil. Ada papan melintang dengan tulisan “jembatan rusak”. Lalu ada tanda panah yang menunjukkan jalan alternatif. (hlm. 217)

35 Jembatan Cibawor sudah kelihatan. Tampakmangkrakdan kesepian. Kegagahan yang dulu tampak kini hilang. …. Lantai jebol pada dua titik dan aspal sudah hampir retak sepanjan lantai jembatan. (hlm. 217)

LAMPIRAN 3 – TOKOH DAN PENOKOHAN