• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsekuensi vis-à-vis pihak ketiga

Dalam dokumen HUKUM PERIKATAN( Law of Obligations) (Halaman 172-177)

ISI DAN KONSEKUENSI DARI KONTRAK

7. Konsekuensi vis-à-vis pihak ketiga

7.1. Kontrak mengikat antara para pihak dan hanya antara para pihak. Ini adalah prinsip yang penting untuk hukum kontrak.

7.2. Prinsip “hanya para pihak” bukan tanpa pengecualian. Dalam beberapa kasus kontrak antara A dan B dapat tampaknya untuk

5. Isi dan konsekuensi dari kontrak

keuntungan, atau bahkan untuk kerugian, dari pihak ketiga C. KUH Perdata Belanda memuat sejumlah ketentuan untuk efek itu. Selain itu, ada beberapa pengecualian tertulis, yang dikembangkan oleh lembaga peradilan.

7.3. Hak-hak kualitatif. Sebuah hak kontraktual yang mampu dialihkan yang sangat terkait erat dengan harta milik kreditur yang mana bahwa hak itu menjadi kepentingannya hanya selama dia mempertahankan harta miliknya, harus disampaikan kepada orang yang memperoleh atau mendapatkan harta itu dengan titel tertentu (misalnya penjualan) (pasal 6:251). Contohnya adalah hak untuk meminta mobil seseorang dilayani secara gratis.

7.4. Kewajiban-kewajiban kualitatif. Dalam kondisi yang parah, kewajiban- kewajiban kontraktual “kualitatif” tertentu bisa dikenakan pada pihak ketiga juga (pasal 6:252). Syarat-syaratnya meniru syarat- syarat dari hukum tentang harta benda atau harta milik, yang juga mengakui kemungkinan pengalihan kewajiban-kewajiban (kualitatif).

7.5. Ketentuan untuk keuntungan orang ketiga. KUH Perdata Belanda berisi empat serangkai pasal tentang subjek ini. Contohnya adalah klausul penerima manfaat dalam kontrak asuransi jiwa.

Sebuah kontrak menciptakan hak untuk orang ketiga untuk mengklaim pelaksanaan dari salah satu pihak, atau sebaliknya menggunakan kontrak terhadap salah satu dari mereka, jika kontrak memang berisi ketentuan untuk efek itu dan jika orang ketiga memang menerimanya (pasal 6:253 ayat 1). Sampai penerimaannya, ketentuan tersebut dapat dicabut oleh stipulator (pembuat ketentuan) (pasal 6:253 ayat 2; hukum yang tidak mengikat (non-mandatory law), pasal 6:250). Setelah orang ketiga menerima ketentuan tersebut, ia dianggap menjadi pihak dalam kontrak (pasal 6:254 ayat 1); dengan demikian kontrak awal yang normal berkembang menjadi kontrak multi-pihak.

7.6. Palang untuk “lompatan kuda”. Misalkan seorang karyawan merusak harta benda orang lain. Korban dapat dan akan menuntut ganti rugi dari majikannya, atas dasar wanprestasi (pasal 6:76) atau tanggung jawab risiko berdasarkan hukum yang mengatur tentang gugatan atas perbuatan melawan hukum (6:170). Sekarang anggaplah majikan dapat meminta klausul pengecualian yang dibuat dalam kontrak dengan korban. Korban kemudian akan menggugat karyawan (tindakan yang melanggar hukum, perbuatan melawan hukum, pasal 6:162), yang tidak memiliki pembelaan seperti ini. Setelah membayar korban, karyawan tersebut dapat memiliki hak untuk meminta bantuan majikannya (terutama ketika kesalahan karyawan itu kecil). Dalam kasus seperti ini, majikan akhirnya akan

menanggung kerusakan, terlepas dari adanya klausul pengecualian yang dibuatnya.

Pasal 6:257 menghalangi apa yang disebut sebagai “lompatan kuda” ini (chess parallel, posisi catur yang sama), yang dipilih oleh pihak ketiga dalam rangka melompati pertahanan majikannya. Dalam kasus seperti ini karyawan dapat, jika digugat, juga memanfaatkan pertahanan majikan – yaitu klausul pengecualian – seolah-olah ia adalah pihak dari kontrak terkait.

7.7. Hoge Raad (Mahkamah Agung) mengembangkan beberapa pengecualian tak tertulis dalam aturan bahwa suatu kontrak hanya mengikat bagi para pihak itu sendiri. Pengecualian ini terutama menyangkut klausul pengecualian.

Sebuah kasus pengadilan yang terkenal adalah “bawang yang disemprot disinfektan”.4 C, pemilik angkutan pengiriman bawang, ingin

agar bawangnya disemprot dengan disinfektan dan mempercayakan A untuk membuat pengaturan yang diperlukan. A membuat kontrak dengan perusahaan B. B melakukan penyemprotan disinfektan kepada bawang-bawang itu, tetapi menggunakan terlalu banyak bahan; akibatnya bawang-bawang itu menjadi rusak parah. Menurut kontraknya dengan A, B bebas dari tanggung jawab apa pun. C adalah pihak ketiga vis-à-vis

dengan kontrak antara A dan B dan berpendapat bahwa ia tidak terikat oleh klausul pengecualian B. Namun demikian, Mahkamah Agung Belanda berpendapat bahwa “menurut prinsip kewajaran, C harus patuh pada klausul kontrak, meskipun ia bukan pihak dari kontrak yang berisi klausul pengecualian itu.”

8. Pelaksanaan

8.1. Pelaksanaan (prestasi) diatur dalam pasal 6:30 dst. Biasanya, debitur akan melaksanakan – secara benar – terhadap kreditur. Sebagai konsekuensinya, kewajiban kemudian dipenuhi dan hangus. 8.2. Pelaksanaan juga dapat dilakukan oleh pihak ketiga, kecuali kalau

hal ini bertentangan dengan syarat atau implikasi penting dari kewajiban yang bersangkutan (pasal 6:30).

8.3. Pelaksanaan juga dapat dilakukan terhadap pihak ketiga, terutama ketika pihak ketiga berhak untuk menerima prestasi atau pelaksanaan itu (misalnya perwakilan).

Jika pihak ketiga yang menerima tidak memiliki hak untuk menerima, debitur yang menjalankan hanya akan dibebaskan dalam kasus luar biasa: jika kreditur yang sebenarnya menyetujui pelaksanaan atau jika ia telah mendapatkan manfaat dari hal itu (pasal 6:32). Selain itu,

5. Isi dan konsekuensi dari kontrak

debitur yang melakukannya kepada orang yang salah akan terbebas jika ia memiliki alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa penerima berhak atas pelaksanaan sebagai kreditur, atau pelaksanaan harus dilakukan untuknya karena alasan lain (pasal 6:34). Dalam kasus seperti ini, itikad baik dari pelaku pantas mendapatkan perlindungan.

8.4. Kewajiban untuk membayar uang adalah objek dari Bagian terpisah dari KUH Perdata Belanda (pasal 6:111-126). Kewajiban tersebut harus dilakukan sesuai dengan nilai nominal, kecuali jika ditentukan lain oleh hukum, penggunaan atau tindakan juridis (pasal 6:111).

Kasus 11 A berhutang € 5.000 pada B. Charles, seorang paman dari A, menawarkan jumlah € 5.000 kepada B, menyatakan bahwa ia ingin melunasi hutang A kepadanya. B menolak pembayaran oleh Charles dan menuntut pembayaran oleh A sendiri. Apakah B benar dalam melakukan hal itu?

Kasus 12 X meninggal dunia, meninggalkan utang € 10.000 kepada B. A adalah pewaris tunggal X. C keliru berpikir bahwa ia sendirilah pewaris tunggal X; karena itu C membayar € 10.000 kepada B.

Apakah B kehilangan klaimnya terhadap A?

Kasus 13 Pasien A dan dokter bedah plastik B menyepakati sebuah kontrak,

yang menurut kontrak itu B akan memodifikasi bentuk hidung A.

Setelah operasi, A jadi tahu bahwa hal itu dilakukan bukan oleh B sendiri, tapi – cukup lumayan – oleh salah satu rekan B.

Dapatkah A mengklaim wanprestasi?

Kasus 14 A berutang € 2.000 ke Centro. B berkendara ke rumah A dan menuntut pembayaran, dengan menyatakan bahwa ia adalah wakil dari Centro. A membayar € 2.000 kepada B. Ternyata B tidak memiliki hubungan apa pun dengan Centro. Centro tetap menuntut pembayaran oleh A.

a) Apakah A wajib membayar lagi, sekarang ke Centro?

b) Apakah yang dilakukan B dengan menagih uang dari A adalah suatu perbuatan yang berbeda, yaitu perbuatan yang tidak ada kaitannya dengan kontrak?

DAFTAR PUSTAKA

Warendorf, Thomas & Curry-Sumner, The Civil Code of the Netherlands, The Netherlands, Kluwer Law International 2009

Hartkamp & Tillema, Contract Law in the Netherlands, The Hague, Klu- wer Law International 1995

Asser/Hartkamp & Sieburgh, Verbintenissenrecht, 6-I* (De verbintenis in het algemeen, eerste gedeelte), 6-II* (De verbintenis in het alge- meen, tweede gedeelte), 6-III* (Algemeen overeenkomstenrecht), Deventer: Kluwer 2009-2012

Brunner, De Jong, Krans & Wissink, Verbintenissenrecht algemeen, SBR 4, Deventer: Kluwer 2011

UPAYA-UPAYA HUKUM KARENA

Dalam dokumen HUKUM PERIKATAN( Law of Obligations) (Halaman 172-177)