• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep & Teor

Dalam dokumen Modul 3 KWU (Halaman 66-69)

Memperbaiki Kemampulabaan (Profitability)

Teori risk-return trade-off mengatakan bahwa kebanyakan manusia memiliki sifat “risk averse”. Hal ini berarti bahwa seorang wirausahawan bersedia memperoleh pendapatan yang tidak pasti, tapi dia menuntut pendapatan yang lebih inggi dibandingkan dengan bila yang diterimanya adalah pendapatan tetap (pendapatan gaji). Tingkat pendapatan yang diharapkan bervariasi tergantung wirausahawan masing-masing.

Semua kasus bisnis dalam EN-3.1-AG1 menguntungkan, tapi apakah wirausahawan akan menerima tingkat laba yang diproyeksikan serta memutuskan untuk membuka bisnis itu akan tergantung pada profil risikonya masing-masing. Meski pada awal operasinya wirausahawan mungkin bisa menerima kerugian dan meneruskan niatnya untuk membuka bisnis, pada tahap- tahap berikutnya dia akan berusaha memperbaiki kemampulabaan bisnisnya.

Berdasarkan pendekatan laba per unit, bisnis dapat memperbaiki kemampulabaan dengan meningkatkan harga jual dan/atau menurunkan biaya produk. Dewasa ini, menaikkan harga jual dilakukan misalnya dengan memperbaiki mutu, menambah pelayanan, pembedaan produk dan pengembangan produk; mengurangi biaya dilakukan misalnya dengan penghematan energi, pengendalian biaya secara ketat, dan juga pengembangan produk. Mahasiswa harus menyadari banyaknya cara tidak legal dan tidak etis dalam meningkatkan harga jual dan menekan biaya. Konsep-konsep yang relevan adalah “pembedaan produk”, “manajemen biaya dan reduksi biaya”, dan “biaya terkendali dan tak terkendali”.

Atas dasar “direct costing”, di mana biaya produk hanya mencakup biaya-biaya produksi variabel, meningkatkan kemampulabaan bisa dicapai dengan meningkatkan kuantitas penjualan atau produksi. Kuantitas yang meningkat dapat meningkatkan sumbangan untuk menutup biaya-biaya tetap. Konsep-konsep yang rekevan adalah “pendekatan nilai tambah” dan “efisiensi dan produktivitas”. Teknik yang relevan untuk memahami perlunya meningkatkan kuantitas penjualan dan produksi untuk memperbaiki kemampulabaan adalah “analisis break- even” (lihat di bawah ini).

Lihat EN-3.1-TR21.

1. Pembedaan produk

Pembedaan produk adalah modifikasi produk untuk membuatnya lebih menarik bagi pasar sasaran (target market). Pada dasarnya pembedaan produk adalah teknik pemasaran untuk memperbaiki daya saing. Tujuannya membuat konsumen melihat sesuatu produk berbeda dengan produk sejenis di pasar. Perubahannya sangat sedikit, hanya pada kemasan dan/atau tema iklan, sedangkan produk fisiknya sendiri tidak berubah. Pembedaan produk terutama untuk menciptakan manfaat psikologis produk, tetapi tidak berarti tindakan ini murah.

Perusahaan kecil yang beroperasi di suatu “celah pasar” (sektor pasar yang tidak dihiraukan oleh pemasok barang atau penyedia jasa arus utama) pasti memunculkan banyak peluang

Konsep-konsep “pembedaan produk” dan “manfaat produk” telah diperkenalkan pada Modul 2, LU 2.2.

Pada kasus bengkel mobil (EN-3.1-TR22), “perbaikan bodi”, “pengecatan bodi” dan “salon mobil” lebih cenderung dibedakan untuk memperbaiki tarif jasa dibandingkan dengan jasa “tune-up mesin” dan “ganti oli” yang bersifat standar. Mahasiswa bebas menjawab mengenai pembedaan produknya, karena tujuan dari latihan ini adalah agar mereka menyadari pentingnya berpikir kreatif dan melakukan inovasi yang menguntungkan.

2. Manajemen biaya dan reduksi biaya

Manajemen biaya (cost management) adalah penggunaan akuntansi biaya untuk melaporkan atau mengendalikan biaya bisnis. Contohnya adalah keputusan-keputusan menyangkut kuantitas dan jenis bahan yang dipakai, perubahan proses produksi pabrik dan rancangan produk. Manajemen biaya mencakup banyak kegiatan, antara lain: penganggaran dan pengawasan anggaran; penghematan energi; memaksimumkan pemanfaatan kapasitas produksi; analisis rantai nilai (value chain analysis); pemeliharaan rutin; dsbnya.

Manajemen biaya tidak selalu berarti reduksi biaya (cost reduction). Manajemen biaya memiliki lingkup yang luas, termasuk – tapi tidak terbatas pada – reduksi biaya, karena tidak semua biaya bisa ditekan. Reduksi biaya tergantung pada perilaku dan ciri-ciri biaya. Di samping itu, reduksi biaya tidak selamanya diperlukan, karena tujuan akhirnya adalah memaksimumkan marjin kontribusi atau nilai tambah.

Jika reduksi biaya memungkinkan, pengendalian biaya harus difokuskan pada biaya-biaya yang paling dominan yang nilai. Jika biaya tidak bisa direduksi, perusahaan harus berusaha meningkatkan pendapatannya tapi tidak perlu melalui peningkatan harga jual. Memaksakan reduksi biaya pada biaya yang tidak bisa ditekan bisa mengorbankan manfaat produk atas beban konsumen, pemasok dan masyarakat.

Pada kasus percetakan kecil (EN-3.1-TR23), prioritas pertama untuk reduksi biaya harus diberikan pada bahan langsung (54,14%), kemudian peralatan (13,37%), gaji (8,08%), sewa (7,98%), dsbnya. Pertanyaannya apakah biaya-biaya tiu bisa ditekan atau tidak.

Penjualan 100.250.000 100,00%

Bahan langsung (kertas, tinta, lem, pelapis, dsbnya.) 54.275.000 54,14%

Gaji (disainer, operator, staf) 8.100.000 8,08%

Sewa (bangunan toko) 8.000.000 7,98%

Penyusutan (mesin cetak) 3.500.000 3,49%

Sarana (tilpun, air, listrik) 5.100.000 5,09%

Peralatan (computer, penjilid, pemotong, dsbnya.) 13.400.000 13,37%

Alat-alat tulis toko 560.000 0,56%

Iuran keamanan dan biaya-biaya lain 1.300.000 1,30%

Laba 6.015.000 6,00%

3. Biaya Terkendali dan Biaya Tak Terkendali

Pada dasarnya hanya biaya terkendali (controllable costs) yang bisa ditekan. Biaya dapat diklasifikasikan ke dalam “engineered cost” (biaya standar), “discretionary cost” (biaya terkelola), “committed cost” dan “sunk cost”:

Engineered cost (biaya standar) adalah biaya yang dapat diestimasi dengan tingkat andalan tinggi, atas dasar rekayasa (engineering) atau data biaya historis. Contohnya biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, komponen perakitan, bahan bakar, sarana umum (air, gas, listrik). Mengurangi engineered cost akan mengurangi mutu dan manfaat produk.

Discretionary cost (biaya terkelola) adalah biaya yang jumlahnya ditentukan atas dasar pertimbangan manajemen sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Contohnya biaya penjualan (biaya promosi), biaya administrasi, penelitian dan pengembangan, dan sebagian biaya overhead pabrik (biaya pemeliharaan). Discretionary cost adalah biaya yang dianggarkan.

Committed cost adalah biaya yang timbul sebagai konsekuensi dari komitmen bisnis di masa lampau. Contohnya biaya penyusutan untuk aktiva yang dibeli di masa lampau, biaya sewa, asuransi, pajak, dsbnya. Committed cost hanya bisa dikurangi melalui renegosiasi.

Sunk cost adalah biaya yang telah terjadi dan tidak bisa dipulihkan secara berarti. Sunk cost timbul karena perencanaan yang kurang baik atau perubahan lingkungan yang tak terduga. Contohnya aktiva yang tidak lengkap (bangunan belum selesai) yang tidak berfungsi dengan semestinya, atau pengembangan (produk) di masa lampau yang kini tidak bernilai.

Berdasarkan ciri-ciri di atas, hanya discretionary cost yang bisa ditekan. Ketiga biaya lainnya hanya bisa ditekan melalui tindakan jangka-panjang. Engineered cost hanya bisa ditekan melalui pengembangan produk, dan proses. Committed cost seperti biaya sewa hanya bisa ditekan bila renegosiasi bisa dilakukan. Mengenai sunk cost, satu-satunya yang bisa dilakukan hanyalah membuat aktiva lebih produktif agar bisa memulihkan biaya yang telah dikeluarkan.

Pada kasus sortasi limbah (EN-3.1-TR24), “limbah plastik”, “limbah kertas” dan “peralatan” adalah engineered costs. “Gaji karyawan”, “biaya transportasi”, “tagihan listrik” dan mungkin juga “biaya-biaya lain” adalah discretionary costs. “Penyusutan biaya perbaikan gedung” adalah committed cost. Tanah dan bangunan terbengkalai yang diwarisi dari almarhum ayahnya, berapapun harganya, adalah contoh biaya terbenam. Peluang-peluang menekan biaya adalah pada discretionary cost melalui pengendalian biaya.

4. Nilai Tambah

Nilai tambah (value added) adalah nilai yang ditambahkan pada nilai yang telah diciptakan di tempat lain, atau oleh sektor lain. Nilai jeruk sudah diciptakan sektor pertanian. Memproses jeruk menjadi jus jerus akan menambah nilai jeruk. Dengan demikian nilai tambah mengacu pada tahap produksi atau pemasaran tertentu. Untuk perusahaan manufaktur, nilai tambah adalah selisih antara harga bahan baku dengan harga jual produk jadi. Nilai tambah mencakup semua biaya produksi dan biaya operasional (kecuali bahan baku), dan laba. Meskipun nilai tambah menyangkut harga jual dan harga bahan baku, memaksimumkan nilai tambah berbeda dengan memaksimumkan laba. Memaksimumkan laba bisa memerlukan reduksi biaya tenaga kerja, sedangkan memaksimumkan nilai tambah merupakan suatu pendekatan di mana wirausahawan (majikan) dan karyawan berada di “pihak” yang sama (tidak berseberangan). Pendekatan nilai tambah memperkuat orientasi

lainnya kepada perusahaan kecil untuk memaksimumkan nilai tambah produk. Contohnya sortasi komoditi pertanian untuk memperbaiki mutu (dan harga jual) produk akhir.

Pada kasus pabrik jus jeruk (EN-3.1-TR25), harga jus jeruk Rp. 4.200 per kg. Satu botol jus membutuhkan 1,8 kg jeruk, sehingga nilai 1 kg. jeruk menjadi Rp. 8.333 dan nilai tambah Rp. 4.133 per kg. jeruk. Nilai tambah didistribusikan pada pelaku-pelaku pasar pada tabel berikut ini. Wirausahawan dan karyawan hanya memperoleh ¼ dari seluruh nilai tambah. Peluang yang tampak adalah menugaskan pemeliharaan mesin pada karyawan sendiri.

Pelaku pasar Rp.

Pemasok adonan, botol, label 1.222

Pemasok mesin pemeras 185

Kawasan industri kecil 278

Penyedia jasa pemeliharaan mesin 56

Pemasok mobil pengangkut 162

Perusahaan minyak negara 116

Perusahaan tilpun, listrik, air 167

Pemasok lat-alat tulis 65

Pengecer 833

Karyawan pabrik 556

Wirausahawan 494 4.133

5. Efisiensi dan Produktivitas

Perusahaan yang mendapatkan bahwa biaya produknya terlalu tinggi untuk bersaing di pasar memiliki dua pilihan, yaitu mengurangi jumlah karyawan, atau memanfaatkan kelebihan tenaga kerja untuk membuka outlet di tempat-tempat jauh untuk memperbaiki pemasaran. Opsi pertama meningkatkan efisiensi, opsi kedua meningkatkan produktivitas. Efisiensi adalah jumlah masukan (input) yang dipakai per unit barang yang diproduksi atau jasa yang diserahkan, produktivitas adalah jumlah keluaran (output) yang tercipta per unit masukan yang dipakai. Secara matematis, keduanya mempunyai rumus yang sama:

Input

Dalam dokumen Modul 3 KWU (Halaman 66-69)