• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP CLUSTER UNTUK PENGEMBANGAN DESTINASI PARIWISATA NASIONAL

Dalam dokumen Laporan Final Tanjung Kelayang 28012016 (Halaman 45-50)

BAB 2 KONSEP PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN DESTINASI PARIWISATA

2.6 KONSEP CLUSTER UNTUK PENGEMBANGAN DESTINASI PARIWISATA NASIONAL

Konsep dasar pengembangan destinasi pariwisata nasional adalah pendekatan sistem kluster. Hanya saja pemahaman pengembangan destinasi pariwisata nasional maupun kawasan strategis pariwisata nasional hanya berbasis potensi sumber daya pariwisata dengan melakukan penjabaran daya tarik wisata, konsep DPN dan KSPN belum dilengkapi dengan konsep pengembangan pola perhubungan yang dalam catatan merupakan pintu masuk wisatawan untuk dapat mengunjungi daerah tujuan wisata. Berikut ini adalah ulasan mengenai pendekatan DPN – KSPN dengan pola transportasi.

2.6.1 Pola saat ini dan Konsep Great (Batam, Jakarta dan Bali)

II- 41 Sumber:Hasil Analisa(2015)

Gambar yang di atas memperlihatkan ketidakcocokan antara kebutuhan konektivitas kawasan pariwisata prioritas dengan arahan konektivitas yang ada saat ini. Saat ini pola konektivitas yang ada tidak terintegrasi dengan KSPN yang tersebar di seluruh Indonesia, terutama di 10 kawasan pariwisata prioritas. Hal ini tentunya akan menghambat pergerakan wisatawan mancanegara maupun wisatawan Nusantara yang akan menuju kawasan-kawasan pariwisata prioritas tersebut. Konsep Great yang ada hanya melihat entry point dari wisatawan oleh karena itu perlu adanya suatu sistem yang mengintegrasikan kawasan pariwisata prioritas dengan konektivitas/aksesibilitasnya.

Gambar 19 Great Utama Menyumbang Lebih dari 90% Kedatangan Wisatawan Mancanegara Sumber: Pusdatin Kemenparekraf 2014

Dalam tabel dapat dilihat bahwa dalam masing-masing great tidak hanya satu pintu masuk. Dari segi jenis pelabuhan dapat berupa pintu masuk udara, maupun laut. Dari sisi administratif bisa daerah yang mungkin berbeda kewenangan administratifnya. Misal untuk Great Batam, terdiri dari Batam, bahkan sampai Kuala Namu. Yang berada dalam Destinasi Pariwisata Nasional yang berbeda. Beda Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, beda pula Destinasi Pariwisata Prioritasnya, akan beda pula bauran produk pariwisatanya. Sehingga kebijakan Gate ini belum mendukung pada pengembangan Destinasi Pariwisata Prioritas. Kelemahan konsep ini adalah dalam hal pengelolaan dan pengambilan kebijakan pada tahap operasional nantinya. Ada pula kemungkinan bias yang mengarah pada kesimpulan yang kurang tepat, misalnya untuk Batam, tidak jelas apakah data tersebut merupakan data pintu masuk udara atau lautan. Mengingat Batam adalah kawasan otorita industri, maka ada kemungkinan jalur distribusi barang industri yang kru kapal nya memiliki paspor asing dimasukkan ke dalam perhitungan wisatawan mancanegara. Konsep Great ini adalah sebagai pintu masuk yang memudahkan untuk layanan imigrasi, dalam bentuk bebas visa, sehingga sebenarnya dapat diterapkan untuk pintu masuk internasional lainnya.

II- 42 Gambar 20 Pertumbuhan Kedatangan Wisatawan Mancanegara di 19 Pintu Masuk Internasional

Sumber: Pusdatin Kemenparekraf

Pola perhubungan lain yang masih belum memanfaatkan pesebaran KSPN adalah kebijakan pelabuhan

cruise yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan yang dapat dilihat dalam gambar 17. Dalam

peraturan tersebut bahwa lima pelabuhan cruise di Indonesia adalah Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Benoa, dan Makassar. Selama ini kebijakan perhubungan berbasis pada kebutuhan masyarakat, belum sesuai dengan analisis pasar dan pergerakan wisatawan. Sebagai contoh, mungkin untuk Belawan, ada Si Mangkey, sebagai Kawasan Ekonomi Khusus Industri Logistik dan Pariwisata, walau tidak ditetapkan sebagai KSPN dalam PP 50 tahun 2011. Contoh lainnya adalah Tanjung Priok, yang selama ini berfungsi sebagai pelabuhan penumpang dan barang. Sehingga, perlu ditinjau kembali kebijakan cruise di Indonesia, dengan kajian khusus untuk menyusun rencana induk wisata cruise di Indonesia.

II- 43 Gambar 21 Lima Pelabuhan Cruise Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No 121 Tahun

2015

Sumber: Hasil Analisa

2.6.2 Konsep Tourism Cluster dalam Pengembangan Wilayah

Pariwisata merupakan kegiatan yang sangat tersebar yang dapat mempengaruhi potensi pengembangan setiap daerah dan wilayah. Selain itu pariwisata merupakan industri yang bersifat lintas sektor dan berkaitan dengan banyak kegiatan ekonomi lainnya serta memberi dampak kepada banyak sektor lain seperti transportasi dan sektor yang bergerak di bidang penyediaan jasa (Schejbal, 2012). Dengan tersebarnya kegiatan pariwisata ini sulit untuk industri pariwisata merasakan keuntungan beraglomerasi dan mendapatkan competitive advantage dari kerja sama antar industri pariwisata (Skokan dalam Schejbal, 2012).

Menurut definisi Porter (1990) cluster merupakan konsentrasi geografis dari sekelompok institusi dan perusahaan di suatu sektor yang saling terhubung oleh rasa komunitas dan saling melengkapi. Menurut Šušić dan Đorđević (2011) cluster didefinisikan oleh karakteristik dari ruang geografis dimana ia berada. Karakteristik

ekonomi, budaya, kependudukan, alami dan karakteristik ruang lainnya. Alasan utama pembentukan dari cluster pada umumnya adalah karena daya saing pasar global.

Konsep cluster merupakan syarat keberhasilan agar target wisatawan mancanegara tercapai

II- 44 infrastruktur dari terkonsentrasinya kegiatan industry, sistem cluster berguna untuk diterapkan dalam industri pariwisata. Cluster memanfaatkan sumber daya secara bersama dan terhubungkan oleh kebutuhan soft dan hard infrastructure yang sama. Di dalam industri pariwisata, cluster bertujuan untuk menghubungkan berbagai pemasok bagi kegiatan pariwisata agar dapat meningkatkan produktivitas dari industri pariwisata dan nilai produk pariwisatanya (Šušić dan Đorđević, 2011). Kegiatan-kegiatan pariwisata bersifat saling melengkapi dan saling berketergantungan dan produknya berinteraksi dengan ruang fisik dan aktor sosial sehingga sangat berpotensi jika dalam

cluster.

2.6.3 Konsep Tourism Cluster di Indonesia

Berdasarkan peta sebaran KSPN di Indonesia dapat dilihat bahwa kawasan-kawasan strategis pariwisata sangat tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Untuk memudahkan pelayanan dukungan sarana dan prasarana transportasi dibutuhkan sistem tourism cluster. Tourism cluster yang diterapkan di Indonesia didasarkan oleh kebutuhan aksesibilitas dan konektivitas kawasan-kawasan pariwisata strategis nasional. Ini berbasis pada integrasi antar aktivitas/kegiatan pariwisata, fasilitas pendukung pariwisata, dan pelayanan kegiatan pariwisata. Wisatawan yang akan datang ke titik KSPN perlu difasilitasi point of entry yang memudahkan mereka untuk menjangkau kawasan-kawasan tersebut. Indonesia merupakan negara archipelago dan sebagai konsekuensi dari itu merupakan negara kepulauan maritime, yang berarti akses ke berbagai pulau berdasarkan konektivitas laut maupun udara. Maka dari itu pembentukan cluster didasarkan pada kebutuhan pelayanan infrastruktur udara dan laut.

Konsep cluster yang diterapkan adalah KSPN+3A yang terintegrasi dengan sistem pintu masuk.

Clustering ini mencakup sistim jalan darat yang terkoneksi dengan gate masuk baik udara, laut dan

KSPN+3A itu sendiri. Dan memastikan memadainya kapasitas untuk menyambut kedatangan Wisman di International Tourism Airport; Pelabuhan Cruise dan Marina; Kereta Api dan Jalan Tol.

II- 45 Gambar 23 Sisten Pariwisata Terpadu

umber: Hasil Analisa

Dalam dokumen Laporan Final Tanjung Kelayang 28012016 (Halaman 45-50)

Dokumen terkait