• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Kredit Tanpa Jaminan Menurut Muhammad Yunus

Pada awalnya, Yunus tidak tahu apa-apa soal cara menjalankan bank untuk kaum miskin, jadi Yunus harus belajar dari nol. Pada Januari 1977, saat Grameen mulai berjalan, Yunus mempelajari cara bank lain memberikan pinjaman dan memetik hikmah dari kesalahan-kesalahan mereka. Bank konvensional dan koperasi kredit biasanya meminta pembayaran sekaligus. Menyisihkan sejumlah besar uang tunai saat pinjaman jatuh tempo seringkali dirasa sulit secara psikologis oleh peminjam. Sebisa mungkin mereka mencoba menunda pembayaran, yang dalam proses berikutnya membuat pinjaman itu makin lama semakin membengkak. Akhirnya, mereka putuskan untuk tidak membayarnya sekali. Pembayaran berjangka panjang dan sekaligus macam ini juga mendorong peminjam dan kreditur mengabaikan kesulitan-kesulitan yang muncul di awal. Alih-alih mengatasi masalah pada saat kemunculannya, mereka berharap masalah-masalah itu akan berlalu saat pinjaman jatuh tempo.

Dalam menerapkan program kreditnya, Yunus memutuskan melakukan hal-hal yang benar-benar berlawanan dengan yang umumnya dilakukan oleh bank. Untuk mengatasi hambatan psikologis bagi masyarakat karena pinjaman uang dalam jumlah besar, Yunus memutuskan untuk melembagakan program cicilan pinjaman harian. Yunus membuat cicilan pinjaman tersebut sedemikian kecil agar

si peminjam hampir tidak merasa kehilangan uangnya. Dan demi memudahkan akunting, Yunus memutuskan waktu pengembalian pinjaman sepenuhnya dilakukan dalam satu tahun.1

Adapun mekanisme pembayaran kembali yang digunakan oleh Yunus beserta kawan-kawannya adalah sebagai berikut:

1. Masa pinjaman satu tahun. 2. Cicilan dibayar tiap minggu.

3. Pembayaran cicilan dimulai satu minggu setelah pinjaman dikucurkan. 4. Tingkat suku bunga 20 persen.

5. Besarnya cicilan sebanyak 2 persen dari total pinjaman perminggu selama 50 minggu.

6. Pembayaran bunga sebesar 2 taka per minggu untuk setiap pinjaman sebesar 1.000 taka.2

Strategi-strategi yang diterapkan Grameen Bank amat berbeda dengan bank-bank konvensional: memberikan kredit tanpa jaminan serta berbunga rendah3 kepada kaum miskin, sistem cicilan setiap hari sehingga tidak memberatkan saat jatuh tempo, mengkhususkan diri pada nasabah kaum perempuan, membentuk sistem kelembagaan berupa ’kelompok lima’, menjadikan nasabah juga sebagai

1

Muhammad Yunus, Bank Kaum Miskin, h. 61.

2 Muhammad Yunus, Bank Kaum Miskin, h. 70.

3 Ada tiga jenis kredit yang disalurkan oleh Bank Grameen, yaitu: kredit mata pencaharian (dengan suku bunga 20 persen), kredit perumahan (dengan suku bunga 8 persen), dan kredit pendidikan tinggi anak-anak Grameen (dengan suku bunga 5 persen).

pemegang saham dan komisaris, dan sebagainya.

Menurut Yunus, menjadikan perempuan sebagai nasabah merupakan strategi yang sangat menarik. Dengan memberikan pinjaman kepada kaum perempuan Bangladesh ternyata memberikan dampak yang sangat besar bagi peningkatan ekonomi keluarga dibandingkan kepada laki-laki.4 Sebab, kelaparan dan kemiskinan yang terjadi di Bangladesh lebih merupakan masalah perempuan daripada laki-laki. Perempuan mengalami kelaparan dan kemiskinan lebih hebat daripada laki-laki. Jika ada anggota keluarga yang harus mengalami kelaparan, hukum tak tertulis mengatakan ibulah yang petama-tama akan mengalaminya. Ibu juga akan menderita pengalaman traumatis karena tidak mampu menyusui bayinya selama masa kelaparan dan paceklik. Yunus juga memandang bahwa kaum perempuan miskin di Bangladesh memiliki kedudukan sosial yang paling rawan.

Meskipun demikian, kaum perempuan terbukti lebih cepat menyesuaikan diri dan lebih baik dalam proses membangun kemandirian daripada laki-laki. Meski mereka tidak bisa baca tulis, dan jarang sekali diizinkan keluar rumah sendirian, kaum perempuan memandang jauh ke depan dan bekerja keras untuk membebaskan diri dan keluarganya dari kemiskinan.

Selain itu, Yunus melihat bahwa kaum perempuan lebih besar perhatiannya dalam menyiapkan kehidupan yang lebih baik bagi anak-anaknya, dan

4 Budhi Wuryanto, Serba-Serbi; Inspirasi dari orang miskin, MediaBPR no.18 september – oktober 2007. Diakses pada tanggal 24/07/2008.

perilakunya lebih konsisten dibanding laki-laki. Ketika seorang ibu dari keluarga miskin mulai memperoleh pendapatan, impian keberhasilannya selalu terpusat terhadap anak-anaknya. Adapun prioritas seorang perempuan yang kedua adalah rumah tangganya. Dia ingin membeli perkakas rumah tangganya, memperbaiki rumahnya, atau membeli tempat tidur untuk diri dan keluarganya. Sedangkan laki-laki memiliki prioritas yang sangat berbeda. Ketika seorang bapak dari keluarga miskin memperoleh pendapatan lebih, dia lebih memusatkan perhatiannya pada dirinya sendiri. Oleh karena itu, uang yang masuk ke rumah tangga melalui perempuan lebih bermanfaat bagi keluarga secara keseluruhan. Hal itulah yang menjadi alasan utama mengapa Yunus menjadikan kaum perempuan sebagai nasabah sebagai strategi yang sangat menarik 5

Selain strategi tersebut, pembentukan kelembagaan dalam bentuk ’kelompok lima’ juga merupakan kunci lain bagi keberhasilan program kredit Grameen Bank. Para nasabah diwajibkan membuat kelompok sebanyak 5-6 orang. Dua di antara mereka yang termiskin mendapat pinjaman pertama. Tiga yang lain belum akan mendapatkan pinjaman sampai dua yang pertama mengembalikan pinjaman secara rutin.6 Jika seseorang tidak mampu membayar kembali pinjamannya, kelompoknya akan dianggap tidak layak memperoleh kredit yang lebih besar di tahun berikutnya sampai masalah pembayaran bisa ditanggulangi.

5

Muhammad Yunus, Bank Kaum Miskin, h. 74.

6 Budhi Wuryanto, Serba-Serbi; Inspirasi dari orang miskin, MediaBPR no.18 september – oktober 2007. Diakses pada tanggal 24/07/2008.

Cara tersebut membangun jejaring dukungan atau tekanan kelompok: anggota kelompok akan menekan anggota yang sengaja melanggar kesepakatan dengan Grameen Bank, dan akan mendukung bila ada anggota yang kesulitan dalam kegiatan ekonominya.

Dengan cara ini, tercipta insentif yang sangat kuat bagi peminjam untuk saling membantu memecahkan masalah dan mencegah timbulnya masalah. Sistem ini juga mendorong tanggung jawab pribadi yang besar untuk mengembalikan pinjaman.7

Untuk itu, Yunus beserta kawan-kawannya perlahan-lahan membangun mekanisme delivery-recovery sendiri. Mereka terapkan gagasan mereka dan mengubah prosedurnya sesuai perkembangan. Sebagai contoh, ketika yunus beserta kawan-kawannya menemukan bahwa kelompok dukungan itu sangat penting bagi operasinya, mereka mewajibkan setiap pemohon bergabung dalam sekelompok orang yang memiliki pemikiran sama dan hidup dalam kondisi sosial-ekonomi serupa. Menurut Yunus, solidaritas akan terjalin lebih kuat apabila kelompok itu dibentuk oleh para peminjam sendiri, dan Yunus beserta kawan-kawannya tidak ikut campur dalam mengelola mereka, akan tetapi mereka menciptakan insentif yang bisa mendorong para peminjam itu saling membantu demi keberhasilan usaha masing-masing. Keanggotaan kelompok ini tidak hanya menciptakan rasa aman dan saling dukung tetapi juga mengurangi pola perilaku

7 Dito, Pustaka Bank Kaum Miskin, dalam http://www.blogger.com/navbar. Diakses pada tanggal 20/08/2008.

yang tidak sehat dari individu anggota, dan membuat setiap peminjam jadi lebih bisa diandalkan dalam prosesnya. Tekanan kelompok secara halus ini (dan kadang tidak begitu halus) membuat setiap anggotanya tetap segaris dengan tujuan program kredit yang lebih luas. Rasa persaingan antar kelompok maupun dalam kelompok juga memicu setiap anggota menjadi orang yang berhasil. Menggeser tugas pengawasan awal pada kelompok tidak hanya mengurangi beban kerja bank tetapi juga meningkatkan kepercayaan diri masing-masing individu peminjam. Karena kelompoklah yang menyutujui permohonan pinjaman setiap anggota, maka kelompok memikul tanggung jawab moral atas setiap pinjaman. Jika ada anggota kelompok yang menghadapi masalah, kelompok biasanya datang membantu.8

Agar calon peminjam mudah untuk mengorganisir dirinya ke dalam kelompok-kelompok, seorang calon peminjam pertama-tama harus mengambil inisiatif dan menjelaskan cara kerja bank pada orang kedua. Ini bisa menjadi sangat sulit bagi seorang perempuan desa. Dia sering menghadapi kendala dalam meyakinkan temannya, hal itu disebabkan karena ketakutan, skeptis, atau karena dilarang oleh suaminya agar tidak berurusan dengan uang. Tetapi ketika akhirnya orang kedua terkesan oleh apa yang telah dilakukan Grameen terhadap rumah tangga lain, ia akan langsung bergabung dalam kelompok ini. Kemudian keduanya akan pergi mencari anggota ketiga, lalu yang keempat, dan yang kelima. Begitu kelompok dengan lima anggota tersebut terbentuk, Yunus beserta

8

kawan-kawannya akan mengulurkan pinjaman kepada dua anggotanya. Jika pinjaman tersebut dibayar secara reguler selama enam minggu berikutnya, dua anggota berikutnya bisa mengajukan pinjaman sedangkan ketua kelompok biasanya menjadi peminjam terakhir di antara kelimanya.9

Selain beberapa strategi yang telah dilakukannya, Yunus juga memasang iklan yang bertuliskan ”Perhatian Bagi Ibu-Ibu: Selamat Datang Ke Bank Kami Dengan Program Pinjaman Khusus Perempuan.” hal itu dilakukan untuk

menarik para perhatian para peminjam perempuan.10