• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masa depan bersifat tidak pasti (Hanke, et al., 2003). Kemampuan manu- sia tidak dapat memprediksikan masa depan dengan pasti (Spedding, 1991). Akan tetapi, kenyataan tersebut tidak dengan sendirinya menghilangkan tanggung jawab manusia untuk memikirkan keadaan masa depan secara ilmiah (Park dan Seaton, 1996) berdasarkan situasi masa kini dan kejadian masa lalu (Hubeis, 1991a).

Dalam proses pembuatan kebijakan strategis, kemampuan untuk meramal keadaan masa depan dibutuhkan agar arah kebijakan yang dibuat dapat merespon perubahan-perubahan yang akan terjadi di masa depan (Park dan Seaton, 1996). Perencanaan program untuk masa depan, tanpa memasukkan konsep situasi masa depan, dapat memunculkan persoalan baru yang sebelumnya tidak pernah diba- yangkan. Paradoks tentang perencanaan masa depan menggambarkan bahwa kebijakan yang dibuat berdasarkan situasi yang ada sekarang dapat mempengaruhi keadaan di masa depan, tetapi pengaruhnya seringkali tidak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan (Ackoff, 1991).

Oleh karena itu, dalam penyusunan perencanaan strategis diperlukan kerangka pikir yang dapat membayangkan konsep situasi masa depan yang akan terjadi sebagai akibat dari perubahan berdasarkan situasi masa kini (Morisson, et al., 1983; Park dan Seaton, 1996; Aminullah, 2004). Kerangka pikir ini membu- tuhkan kemampuan visioner, imajinasi dan kreatifitas untuk dapat membayangkan arah dan jalur-jalur perubahan di masa depan, baik perubahan yang diharapkan maupun tidak diharapkan, sehingga dapat direncanakan tujuan strategis (jangka pendek dan jangka panjang) yang dapat merespons perubahan-perubahan tersebut. Ilustrasi grafis peran peramalan dan visi perubahan di masa mendatang dalam penyusunan rencana strategis dapat dilihat pada Gambar 4.

Perubahan Jalur perubahan yang diharapkan Tujuan Jangka Panjang Tujuan Jangka Pendek Jalur perubahan yang tidak diharapkan

Waktu Gambar 4. Jalur perubahan (Adaptasi Park dan Seaton, 1996)

Dalam garis besarnya terdapat dua kelompok metode yang dapat diguna- kan untuk memprediksi keadaan masa depan, yaitu: (1) metode kuantitatif yang bersifat obyektif, dan (2) metode kualitatif/penilaian (judgmental) yang bersifat subyektif (Hubeis, 1991a; Makridakis and Wheelwright 1994; Sugiarto dan Harijono, 2000; Hanke, et al., 2003). Peramalan dengan menggunakan metode kuantitatif bertumpu pada data obyektif, sehingga sering dianggap dapat mem- berikan hasil peramalan yang lebih akurat dibandingkan dengan metode kualitatif yang berbasis pada data subyektif yang berasal dari pendapat pribadi (judgment) responden pakar (Makridakis and Wheelwright, 1994; Hanke, et al., 2003). Akan tetapi pada kondisi ekstrim dimana tidak tersedia ataupun hanya sedikit data historis yang relevan untuk membantu proses peramalan dengan metode kuantita- tif, metode kualitatif/penilaian dapat dipertimbangkan untuk digunakan dalam proses peramalan (Hanke, et al., 2003).

Di samping masalah ketersediaan data, kelemahan metode kuantitatif di- bandingkan dengan metode kualitatif bersumber dari asumsi yang digunakan dalam prosedur peramalan. Pada metode kuantitatif, prosedur peramalan didasar- kan pada asumsi adanya kesamaan pola hubungan yang mempengaruhi kejadian di masa lalu dengan kejadian di masa depan, sehingga situasi di masa depan dapat

diprediksi melalui ekstrapolasi data historis berdasarkan pola perubahan yang diidentifikasi dari kejadian di masa lalu. Asumsi ini mengabaikan pergeseran substantif yang terjadi akibat adanya perubahan teknologi; suatu asumsi yang pada perkembangan akhir-akhir ini dianggap salah (Hanke, et al., 2003). Adapun pada metode kualitatif, prosedur peramalan didasarkan pada asumsi pola hubung- an yang bersifat dinamis dengan struktur hubungan yang bersifat mobil (Hubeis, 1991a), sehingga situasi di masa depan tidak dapat diprediksi melalui ekstrapolasi data historis berdasarkan pola perubahan yang terjadi di masa lalu. Pada metode kualitatif, prediksi masa depan didasarkan pada kondisi aktual saat sekarang (Hubeis, 1991a).

Perbedaan asumsi yang digunakan dalam peramalan dengan metode kuantitatif dibandingkan dengan peramalan dengan metode kualitatif bersumber dari perbendaan cara pandang terhadap masa depan. Pada metode kuantitatif, masa depan dipandang sebagai suatu kejadian yang bersifat khas dan pasti. Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa hubungan antar peubah yang membentuk situasi masa depan memiliki pola dan struktur yang sama dengan masa lalu, sehingga masa depan dapat diramalkan dengan cara ekstrapolasi data historis berdasarkan kejadian masa lalu. Sedangkan pada metode kualitatif, masa depan dipandang sebagai suatu kejadian yang bersifat majemuk dan tidak pasti (Heydinger dan Zentner, 1983; Hubeis, 1991a). Pandangan ini didasarkan pada anggapan pola hubungan antar peubah yang membentuk suatu kejadian bersifat dinamik dengan struktur hubungan yang bersifat mobil, sehingga situasi di masa depan tidak dapat diprediksi hanya melalui ekstrapolasi data historis berdasarkan pola perubahan yang terjadi di masa lalu (Hubeis, 1991a).

Perbedaan cara pandang terhadap masa depan pada kedua metode pera- malan tersebut berpengaruh pada sikap terhadap masa depan. Dengan meman- dang masa depan sebagai suatu kejadian yang bersifat khas dan pasti, maka keadaan yang akan terjadi di masa depan harus dapat diterima apa adanya. Untuk itu harus dikembangkan kemampuan agar dapat beradaptasi dengan keadaan yang diramalkan akan terjadi di masa depan. Sebaliknya, dengan memandang masa depan sebagai suatu kejadian yang bersifat majemuk (memiliki lebih dari satu kemungkinan), maka apa yang akan terjadi di masa depan bersifat tidak pasti.

Untuk itu, apa yang akan terjadi di masa depan harus dihadapi secara aktif dan kreatif (Hubeis, 1991a). Rincian perbedaan ciri antara peramalan kuantitatif dengan peramalan kualitatif dapat dilihat pada Tabel 8. Adapun perbandingan perbedaan tingkat pengenalan dan kepuasan terhadap kedua kelompok metode peramalan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 8. Ciri peramalan dengan metode kuantitatif dan metode kualitatif Parameter Metode Kuantitatif Metode Kualitatif

Peubah Bersifat kuantitatif, obyektif dan diketahui

Bersifat kualitatif dan kuanti- tatif, diketahui dan tidak di- ketahui

Hubungan Bersifat statis dan mempunyai struktur permanen

Bersifat dinamis dan mempu- nyai struktur mobil

Metode Berupa model tetap dan kuan-

titatif

Berupa model peluang dan kualitatif

Fungsi Menjelaskan masa depan dari

hal yang telah berlalu

Menjelaskan masa depan dari kondisi aktual saat ini Cara Pandang terha-

dap Masa Depan

Masa depan bersifat khas dan pasti

Masa depan bersifat

majemuk dan tidak pasti Sikap terhadap Masa

Depan

Beradaptasi untuk menjelang masa depan (Bersifat pasif)

Kreatif dalam menghadapi masa depan (Bersifat aktif)

Sumber: Hubeis, 1991a

Tabel 9. Tingkat pengenalan dan kepuasan terhadap peramalan dengan metode

kuantitatif dan metode kualitatif

Tingkat Pengenalan (%) Tingkat Kepuasan (%)

Metode Sangat Sedikit Tidak Tidak

Dikenal Dikenal Dikenal Puas Netral Puas

Metode Kuantitatif - Regresi 85 7 8 67 19 14 - Analisis Trend 72 8 20 58 28 15 - Simulasi 55 22 23 54 18 28 - Analisis Daur Hidup 48 11 41 40 20 40 Metode Kualitatif - Survei Pakar 81 6 13 54 24 22

Dalam penelitian ini, peramalan masa depan dilakukan dengan mengguna-kan pendekatan kualitatif berdasarkan survei pakar (expert survey). Penggunaan pendekatan kualitatif ini didasarkan pada asumsi ketidakpastian masa depan dimana pola hubungan antar parameter yang membentuk situasi masa depan bersifat dinamis dengan struktur hubungan yang bersifat mobil. Asumsi ketidak- pastian ini memandang masa depan sebagai suatu kejadian yang bersifat majemuk (Hubeis, 1991a) dan tidak stabil (Sugiarto dan Harijono, 2000; Hanke, et al., 2003). Berbagai kemungkinkan dapat terjadi di masa depan.

Peramalan kemajemukan masa depan secara sistematis dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan skenario (Hubeis, 1991a; Sugiarto dan Harijono, 2000; Hanke, et al., 2003). Skenario didefinisikan sebagai wawasan yang konsis-ten tentang apa yang akan terjadi di masa depan (Sugiarto dan Harijono, 2000). Skenario menggambarkan proses suksesi hipotetis dari kejadian-kejadian di masa depan (Heydinger dan Zentner, 1983) sebagai akibat dari keputusan yang diambil pada saat sekarang (Park dan Seaton, 1996). Berdasarkan sifatnya skenario terdiri dari dua tipe. Tipe pertama, skenario eksploratif adalah skenario yang digunakan untuk meramal kemajemukan masa depan yang terkait dengan kecenderungan ke- jadian yang akan muncul. Sedangkan tipe kedua adalah skenario normatif, yaitu skenario yang dibuat berdasarkan kejadian yang direncanakan pada masa kini un- tuk membentuk suatu situasi spesifik di masa depan (Hubeis, 2000). Skenario bi- asanya normatif menggambarkan harapan yang diinginkan terjadi di masa depan.

Dalam penelitian ini, skenario eksploratif digunakan untuk meramal pros- pek pembangunan agroindustri pangan dalam jangka waktu 5 - 20 tahun yang akan datang. Adapun skenario normatif digunakan untuk mensintesis strategi dan program pembangunan agroindustri pangan agar agroindustri pangan dapat tum- buh dan berkembang sesuai dengan harapan pada saat yang telah direncanakan. Sintesis skenario dilakukan dengan menggunakan metode Systèmes et Matrices d’Impacts Croisés (SMIC) (Hubeis, 2000) berdasarkan parameter kunci yang diperoleh dari analisis struktural dengan menggunakan metode Pré-Commerciali- sation (PRECOM) (Hubeis, 1997 dan 1998) dan metode Matrice d’Impacts Croisés - Multiplication Appliquee à un Classement (MIC-MAC) (Hubeis, 1991a). Gambar 5 memperlihatkan keterkaitan metode PRECOM, MIC-MAC dan SMIC

yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pada tahapan penelitian yang dilakukan yang terdiri dari : (1) Analisis struktur sistem, (2) Analisis prospektif, dan (3) Sintesis strategi pembangunan agroindustri pangan.

Gambar 5. Keterkaitan antar metode berdasarkan tahapan penelitian