• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jambi pada tahun 1998-2002

PERAN AGROINDUSTRI PANGAN DALAM PEMBANGUNAN KSP

Pengertian dan Batasan Agroindustri Pangan

Agroindustri adalah suatu sub-sistem dari sistem agribisnis. Menurut Hicks (1995), agroindustri adalah industri yang menciptakan nilai tambah (value added) melalui pengolahan produk pertanian, baik untuk bahan pangan maupun non-pangan. Pengolahan tersebut meliputi transformasi, konversi dan perlakuan melalui perubahan fisik atau kimia, penyimpanan, pengemasan dan distribusi (Austin, 1992; Brown, 1994). Agroindustri pangan adalah bagian dari agroindus- tri yang khusus mengolahan produk-produk pertanian yang diperuntukan sebagai bahan pangan. Menurut Wirakartakusumah (1998), kegiatan agroindustri pangan lebih terfokus pada kegiatan-kegiatan pascapanen, pengolahan, distribusi dan per- dagangan produk-produk pertanian pangan.

Berdasarkan derajat pengolahan bahan baku, Austin (1992) mengklasifika- sikan agroindustri ke dalam empat kelompok (Tabel 5). Dalam hal ini, semakin tinggi derajat pengolahan, maka semakin besar kebutuhan akan investasi modal, tingkat teknologi dan kemampuan manajemen.

Tabel 5. Klasifikasi agroindustri berdasarkan derajat pengolahan bahan baku

Derajat Pengolahan I II III IV Pembersihan, Pengkelasan, Penyimpanan Pemisahan, Penyosohan, Pemotongan, Pencampuran Pemasakan, Pemanasan, Pengalengan, Pengeringan, Pembekuan Perubahan kandungan kimia (Texturization) Contoh Produk Buah segar, Sayuran segar, Telur Serealia, Daging, Ikan, Bumbu masak, Tepung Daging olahan, Sosis, Buah kaleng, Minyak, Gula Makanan instant, Makanan bayi, Susu formula Sumber: Austin, 1992.

Pengembangan KSP dalam jangka panjang ditujukan untuk percepatan pertumbuhan dan perkembangan daerah berdasarkan pada pewilayahan komoditas pertanian unggulan (Tim Pembina Pusat P-KSP, 1999a). Untuk mencapai sasaran tersebut diperlukan perencanaan dan organisasi pengelolaan yang efektif, menye- luruh dan utuh serta berorietasi pada pencapaian tujuan yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem agribisnis.

Menurut Saragih (1999a), pengembangan KSP harus dilakukan dalam ke- rangka dan cara pandang agribisnis sebagai suatu sistem yang utuh dan simultan. Dengan pendekatan sistem agribisnis, pengembangan KSP untuk komoditas per- tanian unggulan tidak lagi dapat dipandang hanya sebagai pembangunan sektor pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan) saja, karena sektor pertanian hanya merupakan salah satu sub-sistem dari sistem agribisnis. Oleh karena itu, pengembangan KSP komoditas pertanian unggulan harus dilakukan dalam kerangka pembangunan sistem agribisnis secara utuh.

Pembangunan wilayah KSP dengan pendekatan sistem agribisnis merupa- kan prasyarat bagi pembangunan agroindustri pangan. Pembangunan agroindustri pangan tidak mungkin berjalan efektif tanpa adanya dukungan infrastruktur dan sistem agribisnis yang efektif (Isarangkura, 1995; Garcia and Manalili, 1997). Sebaliknya, pembangunan agroindustri pangan dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan wilayah melalui keterkaitan agroindustri dengan sektor pertanian dalam kesatuan sistem agribisnis (Gambar 3).

Gambar 3. Proses pembangunan agroindustri berkelanjutan (Adaptasi dari Garcia and Manalili, 1997)

Pembangunan agroindustri pangan dapat merangsang pertumbuhan sektor pertanian melalui penciptaan permintaan terhadap produk pertanian dan pening- katan produktivitas pertanian. Pembangunan agroindustri pangan juga memberi- kan sumbangan bagi pembangunan ekonomi pada wilayah pengembangan KSP melalui penciptaan nilai tambah dan penyediaan lapangan kerja di luar sektor per- tanian (Saptari, 1993).

Arti strategis pembangunan agroindustri pangan pada KSP berhubungan dengan karakteristik teknologi pangan yang memiliki spektrum yang luas, mulai dari teknologi sederhanayang bersifat padat karya (labor intensive) sampai pada teknologi canggih yang bersifat pada modal (capital intensive). Menurut Ahza dan Wirakartakusumah (1997), agroindustri pangan merupakan industri yang pa- ling mudah dibangun dan berkembang di hampir semua tingkat kemajuan daerah dan lapisan masyarakat, di daerah miskin sampai daerah metropolitan atau mega- politan, di negara maju maupun di negara berkembang. Sehubungan dengan hal itu, pembangunan agroindustri pangan pada KSP dapat dimulai dari penggunaan teknologi sederhana (indigenous technology) yang bersifat padat karya dan ako- modatif terhadap keberagaman mutu sumber daya manusia yang ada, sehingga mampu memecahkan masalah pengangguran dan memperluas kesempatan beru- saha pada wilayah pengembangan KSP (Azis, 1993 dan Saragih, 1999b). Pemi- kiran ini didasarkan pada kenyataan, bahwa lebih dari 99% dari total unit usaha agroindustri pangan adalah usaha kecil (Tsauri, 1998; Darmawan dan Masroh, 2004) yang menyerap sekitar 3,68 juta tenaga kerja (Suprijadi, 1997) dan 61,0% angkatan kerja yang ada memiliki kualifikasi pendidikan SD atau lebih rendah (BPS, 2000c).

Selain itu, arti strategis pembangunan agroindustri pangan pada KSP berhubungan dengan kemampuannya menggunakan sumber daya lokal yang ada (Saragih, 1999b). Lebih dari 80% agroindustri pangan memiliki keterkaitan yang erat dengan pertanian primer (Ahza dan Wirakartakusumah, 1997), sehingga man- faat pembangunannya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat setempat. Di sisi lain, pembangunan agroindustri pangan yang berbasis pada keragaman sum- ber daya bahan pangan akan mampu mewujudkan ketahanan pangan yang kukuh,

karena memiliki ragam konsumsi yang didukung oleh ragam produk, dan secara otomatis berdistribusi dalam ruang dan waktu (Saragih, 1999b).

Secara ringkas, pembangunan agroindustri memberikan banyak keuntung- an, di antaranya : (1) memberikan nilai tambah, (2) meningkatkan pendapatan pe- tani, (3) menjadikan produk lebih awet atau memperpanjang masa pemasaran, (4) menyelamatkan dan memanfaatkan hasil panen, (5) memberikan keunggulan un- tuk bersaing, dan (6) memperluas lapangan kerja (Azis, 1993; Arifin, 2004), serta menciptakan lapangan usaha baru dan pendapatan asli daerah (PAD) ataupun sumber devisa negara (Suyata, 1998), serta berorientasi teknologi (Didu, 2000b). Dalam lingkup makro, pembangunan agroindustri pangan dipandang sebagai langkah industrialisasi pertanian yang paling strategis (Rachmat, 1996), karena dapat menjadi penyeimbang dalam proses transformasi ekonomi (Saragih, 1995) dan berperan dalam pengembangan dan peningkatan kemandirian sumber daya manusia (Simatupang, 1995a) di pedesaan.

Dalam jangka panjang, pembangunan agroindustri pangan tidak dapat hanya mengandalkan keunggulan komparatif dari sumber daya alam (natural resources) dan tenaga kerja kurang terdidik (unskilled labour), tetapi harus mampu membangun keunggulan kompetitif melalui transformasi factor-driven dari agroindustri pangan yang bertumpu pada kelimpahan sumber daya alam ke agroindustri pangan yang didorong oleh investasi (investment-driven) dan kemudian berlanjut pada dorongan inovasi (inovation-driven). Transformasi ini akan menggeser produk agroindustri pangan dari produk yang bersifat unskilled labour and natural resources intensive menjadi produk yang skilled labour and capital intensive dan selanjutnya menjadi produk yang skilled labour and knowledge intensive (Saragih, 1999b dan 2004; Widiati, dkk, 1999).

Proses transformasi factor-driven tersebut harus berlangsung secara ber- tahap untuk menghindari terjadinya transformasi struktur ekonomi yang tidak seimbang, karena adanya kesenjangan dalam transformasi struktur tenaga kerja. Ketidakseimbangan ini sering didakwa sebagai penyebab terjadinya proses pemis- kinan, eksploitasi sumber daya alam (Erwidodo, 1996) dan dehumanisasi pada sektor pertanian (Fakih, 1999). Pembangunan agroindustri pangan diharapkan dapat menjaga pentahapan proses transformasi faktor-driven tersebut. Hal ini

dimungkinkan karena teknologi yang digunakan dalam agroindustri pangan memiliki spektrum tingkat perkembangan yang luas, sehingga agroindustri pangan dapat dikembangkan secara bertahap sesuai dengan perkembangan endowment, pengetahuan dan teknologi setempat (indigenous technology and knowledge).

Uraian di atas menunjukkan posisi agroindustri pangan dalam pengem- bangan KSP, disamping berfungsi untuk mendorong percepatan pertumbuhan dan perkembangan wilayah, juga untuk menjaga agar proses transformasi struktural (produksi, tenaga kerja dan ekonomi) dan kultural (sosial dan budaya) yang mengiringi proses industrialisasi pertanian dapat berlangsung secara bertahap dan berkelanjutan (sustainable).

PERAN AGROINDUSTRI PANGAN DALAM PEMBANGUNAN