• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN KONSEPTUAL

2.1 Tinjauan Pustaka 1 Konsep Agraria

2.1.5 Konsep Petan

Wolf (1985) mendefinisikan petani sebagai pencocok tanam pedesaan yang surplus produksinya dipindahkan ke kelompok penguasa melalui mekanisme sistematis seperti upeti, pajak, atau pasar bebas. Bahari (2002) dalam Munir (2008) menyatakan bahwa secara umum ada tiga ciri utama yang melekat pada petani pedesaan, yaitu kepemilikan lahan secara de facto, subordinasi legal, dan kekhususan kultural.

Menurut Shanin (1971) seperti yang dikutip oleh Subali (2005), terdapat empat karakteristik utama petani. Pertama, petani adalah pelaku ekonomi yang berpusat pada usaha milik keluarga. Kedua, selaku petani mereka menggantungkan hidup mereka kepada lahan. Bagi petani, lahan pertanian adalah segalanya yakni sebagai sumber yang diandalkan untuk menghasilkan bahan pangan keluarga, harta benda yang bernilai tinggi, dan ukuran terpenting bagi status sosial. Ketiga, petani memiliki budaya yang spesifik yang menekankan pemeliharaan tradisi dan konformitas serta solidaritas sosial mereka kental. Keempat, cenderung sebagai pihak selalu kalah (tertindas) namun tidak mudah ditaklukkan oleh kekuatan ekonomi, budaya dan politik eksternal yang mendominasi mereka.

2.1.6 Pelapisan Sosial

Luas sempitnya pemilikan tanah pertanian merupakan faktor yang sangat menentukan dalam sistem pelapisan sosial masyarakat desa pertanian. Smith dan Zopf (1970: 278-281)dalam Tjondronegoro (1998) mengetengahkan adanya lima faktor yang determinan terhadap sistem pelapisan sosial masyarakat desa, yaitu: 1. Luas pemilikan tanah dan sejauh mana pemilikan itu terkonsentrasi di tangan

sejumlah kecil orang atau sebaliknya terbagi merata pada warga desa. 2. Pertautan antara sektor pertanian dan industri

3. Bentuk-bentuk pemilikan atau penguasaan tanah

4. Frekuensi perpindahan petani dari lahan pertanian satu ke lainnya 5. Komposisi rasial penduduk.

Sayogyo membagi masyarakat petani atas dasar kepemilikan lahan yang dikuasainya di Jawa dalam tiga golongan, yaitu:4

1. Petani lapisan bawah (petani gurem dengan luas tanah < 0,5 ha)

2. Petani lapisan menengah (petani kecil dengan luas tanah antara 0,5 - 1,0 ha) 3. Petani lapisan atas (petani kaya, dengan luas tanah > 1,0 ha)

Penelitian ini merumuskan tiga kategori pelapisan sosial masyarakat petani berdasarkan kepemilikan lahan, yaitu:

1. Petani lapisan bawah ( memiliki luas lahan < 0,25 ha)

4

2. Petani lapisan menengah (memeiliki luas lahan 0,25-0,5 ha) 3. Petani lapisan atas (memiliki luas lahan≥ 0,5 ha)

2.1.7 Taraf Hidup dan Kesejahteraan

Kata “taraf” dalam kamus besar bahasa Indonesia (1997) berarti mutu atau

kualitas. Jadi taraf hidup dapat diartikan sebagai suatu mutu hidup atau kualitas hidup yang dimiliki oleh seseorang atau suatu masyarakat.

Sawidack (1985) menyatakan bahwa kesejahteraan merupakan kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima, namun tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut.

BPS (2008) memberikan gambaran tentang cara yang lebih baik untuk mengukur kesejahteraan dalam sebuah rumah tangga mengingat sulitnya memperoleh data yang akurat. Cara yang dimaksud adalah dengan menghitung pola konsumsi rumah tangga.

Berbagai aspek mengenai indikator kesejahteraan dibahas oleh BPS (1995), yaitu: kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, sosial dan budaya

Kesejahteraan pedesaan menurut Mosher (1974) dalam Furi (2007) berarti tingkat kepuasaan bagi penduduk pedesaan dan tidak mencakup sumbangan- sumbangan yang menyenangkan bagi masyarakat pedesaan dari pihak luar, baik pemerintah maupun swasta. Empat aspek kesejaheraan pedesaan yakni:

1. Tingkat kehidupan fisik keluarga pedesaan, yang sangat bergantung pada penghasilan keluarga dan berarti bergantung pada perkembangan pertanian. 2. Kesejahteraan dan kegiatan-kegiatan bersama di desa, yaitu ketentraman dan

kegiatan kelompok yang meliputi hukum dan ketertiban, pendidikan, kesehatan, dan kegiatan kelompok informal.

3. Kesempatan untuk ikut serta mengambil bagian dalam peristiwa-peristiwa kekeluargaan dan kemasyarakatan.

4. Peraturan-peraturan dan Undang-Undang yang mengurus tentang hak-hak manusia atas penggunaan tanah.

Yosep (1996) mengemukakan dua pendekatan kesejahteraan, yakni:

1. Pendekatan makro, kesejahteraan dengan indikator-indikator yang telah disepakati secara alamiah, sehingga ukuran kesehateraan masyarakat berdasarkan data-data empiris suatu masyarakat.

2. Pendekatan mikro, didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan psikologi individu secara pribadi untuk melihat apa yang dianggapnya sejahtera.

Penelitian ini menggunakan beberapa indikator dalam mengukur taraf hidup. Indikator yang digunakan adalah tingkat pendapatan, kondisi tempat tinggal (perumahan), tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, tingkat kepemilikan aset.

2.2 Kerangka Pemikiran

Tanah merupakan sumberdaya strategis yang memiliki nilai secara ekonomis. Saat ini, jumlah luasan tanah pertanian tiap tahunnya terus mengalami pengurangan. Berkurangnya jumlah lahan pertanian ini merupakan akibat dari adanya peningkatan jumlah dan aktivitas penduduk serta aktivitas pembangunan. Hal tersebut mengakibatkan permintaan akan lahan pun meningkat. Pada akhirnya, terjadilah konversi lahan pertanian ke non pertanian seperti perumahan, industri, dan lain sebagainya untuk memenuhi permintaan yang ada. Konversi lahan yang terjadi tidak lepas dari kepentingan berbagai pihak seperti pemerintah, swasta dan komunitas (masyarakat).

Faktor Eksternal:

 Pengaruh tetangga

 Pengaruh swasta (investor)  Kebijakan Pemerintah Faktor Internal:

 Tingkat Pendapatan rumahtangga petani  Jumlah tanggungan anggota keluarga  Tingkat Ketergantungan pada lahan  Tingkat Pendidikan

Konversi Lahan Pertanian

Taraf Hidup

 Tingkat Pendapatan

 Kondisi Tempat Tinggal (Perumahan)  Tingkat Pendidikan

 Tingkat Kesehatan  Tingkat Kepemilikan aset

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Perubahan Taraf Hidup Rumahtangga Petani Setelah Konversi Lahan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konversi Lahan.

Keterangan:

Mempengaruhi

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi seberapa besar tingkat konversi lahan yang dipilih oleh petani diantaranya adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi tingkat pendapatan rumahtangga petani, jumlah tanggungan, tingkat ketergantungan pada lahan, dan tingkat pendidikan. Sedangkan faktor eksternal meliputi kebijakan pemerintah, pengaruh pihak swasta (investor), dan pengaruh dari tetangga.

Setelah melihat keterkaitan antara kedua faktor tersebut dengan tingkat konversi lahan yang dilakukan oleh petani, maka selanjutnya dapat dilihat pula perubahan taraf hidup yang terjadi pada rumahtangga petani setelah konversi lahan. Diduga bahwa konversi lahan memiliki hubungan dengan taraf hidup rumahtangga petani. Dalam hal ini taraf hidup akan diukur melalui indikator yang meliputi tingkat pendapatan, kondisi tempat tinggal (perumahan), tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, dan tingkat kepemilikan aset.

2.3 Hipotesis Penelitian 2.3.1 Hipotesis Umum

1. Ada hubungan antara faktor internal, yaitu: tingkat pendapatan rumah tangga petani, jumlah tanggungan, tingkat ketergantungan pada lahan, dan tingkat pendidikan dengan tingkat konversi lahan yang dipilih petani.

2. Ada hubungan antara faktor eksternal, yaitu: kebijakan pemerintah, pengaruh pihak swasta (investor), dan pengaruh tetangga dengan tingkat konversi lahan yang dipilih petani.

3. Ada hubungan antara konversi lahan pertanian dengan perubahan taraf hidup rumahtangga petani.

2.3.1 Hipotesis Khusus

1. Ada hubungan antara tingkat pendapatan rumahtangga petani dengan besarnya tingkat konversi lahan.

2. Ada hubungan antara jumlah tanggungan rumahtangga petani dengan besarnya tingkat konversi lahan.

3. Ada hubungan antara tingkat ketergantungan pada lahan rumahtangga petani dengan besarnya tingkat konversi lahan.

4. Ada hubungan antara tingkat pendidikan rumahtangga petani dengan besarnya tingkat konversi lahan.

5. Ada hubungan antara pengaruh tetangga dengan besarnya tingkat konversi lahan.

6. Ada hubungan antara pengaruh swasta dengan besarnya tingkat konversi lahan.

7. Ada hubungan antara kebijakan pemerintah dengan besarnya tingkat konversi lahan.

8. Ada hubungan antara konversi lahan dengan perubahan taraf hidup rumahtangga petani lapisan bawah.

9. Ada hubungan antara konversi lahan dengan perubahan taraf hidup rumahtangga petani lapisan menengah.

10. Ada hubungan antara konversi lahan dengan perubahan taraf hidup rumahtangga petani lapisan atas.

2.4 Definisi Operasional

1. Tingkat pendapatan rumahtangga adalah total pendapatan rumahtangga responden yang diperoleh dari hasil penjumlahan antara pendapatan bersih usaha tani (panen, buruh tani), pendapatan di luar usaha pertanian, dan pendapatan anggota rumahtangga responden setiap bulan.

Pengukuran:

1. Tinggi : > Rp. 2.000.000

2. Sedang : Rp 1000.000-Rp 2.000.000 3. Rendah : < Rp 1000.000

2. Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya anggota keluarga selain responden yang sampai saat ini masih menjadi tanggungan responden dalam pemenuhan kebutuhan hidup.

Pengukuran:

1. Sedikit :≤ 4 orang 2. Banyak : > 4 orang

3. Tingkat ketergantungan pada lahan adalah sejauh mana lahan dianggap penting dalam memenuhi kebutuhan responden yang diukur berdasarkan persentase pendapatan pertanian dari keseluruhan total pendapatan rumah tangga responden.

Pengukuran:

1. Rendah : <0, 75 persen pendapatan tumah tangga 2. Tinggi :≥0,75 persen pendapatan rumah tangga

4. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang pernah dijalani oleh responden.

Pengukuran:

1. Rendah : tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD

2. Tinggi : sedang sekolah, tidak tamat SMP/SMA, tamat SMP/SMA, D3/S1

5. Luas lahan yang dimiliki adalah ukuran lahan yang dimiliki oleh responden dalam satuan hektar.

Pengukuran:

1. Sempit : <0,25 hektar 2. Sedang : 0,25-0,5 hektar 3. Luas :≥0,5 hektar

6. Usia adalah lama hidup responden mulai lahir sampai penelitian dilakukan yang diukur dalam skala rasio. Havighurst (1950)dalam Mugniesyah (2006) menggolongkan umur menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Dewasa awal : 18-29 tahun 2. Dewasa pertengahan : 30-50 tahun 3. Dewasa tua :≥ 50 tahun

7. Pengaruh tetangga adalah banyaknya rumahtangga petani yang mengkonversi lahan pertanian di sekitar wilayah tempat tinggal responden.

Pengukuran:

1. Rendah :≤ 5 orang 2. Tinggi : > 5 orang

8. Pengaruh swasta (investor) adalah pengaruh yang diberikan oleh pihak yang berkepentingan dengan lahan tersebut untuk mempengaruhi petani agar mau mengkonversi lahan pertaniannya.

Pengukuran:

1. Rendah : skor 3-4 2. Tinggi : skor 5-6

9. Kebijakan pemerintah adalah ada atau tidaknya dukungan atau bantuan pemerintah daerah setempat untuk mengembangkan sektor pertaniannya. Pengukuran:

1. Rendah : skor 2 2. Tinggi : skor 3-4

10. Taraf hidup adalah mutu hidup yang dimiliki oleh seseorang atau suatu masyarakat yang dalam penelitian ini diukur melalui tingkat pendapatan rumahtangga, jumlah tanggungan, tingkat ketergantungan terhadap lahan, dan tingkat pendidikan.

11. Kondisi perumahan (tempat tinggal) adalah keadaan fisik rumah yang ditempati oleh responden.

Pengukuran:

1. Sederhana : dinding terbuat dari campuran tembok dan triplek, lantai terbuat dari semen, mempunyai kamar mandi.

2. Bagus : dinding terbuat dari tembok, lantai terbuat dari keramik, mempunyai kamar mandi.

12. Tingkat Kesehatan adalah kondisi/ keadaan jasmani rumahtangga responden. Pengukuran:

1. Tinggi : memiliki kartu ASKES, berobat di puskesmas atau mempuyai dokter pribadi.

2. Rendah : tidak memiliki ASKES, berobat di dukun.

14. Tingkat Kepemilikan aset adalah jumlah barang berharga yang dimiliki rumah tangga petani

Pengukuran:

1. Tinggi : memiliki rumah, tanah, kendaraan, dan lebih dari lima jenis barang elektronik.

2. Sedang: memiliki rumah, kendaraan, dan barang elektronik sejumlah lima 3. Rendah: memiliki rumah/sewa/kontrak dan memiliki kurang dari lima

jenis barang elektronik.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan dilengkapi dengan data kualitatif sebagai tambahan. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode survai. Penelitian survai merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang lengkap (Singarimbun, 1989). Data kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi. Wawancara mendalam dilakukan kepada informan untuk mendapatkan informasi lebih akurat. Dalam melakukan wawancara mendalam, peneliti dibekali dengan panduan pertanyaan. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai lingkungan petani di lokasi penelitian. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat konversi lahan yang dilakukan oleh petani. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada rumahtangga petani setelah adanya konversi lahan .

Penelitian ini dilaksanakan di dua Kampung, yaitu Kampung Cibeureum Sunting dan Kampung Pabuaran yang terletak di Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa lokasi ini dulunya merupakan wilayah pertanian dan sekarang sedang terkena pengembangan wilayah perumahan PT. X. Sebelum menentukan lokasi penelitian, peneliti melakukan observasi melalui penelusuran kepustakaan hasil penelitian dari beberapa peneliti, artikel dari internet, serta beberapa narasumber yang memberikan informasi mengenai wilayah ini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2009.

3.3 Teknik Pemilihan Responden

Subyek dalam penelitian ini terdiri dari informan dan responden. Informan merupakan pihak yang dianggap banyak mengetahui tentang lingkungannya sehingga dapat memberikan informasi lebih dalam, sedangkan responden merupakan pihak yang memberi keterangan tentang dirinya. Dalam hal ini, informan adalah pihak Kelurahan, Aparat Desa (RW, RT, Tokoh Masyarakat, Kontak Tani). Pemilihan informan dilakukan dengan teknik “bola salju” (snow ball sampling). Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumahtangga petani. Jumlah responden yang diambil adalah sebanyak 35 rumahtangga petani pemilik yang mengkonversi lahan.

Teknik sampling yang digunakan adalah Stratified random sampling. Teknik ini digunakan karena satuan elementer dalam populasi tidak homogen. Dalam menggunakan teknik ini, responden dibagi menjadi tiga kategori pelapisan sosial berdasarkan luas lahan yang dimiliki. Kategori pelapisan sosial tersebut masing-masing adalah rumahtangga petani kelas bawah (memiliki luas lahan < 0,25 Ha), rumahtangga petani kelas menengah (memiliki luas lahan 0,25-0,5 Ha), dan rumahtangga petani kelas atas (memiliki luas lahan > 0,5 Ha). Hal ini dilakukan agar dampak konversi lahan terlihat jelas pada masing-masing kategori pelapisan sosial.

Metode pengumpulan data digunakan untuk memperoleh data primer dan data sekunder yang digunakan dalam menjawab pertanyaan penelitian. Data primer diperoleh dari subyek penelitian yang terdiri dari informan dan responden. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi lapang, dan pengisian kuesioner. Data sekunder merupakan dokumen-dokumen yang terkait seperti data profil Kelurahan, agenda kegiatan, data kependudukan dan lain-lain. Teknik pengambilan data yang dilakukan adalah pertama, melalui penelusuran pustaka (buku, artikel, laporan penelitian, dokumen) yang relevan dengan kajian penelitian. Kedua, wawancara mendalam dengan pihak kelurahan, aparat desa dan warga setempat yang dianggap banyak mengetahui keadaan sekitar. Ketiga, observasi sepanjang penelitian.

3.4.1 Observasi Lapang

Observasi lapang pertama kali dilakukan dengan mengunjungi lokasi penelitian, kemudian mengamati kondisi wilayah tersebut. Peneliti mengunjungi rumah beberapa aparat desa (RW, RT) untuk mengetahui berapa jumlah rumahtangga petani dan lokasi tempat tinggalnya. Selain itu, peneliti mencari tahu siapa saja orang-orang yang bisa dijadikan informan penelitian.

3.4.2 Pengisian Kuesioner

Kuesioner dibagikan kepada 35 rumahtangga petani. Dalam pengisian kuesioner, peneliti tidak membiarkan kuesioner di isi sendiri oleh responden. Kuesioner tetap dipegang oleh peneliti, kemudian peneliti menanyakan satu persatu pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pengisian, dan membantu responden yang kurang mengerti dalam segi bahasa.

3.4.3 Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam dilakukan untuk mengetahui kondisi taraf hidup rumahtangga petani sebelum terjadinya konversi lahan, proses terjadinya konversi lahan, serta perubahan-perubahan yang terjadi setelah konversi lahan yang

meliputi perubahan taraf hidup rumahtangga petani, perubahan mata pencaharian dan lain-lain. Wawancara mendalam dilakukan dengan berkunjung ke rumah responden, aparat desa dan kantor Kelurahan.

Peneliti menggunakan beberapa alat bantu dalam melakukan wawancara mendalam, diantaranya adalah panduan pertanyaan danrecorder yang mendukung peneliti untuk membuat catatan harian yang merupakan data primer dalam penelitian ini.

3.4.4 Penelusuran Dokumen

Penelusuran dokumen dilakukan untuk mendapatkan data-data seperti data profil Kelurahan, arsip kegiatan, data kependudukan dan lain-lain Peneliti juga melakukan penelusuran dokumen dengan pencarian data dan informasi dari internet, buku, dan karya ilmiah (hasil penelitian) untuk mendukung analisis dalam penelitian ini.

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi taraf hidup rumahtangga petani sebelum dan sesudah terjadinya konversi, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat konversi. Teknik dan analisis data kualitatif dilakukan melalui tiga tahap analisis yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Reduksi Data

Reduksi data terdiri dari proses pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang berupa catatan-catatan tertulis di lapangan selama penelitian berlangsung. Reduksi data bertujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu.

Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dengan cara menyusun sekumpulan informasi agar mudah dalam proses penarikan kesimpulan. Penyajian data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk teks naratif berupa catatan lapangan.

Penarikan kesimpulan yang mencakup verifikasi atas kesimpulan terhadap data yang dianalisis agar menjadi lebih rinci. Data kuantitatif diolah dengan proses editing, coding, scoring, entry, dan analisis data dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 13.0 for Windows. Uji statistik yang digunakan adalah tabulasi silang (crosstab) dan uji statistik Chi-Square. Hal ini ditujukan untuk melihat adanya hubungan antara variabel-variabel dengan skala nominal. Pemberian skor terhadap setiap pertanyaan dari masing-masing variabel, kemudian nilai skor tersebut dijumlahkan. Selanjutnya dikategorikan dengan menggunakan interval kelas.

Interval kelas dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : Interval kelas (Ik)= Skor Maksimum- Skor minimum

∑ kategori .

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI

4.1 Kelurahan Mulyaharja

Kelurahan Mulyaharja merupakan sebuah Kelurahan yang terletak di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan penuturan informan, nama Mulyaharja berasal dari kata Mulya dan Harja. Mulya yang berarti baik dan Harja yang berarti hati. Maka jika digabungkan Mulyaharja berarti hati yang baik. Jarak Kelurahan ini dari ibukota kecamatan yaitu sekitar 5 kilometer yang membutuhkan waktu selama 20 menit sebagai waktu tempuhnya. Sedangkan jarak dengan kotamadya yaitu 7 kilometer dengan waktu tempuh kurang lebih 30 menit. Kelurahan Mulyaharja berbatasan langsung dengan Kelurahan Cikaret di sebelah utara, Desa Sukaharja di sebelah selatan, Kelurahan Pamoyanan di sebelah timur, dan Desa Sukamantri di sebelah barat.

Kelurahan Mulyaharja luasnya ± 477,005 hektar dengan jumlah penduduk mencapai 13.366 jiwa. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani adalah sebanyak 300 jiwa atau sebesar 4,06 persen. Wilayah Kelurahan Mulyaharja beriklim sejuk dengan ketinggian 420 meter dari permukaan laut. Wilayah ini sangat cocok untuk pertanian. Luas lahan pertanian dan perkebunan

yang ada di Kelurahan Mulyaharja saat ini adalah sekitar 135 hektar. Kondisi lahan pertanian di wilayah ini sangat subur, padi dan palawija merupakan tanaman yang paling banyak ditanam di wilayah ini. Rumahtangga petani yang terdapat di Kelurahan Mulyaharja jumlahnya sebanyak 220 keluarga. Saat ini, mayoritas petani yang terdapat di Kelurahan Mulyaharja adalah buruh tani yang bekerja dari pagi sampai dzuhur dan diberi upah harian sebesar Rp 25.000,-. Sebagian besar lahan pertanian yang dimiliki oleh rumahtangga petani berasal dari warisan.

Dahulu, mata pencaharian penduduk Kelurahan Mulyaharja sebagian besar adalah petani. Tradisi pertanian pun masih terasa di wilayah ini, sebelum menanam dan pada saat panen biasanya petani sering mengadakan acara selamatan agar proses menanam dan panen berjalan lancar. Selain itu, ada tradisi yang dinamakan liuran. Liuran merupakan tradisi gotong royong diantara sesama petani dengan cara membantu pada saat menanam dan saat panen. Saat ini, tradisi-tradisi seperti itu jarang ditemukan karena lahan pertanian jumlahnya semakin berkurang.

Konversi lahan yang marak terjadi saat ini, menyebabkan banyak penduduk Kelurahan Mulyaharja yang beralih profesi ke sektor non-pertanian, sepertihome industry, buruh, berdagang, pertukangan, ojek dan lain–lain.

Tabel 1. Mata Pencaharian Pokok Penduduk menurut Jenis Kelamin, 2009

Jenis Pekerjaan Laki-Laki

(orang) Perempuan (orang) Total (orang) Petani 85 15 100 Buruh tani 215 185 400

Pegawai Negeri Sipil 135 70 205

Pengrajin industri rumahtangga 96 18 114

Pedagang keliling 95 27 122

Pembantu rumahtangga - 23 23

TNI 2 - 2

POLRI 15 - 15

Pengusaha kecil dan menengah 400 - 400

Karyawan swasta 1.025 750 1.775

Karyawan pemerintah 3 2 5

Jumlah 2.071 1.090 3.161

Sumber: Data Potensi Desa dan Kelurahan Mulyaharja Tahun 2009

Tabel 1 di bawah, menunjukkan bahwa mayoritas petani yang ada di Kelurahan Mulyaharja adalah buruh tani yang jumlahnya 400 orang, sedangkan

yang berprofesi sebagai petani sebesar 100 orang. Meningkatnya jumlah buruh tani merupakan akibat dari adanya konversi lahan. Setelah mengkonversi lahannya, banyak rumahtangga petani yang kehilangan lahan dan kemudian bekerja menjadi buruh tani pada lahan orang lain.

Kelurahan Mulyaharja terdiri dari 12 RW dan 55 RT. Dari 12 RW tersebut, yang menjadi lokasi penelitian adalah RW 06 (Kampung Pabuaran) dan RW 07 (Cibeureum Sunting).

Tabel 2 di bawah, menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kelurahan Mulyaharja menganut agama Islam, yaitu sebanyak 12.909 orang. Sarana peribadatan untuk penduduk yang beragama Islam tersedia cukup banyak, yaitu 26 masjid dan 42 musholla. Selain itu, terdapat pula pesantren yang digunakan sebagai sarana mempelajari ilmu agama.

Tabel 2. Agama Penduduk Menurut Jenis Kelamin, 2009

Agama Laki-Laki (orang) Perempuan (orang) Total (orang) Islam 7.477 5.432 12.909 Kristen 177 123 300 Katholik 75 45 120 Hindu 13 12 25 Budha 8 7 15 Khonghucu 9 3 12 Jumlah 7.759 5.622 13.381

Sumber: Data Potensi Desa dan Kelurahan Mulyaharja Tahun 2009

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Penduduk Menurut Jenis Kelamin, 2009 Tingkat Pendidikan Laki-Laki

(orang)

Perempuan (orang)

Total (orang)

Usia 3-6 tahun yang belum masuk TK 881 761 1.642

Usia 3-6 tahun yang sedang TK/play group 528 456 984

Usia 7-18 tahun yang tidak pernah sekolah 43 25 68

Usia 7-18 tahun yang sedang sekolah 1.490 1.283 2.773

Usia 18-56 tahun tidak pernah sekolah 71 60 131

Usia 18-56 tahun tidak tamat SD 179 171 350

Tamat SD/sederajat 3.333 3.102 6.435

Usia 12-56 tahun tidak tamat SLTP 42 40 82

Usia 18-56 tahun tidak tamat SLTA 358 380 738

Tamat SMP/sederajat 611 289 900 Tamat SMA/sederajat 951 199 1.150 Tamat D1/sederajat 80 40 120 Tamat S1/sederajat 40 30 70 Tamat SLB A 3 - 3 Tamat SLB C 1 - 1

Total 8.611 6.836 15.447 Sumber: Data Potensi Desa dan Kelurahan Mulyaharja Tahun 2009

Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas penduduk kelurahan Mulyaharja adalah lulusan Sekolah Dasar (SD/sederajat), yaitu sebanyak 6.435 orang. Walaupun sarana pendidikan di wilayah ini sudah tersedia sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP), tetapi faktor ekonomi ikut mempengaruhi. Setelah lulus Sekolah Dasar (SD), penduduk Kelurahan Mulyaharja banyak yang langsung bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

4.2 Kampung Pabuaran

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan, dapat diketahui bahwa para leluhur menamai kampung ini dengan nama Pabuaran, yang berasal dari kata buyar yang memiliki arti bubar, pecah atau terpisah-pisah. Mereka meramalkan bahwa suatu saat kampung ini akan pecah. Hal ini terbukti jika dikaitkan dengan kondisi kampung ini sekarang yang penduduknya terpisah-pisah