• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konversi lahan yang terjadi di Kelurahan Mulyaharja tidak hanya membawa perubahan bagi taraf hidup rumahtangga petani, tetapi juga mengakibatkan persentase rumahtangga petani pada masing-masing lapisan ikut berubah.

Tabel 31. Persentase Rumahtangga Petani Sebelum dan Sesudah Terjadinya Konversi Lahan Berdasarkan Lapisan Sosial.

No Pelapisan Sosial Sebelum Konversi Lahan (%)

Setelah Konversi Lahan (%) 1 Atas 25,7 14,3 2 Menengah 14,3 22,9 3 Bawah 60 22,9 4 Tunakisma 0 40 Jumlah 100 100

Tabel 31 menunjukkan bahwa sebelum terjadinya konversi lahan, mayoritas rumahtangga petani di Kelurahan Mulyaharja adalah rumahtangga petani lapisan bawah dengan persentase sebesar 60 persen. Setelah terjadinya konversi lahan, mayoritas rumahtangga petani menjadi tunakisma dengan persentase sebesar 40 persen. Meningkatnya jumlah tunakisma disebabkan karena setelah rumahtangga petani menjual lahannya kepada swasta, sebagian besar dari mereka tidak membelikan lagi uang hasil penjualan ke bentuk lahan, mereka

banyak yang menggunakan uang hasil penjualan tersebut untuk berwiraswasta seperti berdagang, membuat usaha sandal (home industry), membeli angkot, membuat usaha kontrakan, membuka kantin, membuka usaha bengkel dan lain- lain. Selain itu, ada juga rumahtangga petani yang menggunakan uang hasil penjualan lahan untuk membeli motor, membangun rumah, pergi naik haji, membiayai anak sekolah, membiayai pernikahan dan lain-lain. Rumahtangga petani yang tidak menggunakan uang hasil penjualannya untuk membeli lahan pertanian lagi atau untuk membuka usaha baru, sebagian besar bekerja menjadi buruh tani.

Konversi lahan mengakibatkan terjadinya perubahan mata pencaharian. Sebagian besar rumahtangga petani yang tadinya bermata pencaharian utama sebagai petani, sekarang banyak yang beralih profesi ke sektor non-pertanian. Tabel 32. Mata Pencaharian Utama Sebelum dan Sesudah Terjadinya Konversi

Lahan Pada Rumahtangga Petani Lapisan Bawah No Mata Pencaharian

Utama

Sebelum Konversi Lahan (%)

Setelah Konversi Lahan (%)

1 Bertani 85,7 38,1

2 Wiraswasta 9,5 28,6

3 Buruh Tani 0 19

4 Pertukangan 4,8 4,8

5 Tidak Punya Pekerjaan 0 9,5

Jumlah 100 100

Tabel 32 menunjukkan bahwa sebelum terjadinya konversi lahan, mayoritas rumahtangga petani lapisan bawah yang mata pencaharian utamanya adalah bertani memiliki persentase paling tinggi yaitu sebesar 85,7 persen. Setelah konversi lahan, mayoritas rumahtangga petani lapisan bawah yang mata pencaharian utamanya adalah bertani tetap memiliki persentase paling tinggi yaitu sebesar 38,1 persen. Setelah konversi lahan, persentase rumahtangga petani lapisan bawah yang mata pencaharian utamanya adalah bertani mengalami penurunan sebesar 47,6 persen yaitu dari 85,7 persen menjadi 38,1 persen. Hal ini karena banyak rumahtangga petani yang beralih profesi ke sektor non-pertanian seperti berdagang, home industry, kontrakan dan lain-lain. Rumahtangga petani lapisan bawah yang memiliki mata pencaharian utama berwiraswasta mengalami peningkatan sebesar 19,1 persen yaitu dari 9,5 persen menjadi 28,6 persen. Rumahtangga petani yang memiliki mata pencaharian utama sebagai buruh tani

juga mengalami peningkatan 19 persen yaitu dari 0 persen menjadi 19 persen. Jumlah buruh tani mengalami peningkatan karena banyak petani yang sudah tidak memiliki lahan, tetapi mereka tidak memiliki kemapuan usaha di luar sektor pertanian sehingga mereka menjadi buruh tani di lahan orang lain dengan upah harian. Rumahtangga petani lapisan bawah yang bermata pencaharian utama di bidang pertukangan persentasenya tetap, yaitu sebesar 4,8 persen. Persentase rumahtangga petani yang tidak memiliki pekerjaan setelah terjadinya konversi lahan sebesar 9,5 persen. Rumahtangga petani yang menempati posisi ini sebagian besar adalah yang berusia tua. Mereka tidak bekerja lagi dan biaya hidup ditanggung oleh anak.

Tabel 33. Mata Pencaharian Utama Sebelum dan Sesudah Terjadinya Konversi Lahan Pada Rumahtangga Petani Lapisan Menengah

No Mata Pencaharian Utama

Sebelum Konversi Lahan (%)

Setelah Konversi Lahan (%)

1 Bertani 100 40

2 Wiraswasta 0 20

3 Buruh Tani 0 20

4 Tidak Punya Pekerjaan 0 20

Jumlah 100 100

Tabel 33 menunjukkan bahwa sebelum terjadinya konversi lahan, mayoritas rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki mata pencaharian utama bertani memiliki persentase paling tinggi, yaitu sebesar 100 persen. Setelah konversi lahan, rumahtangga petani lapisan menengah yang mata pencaharian utamanya adalah bertani tetap memiliki persentase paling tinggi, tetapi mengalami penurunan sebesar 60 persen, yaitu dari 100 persen menjadi 40 persen. Mereka banyak yang beralih profesi, yaitu menjadi buruh tani, wiraswasta (berdagang, home industry, kontrakan, dan lain-lain), dan banyak juga yang menjadi tidak memiliki pekerjaan, dengan persentase masing-masing sebesar 20 persen.

Tabel 34. Mata Pencaharian Utama Sebelum dan Sesudah Terjadinya Konversi Lahan Pada Rumahtangga Petani Lapisan Atas

No Mata Pencaharian Utama

Sebelum Konversi Lahan (%)

Setelah Konversi Lahan (%)

1 Bertani 100 22,2

2 Wiraswasta 0 66,7

3 Karyawan 0 11,1

Tabel 34 menunjukkan bahwa sebelum terjadinya konversi lahan mayoritas rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki mata pencaharian utama bertani memiliki persentase paling tinggi, yaitu sebesar 100 persen. Setelah konversi lahan, rumahtangga petani lapisan atas yang mata pencaharian utamanya adalah bertani mengalami penurunan sebesar 77,8 persen, yaitu dari 100 persen menjadi 22,2 persen. Mereka banyak yang beralih profesi, yaitu menjadi wiraswasta dengan persentase sebesar 66,7 persen, dan karyawan dengan persentase sebesar 11,1 persen.

Ikhtisar

Sebelum terjadinya konversi lahan, mayoritas mata pencaharian utama rumahtangga petani lapisan bawah di Kelurahan Mulyaharja adalah bertani dengan persentase sebesar 85,7 persen. Setelah konversi lahan, mayoritas rumahtangga petani lapisan bawah yang mata pencaharian utamanya adalah bertani, tetap memiliki persentase paling tinggi yaitu sebesar 38,1 persen. Namun mengalami penurunan sebesar 47,6 persen yaitu dari 85,7 persen menjadi 38,1 persen.

Sebelum terjadinya konversi lahan, mayoritas rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki mata pencaharian utama bertani memiliki persentase paling tinggi, yaitu sebesar 100 persen. Setelah konversi lahan, rumahtangga petani lapisan menengah yang mata pencaharian utamanya adalah bertani tetap memiliki persentase paling tinggi, tetapi mengalami penurunan sebesar 60 persen, yaitu dari 100 persen menjadi 40 persen.

Sebelum terjadinya konversi lahan , mayoritas rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki mata pencaharian utama bertani memiliki persentase paling tinggi, yaitu sebesar 100 persen. Setelah konversi lahan, mayoritas rumahtangga petani lapisan atas bermata pencaharian utama wiraswasta dengan persentase sebesar 66,7 persen.

BAB VIII

PENUTUP

8.1 Kesimpulan

Setelah terjadinya konversi lahan, taraf hidup rumahtangga petani yang diukur melalui tingkat pendapatan rumahtangga, kondisi tempat tinggal, tingkat pendidikan, kondisi kesehatan, dan tingkat kepemilikan aset, mengalami perubahan. Pada rumah tangga petani lapisan bawah, tingkat pendapatan kategori rendah mengalami penurunan sebesar 19,1 persen, tingkat pendapatan kategori sedang dan tinggi mengalami peningkatan masing-masing sebesar 14,3 persen dan 4,8 persen. kondisi seperti ini tentu saja lebih baik jika dibandingkan dengan sebelum terjadinya konversi lahan. Pada rumahtangga petani lapisan menengah, tingkat pendapatan pada kategori rendah, sedang, dan tinggi, persentasenya tidak berubah antara sebelum dan sesudah konversi. Pada rumahtangga petani lapisan atas, tingkat pendapatan setelah konversi pada kategori rendah mengalami peningkatan sebesar 22,2 persen, tingkat pendapatan pada kategori sedang dan tinggi mengalami penurunan masing-masing sebesar 11,1 persen. Kondisi seperti ini tentu saja tidak menguntungkan bagi rumahtangga petani lapisan atas.

Setelah konversi lahan, rumahtangga petani lapisan bawah yang memiliki rumah dengan kategori bagus mengalami peningkatan sebesar 4,7 persen. rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki rumah dengan kategori bagus juga mengalami peningkatan sebesar 20 persen, dan rumahtangga petani

lapisan atas yang memiliki rumah dengan kategori bagus persentasenya tidak berubah.

Setelah konversi lahan, tingkat pendidikan rumahtangga petani lapisan bawah pada kategori tinggi mengalami peningkatan sebesar 28,6 persen. Tingkat pendidikan rumahtangga petani lapisan menengah pada kategori tinggi persentasenya tidak berubah. Tingkat pendidikan rumahtangga petani lapisan atas pada kategori tinggi mengalami peningkatan sebesar 44,5 persen.

Sebelum dan sesudah konversi lahan, persentase tingkat kesehatan kategori tinggi, sedang, dan rendah pada masing-masing lapisan, memiliki persentase yang tetap.

Sebelum dan sesudah konversi lahan, tingkat kepemilikan aset tinggi hanya dimiliki oleh rumahtangga peatani lapisan atas dengan persentase yang tetap, yaitu 11,1 persen setelah konversi lahan, rumahtangga petani lapisan bawah dan lapisan menengah yang tingkat kepemilikan asetnya rendah mengalami peningkatan masing-masing sebesar 4,8 persen dan 20 persen, sedangkan tingkat kepemilikan aset sedang pada rumahtangga petani lapisan bawah dan menengah mengalami peningkatan masing-masing sebesar 4,8 persen dan 20 persen. Setelah konversi lahan, rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki tingkat kepemilikan aset rendah mengalami penurunan sebesar 11,1 persen, dan rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki tingkat kepemilikan aset sedang mengalami peningkatan sebesar 11,1 persen.

Faktor internal dan faktor eksternal berbeda-beda pengaruhnya bagi setiap kalangan petani. Dalam penelitian ini, faktor internal yang berpengaruh terhadap tingkat konversi lahan adalah ketergantungan terhadap lahan. Ketergantungan terhadap lahan hanya mempengaruhi tingkat konversi pada petani lapisan bawah. Faktor eksternal juga memiliki pengaruh yang berbeda-beda pada setiap kalangan petani. Dalam penelitian ini, faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat konversi petani adalah pengaruh tetangga, pengaruh tetangga hanya mempengaruhi tingkat konversi pada petani lapisan bawah.

Sebelum terjadinya konversi lahan, mayoritas mata pencaharian utama rumahtangga petani lapisan bawah di Kelurahan Mulyaharja adalah bertani dengan persentase sebesar 85,7 persen. Setelah konversi lahan, mayoritas

rumahtangga petani lapisan bawah yang mata pencaharian utamanya adalah bertani, tetap memiliki persentase paling tinggi yaitu sebesar 38,1 persen. Namun mengalami penurunan sebesar 47,6 persen yaitu dari 85,7 persen menjadi 38,1 persen.

Sebelum terjadinya konversi lahan, mayoritas rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki mata pencaharian utama bertani memiliki persentase paling tinggi, yaitu sebesar 100 persen. Setelah konversi lahan, rumahtangga petani lapisan menengah yang mata pencaharian utamanya adalah bertani tetap memiliki persentase paling tinggi, tetapi mengalami penurunan sebesar 60 persen, yaitu dari 100 persen menjadi 40 persen.

Sebelum terjadinya konversi lahan , mayoritas rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki mata pencaharian utama bertani memiliki persentase paling tinggi, yaitu sebesar 100 persen. Setelah konversi lahan, mayoritas rumahtangga petani lapisan atas bermata pencaharian utama wiraswasta dengan persentase sebesar 66,7 persen.

8.2 Saran

Adapun beberapa saran dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian lanjutan diharapkan lebih mempertajam bahasan mengenai dampak konversi lahan pertanian bagi taraf hidup rumahtangga petani.

2. Pemerintah diharapkan membatasi jumlah lahan pembangunan untuk kawasan pemukiman agar jangan sampai wilayah pertanian habis akibat adanya konversi lahan pertanian ke kawasan perumahan.

3. Pemerintah diharapakan lebih memperhatikan nasib petani yang sering menjadi korban pembangunan.