• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstelasi Geo Politik dan Geografi Sosio Relgius Indonesia

Dalam dokumen Rekonstruksi Nalar Religius (Halaman 148-156)

KONSTELASI GEO SOSIO POLITIK DAN GEOGRAFI SOSIO RELIGIUS NASIONAL

E. Konstelasi Geo Politik dan Geografi Sosio Relgius Indonesia

Menurut Alvin Toffler40, masa depan seperti yang direfleksikan oleh perkembangan Amerika Serikat pada umumnya Barat, memasuki apa yang ia sebutkan revolusi Gelombang ketiga (Third Wave). Gelombang pertama dicerminkan oleh peradaban pertanian, ketika manusia mulai hidup menetap. Keluarga bersar (Extended) yang merupakan cirri gelombang pertama ini, hidup bertani sekedar untuk memenuhi kepertluan sehari-hari. Dijumpai pembagian pekerjaan yang sederhana, tetapi juga kasta dan kelas masyarakat muncul. Kedudukan seseorang bergantung pada status keluarga. Kekuasaan otoriter. Ada juga perdagangan, tatapi terbatas, dan pelautpun berlayar tetapi tidak jauh-jauh.

Gelombang kedua dimulai dengan revolusi industri abad ke-17. revolusi ini membawa perubahan dalam hidup manusia, dan dengan industri manufaktur, inovasi mesin uap, listrik, mesin tik, alat pendingin dan sebagainya, hidup dipermudah. Lambat laun apa yang kini kita pergunakan dihasilkan: Surat Kabar, bioskop, kereta api bawah tanah, pesawat terbang. Kota-kota industri

40 Abaz Zahrotien, Kiri Islam vis a vis Peradaban Barat,

bermunculan. Akhirnya,ilmu dan teknologi mengaitkan segala sesuatu di dunia ini, melampaui jarak dan waktu: dunia menyatu.

Pada masa gelombang keduai ini agama pada umumnya menjadi terbatas, ia merupakan masalah individu, perseorangan. Dalam pada itu agnosticism dan atheism juga bertambah menyebar.

Gelombang ketiga ditandai oleh dasar enerji baru yang berasal dari sumber-sumber yang dapat diolah baru. Revolusi baru ini akan juga ditandai oleh industri-industri baru, perlatan elektronik dan komputer yang lebih canggih, industri pesawat lintas udara, industri lautan dalam, dan sebagainya.

Peradaban gelombang ketiga ini akan memperkenalkan flecitime: jam kerja yang tidak ditetapkan untuk para pekerja, atau para pekerja bisa memilih jam kerjanya sendiri. Memang ada bagian jam kerja yang pasti, tetapi inipun bergantung pada para pekerja itu pula. Akan dijumpai juga percampuaran fungsi antara konsumen dan produsen: prosumer sehingga konsumen juga akan memproduksi berbagai buatannya sendiri. Ini berarti konsumen juga menjadi produsen. Berkembang pula globalisasi produksi sebagai hasil ekspansi korporasi-korporasi transnasional masa kini.

Intinya, pendapat Toffler tentang rumah tangga sebagai central kehidupan, di dalam rumah, proses produksi, distribusi hingga konsumsi dapat dengan mudah dijumpai setiap saat. Rumah menjadi sumber kehidupan. Bukan sisi ini yang terpenting, tetapi yang lebih penting Toffler memandang bahwa masa depan dunia akan berkembang sejalan dengan pandangan dan visi Barat. Pemikiran tentang tiga gelombang peradaban, sama sekali tidak menyentuh

perdaban lain seperti China yang telah berusia ribuan tahun, India yang pernah berjaya di zaman prasejarah, dan yang paling ‘kurang ajar’ ia melupakan peradaban Islam yang telah begitu berjasa dalam perkembangan Barat hingga hari ini.

Pada tahun 1944, apa yang kita kenal sekarang sebagai MNC (multi National Coorporation) dan TNC (Trans-National Coorporation) berdiri sebagai dampak munculnya perusahaan-perusahaan besar di negara-negara maju dan secara perlahan masuk ke negara-negara berkembang. Munculnya perusahaan trans nasional semacam ini merupakan dampak utama berdirinya PBB, World Bank, IBRD, IMF dan GATT pada pertemuan Bretton Woods yang bertujuan untuk mengantisipasi Negara-negara jajahan memproklamirkan kemerdekaannya. Dalam pertemuan Bretton Woods, PBB, World Bank, IBRD, IMF dan GATT baru mencapai tahap kesepakatan pendiriannya. Sedangkan pada pendirian tepatnya masih dalam perencanaan.

Barulah satu tahun setelah itu, tepatnya tahun 1945, PBB resmi berdiri dan ditandatanganinya deklarasi Hak Asasi Manusia. Sebagai dampak atas kondisi konflik internasional yang memanas, banyak kemudian Negara-negara jajahan yang memanfaatkan situasi ini untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan dan memproklamasikan kemerdekaannya, termasuk Indonesia.

Bulan Oktober 1945, Sekutu kembali ke Indonesia setelah Soekarno dan Muhammad Hatta resmi memimpin Indonesia, dan Indonesia telah berusia tiga bulan dalam kedaulatannya. Kedatangan sekutu ini bertujuan untuk merebut kembali Indonesia dan mencabut kedaulatan atas Indonesia.

TNI sebagai benteng pertahanan nasional menghadapi situasi semacam ini tidak mengambil tindakan tegas, sehingga dengan semangat perjuangan yang tinggi akhirnya para ulama dari Nahdlatul Ulama (NU) mengeluarkan Resolusi Jihad yang berisi seruang perang suci untuk menghadapi serangan-serangan sekutu. Seruan ini menyebabkan terjadi semangat yang menggelora pada setiap perang yang tidak mengenal tempat dan waktu. Di Surabaya, pertempuran terjadi sengit antara barisan rakyat yang dibantu kekuatan militer TNI dengan sekutu yang mengorbankan banyak nyawa, kejadian ini selanjutnya dikenal dengan peristiwa 10 November 1945 dan dijadikan sebagai hari pahlawan.

Amerika Serikat merasa gerah menerima perlakuan berupa kemerdekaan di tanah jajahan Barat. Akses Sumber Daya Alam dari Negara-negara jajahan dengan kedaulatan yang dimiliki Negara berkembang akhirnya lambat laun akan terputus. Eksploitasi hasil alam dari Negara jajahan tidak akan dapat diperoleh kembali.

Menghadapi situasi semacam ini, pada tahun 1948 Presiden Amerika Serikat mengadakan pertemuan dengan para pakar di MIT untuk membahas bentuk imperialisme yang baru terhadap Negara-negara yang baru merdeka. Dimana dengan pertemuan itu diharapkan oleh Presiden Amerika Serikat Negara-negara yang baru merdeka meskipun telah memiliki kedaulatan sepenuhnya masih berada di bawah naungan Amerika.

Pada pertemuan itu, memunculkan kesepakatan untuk memproklamirkan dan menerapkan ideology developmentalism (pembangunanisme) pada Negara-negara yang baru merdeka itu. System

perekonomian yang digunakan dalam model ini adalah system perekonomian yang digagas oleh W.W. Rostow dan Sosiologi Strukturalisme Fungsional dari Talcott Parson.

Indonesia dibawah Soekarno saat itu sama sekali tidak tertarik dengan ideology developmentalisme yang ditelorkan oleh Presiden Amerika Serikat dan Pakar dari MIT. Indonesia lebih memilih untuk membangun perekonomiannya sendiri dibawah kekuatan sendiri, karena Soekarno meyakini bahwa Indonesia akan mampu menjadi macan Asia dengan kekayaan alam yang dimilikinya. Soekrano menerapkan system ekonomi benteng yang mencoba membentengi diri dari pengaruh ideology developmentalisme kapitalis.

Namun apa yang diperjuangkan oleh Soekarno yang tidak bosan-bosannya menyerukan untuk menjalankan system perekonomian dan system berpolitik yang berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) kemudian runtuh pada pertengahan decade 60an. PKI, yang tentunya disetting oleh Amerika Serikat, berhasil menggulingkan Soekarno dan mengantarkan Soeharto menjadi Presiden kedua Republik Indonesia. Sebagai konsekuensi atas Soeharto menjadi presiden, maka Soeharto harus menerapkan system ekonomi developmentaisme yang telah diperbaharui oleh W.W. Rostov dan Talcott Parson pada tahun 1960.

Soeharto menjadi presiden menandakan kemenangan kapitalisme di Indonesia. Indonesia harus mengikuti apa yang di ‘wejangkan’ oleh Amerika Serikat dengan menetapkan sosiologi ala Strukuralisme Fungsional Talcott Parson dan system ekonomi pertumbuhan yang dikembangkan oleh W.W. Rostov. Rekayasa sosial bertujuan untuk menyingkirkan kelompok-kelompok

tradisional dan menerapkan system sosial yang modern. Selama 32 tahun dibawah pemerintahan Soeharto dan dibawah kuasa Amerika Indonesia mengalami kemajuan pesat di bidang ekonomi mikro dan pembangunan. Namun disisi lain, kebobrokkan Indonesia terlihat sangat jelas, apalagi setelah terbongkarnya ‘dosa-dosa besar’ Soeharto pada akhir decade 90an.

Terlepas dari semua itu, Indonesia sebagai bagian dari percaturan politik internasional menyisakan satu persoalan. Persoalan yang sesungguhnya sangat krusial namun kita sendiri terkadang meremehkannya. Ini semua karena kita tidak atau kurang kritis dalam memandang pengaruh konstelasi geopolitik terhadap perkembangan Islam di Indonesia.

Titik persolan yang sebenarnya adalah berkembangnya budaya Barat, berupa kapitalisme dengan segala kemasannya seperti Globalisasi, Free Trade, Popular Culture dan sebagainya mengancam keberlangsungan Islam dalam menatap masa depan baru bagi Islam itu sendiri. Penyerangan berupa serbuan terhadap peradaban Islam melalui kemasan budaya popular semacam ini sudah marak dilakukan oleh karena itu, semua ini butuh kewaspadaan kolektif.

Jika dibiarkan, maka kondisi Islam di Indonesia, khususnya di Indonesia akan mengalami penurunan religiusitasnya secara drastic. Dan ini sangat memperihatinkan dan menjadi tanggung jawab kita bersama untuk, bagaimana kita mampu menyelesaikan persoalan semacam ini dalam bingkai Islam Indonesia yang lebih komunikatif dan lebih efektif efesien dalam menjawab tantangan budaya popular dengan produk-produk konsumtif yang cenderung hedonistis.

Penyadaran kolektif ini seharusnya menjadi pijakan awal untuk dapat menyatukan pandangan tentang budaya Barat yang menggigit Islam. Dari siniah kemudian dapat ditentukan ke arah mana Islam membawa langkahnya untuk menjadi antitesis terhadap perkembangan kapitalisme yang menghancurkan dunia. Intinya, pasca penyadaran public dapat segera terjadi revolusi total disegala bidang kehidupan.

Revolusi merupakan sebuah kekuatan yang dibangun oleh rakyat untuk rakyat dan dari kekuatan rakyat. Seperti yang pernah di sampaikan oleh Che Guevara dalam sebuah pidatonya :

“Revolusi sebagaimana yang kita alami sekarang ini, adalah sebuah revolusi yang dilakukan oleh rakyat dan untuk rakyat, sebuah revolusi yang tidak akan dapat dicapai kecuali dengan pengerahan seluruh kekuatan massa, dan oleh massa. Ketika megambil langkah-langkah ini, dengan penuh semangat kita harus memahami betul proses revolusionernya, terutama sekali kita harus tahu berul mengapa kita perlu mengambil langkah itu dan kita melakukannya dengan hati senang. Yang terpenting adalah, dalam setiap momen pengorbanan, kita sadar mengapa kita melakukan pengorbanan itu, karena jalan yang kita bangunmenuju industrialisasi adalah jalan menuju kesejahteraan bersama dalam kerangka ekonomi dan bukanlah jalan yang mudah untuk ditempuh. Inilah jalan yang maha sulit …”41

Untuk menambah keyakinan kita dalam melakukan perubahan ini, marilah kita pegang ayat ini untuk memacu semangat kita:

41 Che Guevara, 2004, Che Guevara Speaks: Selected Speeches and Writtings, Penerj. Fuad & Gafna, Diglossia Media, Surabaya

Dan Katakanlah: "Yang benar Telah datang dan yang batil Telah lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.42

Dan satu hal lagi, bahwa kepercayaan terhadap kemenangan kita telah digariskan oleh Allah dalam Al Qur’an:

Apabila Telah datang pertolongan Allah dan kemenangan itu telah datang, Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya dia adalah Maha Penerima taubat.43

.

42 Surat Al Isra [17] ayat 81 43

Surat An Nasr [110] ayat 1-3

Dalam dokumen Rekonstruksi Nalar Religius (Halaman 148-156)