• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstruksi Teoritis Konsep Harmonisasi Prinsip Prinsip Hukum TRI Ps Agreement Ke Dalam Undang-

Dalam dokumen POLITIK HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL I (Halaman 149-151)

KONSEP HARMONI SASI PRI NSI P PRI NSI P HUKUM TRI Ps AGREEMENT KE DALAM UNDANG UNDANG

A. Konstruksi Teoritis Konsep Harmonisasi Prinsip Prinsip Hukum TRI Ps Agreement Ke Dalam Undang-

Undang Hak Kekayaan I ntelektual I ndonesia

Berdasarkan pada hasil analisis pada sub bab kelemahan politik hukum HKI I ndonesia dan penerapan metodetotal harmonization yang dapat merugikan kepentingan nasional, apalagi tidak tegasnya pengaturan di dalam undang-undang tentang kewenangan negara untuk dapat melaksanakan HKI terdaftar demi kepentingan nasional. Harmonisasi ketentuan TRI Ps Agreement ke dalam Undang-Undang HKI terlihat tidak melalui proses yang cermat dan melupakan per- lindungan terhadap kepentingan nasional. Kepentingan nasional yang pada undang-undang sebelumnya diatur dengan cukup tegas, justru direvisi dengan mencabut ketentuan-ketentuan yang melindungi ke- pentingan nasional.

Berangkat dari kelemahan-kelemahan harmonisasi hukum tersebut, maka penting di masa depan proses harmonisasi hukum diubah baik dari aspek paradigma maupun metode harmonisasinya. Jika selama ini paradigma yang dianut adalah keinginan menyesuaikan Undang- Undang HKI dengan TRI Ps Agreement dan konvensi internasional lainnya, karena adanya tekanan dari negara lain dan sudah merasa siap dengan ketentuan internasional, maka saat ini harus diubah ke arah penyesuaian Undang-Undang HKI adalah demi kepentingan nasional. TRI Ps Agreement dan konvensi internasional harus dipandang sebagai hukum asing yang apabila ingin diadopsi dan dilaksanakan di I ndonesia harus disesuaikan dengan kepentingan nasional. Proses atau langkah-

langkah harmonisasi hukum TRI Ps Agreement ke dalam Undang- Undang HKI I ndonesia selanjutnya diharapkan melalui beberapa tahapan, antara lain: (1) melakukan kajian konstruksi teoritis konsep harmonisasi hukum, (2) menemukan kelemahan metode harmonisasi yang diterapkan saat ini, dan (3) menentukan metode harmonisasi hukum prinsip-prinsip TRI Ps Agreement ke dalam Undang-Undang HKI I ndonesia.

Konstruksi teoritis untuk menyempurnakan konsep metode harmonisasi hukum diawali dari teori negara hukum modern (aspek ontologis) yang melahirkan konsep politik hukum HKI (aspek epistimologis) dan menjadi dasar dari penerapan teori hukum pembangunan dalam pembaruan Undang-Undang HKI yang diwujudkan melalui konsep harmonisasi hukum prinsip-prinsip TRI Ps Agreement ke dalam Undang- Undang HKI I ndonesia (aspek aksiologis). Konstruksi tersebut relevan dengan model penalaran (teorit is) hukum yang ideal bagi I ndonesia yang dikemukakan oleh Shidarta. Pertama, aspek ontologisnya: tetap mengartikan hukum sebagai norma-norma positif dalam sistem per- undang-undangan. Kedua, aspek epistimologis: memfokuskan tidak saja pada penerapan norma-norma positif terhadap kasus konkret, melainkan juga pada proses pembentukannya yang mengaktualisasikan cita hukum Pancasila. Disinilah terjadi proses seleksi terhadap norma- norma yang diformulasikan menjadi norma positif dalam sistem perundang-undangan. Ketiga, aspek aksiologis: mengarah pada pencapaian nilai-nilai keadilan dan kemanfaatan secara simultan yang diikuti dengan kepastian hukum.WXY

Penerapan konstruksi teoritis tersebut dalam harmonisasi prinsip-prinsip hukum TRI Ps Agreement ke dalam Undang-Undang Hak Kekayaan I ntelektual I ndonesia, adalah:

Pertama, dari aspek ontologis sebagai negara hukum, I ndonesia berdasarkan Pancasila sebagai landasan filosofis dan konstitusi (UUD 1945) sebagai landasan konstitusional (yuridis) dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara serta realitas sosiologis bangsa I ndonesia. Pancasila dan UUD 1945 kemudian menjadi sumber norma hukum positif dalam pembentukan peraturan perundang-undangan I ndonesia

315. Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Keindonesiaan, CV Utomo, Bandung, 2009, hlm. 538.

termasuk Undang-Undang HKI . Tentu saja tidak selalu norma Pancasila dan UUD 1945 diterjemahkan secara tepat ke dalam peraturan perundang- undangan. Hal ini dipengaruhi perkembangan hukum internasional (TRI Ps Agreement), tekanan internasional dan ketidak-konsistenan pembentuk undang-undang kepada Pancasila dan UUD 1945. Akibatnya undang- undang yang dihasilkan justru menjadi hukum asing bagi bangsa I ndonesia. Kelemahan demikian harus diatasi melalui proses pembentukan norma dan melakukan evaluasi penerapannya (epistimologis dan aksiologis).

Kedua, dari aspek epistimologis proses pembentukan norma hukum HKI berangkat dari dimensi filosofis, yuridis dan empiris yang bergerak secara simultan yang mengaktualisasikan Pancasila, UUD 1945 dan kenyataan sosiologis yang menghasilkan norma hukum positif dalam bentuk politik hukum HKI dan selanjutnya menjadi prinsip-prinsip hukum HKI I ndonesia yang kemudian menjadi pasal-pasal dalam Undang- Undang HKI . Secara normatif Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 telah mewajibkan setiap pembentukan perundang-undangan ber- dasarkan pada delapan belas asas, yaitu kejelasan tujuan, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, keterbukaan (Pasal 5), dan dalam perumusan materi peraturan perundang-undangan berasaskan: pengayoman, kemanusiaan, ke- bangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, Bhinneka Tunggal I ka, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, dan/ atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan (Pasal 6). Oleh sebab itu, pembentukan undang-undang HKI tidak sebatas melaksanakan proses formal, tetapi juga secara substansial harus berpedoman pada asas-asas pembentukan peraturan perundang- undangan yang baik.Z[6

Penggabungan prinsip-prinsip hukum HKI yang telah dikemukakan sebelumnya dan delapan belas asas-asas hukum tersebut jika dipatuhi dengan konsisten jelas akan menghasilkan Undang- Undang HKI yang mengabdi kepada kepentingan nasional.

Ketiga, aspek aksiologisnya adalah mengarahkan Undang- Undang HKI I ndonesia untuk mencapai nilai-nilai keadilan, kemanfaatan

316. Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Baik, Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, Rajawali Press, 2009, hlm. 12.

dan kepastian hukum yang bermuara pada kesejahteraan rakyat I ndonesia. Konstruksi pemikiran tersebut dapat divisualisasikan melalui bagan 5.

Bagan 5:

Konstruksi Teoritis Pelaksanaan Harmonisasi Prinsip-Prinsip Hukum TRI Ps Agreement Ke Dalam Undang-Undang HKI I ndonesia

Pancasila UUD 1945 Realitas Sosiologis Bangsa I ndonesia Politik Hukum HKI I ndonesia Prinsip-prinsip TRI Ps Agreement Proses Harmonisasi Hukum (Metode Modifikasi Harmonsasi Total) Prinsip-prinsip Hukum HKI I ndonesia UU HKI I ndonesia

Bagan di atas memperlihatkan bahwa politik hukum HKI I ndonesia bersumber dari Pancasila, UUD 1945 dan realitas sosiologis bangsa I ndonesia, dan lahirnya prinsip-prinsip hukum HKI berasal dari politik hukum HKI . Proses harmonisasi hukum dimulai ketika prinsip- prinsip hukum TRI Ps Agreement diperbandingkan, diselaraskan dengan prinsip-prinsip hukum HKI I ndonesia. Proses ini cukup krusial, karena adanya pertentangan antara prinsip-prinsip hukum yang sangat prinsipil dan sulit dicari titik temunya. Oleh karena itu dibutuhkan kecerdasan dan strategi yang tepat, yaitu melalui penetapan pilihan metode harmonisasi hukum yang hendak dilaksanakan.

B. Perbandingan Metode Harmonisasi Hukum TRI Ps

Dalam dokumen POLITIK HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL I (Halaman 149-151)

Garis besar

Dokumen terkait