• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Prinsip Hukum Hak Kekayaan I ntelektual I ndonesia

Dalam dokumen POLITIK HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL I (Halaman 143-145)

AGREEMENT DAN PRI NSI P PRI NSI P HUKUM HAK KEKAYAAN I NTELEKTUAL I NDONESI A

B. Prinsip Prinsip Hukum Hak Kekayaan I ntelektual I ndonesia

Keseluruhan prinsip-prinsip hukum HKI I ndonesia yang bersumber dari Pancasila, UUD 1945 dan realitas sosial bangsa I ndonesia, terdiri dari: 1. Prinsip keseimbangan hak individu dan hak masyarakat (kepentingan

umum)

Hak individu tetap diakui dan dilindungi hukum, nam un dalam tata kehidupan bermasyarakat hak individu tidak berlaku mutlak, tetapi dibatasi oleh kepentingan masyarakat. Lahirnya HKI bersumber dari kreativitas intelektual individu yang menghasilkan invensi atau ciptaan tertentu, sehingga sangat beralasan apabila negara memberikan hak ekslusif kepada inventor atau penciptanya. Maka pengaturan HKI di I ndonesia harus dapat memberikan keseimbangan antara hak individu dengan hak masyarakat. Pasal 28H Ayat (4) UUD 1945 dengan tegas memberikan perlindungan terhadap hak individu dan tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapa pun. Guna menciptakan keseimbangan, maka hak individu tidak boleh dilaksanakan dengan sebebas-bebasnya, tetapi wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dalam rangka menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak orang lain, menciptakan keadilan dan sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-

nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis (Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945).

2. Prinsip keadilan

Keadilan pada konteks pengaturan HKI lebih terarah pada kegiatan pemanfaatan HKI untuk mendapatkan keuntungan ekonomi (komersialisasi). Prinsip ini tidak menghalangi pemilik HKI memperoleh manfaat ekonomi, sepanjang hal tersebut dilakukan dengan tidak menimbulkan kerugian terhadap kepentingan masyarakat luas. Prinsip hukum HKI I ndonesia tidak mengizinkan pelaksanaan HKI yang eksploitatif, menindas dan penghisapan terhadap masyarakat. Misalnya dengan menjual produk secara tidak wajar (over price), membatasi produk di pasaran agar harga tetap mahal atau sengaja memproduksi produk HKI secara terbatas untuk tujuan mengendalikan harga, yang akibatnya merugikan kepentingan masyarakat. Prinsip keadilan juga terkait dengan pemanfaatan pengetahuan tradisional, ekspresi budaya, dan sumber kekayaan hayati yang sering dijadikan sumber awal lahirnya invensi atau ciptaan yang oleh inventor/ pencipta baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang bernilai ekonomis. I nventor/ pencipta harus menyebutkan dalam aplikasi pendaftaran perlindungan HKI mengenai dari mana sumber awalnya dan membagi manfaat (benefit sharing) kepada pemilik aslinya, berupa pembagian keunt ungan, pelatihan - pelatihan tertentu untuk memberdayakan masyarakat, pelestarian dan alih teknologi.

3. Prinsip HKI unt uk kesejahteraan manusia (humanisme)

Setiap invensi/ ciptaan yang dihasilkan harus memberi kebaikan dan kemanfaatan bagi manusia. Pengaturan HKI harus mem - perhatikan kepentingan masyarakat luas, tidak terlalu berorientasi pada perlindungan kepent ingan individu (pemilik HKI ) semata. Tidak boleh lagi terjadi kematian di Afrika Selatan karena mahalnya obat HI V/ AI DS sehingga tidak terbeli oleh masyarakat yang membutuhkan, makin banyaknya jatuh korban akibat wabah flu burung karena mahalnya vaksin karena dikuasai oleh negara-negara kaya, tidak boleh lagi negara-negara pemilik HKI mengintimidasi negara berkembang dan negara tertinggal hanya karena ingin mengeluarkan kebijakan paralel impor obat-obatan dan lisensi wajib

demi kesejahteraan rakyatnya. Prinsip ini berkaitan dengan ketentuan undang-undang tentang kewajiban pemilik HKI menyediakan produk HKI secara luas, mudah diakses oleh masyarakat dan dengan harga yang wajar, lisensi wajib dan kewenangan pemerintah melaksanakan HKI yang dimiliki pemilik HKI demi alasan kemanusiaan dan kepentingan umum (misalnya produk obat-obatan untuk mengatasi wabah penyakit, produk pangan untuk mengatasi kelaparan). 4. Prinsip kewenangan negara melaksanakan HKI demi kepentingan

nasional

Prinsip ini bersumber dari sila ke tiga Pancasila yang melahirkan prinsip nasionalisme dan t ujuan Negara Republik I ndonesia pada Alinea Ke empat Pembukaan UUD 1945. Prinsip ini lahir karena adanya kewajiban pemerintah yang diamanatkan oleh konstitusi agar memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi (I PTEK) unt uk kemajuan peradaban dan kesejahteraan rakyat (Pasal 31 Ayat (5) UUD 1945). Atas nama kepentingan rakyat atau kepentingan negara, pemerintah I ndonesia berwenang melaksanakan HKI yang dilindungi oleh Undang-Undang HKI , dengan tetap memperhatikan kepentingan pemilik HKI . Guna mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang, maka perlu diatur di dalam undang-undang mengenai mekanisme pelaksanaannya.

5. Prinsip perlindungan HKI berdimensi moralitas, kesusilaan dan agama

Tidak semua invensi/ ciptaan dilindungi Undang-Undang HKI . Di samping harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan (misalnya orisinalitas, baru (novelty), tidak sama dengan invensi/ ciptaan yang telah ada sebelumnya, mengandung langkah inventif), suatu invensi/ ciptaan juga tidak boleh bertentangan dengan moralitas, kesusilaan dan agama.

6. Prinsip kebebasan berkarya

Setiap orang bebas berkarya dan menghasilkan HKI sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing. Tidak seorangpun boleh menghalangi seseorang untuk menghasilkan suatu karya, sepanjang sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Kebebasan tersebut dilindungi oleh Pasal 28 UUD 1945.

7. Prinsip perlindungan hukum terhadap HKI

Karya intelektual (kekayaan intelektual) tidak mudah untuk dihasilkan. Tidak semua orang memiliki kemampuan, keahlian, waktu, fasilitas (peralatan, laboratorium, sarana LI TBANG) dan biaya yang cukup untuk dapat menghasilkan suatu invensi/ ciptaan. Artinya banyak hal yang harus disiapkan sampai suatu invensi/ ciptaan berhasil dibuat. Oleh sebab itu, maka hukum memberi perlindungan terhadap inventor/ pencipta dan invensi/ ciptaannya tersebut agar ke- pentingannya terlindungi (hak ekonomi dan hak moral). Hukum memberikan hak ekslusif sebagai bentuk penghargaan kepada inventor/ pencipta berupa hak untuk memanfaatkan HKI -nya secara komersial (memproduksi, mendistribusi, menjual, menyewakan, dan melisensikan HKI kepada pihak lain) dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang sesuai dengan jenis HKI . Perlindungan hukum juga bertujuan agar inventor/ pencipta merasa dihargai jerih payahnya dan bersemangat untuk mengembangkannya sehingga akan lahir invensi/ ciptaan yang lebih baik lagi. Selain itu, diharapkan dapat memberi motivasi kepada pihak-pihak lain untuk menghasilkan invensi/ ciptaan lain.

8. Prinsip kemanfaatan HKI

HKI sebagai produk dari I PTEK harus dapat memberi kemanfaatan kepada manusia, makhluk lain dan lingkungan hidup. Artinya invensi/ ciptaan harus memiliki sifat fungsional dalam kehidupan. Kemanfaatan pada konteks ini bermakna bahwa invensi/ ciptaan dalam penerapannya membantu manusia untuk hidup lebih baik dan mempertinggi harkat dan martabat manusia. I nvensi/ ciptaan yang tidak fungsional, atau jika menimbulkan kerusakan, me- rendahkan harkat dan martabat manusia tidak layak untuk diberikan perlindungan hukum.

9. Prinsip hak ekonomi HKI

HKI merupakan hak yang bersumber dari hasil kreativitas intelektual manusia. Hanya orang-orang kreatif, inovatif dan progresiflah yang mampu menghasilkan invensi/ ciptaan yang bermanfaat. Maka hukum wajib memberi perlindungan kepada orang-orang tersebut agar pengorbanan yang telah dikeluarkan dapat dikembalikan dan memperoleh manfaat secara ekonomi. Hukum memberikan hak ekslusif kepada inventor/ pencipta berupa hak untuk memperoleh

manfaat komersial (memproduksi, mendistribusi, menjual, menyewakan, dan melisensikan HKI kepada pihak lain) dalam jangka waktu tertentu sebagaimana ditetapkan oleh undang-undang sesuai dengan jenis HKI . HKI merupakan salah satu bentuk kekayaan immaterial bagi pemiliknya.

10. Prinsip perlindungan kebudayaan nasional

Perlindungan HKI di I ndonesia tidak semata-mata berorientasi pada aspek ekonomi (komersial), tetapi juga berkaitan dengan pelestarian budaya bangsa, baik berupa pengetahuan tradisional (obat-obatan, kearifan lokal) maupun ekspresi budaya bangsa lainnya (ke- susasteraan kuno, musik, lagu, tarian, cerita/ hikayat, batik, wayang, tenunan, dan sebagainya). Tidak semua hal tersebut dapat diperhitungkan secara ekonomi. Rezim HKI khususnya TRIPs Agreement tidak mampu melindungi aset budaya bangsa I ndonesia tersebut, karena TRI Ps bersifat individual, mengutamakan kebaruan (novelty), dan berdasarkan pendaftaran, sedangkan aset budaya tersebut bersifat komunalistik, sudah ada sejak dahulu kala dan sulit memenuhi persyaratan-persyaratan dari rezim HKI . Kelemahan inilah yang seringkali dimanfaatkan oleh negara-negara maju untuk mengklaim suatu paten yang sumber asalnya dari kekayaan budaya bangsa, misalnya paten beberapa produk kosmetika Jepang (Shieseido) berasal dari tumbuh-tumbuhan I ndonesia walaupun kemudian dibatalkan.

11. Prinsip hak ekslusif terbatas

HKI sebagai hak ekslusif tidak berlaku mutlak. Pemilik HKI dibatasi oleh kewajiban menghormati hak asasi manusia orang lain dan pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang untuk menjamin terciptanya keadilan sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan kepentingan negara. Hak ekslusif dapat saja diabaikan namun tidak dengan sewenang-wenang, apabila kepentingan negara menghendaki dan pemerintah berwenang melaksanakan HKI tersebut meskipun tidak ada izin dari pemiliknya. Misalnya terkait kepentingan pertahanan dan keamanan, kepentingan ekonomi nasional, kepentingan pengembangan I PTEK nasional, kebutuhan gizi dan kesehatan masyarakat.

12. Prinsip HKI berfungsi sosial

Konsekuensi dari masyarakat I ndonesia yang bersifat komunalistik, konsep hak milik pun bercirikan hak milik yang mengabdi pada kepentingan masyarakat. Sifat komunalistik tidak menganggap HKI seseorang merupakan hak miliknya semata tetapi untuk semua anggota masyarakat. Oleh karena itu, konsep hak milik asli bangsa I ndonesia tidak bersifat individual tetapi komunalistik. 13. Prinsip kolektivisme

Perlindungan hukum HKI terkait dengan pembangunan ekonomi I ndonesia, terutama menyangkut kebutuhan akan teknologi tinggi untuk mendukung pembangunan nasional. Maka pengaturan HKI perlu diletakkan dalam konteks pembangunan ekonomi, sehingga tidak bisa dilepaskan dari prinsip kebersamaan, efisiensi, keadilan, keberlanjutan, berwawasan lingkungan serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional (Pasal 33 Ayat (4)). Artinya pengaturan HKI merupakan bagian dari pembangunan ekonomi, dan apabila memang dibutuhkan maka pemilik HKI harus dengan rela membiarkan pemerintah menggunakan HKI -nya untuk kepentingan ekonomi nasional. Disinilah kepentingan individu mengabdi kepada kepentingan bersama (negara).

C. Perbedaan dan Persamaan Prinsip- Prinsip Hukum

Dalam dokumen POLITIK HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL I (Halaman 143-145)

Garis besar

Dokumen terkait