• Tidak ada hasil yang ditemukan

Politik Hukum Nasional dan Pengaturan Hak Kekayaan I ntelektual

Dalam dokumen POLITIK HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL I (Halaman 49-51)

POLI TI K HUKUM, TEORI HUKUM PEMBANGUNAN DAN TEORI HARMONI SASI HUKUM

C. Pengaturan Hak Kekayaan I ntelektual dari Perspektif Teori Politik Hukum

3. Politik Hukum Nasional dan Pengaturan Hak Kekayaan I ntelektual

Padmo Wahjono, mengartikan politik hukum nasional sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk. Politik hukum nasional ini berkaitan dengan nilai- nilai, penentuannya, pengembangannya dan pemberian bentuk hukumnya.131

I mam Syaukani dan A. Ahsin Thohari mengartikan politik hukum nasional adalah kebijakan dasar penyelenggara negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara (Republik I ndonesia) yang dicita-citakan.132

Sesuai dengan konsep politik hukum yang diartikan sebagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan tujuan negara yang tertuang dalam suatu kebijakan hukum (legal policy) dan memperhatikan pendapat dari Padmo Wahjono dan I mam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, maka yang dimaksud dengan politik hukum nasional I ndonesia (PHNI ) adalah kebijakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah unt uk mewujudkan tujuan negara I ndonesia yang berdasarkan Pancasila, UUD 1945 dan nilai-nilai yang dianut oleh bangsa I ndonesia. PHNI meliputi hukum yang sedang berlaku (ius constitum) dan hukum yang akan diberlakukan di masa depan (ius constituendum).

PHNI bersumber pada Pancasila, UUD 1945, TAP MPR RI , Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), hukum adat (kebiasaan) masyarakat I ndonesia, perkembangan internasional dan pemikiran ahli terkemuka (doktrin). Setelah tiba masa reformasi, sumber-sumber PHNI mengalami perubahan, yaitu Pancasila, UUD 1945, TAP MPR RI , Program Pembangunan Nasional (Propenas), Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) , hukum adat (kebiasaan) masyarakat I ndonesia, perkembangan internasional dan pemikiran ahli terkemuka

131. Padmo Wahjono, I ndonesia Negara Berdasarkan Hukum, Ghalia I ndonesia, Jakarta, 1983, hlm. 160.

132. I mam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2008, hlm. 58.

(doktrin). Rumusan pokok PHNI sesungguhnya sudah ada didalam beberapa sumber tersebut, namun perlu digali lebih dalam dan diinterpretasikan secara kontekst ual sesuai perkembangan zaman. Secara tertulis rumusan umum PHNI dapat dilihat dari Pancasila, UUD 1945, TAP MPR RI , Program Pembangunan Nasional (Propenas), dan Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

PHNI bertujuan untuk mewujudkan tujuan negara I ndonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 Alenia (I V), yaitu melindungi segenap bangsa I ndonesia dan seluruh tumpah darah I ndonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Artinya apapun kebijakan hukum yang ingin dilakukan oleh pemerintah, tujuan akhirnya adalah untuk mencapai cita-cita tersebut.

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) telah berusaha merumuskan grand design PHNI dengan mengadakan kegiatan Konvensi Hukum Nasional tentang UUD 1945 sebagai Landasan Konstitusional Grand Design Sistem dan Politik Hukum Nasional yang kesimpulannya adalah:133

1. Konvensi menyimpulkan t entang pentingnya keberadaan suatu Grand Design Sistem dan Politik Hukum Nasional (GDSPHN) yang disusun dalam rangka pembangunan hukum nasional dan didasari landasan falsafah Pancasila dan konstit usi Negara, yaitu UUD NRI 1945.

2. GDSPHN merupakan sebuah desain komprehensif yang menjadi pedoman bagi seluruhstake holders yang mencakup seluruh unsur dari mulai perencanaan, legislasi, diseminasi dan budaya hukum masyarakat.

3. Hal sangat penting dalam penyusunan GDSPHN selain secara konsisten berlandaskan kepada falsafah Pancasila dan UUD NRI 1945 juga harus dilandasi komitmen dan konsistensi penerapan asas-asas umum hukum (General principles of Law) yang merupakan refleksi jati diri bangsa dan kepentingan nasional dengan tetap merespons secara

133. BPHN, Grand Design Pembangunan Hukum Nasional, Melalui <http: / / www.bphn. go.id/ index.php> (12/ 05/ 09).

proporsional fenomena globalisasi dan perkembangan hubungan internasional.

4. Salah satu pilar Grand Design Sistem dan Politik Hukum Nasional adalah prinsip bahwa hukum mengabdi pada kepentingan bangsa untuk memajukan negara dan menjadi pilar demokrasi dan tercapainya kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu produk hukum yang dihasilkan adalah hukum yang konsisten dengan falsafah Negara, mengalir dari landasan konstitusi UUD 1945 dan secara sosiologis menjadi sarana untuk tercapainya keadilan dan ketertiban masyarakat. 5. Persoalan mendasar, terkait grand design Pembangunan

Sistem dan Politik Hukum Nasional, adalah bagaimana membuat struktur sistem hukum (legal system) yang kondusif bagi keberagaman sub-sistem, keberagaman substansi, pengembangan bidang-bidang hukum yang dibutuhkan masyarakat, juga kondusif bagi terciptanya kesadaran hukum masyarakat dan kebebasan untuk melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan aturan yang berlaku. Tegasnya, harus ada kebijakan hukum (legal policy) yang jelas unt uk menciptakan kondisi di atas.

6. Sistem hukum dan konstitusi harus dapat merespon dinamika dan tantangan zaman dan kehidupan bernegara yang bertumpu pada konsensus reformasi. Produk hukum yang dihasilkan harus mencerminkan aspek filosofis, yuridis, sosiologis dan historis, sehingga kehidupan bangsa dan negara harus berkesinambungan.

Kesimpulan konvensi tersebut memperlihatkan adanya keinginan kuat agar pembangunan hukum nasional dikembalikan pada jati diri bangsa I ndonesia dan untuk kepentingan bangsa I ndonesia sesuai dengan tujuan pembangunan nasional. Produk hukum yang ingin dibuat secara filosofis harus berlandaskan filsafat Pancasila, secara konstitusional berdasarkan UUD 1945 dan secara sosiologis digali dari prinsip-prinsip hukum umum yang bersumber dari jati diri bangsa I ndonesia. Lahirnya GDSPHN, setidaknya dilatarbelakangi oleh semakin banyaknya peraturan perundang-undangan nasional yang menjauh

dari nilai-nilai Pancasila, UUD 1945 dan kurang mengakomodasikan prinsip-prinsip hukum umum yang dianut bangsa I ndonesia. Hukum yang dibangun lebih banyak merefleksikan nilai-nilai filsafat barat dan kepentingan negara lain yang dipaksakan melalui lembaga internasional (IMF, World Bank, ADB) dan konvensi-konvensi internasional (GATT/ WTO). I ndonesia ternyata belum mampu memilah dan memilih apa yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945 dan kepentingan nasional. Contohnya antara lain pada peraturan perundang-undangan HKI , penanaman modal (investasi), dan privatisasi BUMN st rategis.

Politik hukum HKI I ndonesia sejauh ini masih mengekor dengan politik hukum WTO/ TRIPs Agreement. Alasan yang dikemukakan oleh pemerintah adalah karena I ndonesia telah meratifikasi konvensi WTO/ TRI Ps Agreement dan bersifat full compliance dan non reservation, desakan negara-negara maju pemilik HKI terhadap I ndonesia dan kebutuhan HKI nasional. Belum ada keberanian unt uk menciptakan politik hukum HKI sendiri yang bersumber dari filsafat Pancasila, UUD 1945 dan kepentingan nasional. Ketakutan terhadap ancaman negara- negara maju pemilik HKI harus dilawan dan disiasati dengan cerdas. Pemberlakuan ketentuan TRI Ps Agreement seharusnya dilaksanakan secara bertahap dan simultan sesuai dengan kesiapan nasional baik dari aspek sumber daya manusia, penguatan ilmu pengetahuan dan teknologi, inventarisasi dan dokumentasi potensi HKI I ndonesia (keanekaragaman hayati, seni dan budaya). Negara maju harus diberikan alasan argumentatif, realitas dan berani. Bersamaan dengan itu, pemerintah melakukan pendekatan dan penggalangan kekuatan dengan negara-negara berkembang dan kurang berkembang unt uk meng- amandemen TRI Ps Agreement ke arah yang lebih menguntungkan bagi kepentingan bersama.Article 71 TRIPs Agreement membuka kemungkinan itu melakukan hal tersebut.

D. Pengaturan Hak Kekayaan I ntelektual dari Perspektif

Dalam dokumen POLITIK HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL I (Halaman 49-51)

Garis besar

Dokumen terkait