• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kajian Pustaka

2. Konstruksi Tes Hasil Belajar

a. Validitas

Arikunto (2005: 58) mengemukakan sebuah data atau informasi dapat dikatakan valid apabila sesuai dengan keadaan senyatanya. Sebuah tes disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendaknya diukur. Menurut Jihad & Haris (2012: 95) validitas berarti menilai apa yang harus dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompeten.

Menurut Sugiyono (2015:173) instrumen valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data valid.Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan menurut Subali (2012: 107) alat ukur yang dinyatakan valid, jika alat ukur tersebut benar-benar mampu memberikan infromasi yang empirik sesuai apa yang diukur. Menurut pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa validitas adalah ketepatan suatu tes. Tes yang dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.

Menurut Widoyoko (2014:172) validasi intrumen dibagi menjadi lima, yaitu:

1) Validitas Isi

Instrumen yang harus mempunyai validasi isi adalah intrumen yang berbentuk tes untuk mengukur hasil belajar. Sebuah

kompetensi yang dikembangkan beserta indikator dan materi pembelajarannya.

2) Validitas Konstruk

Validasi konstruk mengacu pada sejauh mana suatu intrumen mengukur konsep dari suatu teori, yaitu yang menjadi dasar penyusunan intrumen. Definisi atau konsep yang diukur berasal dari teori yang digunakan.

3) Validitas Butir

Validitas butir bertujuan untuk mengetahui validitas faktor maupun validitas butir item setelah dilakukan uji coba dilapangan. Sampel uji coba minimal 30 orang.

4) Validitas Kesejajaran

Sebuah intrumen dikatakan memiliki validitas kesejajaran apabila hasilnya sesuai dengan kriteria yang sudah ada, dalam arti memiliki kesejajaran dengan kriteria yang sudah ada. Untuk pengujian validitas, intrumen yang akan diuji validitas kesejajarannya harus diambil dari kelompok subjek yang sama dengan instrument yang telah diuji validitasnya.

5) Validitas Prediksi

Sebuah instrumen memiliki validitas prediksi apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Validitas prediksi biasanya digunakan untuk menguji validitas intrumen bentuk tes. Validitas prediksi

diperoleh apabila pengambilan skor kriteria tidak bersamaan dengan pengambilan skor tes.

b. Reliabilitas

Menurut Sudjana (1995: 16) reliabilitas adalah ketetapan atau keajegan alat tes dalam menilai apa yang seharusnya dinilai. Artinya kapanpun alat penilaian tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. Sugiyono (2015: 175) mengatakan bahwa instrumen yang reliabel adalah intrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Menurut Subali (2012: 107) intrumen yang reliabel artinya jika dipakai mengukur secara berulang-ulang selalu tetap/konsisten/stabil hasilnya. Arikunto (2005: 58) mengatakan tes dikatakan reliabel jika memberikan hasil yang tetap apabila dites berkali- kali dan hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan. Menurut Widoyoko (2009: 99) tes dikatakan reliabel apabila memberikan hasil yang tetap atau ajeg apabila dites berkali-kali. Dari definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa reliabilitas adalah konsistensi alat ukur tes yang apabila dites berkali-kali memberikan hasil yang sama.

Menurut Arikunto (2005: 90) ada 3 cara mencari besar reliabilitas: 1) Metode Bentuk Paralel (equivalent)

Tes paralel atau ekuivalen adalah dua buah tes yang mempunyai kesamaan tujuan, tingkat kesukaran, dan sususan tetapi butir-butir

kepada sekelompok siswa yang sama. Dari tes tersebut akan dicari reliabilitasnya kemudian hasilnya dikorelasikan.

2) Metode Tes Ulang (test-retest method)

Metode ini hanya menggunakan satu seri tes tetap diujicobakan dua kali. Kemudian hasil dari tes yang diuji cobakan dua kali tersebut dihitung kolerasinya.

3) Metode Belah Dua (split-half method)

Metode ini hanya ada satu tes yang diuji cobakan satu kali. Metode ini membelah item atau butir soal. Ada dua cara membelah butir soal yaitu:

a) Membelah atas item-item genap dan item-item ganjil yang selanjutnya disebut belahan ganjil-genap.

b) Membelah atas item-item awal dan item-item akhir yaitu sebagian untuk awal dan sebagian untuk akhir yang selanjutnya disebut belahan awal-akhir.

c. Karakteristik Butir Soal

1) Daya Pembeda

Sudijono (2011: 385) menyatakan daya pembeda item adalah kemampuan butir item tes untuk membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dan peserta yang berkemampuan rendah. Menurut Arikunto (2005: 211) daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa berkemampuan tinggi

dengan siswa berkemampuan rendah. Sedangkan Menurut Ratnawulan & Rusdiana (2015: 167) daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat membedakan antara siswa yang telah menguasai materi yang ditanyakan dan siswa yang tidak/kurang/belum menguasai materi yang ditanyakan. Berdasarkan definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa daya pembeda adalah kemampuan butir soal untuk membedakan antara siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah. 2) Tingkat Kesukaran

Ratnawulan & Rusdiana (2015: 163) menyatakan tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang dinyatakan dalam bentuk indeks. Indeks besarnya berkisar 0,00-1,00. Semakin besar indeks tingkat kesukaran yang diperoleh, maka soal tersebut semakin mudah. Arikunto (2005: 207) mengemukakan soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Sedangkan menurut Sudijono (2011: 370) bermutu atau tidaknya butir item tes hasil belajar diketahui dari tingkat kesukaran soal tersebut. Butir item yang baik adalah butir item yang tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Menurut Witherington (dalam Sudijono 2011: 370) indeks kesukaran item soal berkisar 0,00 – 1,00. Menurut Sudjana (1995: 135) tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa

antara soal mudah-sedang-sukar dapat dibuat 3-4-3 yang artinya 30% kategori mudah, 40% kategori sedang dan 30% kategori sukar atau 3- 5-2 yang artinya 30% kategori mudah, 50% kategori sedang dan 20% kategori sukar. Sedangkan menurut Widoyoko (2014: 165) tingkat kesukaran soal yang baik dalam suatu tes adalah 25% kategori mudah, 50% kategori sedang dan 25% kategori sukar.

Menurut para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaran adalah peluang siswa untuk menjawab benar atau salah berdasarkan kemampuan siswa. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Pembagian soal untuk kategori mudah-sedang dan sukar dapat menggunakan tiga perbandingan, yaitu 1) 30% mudah , 40% sedang, 30% sukar, 2) 30% mudah, 50% sedang 20% sukar dan 3) 25% mudah, 50% sedang, 25% sukar.

3) Analisis Pengecoh

Menurut Arikunto (2005: 220) pengecoh (distraktor) yang dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut tes yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai bahan. Purwanto (2009: 108) mengemukakan pengecoh adalah pilihan jawaban yang bukan merupakan kunci jawaban. Pengecoh diadakan untuk menyesatkan siswa agar tidak memilih kunci jawaban. Sedangkan menurut Sudijono (2011: 410) pemasangan distraktor agar dari sekian banyak peserta tes yang

mengikuti tes hasil belajar ada yang tertarik dan terangsang untuk memilihnya, sebab mereka menyangka bahwa distraktor yang mereka pilih merupakan jawaban betul. Dari beberapa definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengecoh adalah pilihan jawaban yang merupakan jawaban salah yang mempunyai daya tarik besar bagi pengikut tes yang kurang memahami konsep.

Dokumen terkait