• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI. DESAIN FASADE BANGUNAN YANG EFFISIEN TERHADAP PEMAKAIAN BEBAN ENERGI, berisi tentang pengujian hasil rancangan berupa

2.2 Konsumsi Energi pada Bangunan

Konsumsi energi adalah besarnya energi yang digunakan oleh bangunan gedung dalam periode waktu tertentu dan merupakan perkalian antara daya dan waktu operasi (kWh/bulan atau kWh/tahun).

Energi merupakan besaran yang kekal, artinya enegi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, tetapi dapat diubah dari bentuk satu ke bentuk yang lain. Pelaksanaan penghematan energi oleh pengguna sumber energi dan pengguna energi dilakukan melalui:

1. Sistem tata udara 2. Sistem tata cahaya 3. Peralatan pendukung 4. Proses produksi

5. Peralatan pemanfaat energi utama

Salah satu ukuran hemat tidaknya suatu bangunan dalam memakai energi adalah intensitas konsumsi energi, yang merupakan perbandingan antara konsumsi energi dengan satuan luas bangunan gedung. Konsumsi energi listrik adalah istilah yang digunakan untuk mengetahui besarnya pemakaian energi pada suatu sistem (bangunan).

Pada hakekatnya intensitas konsumsi energi ini adalah hasil bagi antara konsumsi energi total selama periode tertentu dengan luasan bangunan. Satuannya adalah kWh/m2 per tahun. Pemakaian istilah ini telah ditetapkan di berbagai negara-negara di kawasan seperti ASEAN dan APEC.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan, target besarnya intensitas konsumsi energi listrik untuk Indonesia dibagi dalam beberapa peruntukan, yaitu:

1. Untuk perkantoran (komersil): 240 kWH/m2 per tahun 2. Untuk pusat belanja: 330 kWH/m2 per tahun 3. Untuk hotel/ apartemen: 300 kWH/m2 per tahun 4. Untuk rumah sakit: 380 kWH/m2 per tahun

Kategori diatas berdasarkan jumlah energi yang digunakan per tahun (kWH), luas lantai total (m2) dan jam operasi per tahun (2000 jam). Dalam menghitung konsumsi listrik pada bangunan gedung, ada beberapa istilah yang digunakan, yaitu:

1. Intensitas konsumsi listrik per satuan luas kotor (gross) gedung.

2. Luas kotor (gross) adalah luas total gedung yang dikondisikan (berAC) ditambah dengan luas gedung yang tidak dikondisikan.

3. Konsumsi listrik per satuan luas total gedung yang dikondisikan (net).

4. Konsumsi listrik per satuan luas ruang dari gedung yang disewakan.

Istilah-istilah tersebut di atas dimaksudkan sebagai alat pembanding besarnya intensitas konsumsi antara suatu luasan dalam bangunan terhadap luasan lain. Besarnya target konsumsi di atas merupakan nilai intensitas konsumsi listrik per satuan luas bangunan gedung yang dikondisikan (net). Adapun perhitungan dari intensitas konsumi energi yaitu:

IKE = kWH total

Luas Bangunan ... (2.1)

Setelah didapat besaran nilai intensitas konsumsi energi, maka dilihat hasil tersebut kedalam standar yang telah ditetapkan untuk melihat apakah bangunan tersebut telah memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan seperti yang terdapat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Standard Intensitas Konsumsi Energi Tabel 2.1 (Lanjutan) perencanaan teknik konservasi energi, pengoperasian peralatan energi dengan menerapkan prinsip menejemen energi, pemeliharaan gedung dan peralatan energi dilakukan sesuai prosedur

Efisien

95.05 s.d 144.96

7.92 s/d 12.08 1.67 s.d 2.50

Pengelolaan gedung/peralatan energi dilakukan dengan prinsip menejemen energi, pemeliharaan gedung dan peralatan energi dilakukan sesuai prosedur, effisiensi penggunaan energi masih mungkin ditingkatkan melalui penerangan sistem menejemen energi terpadu.

Penggunaan energi cukup effisien namun masih memiliki peluang konservasi energi, perbaikan effisiensi melalui pemeliharaan bangunan dan peralatan energi masih dimungkinkan.

Tabel 2.1 (Lanjutan) prinsip-prisnsip manajemen energi, audit energi perlu dipertimbangkan untuk menentukan perbaikan effisiensi yang mungkin dilakukan.

Boros

230.04 s.d 285

19.17 s.d

23.75 2.50 s.d 3.34

Desain bangunan maupun peralatan dan pengoperasian gedung belum mempertimbangkan konservasi energi Audit energi perlu dilakukan untuk memenuhi langkah-langkah perbakan sehingga pemborosan energi dapat dihindari. dan pemeliharaan tidak mengacu pada penghematan energi.

Sumber: Sujatmiko, 2008

2.2.1 Performa energi pada bangunan

Secara umum kinerja energi suatu bangunan akan mensimulasi kinerja komponen bangunan, sehingga saling mempengaruhi dalam proses analisa dan optimasi.

Komponen utama konsumsi energi pada bangunan yang terbagai menjadi dua bagian yaitu komponen HVAC (Heating Ventilation Air Conditioning) dan komponen yang berkaitan dengan peralatan pada bangunan, terlihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Komponen Utama dari Konsumsi Energi pada Bangunan Sumber: Hui, C. M., (1996)

Untuk mensimulasikan kinerja dan komponen pada bangunan dilakukan dalam beberapa cara, yaitu:

1. Cara Pengukuran

Untuk mengukur kinerja energi suatu bangunan dengan cara yang seragam digunakan indikator semacam intensitas konsumsi energi yaitu konsumsi

Total Konsumsi Energi

energi tahunan bangunan dibagi luasan lantai kotor (kWh/m2/tahun). Namun hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesalahan interpretasi sebab pada bangunan banyak terdapat daerah yang tidak terkondisi (conditioned) yang bukan merupakan area produktif seperti areal parkir, core dan selasar. Oleh sebab itu intensitas konsumsi energi ditunjukkan dalam konsumsi energi perluasan conditioned.

2. Kinerja energi, kinerja termal dan kinerja environmental

Ketiga istilah kinerja energi, kinerja termal dan kinerja enviromental ini sering disebutkan dalam literatur untuk menjelaskan perilaku thermofisika suatu bangunan dan komponennya sebagai bagian dari kinerja total bangunan.

Gambar 2.3 Konsep Kinerja Bangunan Sumber: Hui, C. M., (1996)

Pada Gambar 2.3 menjelaskan adanya integrasi dari ketiga istilah kinerja bangunan dan adanya keterkaitan satu sama lain terhadap suatu bangunan, dimana istilah kinerja termal umumnya dipakai untuk menjelaskan beban termal (cooling dan heating) dan memproyeksikan energi yang diperlukan oleh peralatan untuk mengatasi beban ini. Kinerja energi merujuk pada

konsumsi energi oleh bangunan dan seluruh komponennya. Sedangkan kinerja enviromental lebih bersifat umum yaitu berhubungan dengan faktor-faktor indoor seperti thermal comfort, pencahayaan, pergerakan udara, kualitas udara dan akustik.

3. Beban energi pada bangunan gedung

Berdasarkan beban energi terpakai dalam bangunan, kita dapat melihat besaran energi yang terpakai pada bangunan yang dapat dihitung berdasarkan konsumsi energi dibagi kedalam beberapa bagian, yaitu:

a. Pencahayaan

Pencahayaan adalah beban penting yang pasti ada pada suatu plant.

Pencahayaan yang digunakan bisa bermacam-macam baik dari jenis lampu maupun ukuran daya yang digunakan, tergantung dari fungsi dan kebutuhan ruang.

b. Pengkondisian Udara

Pengkondisian udara adalah proses perlakuan terhadap udara didalam bangunan yang meliputi suhu, kelembaban, kecepatan dan arah angin serta distribusinya untuk menciptakan kenyamanan bagi penghuninya. Dengan demikian pengkondisian udara sebenarnya tidak hanya berarti menurunkan suhu (cooling) tetapi juga menaikkan suhu (heating).

1 BTUH (British Thermal Unit Hour) adalah pemakaian energi sebesar 1 BTU dalam waktu 1 jam. Sedang 1 BTU sendiri adalah panas yang

diperlukan oleh 1 pon air untuk naik suhu 1 derajat Fahrenheit pada suhu 39,2 oF, diketinggian permukaan laut. Panas yang dikeluarkan oleh sebatang korek api yang menyala dan setara dengan 0,293 Wh.

c. Sistem transportasi vertikal dalam bangunan

Dalam rancangan, instalasi dan pemeliharaan untuk berbagai peralatan lift sangat bergantung terhadap peraturan dan ketentuan daerah setempat. Di Indonesia rekomendasi penggunaan lift diberikan oleh departemen ketenagakerjaan, karena menyangkut kesehatan dan keselamatan kerja orang yang ada pada bangunan tersebut.

Ketentuan rancangan juga berkaitan dengan dimensi ruang, mesin, akses yang diperlukan, pencahayaan dan ventilasi, tetapi pada dasarnya menuntut disediakannya suatu sistem peralatan, baik yang manual maupun yang otomatis, sehingga lift dapat secara aman dioperasikan untuk kepentingan umum.

Kebutuhan daya listrik untuk transportasi vertikal tergantung dari kapasitas, kecepatan dan jumlah lantai yang dilayani, dimana jika penggunaan lift lebih dari satu buah, maka daya listrik yang digunakan dikalikan faktor daya yang telah ditentukan. Sedangkan kebutuhan lift pada perancangan bangunan sangat tergantung pada tingkat kebutuan pengguna dan fungsi bangunan tersebut.

2.2.2 Mengenali kemungkinan peluang hemat energi

Hasil pengukuran selanjutnya ditindaklanjuti dengan perhitungan besarnya intensitas konsumsi energi dan penyusunan profil penggunaan energi bangunan.

Besarnya konsumsi energi hasil perhitungan dibandingkan dengan intensitas konsumsi energi standar atau target intensitas konsumsi energi. Apabila hasilnya ternyata sama atau kurang dari target konsumsi energi, maka kegiatan evaluasi energi dapat dihentikan atau bila diteruskan dengan harapan dapat diperoleh konsumsi energi yang lebih rendah lagi. Namun sebaliknya jika hasilnya lebih besar dari target konsumsi energi berarti ada peluang untuk melanjutkan proses evaluasi energi berikutnya guna memperoleh penghematan energi.