• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI. DESAIN FASADE BANGUNAN YANG EFFISIEN TERHADAP PEMAKAIAN BEBAN ENERGI, berisi tentang pengujian hasil rancangan berupa

2.3 Pendekatan Energi Pada Bangunan

Peran energi dalam arsitektur sangat luas pada proyek bangunan komersial, dimana untuk kebutuhan energi perlu dihitung secara rinci atau paling tidak dipikirkan beberapa hal yang menjadi penilaian.

2.3.1 Sistem pencahayaan pada bangunan

Pencahayaan pada bangunan adalah aspek yang sangat penting, dimana keberadaan cahaya yang mencukupi didalam bangunan akan berdampak pada peningkatan fungsi bangunan secara maksimal. Artinya bangunan tidak hanya dapat difungsikan pada siang hari, tetapi juga pada malam hari manakala matahari tidak

bersinar. Dengan perencanaan dan perancangan yang tepat, cahaya matahari dapat diteroboskan kedalam bangunan sehingga keadaan didalam bangunan menjadi terang.

Memanfaatkan sinar matahari dan bulan secara maksimal akan sangat mendukung terjadi penghematan energi. Adapun pencahayaan dalam bangunan terdiri atas:

1. Pencahayaan alami

Beberapa kelebihan sinar matahari yaitu bersifat alami, berlimpah, gratis dan terbaharukan, memiliki spectrum cahaya yang lengkap, tetapi juga dengan intensitas cahaya yang tidak mudah diatur dan dapat menyilaukan atau sangat redup, memiliki daya panas dan kimiawi yang diperlukan bagi makhluk hidup dibumi, dinamis, dimana arah sinar matahari selalu berubah oleh rotasi bumi maupun peredarannya mengelilingi matahari, pada malam hari tidak tersedia, sering membawa panas masuk kedalam ruangan.

Sinar matahari yang masuk kedalam ruangan untuk keperluan tertentu bila digunakan untuk mencapai efek tertentu. Oleh karena itu arsitek perlu mengingat dua hal penting, yaitu pembayangan untuk menjaga sinar matahari langsung tidak masuk kedalam ruangan melalui bukaan dengan menggunakan tirai atau teritisan, pengaturan letak dan dimensi bukaan untuk mengatur agar cahaya bola langit dapat dimanfaatkan dengan baik, pemilihan warna dan tekstur permukaan dalam dan luar ruangan untuk memperoleh pemantulan yang baik tanpa menyilaukan mata.

Selain memiliki peran penting sebagaimana dijelaskan, pencahayaan alami juga dapat menciptakan lingkungan yang berkelanjutan. Dengan

memanfaatkan cahaya alami tersebut sebagai sumber penerangan pada bangunan, maka energi listrik yang biasa digunakan sebagai sumber tenaga bagi pencahayaan artifisial dapat direduksi. Dengan berkurangnya penggunaan energi listrik yang bersumber dari energi fosil yang tidak ramah lingkungan, maka upaya menciptakan lingkungan yang berkelanjutan sedikit banyak tercapai.

Beberapa tindakan tersebut dengan menggunakan cahaya matahari sebagai energi listrik bukanlah hal yang baru, teknologi ini sesungguhnya sudah banyak diterapkan pada beberapa bangunan di beberapa daerah, yaitu dengan penggunaan photovoltaic atau sel surya, dimana sel surya akan menjadi lebih murah apabila diintergrasikan dalam desain bangunan sebagai elemen penutup atap atau kulit luar bangunan, tetapi dalam perancangan tersebut memiliki beberapa faktor penting yang akan mempengaruhi hasil sel surya yaitu kemiringan, orientasi matahari terhadap bangunan, bayangan dan temperatur, seperti terlihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Sistem Instalasi Photovoltaic pada Bangunan Sumber: Thomas, Randall; Fordham, Max, 2001

Pemasangan panel dapat dikombinasikan menurut transparansi panel, warna, dan bentuk dasar sel, berikut berbagai variasi pemasangan photovoltaics yang terintegrasi dengan fasade:

a. Curtain wall, mempunyai karakteristik; standar, ekonomis, dan mudah dalam pembuatan dan pemasangan, terlihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Curtain Wall

Sumber: Building-Integrated Photovoltaics pdf 1993:12-19

b. Sawtooth curtain wall vertical, mempunyai karakteristik; biaya yang cukup minimal, performa solar yang cukup baik untuk beberapa orientasi dan menciptakan berbagai sudut jendela, terlihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Sawtooth Curtain Wall Vertical

Sumber: Building-Integrated Photovoltaics pdf 1993:12-19

c. Hybrid photovoltaics awning system, mempunyai karakteristik;

pemasangan photovoltaics bebas dikulit bangunan, untuk konstruki baru atau renovasi, juga sebagai sun shading, dan struktur yang tidak rumit dan murah, terlihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Hybrid Photovoltaics Awning System Sumber: Building-Integrated Photovoltaics pdf 1993:12-19

d. Hybrid photovoltaics light shelf system, mempunyai karakteristik;

pemasangan photovoltaics bebas dikulit bangunan, untuk konstruki baru atau renovasi, juga sebagai sun shading, dan struktur yang tidak rumit dan murah, terlihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Hybrid Photovoltaics Light Shelf System Sumber: Building-Integrated Photovoltaics pdf 1993:12-19

e. Photovoltaics accordion curtain wall, mempunyai karakteristik; panel photovoltaics sebagai kulit bangunan, konstruksi curtain wall yang kompleks, efisiensi yang baik dan pemeliharaan yang cukup rumit, terlihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Photovoltaics Accordion Curtain Wall Sumber: Building-Integrated Photovoltaics pdf 1993:12-19

Sedangkan photovoltaics yang terintegrasi pada atap, berikut ini variasi pemasangan photofoltaics yang terintegrasi pada atap bangunan:

a. Independent photovoltaics rooftop array, mempunyai karakter; merupakan sistem konvensional pada atap, sistem sel surya bebas pada kulit bangunan, efsiensi maksimal, konstruksi baru atau renovasi, pemanfaatan surya pasif yang dapat mengurangi beban panas dalam bangunan, dan menambah biaya struktur, seperti lihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Independent Photovoltaics Rooftop Array Sumber: Building-Integrated Photovoltaics pdf 1993:12-19

b. Photovoltaics sawtooth roof monitors, mempunyai karakter; sistem sel surya bebas pada kulit bangunan, efsiensi yang baik dan keuntungan yang baik pada cahaya alami, terlihat pada Gambar 2.11

Gambar 2.11 Photovoltaics Sawtooth Roof Monitors Sumber: Building-Integrated Photovoltaics pdf 1993:12-19

c. Photovoltaics skylights, mempunyai karakter; sistem sel surya bebas sebagai individual bukaan atap, konstruksi baru atau renovasi, orientasi miring atau horizontal dan memberi keuntungan yang baik pada cahaya alami, terlihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Photovoltaics Skylights

Sumber: Building-Integrated Photovoltaics pdf 1993:12-19

2. Pencahayaan buatan

Pencahayaan buatan diperlukan karena tidak dapat memenuhi nya pencahayaan alami, dimana dengan tujuan untuk pemenuhan terhadap penerangan untuk fungsi kerja tertentu. Dengan penggunaan cahaya buatan

tentunya saja memerlukan energi sebagai kekurangan pencahayaan buatan.

Usaha efisiensi energi untuk sistem pencahayaan buatan dapat dilakukan dengan cara:

a. Menerapkan prosedur teknis sistem pencahayaan buatan.

b. Mengintegrasi sistem pencahayaan buatan dengan sistem pencahayaan alami.

c. Penggunaan lampu hemat energi.

d. Pengendalian penyalaan lampu (termasuk kontrol cahaya).

e. Pembatasan konsumsi daya listrik persatuan luas ruangan.

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam sistem pencahayaan buatan antara lain:

a. Sistem pencahayaan harus memenuhi persyaratan dengan sistem pencahayaan buatan yang dirancang, tingkat pencahayaan minimalnya sesuai dengan yang direkomendasikan, daya listrik untuk pencahayaan sesuai maksimum yang diijinkan, memenuhi tingkat kenyamanan visual.

Sistem pencahayaan alami yang dirancang memanfaatkan semaksimal mungkin pencahayan pada siang hari.

b. Penggunaan energi untuk pencahayaan buatan dapat diperkecil dengan mengurangi daya terpasang, melalui pemilihan lampu dengan efikasi tinggi, serta ballas dan armatur yang efisien.

c. Aspek pencahayaan, standar ini mencakup persyaratan minimal sistem pencahayaan pada bangunan gedung agar diperoleh sistem pencahayaan

yang sesuai dengan syarat kesehatan, kenyamanan, keamanan dan memenuhi ketentuan yang berlaku untuk bangunan gedung.

Berdasarkan aspek-aspek diatas maka pada sistem pencahayaan buatan harus memenuhi intensitas pencahayaan yang telah ditentukan untuk setiap fungsi ruang dan besaran masing-masing ruang pada bangunan, maka untuk standar pencahayaan pada ruangan yang telah ditentukan dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Intensitas Cahaya pada Ruangan

Fungsi ruang

Sumber: Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan - SNI 619:2011

Daya listrik maksimum yang untuk sistem pencahayaan dalam bangunan gedung atau ruangan tidak boleh melebihi nilai maksimum ruangan.

2.3.2 Sistem penghawaan

Pada sistem penghawaan dibagi dalam beberapa bagian, yaitu:

1. Ventilasi alami

Untuk bangunan tinggi, pengujian dengan menggunakan model bangunan yang berskala untuk memprediksi kekuatan bangunan terhadap kecepatan angin. Pada Tabel 2.3 dibawah ini menunjukkan bagaimana pengaruh kecepatan angin terhadap manusia.

Tabel 2.3 Pengaruh Kecepatan Angin Terhadap Manusia Kecepatan Angin

(Dalam Mph) Pengaruhnya Terhadap Manusia 0 s.d 2 Tidak ada angin

2 s.d 10 Angin terasa diwajah dan rambut

10 s.d 20 Debu naik, kertas terbang, rambut dan pakaian berantakan 20 s.d 25 Kekuatan angin terasa di tubuh

25 s.d 30 Payung susah digunakan

30 s.d 55 Susah berjalan, manusia terasa sperti didorong angin 55 s.d 100 Angin topan/badai, berbahaya bagi manusia dan struktur

> 100 Kekuatan angin tornado, sangat berbahaya bagi manusia dan struktur

Sumber: Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi

Prinsip utama dari suatu tata udara adalah kenyamanan dari pemakai bangunan tidak hanya terhadap temperatur saja, namun kenyamanan penghuni bangunan dipengaruhi sejumlah aspek, yaitu:

a. Temperatur (suhu) dan kelembaban, dimana keduanya sangat mempengaruhi kenyamanan dari penghuni. Tingkat kenyamanan yang umum adalah sekitar 20oC sampai 26oC dan kelembaban antara 30%

sampai dengan 60%, kelembaban kurang dari 25-30% karena akan menghasilkan udara kering yang tidak nyaman.

b. Aliran dan kualitas udara, berupa aliran udara dalam suatu ruang didesain dengan kecepatan udara tidak kurang dari 3 meter/menit dan tidak lebih dari 15 meter/menit, kualitas udara harus cukup bersih dan tersedianya kandungan oksigen yang cukup.

c. Radiasi, yaitu jika suhu, kelembaban dan aliran udara sudah didesain nyaman, tetapi efek dari radiasi lewat jendela atau dinding dapat menyebabkan kekuranganyamanan faktor diatas. Sistem yang ada harus mengkompensasikan atas hal ini.

d. Pertimbangan khusus lainnya adalah bagaimana seperti rumah sakit, ruang komputer maupun laboratorium kadang membutuhkan syarat-syarat khusus terhadap suhu, kelembaban, aliran udara dan kualitas udara.

2. Ventilasi buatan

Kenyamanan tergantung pada variabel iklim (matahari/radiasinya, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin) dan beberapa faktor individual/subjektif seperti pakaian, aklimatisasi, usia dan jenis kelamin, tingkat kegemukan, tingkat kesehatan, jenis makanan dan minuman yang

dikonsumsi, serta warna kulit. Dengan pembagian suhu nyaman untuk orang Indonesia atas tiga bagian pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Kenyamanan Suhu pada Ruangan

Kondisi Temperatur Efektif (TE) Kelembaban (RH) Sejuk Nyaman

Sumber: Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi

3. Selubung bangunan

Tercapainya kenyamanan dalam bangunan merupakan kunci dari keberhasilan suatu rancangan. Kenyamanan berati perasaan nyaman, yang memiliki definisi suatu kondisi pikiran yang mengekpresikan kepuasan terhadap lingkungannya atau kedaan tubuh yang lebih baik daripada keadaan fisik lingkungan dan apa yang kita rasakan pada kulit tubuh, bukan suhu udara.

Tipe kenyamanan dalam suatu bangunan terdiri atas kenyamanan spatial, kenyamanan visual, kenyamanan audial dan kenyamanan termal.

Pengukuran kenyamanan dalam suatu persamaan, dimana 2 (dua) parameter utama dalam kenyamanan termal ada 4 parameter lingkungan yaitu kecepatan angin, temperatur rata-rata ruangan, temperatur udara dan kelembaban.

Dalam hal ini untuk mencapai efisiensi energi, Indonesia (maupun negara negara ASEAN) menetapkan suatu kriteria konservasi energi untuk fasade yang didalam istilah tekniknya disebut sebagai “Overall Thermal Transfer Value (OTTV)” atau “harga perpindahan thermal menyeluruh”, yaitu suatu nilai yang ditentukan sebagai kriteria perancangan untuk membatasi perolehan panas akibat radiasi matahari lewat selubung bangunan (fasade) yaitu OTTV ≤ 45 watt/m2. Konservasi energi selubung bangunan pada gedung, harga dari OTTV setiap bidang dinding dihitung sebagai berikut:

OTTVI = α{Uw X (1-WWR)} X TDeq + (SC X WWR X SF) + (Uf X WWR X ∆T).... (3.1)

Sedangkan harga OTTV untuk seluruh dinding luar dihitung sebagai berikut:

OTTVi = (Ao1) X OTTV1) + (Ao2 X OTTV2) + (Aoi X OTTVi) ...(3.2) Ao1 + Ao2 + …… + Aoi

Sedangkan harga RTTV untuk atap dengan orientasi tertentu dihitung sebagai berikut:

RTTVi = α (Ar X Ur X Tdeq) + (As X Us x ∆T) + (As X SC X SF) ...(3.3) Ao

Keterangan:

OTTVi: Nilai perpindahan termal menyeluruh pada dinding luar i pada arah tertentu (W/m2)

α: Absorptansi radiasi matahari untuk dinding/atap yang tidak tembus cahaya

Uw: Transmitansi termal dinding tak tembus cahaya (W/m2.0K) U f: Transmitansi termal fenestrasi (W/m2.0K)

WWR: Perbandingan luas jendela dengan luas seluruh dinding luar pada orientasi tertentu

TD eq: Beda suhu ekivalen antara luar dan dalam ( 0K) SF: Faktor radiasi matahari (W/m2)

SC: Koefisien peneduh dari sistim fenestrasi/skylight

∆ T: Selisih temperatur perencanaan antara bagian luar dan bagian dalam ruang (5K)

A oi: Luas total dinding + jendela pada bagian dinding luar i (m2)

OTTV: Nilai perpindahan termal menyeluruh seluruh dinding luar (W/m2 ) A R: Luas atap yang tidak tembus cahaya (m2)

A S: Luas atap yang tembus cahaya (skylight) (m2) A O: Luas atap total (m2)

U R: Transmitansi termal atap tidak tembus cahaya (W/m2.0K) U S: Transmitansi termal atap tembus cahaya (skylight)(W/m2.0K) RTT: Nilai perpindahan termal menyeluruh seluruh atap ( W/m2 )

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang berlaku ditentukan besaran nilai yang terhadap perpindahan termal pada bangunan dan diperuntukan bagi semua pihak yang terlibat dalam perencanaan, perancangan, pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan bangunan

gedung untuk mencapai penggunaan energi yang efisien. Dapat dilihat pada Tabel 2.6, 2.7 dan 2.8.

Tabel 2.6 Nilai absorbtans radiasi matahari untuk dinding luar dan atap tidak transparan

Lembaran aluminium yang dikilapkan 0,12

Sumber: SNI 6389 2001 Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Bangunan Gedung

Tabel 2.7 Nilai absorbstans radiasi matahari untuk permukaan cat luar

Cat Permukaan dinding luar α

Hitam merata 0,95

Tabel 2.8 Faktor radiasi (SF, watt/m) untuk berbagai orientasi Utara Timur

Laut

Timur Tenggara Selatan Barat Daya

Barat

Orientasi 130 113 112 97 176 243 211

Sumber: SNI 03 6389 2001 Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Bangunan Gedung

Untuk mencapai kualifikasi bangunan hemat energi diperlukan serangkaian parameter analisa energi untuk memenuhi kriteria konservasi energi selubung bangunan antara lain rasio jendela kaca terhadap dinding atau window to wall ratio (WWR), jenis, tebal dan warna dinding luar, alat peneduh, penyerapan atap dan dinding, arah hadap dan lain-lain.

Dengan dilakukan perhitungan tersebut bertujuan untuk menentukan kriteria OTTV untuk dinding fasade yang dapat dipergunakan sebagai tolak ukur besarnya pengaruh fasade melalui selubung bangunan dalam tindakan efisiensi energi pada bangunan. Penelitian mengindikasikan bahwa semakin tinggi nilai OTTV, semakin besar pula penggunaan energi yang diperlukan oleh sistem tata udara (pendinginan) pada bangunan tersebut. Diperlukan kreativitas para perancang bangunan untuk menampilkan komposisi material masif maupun transparan, warna, tekstur dengan karakter termalnya masing masing, silhoute terang dan gelap, pembayangan dan ratio kaca-dinding untuk memenuhi kriteria tersebut disamping pertimbangan pertimbangan estetika umumnya.

2.3.3 Perancangan arsitektur berdasarkan iklim

Penataan bangunan terhadap tapak tidak lepas dari potensi dan kendala tapak.

Kondisi tapak yang paling berperan dalam menghasilkan iklim mikro untuk mencapai

kenyamana termal adalah massa bangunan, orientasi matahari dan kondisi lingkungan sekitar tapak.

Analisa yang dilakukan terhadap bangunan dan tapak gedung DPRD Kota Medan merupakan bangunan yang terletak pada iklim tropis dengan memperhatikan faktor-faktor dalam penataan bangunan terkait iklim mikro pada tapak bangunan, antara lain:

1. Alokasi massa bangunan terhadap pembayangan oleh sudut jatuhnya sinar matahari sepanjang tahun, maka efek pembayangan yang terjadi oleh massa bangunan gedung DPRD Kota Medan terhadap tapak dan massa bangunan disekitarnya.

2. Alokasi massa bangunan terhadap pergerakan udara, dengan jarak antara bangunan akan menentukan kelancaran pergerakan udara. Bila penghawaan alami diperlukan, lebih baik menerapkan penataan pula tersebar dari pada pola grid.

Untuk mendukung perolehan penghematan energi daan menciptakan kenyaman termal pada ruangan maka konstruksi bangunan disesuaikan terhadap potensi dan kendala dari iklim dan cuaca pada tapak.

Dalam perancangan arsitektur berdasarkan iklim mengatakan desain bangunan dengan iklim tropis di Indonesia memiliki beberapa persyaratan yaitu harus memiliki view dan orientasi bangunan yang sesuai dengan standar iklim setempat (building orientation), menggunakan bahan atau bagian pendukung kenyamanan pada kondisi iklim setempat, seperti; sun shading, sun protection, sun louver, memperhatikan (window radiation), serta memiliki karakter atau ciri khas yang mengekspos bangunan

sebagai bangunan berdasarkan iklim setempat, dengan penggunaan material ataupun warna-warna yang berbeda.

Bagian-bagian bangunan berdasarkan iklim, yaitu:

1. View dan orientasi bangunan

Dari contoh-contoh studi kasus desain bangunan yang ada di Indonesia pada saat ini, maka dapat disimpulkan ciri-ciri view dan orientasi bangunan sebagai berikut:

a. Menghadap pada arah dimana sinar matahari diusahakan dapat memasuki ruangan pada pagi hingga sore hari.

b. Ruangan dengan fungsi publik atau pusat aktifitas berada pada kawasan yang mendapat cahaya matahari langsung, dengan suatu sistem pelindung yang menambah kenyamanan manusia.

2. Bahan-bahan atau bagian pendukung kenyamanan pada kondisi iklim di Indonesia

a. Sun protection, merupakan bagian dalam bangunan atau interior, dengan suatu sistem atau bahan, yang dapat menambah kenyamanan.

b. Sun shading, merupakan suatu bagian penyaring sinar matahari pada bukaan atau ventilasi ruangan, yang biasanya terdapat pada material kaca atau penyangga ventilasi bangunan.

c. Window radiation (radiasi jendela/bukaan), merupakan pengaruh material atau sistem pada bukaan atau jendela, baik terhadap lingkungan interior bangunan, ataupun lingkungan luar/eksterior bangunan.

d. Karakter khusus lain bangunan, bangunan memiliki suatu sistem penggunaan material ataupun warna yang berbeda dari bangunan modern lainnya, hal ini tergantung konsep bangunan, fungsi bangunan, lokasi tapak bangunan, serta tujuan bangunan di desain.