• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsumsi oksigen benih ikan kerapu bebek ( Cromileptes altivelis )

Gambar 41 Profil permukaan air setelah 1 detik palka kembali tegak.

5.3 Densitas Benih Ikan Kerapu Bebek Berdasarkan Kebutuhan Konsumsi Oksigen

5.3.1 Konsumsi oksigen benih ikan kerapu bebek ( Cromileptes altivelis )

Pembahasan tentang konsumsi oksigen benih ikan kerapu bebek, dilengkapi dengan pembahasan tentang perubahan suhu air laut, konsentrasi NH3 un-ionized dan tingkah laku ikan kerapu bebek selama di dalam tabung respirometer. Tujuannya adalah untuk mendukung hasil pengukuran konsumsi oksigen benih ikan yang diperoleh.

(1) Suhu air laut selama pengukuran

Pada Gambar 46 disajikan grafik hasil pengukuran suhu air rata-rata pada kondisi Kk, Ii dan Ik dalam tabung respirometer selama 2 jam pengamatan. Nilai yang ditunjukkan pada masing-masing grafik tersebut adalah merupakan nilai pengukuran dari hasil tiga kali pengukuran.

Gambar 46 Perubahan suhu air laut rata-rata selama 120 menit (2 jam) pada kondisi Ii, Ik dan kosong.

Pada Gambar 46 terlihat bahwa suhu ruang selama pengamatan tidak mengalami perubahan. Dapat dipastikan bahwa perubahan suhu air laut tidak dipengaruhi oleh faktor luar. Terlihat pula bahwa hasil pengukuran suhu air laut selama 2 jam pengamatan, baik pada kondisi Kk, Ii dan Ik, mengalami peningkatan.

Pada kondisi Ii, perubahan suhu air laut selama 2 jam pengamatan berkisar antara 0,7 – 0,9 ºC. Adapun pada kondisi Ik, perubahan suhu air laut selama 2 jam pengamatan berkisar antara 0,9 – 1,0 ºC. Jika perubahan suhu air laut pada kondisi Ii

172

dibandingkan dengan kondisi Ik, maka terlihat bahwa pada kondisi Ik mengalami perubahan suhu air laut yang lebih besar dibandingkan pada kondisi Ii. Kondisi ini dapat dipahami karena pada kondisi Ik, perubahan suhu air laut merupakan penjumlahan dari aktivitas yang dilakukan oleh tiga ekor benih ikan di dalam tabung respirometer. Sedangkan pada kondisi Ii, perubahan suhu air laut hanya disebabkan oleh aktivitas satu ekor benih ikan. Selanjutnya jika hasil pengukuran pada kondisi Ii dan Ik dirata-ratakan, maka terlihat bahwa suhu air pada saat pengukuran Ik mencapai 2 hingga 3 kali suhu air pada pengukuran Ii.

Pada Gambar 46 terlihat pula bahwa pada kondisi Kk, suhu air laut selama 2 jam pengamatan tetap mengalami perubahan. Berdasarkan hasil pengukuran, diketahui bahwa perubahan suhu air laut selama 2 jam pengamatan pada kondisi Kk berkisar antara 0,6 – 0,7 ºC. Perubahan suhu air laut tersebut walaupun di dalam tabung respirometer tidak terdapat benih ikan, kuat dugaan hal ini disebabkan adanya mesin pompa yang di tempatkan di salah satu tabung respirometer. Selama bekerja, mesin pompa menghasilkan panas yang selanjutnya mempengaruhi suhu air di sekitarnya. Dugaan ini diperkuat dari hasil pengukuran suhu air laut di dalam tabung respirometer yang tidak dilengkapi dengan mesin pompa. Pengukuran suhu air laut di dalam tabung respirometer juga dilakukan selama 2 jam. Dari hasil pengukuran diketahui bahwa suhu air di dalam tabung respirometer tersebut di awal pengukuran tetap sama dengan saat setelah 2 jam pengamatan, yaitu sebesar 27,2 ºC pada suhu ruang 27,0 ºC. Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa perubahan suhu air pada kondisi Ii dan Ik adalah tidak sepenuhnya diakibatkan oleh adanya aktivitas benih ikan di dalamnya, akan tetapi juga karena adanya mesin pompa yang saat bekerja menghasilkan panas.

Apabila suhu air laut pada kondisi Ii dan Ik dikurangi dengan suhu air laut pada kondisi Kk, maka hasil pengurangan tersebut adalah merupakan suhu air laut yang disebabkan oleh aktivitas benih ikan. Dengan demikian, perubahan suhu air laut selama 2 jam pengamatan yang disebabkan oleh aktivitas benih ikan pada kondisi Is berkisar antara 0,1 – 0,3 ºC. Adapun perubahan suhu air laut selama 2 jam pengamatan yang disebabkan oleh aktivitas benih ikan pada kondisi Ik adalah berkisar antara 0,2 – 0,4 ºC. Secara sederhana, dapat dihitung besarnya kontribusi tiap benih ikan terhadap perubahan suhu air pada kondisi pengukuran Ik, yaitu sebesar 0,07 - 0,13 ºC per benih ikan selama 120 menit (2 jam). Dengan demikian terlihat bahwa kontribusi perubahan

173

suhu air yang disebabkan oleh individu benih ikan yang berada tidak sendiri di dalam tabung respirometer (Ik) lebih kecil dibandingkan dengan kontribusi perubahan suhu air yang disebabkan oleh individu benih ikan yang berada sendiri di dalam tabung respirometer (Ii). Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan nilai Fhit > Ftab. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kontribusi suhu yang dihasilkan oleh individu benih ikan pada kondisi Ii dengan individu benih ikan pada kondisi Ik. Hasil uji statistik disajikan pada Lampiran 4.

Inoue et.al (2008) dan Chandroo et.al (2004) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas ikan pada saat ikan mengalami stres. Stres dapat mengakibatkan meningkatnya produksi amoniak dan peningkatan suhu tubuh pada ikan. Grøttum and Sigholt (1998) menyebutkan bahwa metabolisme individu ikan dalam tabung respirometer lebih tinggi dibandingkan dengan di kolam budidaya. Tingkat stres yang tinggi dalam tabung respirometer diduga sebagai penyebab meningkatnya metabolisme dalam tubuh benih ikan. Kondisi ini disebabkan keterbatasan ruang gerak benih ikan di dalam tabung respirometer yang berbeda dengan kondisi normal keberadaan benih ikan baik di bak penampungan atau keramba apung atau alamnya. Budidaya pembenihan ikan kerapu bebek biasanya dilakukan dalam keramba jaring apung atau bak penampungan. Benih-benih ikan tersebut ditempatkan tidak sendirian akan tetapi bersama ratusan hingga ribuan benih ikan kerapu lainnya dalam satu unit penampungan. Kondisi benih ikan yang dimasukkan ke dalam tabung respirometer yang memiliki volume terbatas diduga menjadi penyebab meningkatnya metabolisme benih ikan akibat stres sehingga pada akhirnya menyebabkankan peningkatan suhu air selama pengukuran. Walaupun demikian ketidaksendirian benih ikan di dalam tabung respirometer, diduga menjadi penyebab rendahnya tingkat stres benih ikan yang terjadi. Lebih rendahnya tingkat stres yang muncul, mengakibatkan peningkatan metabolisme dan suhu tubuh benih ikan tidak terlalu besar.

(2) Konsentrasi oksigen terlarut

Walaupun individu benih ikan yang dimasukkan ke dalam tabung respirometer pada setiap pengukuran dan kondisi pengukuran tidaklah sama, akan tetapi kesemua benih ikan tersebut memiliki ukuran TL antara 5 – 7 cm. Penggunaan benih ikan yang berbeda pada setiap pengukuran dan kondisi pengukuran dimaksudkan untuk

174

menghindari pengaruh faktor keterbiasaan ikan di dalam tabung respirometer yang mungkin dapat terjadi. Ukuran panjang dan berat tiap benih ikan kerapu bebek yang digunakan disajikan pada Tabel 21. Pada tabel tersebut terlihat bahwa benih ikan kerapu bebek yang berukuran TL antara 5 - 7 cm, memiliki kisaran berat tubuh antara 3,35-3,86 gram per benih ikan. Adapun tinggi badan ikan yang diukur dari bagian perut paling bawah hingga bagian punggung paling atas adalah berkisar antara 2,5-2,8 cm. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ukuran benih ikan kerapu yang digunakan relatif sama besar.

Pada Gambar 47, disajikan grafik hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut (DO) rata-rata dari masing-masing kondisi Kk, Ii dan Ik.

Tabel 21 Panjang dan berat ikan kerapu bebek yang dijadikan contoh uji

Kondisi Pengukuran Ukuran Benih Ikan Kerapu Bebek Panjang (cm) Berat (gram)

Ii ke-1 6,5 3,47 ke-2 6,6 3,55 ke-3 6,8 3,58 Ik ke-1 6,8 3,40 6,9 3,62 6,1 3,35 ke-2 6,8 3,55 6,9 3,86 6,7 3,43 ke-3 6,7 3,63 6,8 3,70 6,7 3,51

175

Gambar 47 Rata-rata perubahan konsentrasi oksigen terlarut selama 120 menit (2 jam) pada kondisi Kk, Ii dan Ik.

Gambar 47 menampilkan grafik perubahan nilai konsentrasi oksigen terlarut secara rata-rata dari tiga kondisi pengukuran, yaitu kondisi Kk, Ii dan Ik. Terlihat bahwa pada pengukuran kondisi kosong tidak terjadi pengurangan konsentrasi oksigen terlarut selama 2 jam pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat penggunaan oksigen selama 2 jam pengamatan pada kondisi kosong. Adapun grafik untuk kondisi Ii dan Ik mengalami perubahan, yaitu terjadi penurunan nilai konsentrasi oksigen terlarut.

Dari nilai rata-rata hasil pengukuran konsentrasi oksigen pada kondisi Ii, terlihat bahwa ketiga individu benih ikan yang diukur selama 2 jam pengamatan menggunakan oksigen dalam jumlah yang relatif sama. Demikian pula pada pengukuran tiga kelompok benih ikan pada kondisi Ik, menunjukkan hasil pengukuran yang relatif sama. Dari jumlah konsentrasi oksigen terlarut yang berkurang selama 2 jam pengamatan, pengurangan jumlah konsentrasi oksigen terlarut pada pengukuran Ii adalah berkisar antara 0,8 – 0,9 mg O2/liter. Adapun jumlah pengurangan konsentrasi oksigen terlarut selama pengukuran tiga kondisi Ik adalah berkisar antara 1,1 – 1,3 mg O2/liter. Dapat dikatakan bahwa pengurangan konsentrasi oksigen terlarut sebesar 1,1 – 1,3 mg O2/liter pada pengukuran kondisi Ik merupakan pengurangan konsentrasi oksigen terlarut yang diakibatkan oleh adanya aktivitas 3 ekor benih ikan di dalamnya. Oleh karena itu diperkirakan setiap individu benih ikan pada ketiga kelompok benih ikan yang diukur, selama 2 jam pengamatan mengkonsumsi oksigen sebesar 0,37 – 0,40 mg O2/liter. Jika dibandingkan antara pengurangan konsentrasi oksigen terlarut selama 2 jam

176

pengamatan oleh individu benih ikan pada pengukuran kondisi Ii dengan individu benih ikan pada pengukuran Ik, terlihat bahwa pengurangan oksigen terlarut oleh individu benih ikan pada kondisi Ik, lebih kecil bila dibandingkan dengan individu benih ikan pada kondisi Ii.

Telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya bahwa benih ikan yang mengalami stres, akan mengakibatkan terjadinya peningkatan metabolisme dalam tubuh benih ikan. Sehingga untuk mengimbangi peningkatan metabolisme di dalam tubuh benih ikan tersebut, maka benih ikan yang stres akan mengkonsumsi oksigen lebih benyak lagi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa benih ikan yang berada sendiri di dalam tabung respirometer diduga mengalami stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan benih ikan yang tidak sendiri di dalam tabung respirometer.

Jika grafik Ii dan Ik saling dibandingkan, maka terlihat bahwa mulai menit ke-0 hingga menit ke-70 pengamatan, kedua grafik cenderung mengalami penurunan yang relatif sama. Barulah pada menit ke-70 hingga ke-120, terjadi perubahan penurunan konsentrasi oksigen terlarut yang cukup signifikan di antara keduanya. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan nilai Fhit > Ftab. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai konsumsi oksigen benih ikan yang digunakan oleh individu ikan pada kondisi Ii dengan individu ikan pada kondisi Ik. Hasil uji statistik disajikan pada Lampiran 4.

Sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya, pengkondisian benih ikan yang berbeda dengan kondisi lingkungan yang selama ini ditempatinya, dapat menimbulkan stres pada benih ikan. Benih ikan yang stres akan mengalami peningkatan metabolisme di dalam tubuh yang ditandai dengan meningkatnya produksi amoniak dan suhu tubuh. Berdasarkan hasil pengukuran suhu air laut pada pembahasan sebelumnya, terlihat bahwa peningkatan suhu air laut yang disebabkan oleh satu ekor benih ikan kerapu bebek pada kondisi Ii lebih besar bila dibandingkan dengan satu ekor benih ikan kerapu bebek pada kondisi Ik. Lebih besarnya perubahan konsentrasi oksigen terlarut dan suhu air di dalam tabung respirometer yang disebabkan oleh individu benih ikan yang sendirian di dalam tabung respirometer (kondisi Ii) menunjukkan kecenderungan untuk menduga bahwa benih ikan tersebut mengalami tingkat stres yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan individu benih ikan yang tidak sendirian di dalam tabung

177

respirometer (kondisi Ik). Dugaan ini diperkuat dari hasil pengamatan tingkah laku benih ikan yang berada pada kondisi Ii dan Ik.

(3) Tingkah laku benih ikan

Tingkah laku benih ikan juga turut diamati selama pengukuran konsentrasi oksigen terlarut di dalam tabung respirometer. Informasi tentang tingkah laku benih ikan dibutuhkan untuk melengkapi analisis hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut dan suhu air. Pada Tabel 22 disajikan perbandingan tingkah laku benih ikan pada kondisi Ii dan Ik, ditinjau dari gerakan operculum dan aktivitas fisik selama 120 menit pengamatan. Schreck and Moyle (1990) mengemukakan bahwa respirasi pada ikan merupakan proses mengambil oksigen dari lingkungan dan mengeluarkan gas buang ke lingkungan, sehingga dapat dikatakan bahwa proses membuka dan menutupnya operculum ikan juga merupakan bagian dari proses respirasi.

Berdasarkan pengamatan terhadap gerakan operculum, yaitu waktu yang dibutuhkan mulai dari saat terbukanya operculum hingga tertutup, rata-rata di menit- menit awal pengamatan setiap gerakan operculum membutuhkan waktu rata-rata 0,656 detik/bukaan untuk benih ikan yang sendiri (kondisi Ii), dan rata-rata 0,698 detik/bukaan untuk benih ikan yang tidak sendiri (kondisi Ik). Ditinjau dari gerakan operculum di awal pengamatan yang tidak berbeda secara signifikan di kedua kondisi tersebut, menunjukkan bahwa kondisi benih ikan pada kedua kondisi di awal pengamatan berada pada kondisi stres yang sama,yaitu kondisi dimana benih ikan mengalami stres saat dimasukkan ke tempat yang baru.

178

Tabel 22 Tingkah laku benih ikan pada kondisi Ii dan Ik.

No Pengamatan terhadap Kondisi pengamatan

Ii Ik 1 Gerakan operculum: - di awal pengamatan - di tengah pengamatan - di akhir pengamatan 0,656 detik/bukaan 0,946 detik/bukaan 0,951 detik/bukaan 0,698 detik/bukaan 0,629 detik/bukaan 0,464 detik/bukaan 2 Aktivitas fisik: - di awal pengamatan:

- mulai bergerak dari kondisi diam: - melakukan gerakan renang:

- mulai berenang ke atas

- berenang ke atas - di akhir pengamatan diam tanpa menggerakkan sirip ± 20 menit setelah di dalam tabung respirometer ± 30 menit setelah di dalam tabung respirometer ± 60 menit setelah di dalam tabung respirometer

> 10 kali hingga akhir pengamatan

diam dengan hanya menggerakkan sirip dada

diam tanpa menggerakkan sirip ± 50 menit setelah di dalam tabung respirometer ± 70 menit setelah di dalam tabung respirometer ± 85 menit setelah di dalam tabung respirometer

< 5 kali hingga akhir pengamatan

(bergantian)

diam dengan hanya menggerakkan sirip dada dan ekor 3 Posisi benih ikan:

- di awal pengamatan: - di akhir pengamatan di dasar di dasar di dasar di dasar

Gerakan operculum benih ikan pada kondisi Ii dan Ik diawal pengamatan hingga akhir pengamatan mengalami perubahan. Benih ikan pada kondisi Ii, semakin lama berada di dalam tabung respirometer, gerakan membuka dan menutup operculumnya semakin bertambah lama. Operculumnya pun terbuka semakin lebar. Semakin lama atau lebarnya bukaan operculum ikan, menandakan bahwa benih ikan tersebut semakin membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengambil oksigen dari lingkungan. Lain halnya yang terjadi pada kondisi benih ikan yang tidak sendiri (Ik), dimana gerakan

179

menunjukkan adanya pengurangan waktu gerakan operculum di akhir pengamatan bila dibandingkan dengan di awal pengamatan. Peneliti juga mencoba melakukan pengamatan terhadap gerakan operculum benih ikan di bak penampungan dalam kondisi normal. Pada kondisi normal, teramati gerakan operculum benih ikan kerapu dengan ukuran yang sama dengan yang diteliti, memiliki gerakan yang lebih cepat sehingga peneliti sulit untuk menghitung kecepatan gerak operculum benih ikan tersebut. Diduga kecepatan gerak operculum benih ikan di bak penampungan lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan gerak operculum di akhir pengamatan pada kondisi Ik (lebih kecil dari 0,464 detik/bukaan). Semakin lamanya waktu yang dibutuhkan oleh operculum untuk membuka hingga menutup kembali, menunjukkan adanya upaya yang lebih keras lagi dari benih ikan tersebut untuk menyaring oksigen dari air yang berada di sekitarnya. FishVet.Inc. (2000), menyatakan bahwa terdapat beberapa tingkatan stres, yaitu escape, adapt, fatique, dan exhaustion. Keempat tingkatan stres tersebut ditandai dengan meningkatnya gerakan operculum pada ikan. Peningkatan gerakan operculum yang dimaksud bisa berupa semakin bertambah cepat atau sebaliknya, semakin lambat tergantung pada kondisi normal ikan. Berdasarkan pemaparan di atas, semakin besarnya bukaan operculum pada benih ikan kerapu bebek menandakan bahwa benih ikan kerapu bebek mengalami peningkatan metabolisme sehingga membutuhkan oksigen yang lebih banyak lagi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi benih ikan yang sendiri diduga lebih stres bila dibandingkan dengan benih ikan yang tidak sendiri, sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya oleh Grøttum and Sigholt (1998). Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi benih ikan kerapu di akhir pengukuran pada kondisi Ik lebih mendekati kondisi normal benih ikan kerapu tersebut saat di bak penampungan.

Berdasarkan aktivitas fisik, benih ikan yang sendiri lebih cepat melakukan gerakan setelah diam beberapa saat sejak dimasukkan ke dalam tabung respirometer dibandingkan dengan benih ikan yang tidak sendiri. Bahkan benih ikan yang sendiri rata-rata 25 menit lebih cepat bila dibandingkan benih ikan yang tidak sendiri untuk melakukan gerakan berenang ke atas. Pada Gambar 48 dan 49 disajikan beberapa kondisi benih ikan saat pengamatan dilakukan.

180

(a) Ikan sendiri (Ii) (b) Ikan tidak sendiri (Ik) Gambar 48 Tingkah laku ikan di awal pengamatan.

(a) Ikan berenang ke atas (b) Salah satu ikan berenang ke atas

Gambar 49 Aktivitas ikan: berenang ke atas.

Pada Tabel 22 terlihat bahwa benih ikan yang sendiri (kondisi Ii) mulai berenang ke atas setelah 60 menit sejak dimasukkan ke dalam tabung respirometer. Adapun benih ikan yang tidak sendiri (kondisi Ik) mulai berenang ke atas setelah 85 menit sejak dimasukkan ke dalam tabung respirometer, dan aktivitas berenang ke atas dilakukan secara bergantian di antara ketiga benih ikan tersebut. Di akhir pengamatan, benih ikan pada kondisi Ii rata-rata diam di dasar hanya dengan menggerakan sirip dada. Adapun benih ikan pada kondisi Ik, rata-rata ketiganya juga diam di dasar, akan tetapi sambil menggerakkan sirip dada dan ekor.

181

(4) Amoniak tak terionisasi (NH3un-ionized)

Gowen and Bradbury (1987) dalam Leung et al (1999), menyatakan bahwa lebih dari 50 % nitrogen yang masuk ke dalam sistem budidaya perikanan laut adalah merupakan hasil pembuangan. Ikan mengeluarkan nitrogen dalam bentuk amoniak, urea, amines dan amino acids. Boyd (1982) menyatakan bahwa total ammoniak nitrogen (NH3-N) adalah merupakan penjumlahan dari ion ammonium (NH4+) dan NH3

un-ionized. Ion ammonium tidak bersifat racun bagi ikan. Lain halnya amoniak un- ionized bersifat racun bagi ikan. Amoniak tersebut akan lebih bersifat racun lagi apabila terdapat pada perairan dengan konsentrasi oksigen terlarut yang rendah. The European Inland Fisheries Advisory Commission (1973) dalam Boyd (1982) menyatakan bahwa konsentrasi amoniak yang membahayakan dalam waktu singkat adalah jika mengandung 0,6 sampai dengan 2,0 mg/liter dari NH3-N untuk hampir semua jenis ikan.

Berdasarkan hasil uji konsentrasi NH3 un-ionized selama pengukuran berlangsung (2 jam) pada setiap kondisi, NH3 un-ionized yang dihasilkan oleh benih ikan yang sendiri (kondisi Ii) rata-rata mencapai 0,021 mg/liter. Adapun kandungan NH3 un-ionized yang dihasilkan oleh 3 ekor benih ikan yang tidak sendiri (kondisi Ik) rata-rata mencapai 0,017 mg/liter. Diperkirakan produksi amoniak un-ionized untuk 1 ekor benih ikan pada kondisi Ik adalah sebesar 0,006 mg/liter. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya oleh Inoue et.al (2008) dan Chandroo et.al (2004), stres ikan mengakibatkan peningkatan metabolisme atau aktivitas ikan yang ditandai salah satunya adalah dengan meningkatnya produksi amoniak. Tingkat stres yang lebih rendah pada benih ikan yang tidak sendiri bila dibandingkan dengan benih ikan yang sendiri menjadi penyebab produksi amoniak rata-rata oleh 1 ekor benih ikan pada kondisi tidak sendiri (kondisi Ik) menjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan produksi amoniak oleh benih ikan yang sendiri (kondisi Ii).

Pada kondisi yang tertutup sebagaimana yang terjadi pada tabung respirometer selama pengukuran konsentrasi oksigen terlarut dilakukan, diduga akan selalu terjadi akumulasi pertambahan suhu air dan amoniak yang pada akhirnya akan menambah tingkat stres benih ikan. Secara sederhana dapat dideskripsikan proses terjadinya peningkatan level stres pada benih ikan yang terdapat di dalam tabung respirometer selama pengukuran. Panas yang dihasilkan oleh mesin yang bekerja, akan

182

meningkatkan suhu air di dalam tabung respirometer. Suhu air menurut FishVet.Inc (2000) adalah merupakan salah satu faktor fisika lingkungan yang dapat menyebabkan ikan stres. Perubahan suhu lingkungan tersebut segera dirasakan oleh benih ikan yang ada di dalamnya. Tubuh benih ikan mulai bereaksi untuk beradaptasi dengan adanya peningkatan suhu lingkungan tersebut, yaitu berupa peningkatan metabolisme dalam tubuh benih ikan. Peningkatan metabolisme benih ikan pada akhirnya akan mengakibatkan semakin bertambah banyaknya keluaran amoniak dari tubuh benih ikan, dan amoniak merupakan salah satu faktor kimia lingkungan yang dapat mengakibatkan benih ikan stres. Peningkatan metabolisme benih ikan akan diikuti oleh peningkatan konsumsi oksigen terlarut oleh benih ikan. Selama pengukuran dilakukan, tidak terjadi penambahan konsentrasi oksigen terlarut dalam air yang terdapat di dalam tabung respirometer. Peningkatan konsumsi oksigen oleh benih ikan, mengakibatkan ketersediaan oksigen terlarut di lingkungan semakin berkurang. Pengurangan konsentrasi oksigen terlarut di lingkungan, merupakan salah faktor fisik lingkungan selain suhu air yang dapat mengakibatkan benih ikan stres. Pertambahan suhu air dan amoniak serta pengurangan konsentrasi oksigen terlarut di lingkungan yang terjadi secara terus menerus di duga sebagai penyebab meningkatnya level respon stres benih ikan di dalam tabung respirometer. Terlebih jika kandungan amoniak di lingkungan sangat tinggi, maka akan semakin cepat terjadinya peningkatan level stres pada benih ikan, dan mungkin saja akan mempercepat kematian benih ikan.

(5) Konsumsi oksigen benih ikan kerapu bebek

Penentuan konsumsi oksigen benih ikan dilakukan dengan mengukur konsentrasi oksigen di awal dan di akhir pengukuran dengan memperhitungkan volume air dan waktu pengukuran sebagaimana persamaan yang dikemukakan oleh Schreck dan Moyle (1990) (persamaan 1). Akan tetapi sebelum pengukuran konsumsi oksigen benih ikan, terlebih dahulu dilakukan pengukuran dalam kondisi kosong, yaitu pengukuran dimana di dalam tabung respirometer hanya terdapat air laut tanpa benih ikan di dalamnya. Tujuan pengukuran kondisi kosongadalah untuk memastikan bahwa air laut yang berada di dalam tabung respirometer tidak berisi jasad renik. Berdasarkan hasil pengukuran saat kondisi kosong, konsentrasi oksigen terlarut di awal dan di akhir pengukuran tidak berubah (Gambar 47). Kondisi ini menunjukkan bahwa air laut di

183

dalam tabung respirometer tidak mengandung jasad renik. Pada Tabel 23 disajikan nilai konsumsi oksigen benih ikan yang diperoleh dengan menggunakan persamaan 1.

Tabel 23 Nilai konsumsi oksigen

Kondisi Pengukuran

Ukuran benih ikan

kerapu bebek Konsumsi

oksigen/ekor (mg O2/jam/ekor) Panjang