• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konversi Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

BAB V KEPENTINGAN AKTOR SOSIAL TERHADAP KONVERSI

5.2 Konversi Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Konversi lahan atau alih fungsi lahan mengandung pengertian perubahan penggunaan lahan oleh manusia (Utomo, dkk., 1992). Alih fungsi lahan dapat bersifat permanen dan juga bersifat sementara. Alih fungsi kawasan pertanian lahan basah irigasi teknis menjadi fasilitas umum bersifat permanen. Hal ini disebabkan pemanfaatan atau penggunaan tanah sebagai ruang pembangunan untuk fasilitas umum (terminal) tidak dapat dijadikan sawah kembali.

Konversi lahan pertanian khususnya konversi lahan sawah irigasi teknis menjadi non sawah (terminal) yang terjadi di Desa Kertawangunan tidak terlepas dari faktor pendorong yang menjadikan lahan tersebut harus dikonversikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah irigasi teknis menjadi terminal di Desa Kertawangunan adalah faktor kebijakan pemerintah dan lokasi

sawah terhadap pusat pertumbuhan ekonomi. Kedua faktor ini sama dengan faktor-faktor konversi yang dinyatakan dalam penelitian Sumaryanto, dkk. (1994). Kedua faktor ini satu sama lain saling berkaitan dalam rangka memajukan Kabupaten Kuningan.

1) Kebijakan Pemerintah Daerah

Faktor pertama adalah kebijakan pemerintah daerah yang paling berpengaruh terhadap terjadinya konversi lahan sawah irigasi teknis menjadi Terminal Tipe A Kertawangunan. Pembangunan dan atau pengelolaan wilayah Kabupaten/Kota menjadi kewenangan daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Pemerintah daerah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya dengan tetap memelihara dan menjaga keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan, sesuai dengan peraturan yang berlaku yang termasuk juga di dalamnya mengenai penataan ruang. Wewenang pemerintah daerah dalam hal penataan ruang adalah menyelenggarakan penataan ruang daerahnya yang terdiri dari unsur perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pemerintah daerah dengan adanya kewenangan yang diberikan oleh Bupati merencanakan dan memanfaatkan tanah untuk pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan.

Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan ini adalah atas dasar kebijakan pemerintah daerah dengan wewenang dari Bupati yang mendapat pembiayaan dari pemerintah pusat untuk menjalankan pembangunan di Kabupaten Kuningan. Pemanfaatan tanah sebagai ruang untuk pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan belum terdapat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan dibangun pada Tahun 2005-2006, sedangkan pada saat itu RTRW Kabupaten Kuningan belum rampung. RTRW Kabupaten Kuningan baru dapat dirampungkan pada Tahun 2008. Hal ini dituturkan oleh Bapak HDR Kepala Bagian Tata Ruang:

“untuk pembangunan terminal Tipe A belum ditetapkan dalam tata ruang. Setiap lima tahun sekali selalu ada revisi untuk RTRW, pada saat itu RTRW Kabupaten Kuningan masih dibuat dan baru selesai pada Tahun 2008.”

Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan dapat terlaksana meskipun belum direncanakan dalam RTRW Kabupaten Kuningan. Hal ini disebabkan adanya kebijakan dari pemerintah daerah dan kewenangan Bupati untuk pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan.

Luas lahan untuk terminal tipe A sekurang-kurangnya lima hektar. Persyaratan luas lahan minimal lima hektar untuk pembangunan terminal ini, mengharuskan pemerintah daerah mengambil alih tanah milik masyarakat dan aparat Desa Kertawangunan untuk digunakan pembangunan terminal tipe A. Kebutuhan tanah dalam rangka pembangunan terminal tipe A mengharuskan terjadinya konversi lahan sawah yang berada di sekitar lokasi pembangunan terminal. Tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan terminal dibeli dari masyarakat pemilik tanah pribadi dan disewa dari aparat Desa Kertawangunan oleh pemerintah daerah. Tanah ini menjadi penguasaan dan inventaris dari pemerintah daerah karena telah ada pemindahalihan kepemilikan.

Lahan sawah yang dikonversi untuk pelebaran terminal luasnya sebesar 5,7 ha. Lahan sawah ini merupakan kawasan pertanian lahan basah irigasi teknis. Peraturan pemerintah yang mengatur tentang pengendalian konversi lahan pertanian ke non pertanian diantaranya: Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Ketua BAPPENAS Nomor 5417/MK/10/1994 tanggal 4 Oktober 1994; dan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 474/4263/SJ tanggal 27 Desember 1994 yang menyatakan bahwa perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian tidak mengorbankan tanah pertanian subur dan berpengairan teknis. Cara yang ditempuh oleh pemerintah daerah untuk mengkonversikan lahan sawah beririgasi teknis agar tidak melanggar peraturan yang telah ditetapkan yaitu dengan mengkondisikan sawah beririgasi teknis menjadi tanah kering. Perizinan dalam pembangunan terminal ini pun baru dibuat setelah pembangunan terminal tipe A ini selesai.

2) Lokasi Sawah Terhadap Pusat Pertumbuhan Ekonomi

Faktor lain yang mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan terminal adalah lokasi sawah terhadap pusat pertumbuhan ekonomi. Sawah irigasi yang digunakan lokasinya berdekatan dengan jalan raya dan berada di samping terminal Ancaran (sebelum di bangun Terminal Tipe A Kertawangunan).

Terminal Ancaran merupakan terminal tipe C yang luasnya lebih kecil dan lebih terbatas fasilitasnya dibandingkan dengan terminal tipe A. Di sekeliling Terminal Ancaran merupakan lahan sawah irigasi teknis. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan membutuhkan lahan sekurang-kurangnya lima hektar, oleh karena itu sawah irigasi teknis di sekeliling Terminal Ancaran menjadi kebutuhan bagi pembangunannya. Selain itu, sesudah dibangunnya terminal tipe A mulai banyak berkembang pertokoan didekat terminal tersebut.

Sumaryanto, dkk. (1994) menyatakan bahwa panjang jalan aspal yang ada di suatu desa dapat digunakan sebagai proksi dari kualitas prasarana transportasi di desa tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin membaik aksesibilitas suatu desa, kecenderungan terjadinya konversi lahan semakin tinggi. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan tujuannya adalah untuk memperlancar aksesibilitas dan keterjangkauan jarak antar kecamatan sebagai solusi dalam pemerataan pembangunan transportasi. Rencana selanjutnya adalah pembangunan jalan yang menghubungkan dengan kecamatan lain sebagai jalan masuk menuju terminal. Pembangunan jalan ini pun akan mengakibatkan semakin bertambahnya sawah irigasi yang terkonversikan. Sebagaimana penuturan Bapak DJDJ:

“agar dapat menembus jalur utara sudah ada rencana dari pemerintah daerah untuk pembangunan jalan baru, untuk pembangunan jalan baru tersebut sudah dilakukan pengecekan lahan oleh yang ahlinya yang didatangkan dari pusat. Jalan tersebut akan langsung menuju daerah Cirendang. Rencananya akan di bangun pada tahun ini, tapi sampai sekarang belum terlaksana.”

Lahan untuk pembangunan jalan baru ini merupakan lahan sawah irigasi teknis milik masyarakat Dusun Parenca. Lahan ini sudah melalui proses pembebasan lahan, dan sekarang lahan tersebut sudah menjadi milik pemerintah daerah. Menurut penuturan Bapak DSK:

“Yeuh neng, lahan sawah anu di Dusun Parenca anu caket jalan na ngalewatan makam, anu bade ka kantor desa teh bade dianggo kangge jalan anyar. Ari tanah na mah entos dipeser ku pemerintah daerah.” “Lahan sawah yang di Dusun Parenca deket jalan yang melewati pemakaman, jalan yang menuju kantor desa akan digunakan untuk pembangunan jalan baru. Tanahnya sudah dibeli oleh pemerintah daerah.”

Terdapatnya terminal tipe A di Desa Kertawangunan menyebabkan kebutuhan akan aksesibilitas jalan semakin tinggi dan laju konversi lahan sawah irigasi teknis pun semakin tinggi juga.

Pola konversi lahan yang terjadi di Desa Kertawangunan berdasarkan faktor pokok konversi, pelaku, pemanfaat, dan prosesnya termasuk konversi sistematik berpola ‘enclave’. Konversi lahan berpola ‘enclave’ adalah sehamparan tanah yang terkonversi secara serentak, pemilik tanah terdiri dari beberapa orang. Kasus konversi lahan yang terjadi di Desa Kertawangunan merupakan konversi lahan secara serentak dalam waktu yang sama dimana tanah dibutuhkan untuk pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan yaitu seluas 5,7 hektar. Luas lahan sawah ini dimiliki oleh 17 orang yang terdiri dari sepuluh orang masyarakat desa (pemilik tanah pribadi) dan tujuh orang aparat desa (pemilik tanah bengkok).

Dokumen terkait