• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII IMPLIKASI KONVERSI LAHAN TERHADAP

7.1 Rencana Tata Ruang Wilayah

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan merupakan matra spasial dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Kuningan, yang berfungsi sebagai penyelaras kebijakan penataan ruang nasional, provinsi, kabupaten atau kota, serta sebagai acuan bagi instansi pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengarahkan lokasi, dan menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Kuningan. Tujuan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan ini adalah untuk menjadi pedoman bagi: a) perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Kuningan; b) mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar bagian wilayah Kabupaten Kuningan serta keserasian antar sektor; c) penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan atau masyarakat di Kabupaten Kuningan; d) penyusunan rencana rinci tata ruang di Kabupaten Kuningan; e) pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan di wilayah Kabupaten Kuningan.

Penggunaan lahan di Kabupaten Kuningan mengalami banyak perubahan, terutama pada penggunaan lahan untuk kawasan lindung yang luasnya mengalami penurunan (RTRW Kabupaten Kuningan, 2008). Hal ini disebabkan oleh bertambahnya lahan terbangun di Kabupaten Kuningan, yang pertumbuhannya secara sporadis di sepanjang pembangunan jalan baru. Permasalahan alih fungsi lahan ini berupa kecenderungan perubahan fungsi lahan non terbangun menjadi lahan terbangun, diantaranya:

1. Alih fungsi lahan kawasan lindung menjadi kawasan permukiman di Kecamatan Karangkancana, Ciwaru, Subang dan Selajambe dan lain – lain; 2. Alih fungsi lahan kawasan berfungsi lindung menjadi kawasan permukiman; 3. Alih fungsi lahan kawasan konservasi menjadi kawasan permukiman; 4. Alih fungsi lahan kawasan lindung ideal menjadi kawasan permukiman;

5. Alih fungsi lahan kawasan pertanian lahan basah irigasi teknis menjadi lahan permukiman dan terminal tipe A.

Salah satu permasalahan alih fungsi lahan adalah alih fungsi lahan kawasan pertanian lahan basah irigasi teknis menjadi lahan permukiman dan terminal kelas A. Kebutuhan akan aksesibilitas di Kabupaten Kuningan dengan dibangunnya Terminal Tipe A Kertawangunan semakin meningkat, terutama untuk peningkatan jalan. Jalan yang diperlukan untuk menembus Terminal Tipe A Kertawangunan adalah jalan lingkar timur. Hal ini telah direncanakan oleh pemerintah daerah selesai pada tahun 2010. Jalan lingkar timur dibangun dengan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), akan dibangun dengan jalan sepanjang 3,25 kilometer dan lebar 15 meter. Jalan ini akan menjadi jalur alternatif lalu lintas menuju ke Terminal Tipe A Kertawangunan, sehingga dapat memperlancar arus lalu lintas menuju tempat tersebut, disamping itu dapat membuka akses Kedungarum-Kertawangunan-Ancaran.

Pembangunan jalan lingkar timur ini sudah terdapat dalam RTRW Kabupaten Kuningan. Kebutuhan lahan untuk pembangunan jalan lingkar timur akan mengorbankan lahan sawah irigasi teknis yang masih tersisa di sekitar terminal. Lahan sawah ini pun telah melalui proses pembebasan dengan pemilik lahan. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya terkait dengan kawasan pertanian dalam RTRW Kabupaten Kuningan salah satunya adalah pengendalian untuk luasan sawah beririgasi teknis di daerah secara keseluruhan tidak boleh berkurang. Pada kenyataannya, setelah pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan yang mengorbankan sawah irigasi teknis, harus kembali mengorbankan lahan sawah irigasi teknis yang lain untuk dikonversikan.

Kebijakan tentang pengendalian lahan sawah irigasi teknis di Kabupaten Kuningan yang telah ada, tidak dapat mencegah terjadinya konversi lahan sawah irigasi teknis. Sebagaimana penuturan dari Bapak YYN pegawai Dinas Tata Ruang:

“sebenarnya dalam peraturan memang tidak boleh lahan sawah irigasi teknis dikonversikan. Meskipun pembangunan terlihat dengan jelas di depan mata, tapi tidak bisa melakukan apa-apa.Berhubung lahan tersebut dibutuhkan untuk pembangunan terminal dan ada kewenangan dari pemerintah daerah, oleh karena itu pembangunan dapat dilaksanakan.”

Kawasan Strategis Kawasan Budidaya dengan pendayagunaan sumberdaya alam yang dikendalikan Perkembangannya dalam RTRW Kabupaten Kuningan salah satunya adalah kawasan irigasi teknis di Kecamatan Sindang Agung, tetapi konversi lahan di Desa Kertawangunan tetap tidak dapat dihindarkan.

Dampak lebih lanjut dari pembangunan terminal Tipe A Kertawangunan adalah pembangunan pemukiman dan perdagangan di sekitar desa dan Kecamatan Sindang Agung. Hal ini diproyeksikan pada Masterplan Kabupaten Kuningan, bahwa kecamatan yang memiliki kecenderungan pertumbuhan lahan terbangun tinggi yang terletak di sepanjang jalan kabupaten (kawasan perkotaan), meliputi: Cilimus, Jalaksana, Kramatmulya, Kuningan, Kadugede, Cigugur, Nusaherang, Ciawigebang, Garawangi, Sindang Agung, Lebakwangi, Luragung, dan Cibeureum. Salah satu kecamatan yang memiliki kecenderungan pertumbuhan lahan terbangun tinggi adalah Sindang Agung. Struktur ruang Sindang Agung berbentuk linier dengan embrio pertumbuhan lahan terbangun di sepanjang jalan kolektor tengah ke depan (Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006).

Kecamatan Sindang Agung dimungkinkan mengalami perkembangan yang cukup signifikan karena adanya pembangunan terminal tipe A di Desa Kertawangunan, sehingga aksesibilitas yang menghubungkan kota ini dengan wilayah lain cenderung lebih lancar. Proyeksi masterplan dalam arahan pengembangan kawasan perkotaan atau skenario urban design Kabupaten Kuningan juga disebutkan bahwa dengan pertumbuhan penduduk sebesar 1,68 persen per tahun, jumlah penduduk Sindang Agung pada tahun 2030 menjadi sebesar 50.442 jiwa dengan kepadatan netto 106 jiwa/hektar. Sindang Agung ke depan akan tumbuh cepat terutama kawasan permukiman dan perdagangan sebagai imbas adanya pembangunan terminal tipe A. Pertumbuhan permukiman di kota Sindang Agung sebesar 1,33 persen per tahun, dan diperkirakan pada tahun 2030 luas kawasan terbangun di kota ini menjadi seluas 474 hektar (sebesar 38 persen).

Tabel 8. Proyeksi Kebutuhan Lahan Terbangun Kabupaten Kuningan Tahun 2030

Kebutuhan Lahan Terbangun (hektar) Sindang Agung

Luas Permukiman tahun 2005 (ha) 307

Kebutuhan Lahan Permukiman (ha)

Kavling Besar (500m2) 17 Kavling Sedang (300m2) 31 Kavling Kecil (100m2) 37

Jumlah Kebutuhan Lahan Permukiman (ha) 85

Kebutuhan Fasilitas Permukiman (ha) 34

Total Kebutuhan Permukiman + Fasilitas (ha) 120

Luas Permukiman tahun 2030 (ha) 426

r Permukiman per tahun 2005-2030 (%) 1.33

Luas Built Up Area 2030 (ha) 474

Jumlah Penduduk 2030 50,442

Kepadatan Netto 2030 (jiwa/ ha) 106

r Penduduk per tahun 2005-2030 (%) 1.68

Sumber: Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006

Menurut Kustiawan (1997) faktor eksternal yang berpengaruh dalam konversi lahan pertanian berkaitan dengan dinamika pertumbuhan perkotaan, yaitu perkembangan kawasan terbangun, pertumbuhan penduduk perkotaan dan pertumbuhan PDRB. Hal ini dapat dilihat dari kasus pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan yang diproyeksikan pada tahun 2030 akan mengalami pertumbuhan perkotaan. Jumlah penduduk yang diproyeksikan di Kecamatan Sindang Agung akan mengalami peningkatan jumlah penduduk yang cukup tinggi dari Tahun 2009-2029 (Lampiran 1). Pada tahun 2030, rata-rata kepadatan penduduk Kecamatan Sindang Agung diproyeksikan mencapai 40 jiwa/hektar (Lampiran 2). Hasil analisis proyeksi kepadatan penduduk Kecamatan Sindang Agung tergolong tinggi karena kepadatan rata-rata untuk Kabupaten Kuningan adalah 22 jiwa/hektar.

Luas pemukiman di Kecamatan Sindang Agung pada Tahun 2030 pun semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pada Tahun 2030 diperkirakan luas kawasan terbangun untuk pemukiman sebesar 256 hektar dengan pertambahan jumlah penduduk 17.220 jiwa (Lampiran 3). Pendapatan Domestik Bruto Regional Kabupaten Kuningan pun sampai Tahun 2030 akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan

perkembangan kawasan terbangun (dibahas pada sub bab 7.3). Sebagaimana dinyatakan oleh Kustiawan (1997) bahwa semakin besar laju perkembangan kawasan terbangun, laju pertumbuhan penduduk semakin tinggi, dan laju pertumbuhan PDRB semakin besar mengakibatkan laju penyusutan luas lahan sawah semakin besar.

Jika diproyeksikan kebutuhan lahan menurut standar kepadatan netto tiap-tiap kecamatan yang terbagi dalam tiga kriteri kepadatan (Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006), yaitu Kota Sedang 60 jiwa/ha, Kota Kecil 30 jiwa/ha, dan Rural 15 jiwa/ha yang dikelompokkan sebagai kota sedang dan kota kecil, yaitu pembagian menurut rencana hirarki eksisting Kabupaten Kuningan (Lampiran 4). Beberapa kecamatan yang akan ditekan pertumbuhannya yang terletak di pintu gerbang jaringan jalan yang menghubungkan dengan kota-kota di wilayah lain, serta kecamatan-kecamatan yang dilewati koridor jalan yang menghubungkan Kabupaten Kuningan dengan wilayah lain yang diproyeksikan pada 25 tahun ke depan akan mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Perkembangan ini terutama kebutuhan akan lahan terbangun untuk permukiman dan fasilitas umum perkotaan. Jika dilihat dari standar kepadatan netto ini kebutuhan lahan terbangun di beberapa kecamatan ada yang melebihi wilayah administrasinya (over bounded zone), seperti Kecamatan Cipicung, Kalimanggis, Kramatmulya, Kuningan, Lebakwangi, Pancalang, dan Sindang Agung, sehingga mengindikasikan bahwa kecamatan-kecamatan ini mengalami perkembangan kota yang cukup signifikan mengingat kebutuhan lahan terbangunnya sangat tinggi (Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006). Kecamatan Sindang Agung merupakan salah satu kecamatan pada 25 tahun mendatang akan mengalami kebutuhan lahan terbangun sangat tinggi untuk pemukiman dan fasilitas perkotaan.

Dokumen terkait