• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korpus dan Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary

Kalau prakata Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary (Mish 1988: 6) disimak, kita bisa mengerti mengapa buku itu berhasil diakui sebagai sebuah kamus kompak terbaik yang berharga murah dan sangat memuaskan pemakainya. Keberhasilannya terjadi terutama karena penyusunannya telah didukung sepenuhnya oleh korpus––suatu koleksi ujaran lisan atau tulisan dengan segala macam dan bentuk variasinya yang direkam dan didokumentasi untuk dipakai sebagai dasar melakukan analisis deskriptif bahasa––yang terdiri atas lebih dari 13 juta berkas contoh

5 pemakaian kata dalam konteks yang dituliskan pada kertas berukuran 3 x 5 inci. Tersedianya korpus raksasa tersebut memang terbukti mampu menghasilkan sebuah kamus yang setiap lemanya dilengkapi dengan informasi berketepatan tinggi tentang pelafalan, etimologi dan asal-usul, kapan pertama kali dipakai, perkembangan sejarah, definisi teknis yang informatif, contoh pemakaian, sinonim, dan data serta informasi lain yang dianggap bermanfaat.

Dalam bahan-bahan depan yang disajikan sebagai bagian pendahuluan buku tersebut, maka segala konvensi, kiat, dan teknik yang dipakai telah diungkapkan secara ringkas untuk menjelaskan cara para penyusunnya memadatkan bergudang- gudang informasi tentang kata-kata Bahasa Inggris ke dalam sebuah kamus yang memakan tempat tidak sampai 1400 halaman. Karena fungsi utama sebuah kamus adalah mendefinisikan arti kata, kepada kita diterangkan proses pola pemberian keterangan yang melibatkan semantik berdasarkan pendekatan definisi analisis, dengan segala macam variasi pemaknaan yang diperkenankan seperti dicontohkan oleh pemakaian nyata yang hidup dan berterima di masyarakat. Idealnya seorang penyusun kamus memang ingin agar kutipan yang tersedia dalam korpus sudah dapat memberikan pencerahan tentang arti suatu kata. Akan tetapi seperti dialami para penyusun Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary, pada kenyataannya kutipan yang tersedia adakalanya agak kabur atau bersilang pendapat, sehingga selalu diperlukan data tambahan sesuai dengan perjalanan waktu yang sering berbuntut pada pergeseran pemaknaan.

Kita juga diberi gambaran cara pemilihan lema, terutama dalam melakukan pertimbangan untuk memertahankan lema lama yang menjadi obsolete atau usang karena tidak dipakai lagi (yang diberi patokan sejak tahun 1755), atau bersifat arkais yang pemakaiannya masih sintas (survive) walau hanya sekali-sekali muncul dalam keadaan khusus. Seperti dapat diduga, pelaksanaan pemilihan dan pengambilan keputusan hanya mungkin dilakukan dengan penuh keyakinan kalau tersedia korpus besar yang terus-menerus dimutakhirkan. Begitu pula dibentangkan alasan pembenaran untuk memutuskan pantas tidaknya suatu kata untuk dimasukkan sebagai lema baru. Keseringan muncul dan panjang rentang waktu pemakaian merupakan faktor penting dalam meloloskan suatu kata untuk dimasukkan menjadi lema, tetapi tidak ada patokan jumlah angka yang harus dicapai sebagai jaminan diterima atau ditolaknya kata dalam kamus. Untuk bisa lebih memahami luas cakupan asal sumber korpus yang dikumpulkan, kepada kita dijelasan bahwa untuk kata gentrification yang

6 pemakaian pertamanya dicatat muncul dalam tahun 1964, penyusun kamus membaca 26 kutipan pemakaian. Korpus sebanyak itu berhasil dikumpulkan dalam rentang waktu lima tahun dari pelbagai artikel yang muncul dalam beberapa terbitan seperti The New York Times, Scientific Americans, Playboy, American Demographics, The Boston Globe, Smithsonian, Money, The Christian Science Monitor, Saturday Review, The Wall Street Journal, dan Harper’s.

Jika diambil secara acak sebuah contoh lema dalam Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary, akan tersaksikan tampilan berikut:

in.no.cent \‘in-e-sent\ adj [ME, fr. MF, fr. L innocent-, innocens, fr. in- + nocent-, nocens wicked, fr. prp. of nocere to harm ––more at NOXIOUS] (14c) 1 a : free from guilt or sin esp. through lack of knowledge of evil : BLAMELESS <an ~ child> b : harmless in effect or intention <searching for a hidden motive in even the most ~ conversation––Leonard Wibberley>; also CANDID <gave me an ~ gaze> c : free from legal guilt or fault; also LAWFULL <a wholly ~ transaction> 2 a : lacking or reflecting a lack of sophistication, guile, or self-consciousness : ARTLESS INGENIOUS b : ignorant <almost entirely ~ of Latin––C.L.Wrenn>; also : UNAWARE <perfectly ~ of the confusion he had created––B.R.Haydon> 3 : lacking or deprived of something <her face ~ of cosmetics––Marcia Davenport> –– innocent n –– innocently adv

Dari informasi yang disuguhkan tersebut kita lalu dapat mengetahui etimologi atau sejarah perjalanan bentuk linguistik kata termaksud, yang diketahui dipakai pertama kali di abad ke-14 pada periode Bahasa Inggris Tengahan, dan dicatat merupakan hasil serapan dari Bahasa Prancis Tengahan, yang pada gilirannya memungutnya dari Bahasa Latin. Dari definisi makna yang diberikan terlihat bahwa dalam Bahasa Indonesia kata innocent oleh kamus dwibahasa umumnya hanya diartikan tidak bersalah dan tidak berdosa serta juga tidak merusak (untuk kasus innocent amusement), sedangkan kisaran makna yang disediakan oleh korpus Bahasa Inggris ternyata memiliki nuansa yang jauh lebih luas lagi.

Salah satu kekuatan korpus yang dihimpun untuk menyusun Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary adalah dimuatnya kutipan langsung pernyataan yang dibuat oleh pengarang dan budayawan terkenal. Dengan demikian maka contoh nyata

7 buah kebijakbestarian berupa kata-kata mutiara yang disuarakan oleh para tokoh ‘pembuat bahasa dan pemicu pacu budaya’ bangsanya menjadi tersedia untuk disimak dan dijadikan panutan, seperti tersaksikan lebih lanjut dalam contoh-contoh berikut:

ahold \e.‘hold\ n [ prob. fr. the frase a hold] (1872) : HOLD <if you could get ~ of a representative ––Norman Mailer>

conk vi [prob. imit.] (1918) 2 c : DIE <I caught pneumonia I almost ~ed –– Truman Capote>

fit vb (1586) 1 b archaic : to be seemly or proper for it <it ~s us then to be as provident as fear may teach us –– Shakespeare>

fructify vb (14c) to bear fruit <its seeds shall ~ ––Amy Lowell> <no partnership can ~ without candor on both sides ––D.M.Ogilvy>

gender n (14c) 1 : SEX <black divinities of the feminine ~ ––Charles Dickens>

perspective n (1563) 2 a : POINT OF VIEW <tend to view most issues from a liberal ~ ––G.R.Rosen> b : the capacity to view things in their true relations or relative importance <urge you to maintain your ~ and to view your own task in a larger framework ––W.J.Cohen>

rave vb \‘rav\ 2 : to move or advance violently : STORM <the iced gusts still ~ and beat ––John Keats>

whispering adj (1547) 2 : spreading confidential and esp. derogatory reports <~ tongues can poison truth ––S.T. Coleridge>

Salah satu keunikan lain Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary tersaksikan dari disajikannya catatan pendek yang diberi bertajuk usage (berarti ‘pola pemakaian’) pada beberapa lema yang dianggap bermasalah. Sebagaimana diketahui, misalnya, kata loan umumnya diklasifikasikan orang sebagai nomina, tetapi ternyata bahwa kata itu bisa pula difungsikan sebagai verba transitif. Oleh karena itu dirasakan keperluanya untuk menambahkan catatan berikut: “Most recent commentators accept the use of loan as a verb as standard. It has been in use at least since the time of Henry VIII, and became widely used in the US. About 100 years ago a prominent American critic denounced the use, apparently basing his objections on a misunderstanding of Old English. Even though they are based on a mistake, these same objections may still be heard today.” Dari cuplikan kasus tersebut agaknya jelas

8 bahwa tanpa adanya dukungan korpus yang terandalkan jumlahnya dalam variasi waktu dan pemaknaannya, catatan amat berharga seperti itu tidaklah mungkin dapat dihadirkan.