• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia AIPI, Jakarta

Abstrak

Kelemahan mendasar pada penyusunan ratusan kamus bahasa yang terbit dalam lima dasawarsa terakhir––termasuk Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa––adalah tidak digunakannya korpus, yang memang belum tersedia secara memadai. Sebagai akibatnya penggarapannya tidaklah didasarkan pada contoh nyata bahasa yang hidup di masyarakat, dan identitas objeknya adakalanya meragukan karena tidak didukung oleh data dan informasi yang terdokumentasi. Padahal, kamus seperti Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary berhasil diakui sebagai kamus kompak terbaik yang berharga murah dan sangat memuaskan pemakainya, karena penyusunannya didukung oleh lebih dari 13 juta berkas contoh pemakaian kata dalam konteks, suatu koleksi ujaran lisan atau tulisan yang terekam dan terdokumentasi untuk dipakai sebagai dasar pelaksanaan analisis deskriptif bahasa. Tersedianya korpus raksasa tersebut memang terbukti mampu menghasilkan kamus yang setiap lemanya dilengkapi dengan informasi berketepatan tinggi tentang pelafalan, etimologi dan asal-usul, kapan pertama kali dipakai, definisi teknis yang informatif, sinonim, dan data lain yang dianggap bermanfaat. Diunggahnya korpus tersebut dalam daring elektronik sehingga mudah diakses secara luas menyebabkan pelajar yang sedang membuat pekerjaan rumah, mahasiswa yang tengah menyusun skripsi, ataupun ilmuwan yang sibuk menulis artikel ilmiah akan terbantu dalam mengecek bahwa pemilihan kata, penataan frasa, pemisahan klausa, ataupun pembuatan kalimatnya semuanya sesuai dengan kaidah bahasa yang dibakukan. Berdasarkan kenyataan tersebut, serta kesulitan besar yang dialami oleh ketiadaan korpus dalam mencari dan menemukan informasi terekam tentang cituar, grandil, rowe, sawunggaling, dan wantu––beberapa istilah tua usia yang hampir tak pernah lagi ditulis tetapi masih terus terpakai dalam praktik––untuk dijadikan lema sebuah kamus batik, menunjukkan bahwa pengadaan korpus merupakan suatu kemutlakan. Ketersediaannya akan memungkinkan disusunnya sebuah babon kamus Bahasa Indonesia definitif, yang dapat disejajarkan dan dipertandingkan dengan The Oxford English Dictionary atau Webster’s Third New International Dictionary demi kemapanan pelaksanaan dan keberhasilan upaya pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia.

2

Pendahuluan

Dalam kearifan kolektifnya, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia menyatakan bahwa pelahiran bahasa yang dibidani dan ditahbiskan oleh seorang pemuda Madura bernama Muhammad Tabrani dengan sebutan Bahasa Indonesia pada tanggal 2 Mei 1926, merupakan salah satu capaian nasional perjuangan panjang kemerdekaan bangsa yang sangat bermakna (AIPI 2009: 16). Sebagai akibatnya, capaian yang kemudian dikukuhkan untuk menjadi salah satu butir Sumpah Pemuda 1928––yang pengikrarannya pada tanggal 28 Oktober kita peringati dengan menyelenggarakan Kongres Bahasa Indonesia X sekarang ini––dianggap amat penting untuk dimanfaatkan sebagai bekal dan modal utama dalam mewujudkan pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang makmur dan sejahtera yang diidamidamkan bersama. Dapatlah dimengerti jika sesudah bangsa Indonesia berhasil memeroklamasikan kemerdekaan negaranya pada tanggal 17 Agustus 1945, maka Undang-Undang Dasar 1945 yang disusun untuk melandasinya mengakui Bahasa Indonesia sebagai bahasa negaranya, sehingga sekaligus mengamanatkan agar segala sesuatu tentangnya diatur dengan sebuah undang-undang. Alhamdulillah, beberapa waktu yang lalu perintah UUD tersebut telah dipenuhi dengan pemberlakuan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan pada tanggal 9 Juli 2009. Dengan demikian sekarang kita memiliki landasan hukum sahih dan pijakan berkiprah yang sangat kuat dalam mengefektifkan pemfungsian Bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa persatuan, bahasa nasional, dan bahasa resmi dalam menjalani segenap langkah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam enam dasawarsa terakhir memang terlihat adanya upaya terkonsentrasi yang sangat intensif untuk membuat Bahasa Indonesia mampu mengemban tugas fungsi yang bermultifaset guna keperluan pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan manusia Indonesia. Usaha pemodernan dan pencendekiaan tidak hanya dilakukan pada Bahasa Indonesia saja, sebab kegiatan serupa dilaksanakan pula pada pelbagai bahasa daerah walaupun dengan skala, magnitud, dan prioritas yang berbeda intensitasnya. Sesuai dengan tuntutan kemajuan zaman dan keperluan komunikasi terutama demi kepentingan pemajuan pendidikan, salah satu kegiatan yang mendapat pumpunan khusus adalah pemekaran kosakatanya untuk lebih mencendekiakan Bahasa Indonesia sampai mampu dijadikan alat komunikasi massa dalam dunia

3 modern. Bahwa usaha ini membuahkan hasil sudah tersaksikan dari kenyataan bahwa saat ini tidak ada satu disiplin ilmu di dunia––betapa pun maju, muskil, mutakhir dan mendalam kecanggihannya––yang komunikasi teknisnya baik untuk mengikuti perkembangan kemajuan, keperluan penulisan artikel ilmiah, maupun buat penyusunan disertasi doctor, yang tidak dapat dilakukan dengan Bahasa Indonesia. Ini dimungkinkan karena jumlah kosakata Bahasa Indonesia telah meningkat dengan sangat pesatnya, seperti terlihat dari kandungan lema Kamus Umum Bahasa Indonesia karya W.J.S. Purwadarminta terbitan tahun 1953 yang hanya berjumlah sekitar 22.000 kemudian berhasil dimekarkan menjadi lebih dari 90.000 lema dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa yang diterbitkan pada tahun 2008. Selain itu di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa sekarang sudah tersedia sekitar 405.000 istilah resmi Bahasa Indonesia yang berhasil dipungut dan diserap dari bahasa asing serta dibuatkan padanannya berdasarkan ketentuan-ketentuan Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang disepakati bersama oleh negara-negara anggota Majelis Bahasa Brunei Darussalam, Indonesia, dan Malaysia (MABBIM).

Sejalan dengan itu, puluhan kamus dwibahasa baik yang menyangkut pelbagai bahasa daerah dan Bahasa Indonesia maupun bahasa asing juga sudah berhasil disusun dan diterbitkan. Di beberapa provinsi kajian dan pendokumentasian tata bahasa bahasa daerahnya masing-masing telah berhasil pula dbukukan, seringkali disertai dengan perekaman khazanah kesusastraan dan kekayaan budaya yang dimilikinya. Karena Undang-Undang Republik Indonesia 24/ 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan secara gamblang mewajibkan pemerintah daerah masing-masing untuk mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa daerahnya, maka ke depan kegiatan ini dipastikan akan lebih tertangani secara mapan. Dengan demikian diharapkan bahwa bahasa daerah akan dapat tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan masyarakat sebagai bagian integral kekayaan budaya bangsa Indonesia seperti dikehendaki oleh undang-undang. Beberapa pemerintah daerah memang sudah terlihat aktif menggalakkan kegiatan pakar wilayahnya untuk menyiapkan kamus bahasa daerah masing-masing sebagai pintu masuk dalam memulai karya besar untuk mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan juga budaya kebanggaan daerahnya.

Prioritas pada penyusunan kamus umum bahasa diyakini merupakan pilihan langkah yang sangat tepat untuk menjadikan Bahasa Indonesia dan bahasa daerah terkait bisa berfungsi sepenuhnya dalam mendukung terlaksanakannya kehidupan

4 masyarakat Indonesia berbangsa dan bernegara. Kita harus bersyukur bahwa setahap demi setahap sarana dan peralatan berbahasa makin dilengkapi, sehingga misalnya Bahasa Indonesia sekarang sudah memiliki tesaurus, yang seperti diungkapkan sebelumnya (Rifai 1997) memang sangat dibutuhkan untuk memungkinkan para cerdik cedekiawan Indonesia mampu berkarya secara maksimum untuk mengekspresikan diri sepenuhnya untuk berkomunikasi dalam bidangnya masing- masing. Walaupun yang sudah tersedia dalam Bahasa Indonesia baru berupa kamus sinonim, antonim, hiponim, dan meronim sehingga belum merupakan khazanah kata- kata yang disusun atau terpetakan dalam tabulasi kategori konsep seperti dicontohkan oleh Dr Peter Mark Roget penciptanya, kedua tesaurus (Endarmoko 2006, Pusat Bahasa 2009) yang ada sudah lebih dari sekadar aur pengganti rotan. Selanjutnya kamus-kamus istilah juga sudah banyak disusun orang sesuai dengan tuntutan keperluan dan kemajuan bidang ilmunya masing-masing.

Sekalipun demikian masih dirasakan bahwa segenap kiat pengembangan bahasa beserta kemajuan teknologi mutakhir kebahasaan yang sudah umum dimanfaatkan orang di negara-negara maju belum sepenuhnya disediakan untuk dimanfaatkan seluasluasnya guna membantu dicapainya hasil penegmbangan dan pembinaan bahasa yang maksimum. Korpus bahasa yang sudah umum dipergunakan dalam menyusun kamus di negara maju, misalnya, terkesan masih belum atau kurang mendapat perhatian sebagaimana mestinya untuk meningkatkan kemudahan para pemakai Bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dan berkarya. Oleh karena itu, berikut ini akan dikupas keperluan membangun korpus sebagai salah satu sarana penyusunan kamus babon Bahasa Indonesia yang diidamidamkan.