• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

2. KPPTR (SL) = PMSL POPRIL Dimana :

KPTTR (SL) = KPPTR berdasarkan sumberdaya lahan

POPRIL = Populasi riil ternak ruminansia tahun tersebut (ST) 3. KPPTRSK = d. KK- POPRIL

KPPTRSK =

4. KPPTR Efektif = KPPTR (SL), jika KPPTR(SL) < KPPTR (KK) Kapasitas peningkatan populasi ternak berdasarkan tenaga ke luarga

d * = jumlah satuan ternak yang dapat dipelihara satu keluarga petani

KK = Banyaknya kepala keluarga petani peternak

5. KPPTR Efektif = KPPTR (KK), jika KPPTR(KK) < KPPTR (SL)

KPPTR efektif ditetapkan sebagai kapasitas peningkatan populasi ternak rumina ns ia di suatu wilayah tertentu, yaitu KPPTR (SL) atau KPPTR (KK) yang mempunyai nilai lebih kecil atau dengan kata lain KPPTR yang berlaku sebagai kendala efektif (binding constraint).

KPPTR untuk kabupaten dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut: n

KPPTR Ef, =

KPPTR Efi i = 1

i = 1,2,3,……..n

KPPTR Ef : KPPTR efektif untuk kabupaten KPPTR Efi : KPPTR efektif untuk kecamatan

3. Analisis Swot dilakukan terhadap data hasil observasi untuk merancang strategi pengembangan sapi potong. Perumusan strategi pengembangan usaha harus mengikuti tiga proses kegiatan, antara lain identifikasi faktor internal dan eksternal, analisis faktor internal dan eksternal, serta perumusan strategi terbaik (Rangkuti 1999).

4. Analisis faktor internal dan eksternal dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa matriks. Matrik ini berupa perpaduan antara faktor-faktor

strenghts (kekuatan), weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang), dan

Threats (ancaman), sehingga tersusun berikut :

Fakor internal Faktor eksternal STRENGHTS (S) Faktor-faktor kekuatan 1. ... 2. ... WEAKNESSES (W) Faktor-faktor kelemahan 1. ... 2. ... Opportunities (O) Faktor-faktor peluang 1. ... 2. ... STRATEGI (SO) Menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI (WO) Mengatasi kelemahan untuk memanfaatkan peluang THREATS (T) Faktor-faktor ancaman 1. ... 2. ... STRATEGI (ST) Menggunakan kekuatan dan menghindari ancaman STRATEGI (WT)

Mengatasi kelemahan dan menghindari ancaman

Keterlibatan dan masukan dari peternak dan pihak terkait tetap diperlukan dalam tahap analisis ini, dan hasilnya akan disosialisasikan secara intensif pada semua stakeholder yang terlibat.

Hasil analisis dari data yang diperoleh dan SWOT digunakan untuk merumuskan model yang aplikatif melibatkan komponen-komponen utama dan potensial untuk pengembangan sapi potong di Kabupaten Sumedang. Perumusan model akan melibatkan semua stakeholder yang terkait seperti Pemda, LSM, Perguruan Tinggi, Pemodal (Bank, swasta), masyarakat peternak melalui diskusi kelompok dan seminar untuk memperoleh masukan dari berbagai pihak terhadap rancangan model.

5. Proyeksi pengembangan sapi potong pada dua pola pemeliharaan dengan asumsi teknis dan ekonomis selama kurun waktu lima tahun.

II Perumusan Model Usaha Sapi Potong

Berdasarkan data yang diperoleh pada tahap I, dirumuskan model usaha sapi potong berbasis sumberdaya lokal yang berkelanjutan di Kabupaten Sumedang. Penentuan jumlah responden sebagai sampel, dilakukan dengan “Simple Random Sampling” yaitu sebesar 10-15 persen dari total peternak sapi yang ada dari setiap lokasi terpilih (Arikunto, 1989).

Terpilih 45 responden yang terdiri atas : 1. Kecamatan Ujungjaya, 25 reponden; 2, Kecamatan Situraja, 20 responden;

Kriteria responden yang diwawancara pada penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) pernah mengikuti program sapi bantuan pemerintah (2) memiliki sapi betina induk minimal dua ekor, (3) memiliki lahan usaha tani. Kriteria lainnya adalah sistem pemeliharaan dengan cara dikandangkan dan digembalakan, sudah melakukan kegiatan produksi sapi potong lebih dari satu tahun, da n pe rnah menjual ternak sapi yang diusahaka nnya. Disamping melakukan usaha ternak sapi potong, petani peternak tersebut juga melakukan kegiatan usaha tani tanaman pangan.

Analisis Model Usaha Ternak Sapi Potong

Analisis data bertujuan untuk memperkirakan/memperhitungkan besarnya efek kuantitatif dari pe ruba han suatu kejadian (Supranto 2001). Dalam analisis ini akan diketahui pe ngaruh pe ruba han kuantitatif input atau kombinasi inp ut yang paling mempengaruhi output. Untuk memperkirakan/meramal nilai dari variabel Y, maka akan diperhitungkan variabel- variabe l (X) lain ya ng turut mempengaruhi Y. Analisis yang digunakan untuk mengukur respons pengunaan sapi potong tersebut adalah sebagai berikut :

Fungsi produksi Cobb-Douglas dengan model :

Y

= a. X

0 bo

.X

1 b1

.X

2 b2

.d

b3

...X

n

Y :out put hasil

bn

X0,X1 ....Xn : input (faktor produksi)

d : Variabel dummy

Ukuran respons usaha sapi potong ini dapat diukur dari besaran konstanta (a,b1, ....bn) dari masing- masing faktor produksi. Penjumlahan nilai a,b1, ....bn akan menentuka n posisi fungsi produksi tersebut (Soekartawi 2003).

Keadaan Umum Wilayah

Kabupaten Sumedang secara administratif memiliki luas wilayah 152 220 ha atau 1 522.2 km2, terdiri atas 26 kecamatan yang tersebar di selur uh wilayah Propinsi Jawa Barat. Wilayah ini terletak pada Garis Meridian 70 50’ Bujur Barat, 680 45’ Bujur Timur, 1023’ Lintang Selatan da n 1043’ Lintang Utara. Dengan topografi bervariasi dari dataran rendah, berbukit sampai pegunungan. Jarak ke kota propinsi sekitar 35 km dapat ditempuh dalam waktu 2 jam, sedangkan ke Ibu Kota Jakarta berjarak sekitar 200 km dan dapat ditempuh dalam waktu 4 jam. Wilayah Kabupaten Sumedang mempunyai bentuk topografi yang bervariasi mulai dari datar, berbukit sampai bergunung. Rincian luas wilayah berdasarkan ketinggian tempat dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabe l 5 Luas wilayah Kabupaten Sumeda ng berdasarkan ketinggian tempat

No Kelompok Ketinggian Luas (Ha) Persentase (%) 1. 25 – 50 meter dpl 5 858.05 3.85 2. 51 – 75 meter dpl 5 673.54 3.73 3. 76 – 100 meter dpl 7 294.82 4.79 4. 101 – 500 meter dpl 66 564.55 43.73 5. 501 – 1001 meter dpl 49 364.21 32.43 6. > 1001 meter dpl 17 464.78 11.47 Jumlah 152 220.00 100.00 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang 2010

Data pada Tabe l 5 memperlihatkan bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Sumedang berada pada ketinggian 100-500 meter dpl. Kondisi ini sangat berpotensi untuk menyediakan hijauan pakan dengan cukup, sesuai dengan pendapat (Haryanto 2004), bahwa hijauan pakan ternak dengan kualitas baik dan mengandung serat kasar yang cukup cocok tumbuh pada daerah dengan –daerah dengan ketinggian antara 250-600 meter dpl, jenis hijauan yang tumbuh pada ketinggian < 100 meter dpl umumnya mengandung serat kasar yang tinggi dengan kandungan air rendah dan sebaliknya pada ketinggian > 750 meter dpl,

memiliki kandungan air cukup tinggi sehingga berpeluang menimbulkan gejala kembung perut (bloat).

Data curah hujan dan temperatur tahun 2009, sebagaimana di wilayah seluruh Indo nesia, Kabupaten Sumedang memiliki dua musim yaitu musim hujan (Oktober-Juni) dengan curah hujan 998-6500 mm/tahun dan musim kemarau (Juli-September) dengan curah hujan 286-1300 mm/tahun. Temperatur udara berkisar antara 16oC sampai dengan 30oC, atau rata-rata 23o

Gambar 6 Jumlah curah hujan selama Tahun 2009 (BPS 2010)

C, sedangkan kelembaban udara berkisar antara 60%- 80% atau rata-rata 70% (BPS Kabupaten Sumedang 2010). Kondisi tersebut sangat cocok untuk penyediaan tanaman pakan ternak secara cukup da n berke lanjutan.

Gambar 6 menunjuka n ba hwa curah hujan tertinggi bulan Nopember – Mei, dan pada saat tersebut peluang untuk penyediaan pakan ternak menjadi aspek yang perlu diperhatikan. Untuk mengant isipasi saat curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni–Oktober. Pada saat tersebut biasanya hijauan sumber pakan dan limbah pertanian sulit diperoleh karena kondisi tanah umumnya mengering dan hijauan mati, kecuali pada beberapa daerah dimana masih terdapat aliran sungai atau dekat dengan sumber air sehingga hijauan masih tumbuh.

Kondisi curah hujan ini sangat berpengaruh terhadap ketersediaan pakan terutama hijauan dan limbah pertanian, dimana pada saat musim penghujan

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 Ja n u ar i P e br ua ri M a re t A p ri l Me i Juni Ju li A g us tus S e p te m b e r O k to b e r N o p e mb e r D e se m b e r 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Jumlah Curah Hujan (mm)

ketersediaan pakan cukup melimpah, sedangkan pada saat musim kemarau sebagian besar lahan pertanian kering sehingga produksi limbah pertanian akan berkurang. Ketersediaan pakan yang terbatas pada bulan kering sangat berpengaruh terhadap pengembangan usaha ternak. Populasi ternak akan berkurang dan petani akan menyesuaikan jumlah ternak yang dipelihara dengan ketersediaan hijauan yang ada, sebagai langkah antisipasi terhadap kekurangan pakan.

Populasi penduduk di Kabupaten Sumedang pada tahun 2010 adalah 1 150 187 j iwa terdiri atas 575 698 orang pria dan 574 489 wanita dengan tingkat kepadatan 755.61 jiwa/km2

No

, dengan tingkat angkatan kerja cukup tinggi.

Tabe l 6 Kompo sisi penduduk be rdasarka n kelompok umur Kelompok Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. 0 – 14 306 399 26.39 2. 15 – 55 719 096 62.52 3. > 55 136 872 11.09 Jumlah 1 150 187 100.00

Sumber : BPS Kabupaten Sumedang (2010)

Jumlah pe nduduk berusia produktif di Kabupaten Sumedang menduduki persentase tertinggi yaitu 62.52 %. Sebagian besar bekerja pada sector pertanian, yaitu sebesar 45.35% (332 499 orang), pegawai/karyawan 32.16% (235 792 orang), dan profesi lainnya lainnya sebesar 22.49%. Keberhasilan suatu usaha peternakan diantaranya dipengaruhi oleh umur peternak, tingkat pendidikan, dan pengalaman beternak. Sebagian peternak responden berumur 15-55 tahun, sisanya 11.09% berumur 55 tahun. Umur produktif petani merupakan salah satu faktor penting dalam usaha budidaya ternak potong karena membutuhkan fisik yang kuat dan sehat.

Keikutsertaan seseorang dalam suatu kegiatan erat kaitannya dengan pengetahuan, motivasi dan partisipasi. Adanya pengetahuan pada peternak tentang budidaya dan peluang usaha peternakan itu akan melahirkan perilaku dan sikap positif terhadap kegiatan usaha peternakan. Kemudian motivasi yang ada pada peternak akan memberikan dorongan apakah ia akan melakukan kegiatan itu dengan sungguh-sungguh atau tidak.

Sistem Pengg unaa n Lahan

Berdasarkan tataguna lahan, luas dan jenis penggunaan lahan di Kabupaten Sumedang: sawah 33 672 ha (22.48%) dan darat 118 548 ha (77.52%). Luas dan jenis penggunaan lahan di Kabupaten Sumedang disajikan pada Tabel 7.

Tabe l 7 Luas da n jenis penggunaan lahan di Kabupaten Sumedang

Jenis Penggunaan Luas (ha) Persentase (%)

Sawah 33 277 22.48 Pekarangan 11 421 7.72 Tegal/kebun 35 250 23.82 Ladang/huma 6 956 4.70 Padang rumput 1 319 0.89 Hutan rakyat 12 663 8.56 Hutan negara 42 502 28.72 Perkebunan 3 947 2.67

Rawa, kolam, tidak ditanami Lain- lain 663 4 222 0.45 2.85 Total 152 220 100.00

Sumber : BPS Kabupaten Sumedang 2010

Berdasarkan tataguna lahan tersebut pada Table 7, Kabupaten Sumedang sangat berpeluang menghasilkan hijauan makanan ternak dan limbah pertanian sebagai lahan yang dapat menyediakan pakan ternak. Seperti hutan Negara yang proporsinya mencapai 28.72% masih belum termanfaatkan hijauannya terutama dibawah tegakan tanaman keras. Sampai saat ini belum ada kerjasama antara Perhutani dengan Dinas Peternakan dalam pengelolaan potensi hijauan di lahan perkebunan atau hutan.

Penyediaan hijauan pakan sebagaian besar diperoleh dari lahan garapan seperti sawah, ladang, kemudian dari hutan. Penyediaan hijauan tersebut sangat dipengaruhi oleh musim. Pada musim penghujan hijauan pakan sangat melimpah terutama pada saat musim tanam padi dan palawija sedangkan pada musim kemarau hanya sebagian kecil wilayah di Kabupaten Sumedang yang berkontribusi terhadap penyediaan pakan ternak terutama daerah yang sumber airnya mencukupi. Gambaran ko ndisi ketersediaan paka n hijauan pada musim penghujan dan kemarau di sajikan pada Gambar 7.

Data pada Gambar 7 menunjukkan bahwa produksi hijauan pada musim kemarau hanya sekitar 35-40 persen dari produksi hijauan saat musim penghujan. Dengan demikian memerlukan strategi dalam manajemen pengelolaan ternak saat musim hujan dan musim kemarau, serta manajemen pengelolaan sumber daya lahan pada saat musim penghujan dan pengawetan hijauan, serta melakukan perencanaan penanaman tanaman yang dapat berkontribusi dalam penyediaan hijauan pakan pada saat musim kemarau. Faktor lain yang menjadi pe nyebab menurunnya ketersediaan pakan adalah pergeseran lahan- lahan garapa n pe nghasil limbah pertanian. Pergeseran penggunaan lahan yang menjadi sumber produksi hijauan diantaranya sawah mengalami penurunan luas rata-rata sebesar 1.77 ha setiap tahunnya, akibatnya produksi jerami padi yang merupakan limbah pertanian menjadi berkurang sementara kebutuhan sebagai pakan ternak terutama pada musim kemarau cukup tinggi.

Penurunan produksi lahan dalam hal hijauan pakan ternak dari padang rumput dan pangonan sebesar rata-rata 0.76 ha/tahun, sangat berdampak pada budidaya sapi potong pola penggembalaan. Tabel 8 menunjukkan bahwa dalam jangka panjang tanpa upaya perbaikan akan mempercepat degradasi lahan dan penurunan produktivitas sapi potong.

160.589 ST 57.770 ST - 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000 160.000 180.000 Hujan Kemarau Musim

Tabe l 8 Penggunaan lahan di Kabupaten Sumeda ng Tahun (2005-2009)

No Jenis Lahan Luas (Ha) Penurunan

Ha/tahun 2005 2009 1 Sawah 42 122 33 277 1.77 2 Pekarangan 11 923 11 421 0.10 3 ladang/Kebun 46 941 35 250 2.34 4 Hutan 46 150 42 502 0.73 5 Padang rumput 5 127 1 319 0.76

Sumber : Hasil pengolahan data (2010)

Pergeseran fungsi lahan garapa n menjadi pe mukiman dan fungs i lain telah mengurangi ketersediaan pakan ternak ruminansia. Dalam kurun lima tahun terakhir total lahan garapan (sawah, ladang dan pekarangan) berkurang 23.41 % atau sekitar 4.7 % per tahun. Sehingga terjadi penurunan ketersediaan hijauan dan limbah sebagai sumber pakan ternak (Tabel 8; Gambar 8).

Kondisi ini mendorong peternak untuk berupaya menanam jenis rumput dan sumber hijauan tersedia dalam rangka memenuhi kebutuhan pakan ternak. Sebagaimana pernyataan Preston and Leng (1987), dibutuhkan suatu pola yang jelas antara ketersediaan rumput, leguminosa, jerami padi serta limbah pertanian lainnya sehingga suplai pakan dapat berlangsung secara berkesinambungan. Pola suplai ini sangat terkait dengan fluktuasi curah hujan di daerah tersebut.

Hutan Lahan Garapan 0 20 40 60 80 100 120 2005 2010 46,15 42,502 106,113 81,267

Hutan Lahan Garapan

POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN

Dokumen terkait