• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kegiatan kritik teks lisan merupakan suatu langkah untuk memberikan penilaian atau evaluasi terhadap teks, dengan cara meneliti, membandingkan teks satu dengan teks yang lainnya, serta menentukan teks yang paling baik untuk dijadikan bahan suntingan (Basuki,2004:39). Kegiatan kritik teks ini kemudian diberlakukan pada teks hasil wawancara dengan beberapa informan berkaitan dengan cerita PAL. Terdapat lima teks lisan yang didapatkan dari proses wawancara yaitu teks lisan dari Hj.Kaliyem (70 th), Besus Yunanto (45 th), Sarji (82 th), Sucipto (75 th), dan Runtah (80 th).

Langkah-langkah kritik teks yang dilakukan dengan mengadopsi langkah kritik teks yang dilakukan oleh Basuki (2004:39) yaitu ; 1) pembacaan teks; 2) deskripsi teks; 3) perbandingan teks; 4) penetapan teks; 5) translasi teks; dan 6) penyuntingan teks.

1) Pembacaan Teks

Langkah pertama kegiatan kritik teks adalah pembacaan atas teks yang berhasil didapatkan dari masyarakat Desa Limbasari. Kegiatan pembacaan teks ini

menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana isi cerita, tokoh-tokoh dalam cerita, dan jalannya cerita.

2) Deskripsi Teks 2.1. Teks 1

Teks 1 didapat dari Kaliyem (70 th), pemilihan informan ini didasarkan atas pengetahuannya mengenai objek penelitian. Hasil wawancara menggunakan bahasa Jawa ngoko dialek Banyumas. Hasil observasi dan wawancara tidak terarah dengan masyarakat Desa Limbasari, dapat dikatakan bahwa Kaliyem merupakan salah satu warga Desa Limbasari yang dianggap mengerti mengenai cerita PAL . Pendapat ini diperkuat dengan pendapat dari Kaliyem yang mengatakan sudah ada beberapa peneliti yang datang kepadanya untuk menceritakan cerita PAL.

2.2. Teks 2

Teks 2 didapat dari Besus Yulianto (45 th), pemilihan informan ini didasarkan atas pengetahuannya mengenai objek penelitian. Hasil observasi dan wawancara tidak terarah dengan masyarakat Desa Limbasari, didapat hasil bahwa di tengah masyarakat Desa Limbasari, Besus dianggap mampu bercerita tentang cerita PAL. Pendapat dari masyarakat ini tidak terlepas dari pengaruh ayahnya, seseorang yang dituakan dan pernah menjabat sebagai carik desa (almarhum). Hasil wawancara dengan Besus Yulianto (45 th) menggunakan bahasa Jawa

ngoko dialek Banyumas. Berdasarkan hasil pembacaan teks 2 ini, didapatkan pengetahuan bahwa cerita yang dituturkan Besus paling lengkap dibandingkan dengan informan lainnya.

2.3. Teks 3

Teks 3 didapat dari Sarji. Pemilihan informan ini didasarkan atas umur, pendidikan, pengetahuan mengenai objek penelitian, dan agama. Sarji merupakan penduduk Desa Limbasari yang telah berumur 82 tahun dan dituakan oleh masyarakat Desa Limbasari. Kenyataan sehari-hari, Sarji dikenal sebagai orang tua yang taat beribadah. Sarji dipilih sebagai informan yang mewakili golongan tua yang taat beribadah (golongan santri). Teks hasil wawancara dengan Sarji tidak lengkap, hanya berupa potongan-potongan cerita dan pengetahuan mengenai sejarah keberadaan cerita PAL bagi masyarakat Desa Limbasari.

2.4. Teks 4

Teks 4 didapat dari Sucipto (75 th). Pemilihan informan ini didasarkan atas umur, pendidikan, kedudukan di masyarakat, dan pengetahuan mengenai objek penelitian. Teks hasil wawancara dengan Sucipto banyak memiliki kesamaan alur dengan cerita teks cetak. Sucipto mengaku pernah membaca teks cetak sehingga ia mampu bercerita.

2.5. Teks 5

Teks 5 didapat dari Runtah (80 th). Pemilihan informan ini didasarkan atas umur, agama, pendidikan, dan pengetahuannya mengenai objek penelitian.

Runtah merupakan penduduk Desa Limbasari yang tergolong berusia tua dan dikenal tidak tekun dalam menjalankan ibadah. Teks hasil wawancara dengan Runtah berisi potongan-potongan cerita PAL yang ditambah dengan informasi mengenai keberadaan cerita PAL bagi masyarakat Desa Limbasari yang beraroma mistis.

Deskripsi cerita PAL dari teks 1 sampai dengan teks 5 dapat dilihat pada bab identifikasi dan deskripsi teks lisan.

3) Perbandingan Teks

Cerita PAL sebagai sebuah folklor memiliki karekteristik yaitu disebarkan secara lisan. Penyebaran secara lisan ini menimbulkan adanya variasi cerita. Variasi bahkan versi cerita ini terjadi karena mengandalkan daya ingat pencerita. Daya ingat masing-masing pencerita berbeda-beda. Pencerita yang daya ingatnya kuat akan menuturkan cerita sesuai dengan apa yang didengarkannya oleh penutur cerita sebelumnya mendekati kesamaan dengan cerita yang diperolehnya. Sementara pencerita yang daya ingatnya kurang akan menuturkan cerita sesuai dengan apa yang diingatnya. Melalui proses lupa manusia, maka apa yang diingat masing-masing pencerita berbeda-beda. Berdasarkan hal ini maka kelima varian yang cerita PAL yang telah diperoleh dari penutur cerita selanjutnya dibandingkan, untuk melihat persamaan dan perbedaan dari masing masing-masing varian cerita.

Perbandingan dari 5 teks cerita lisan PAL dilakukan berdasarkan unsur-unsur pembangun teks tersebut. Teks cerita PAL pada hakikatnya adalah karya sastra, maka unsur pembangunnya adalah unsur-unsur intrinsik karya sastra.

Unsur-unsur intrinsik yang dapat dijadikan pembanding meliputi tema, plot, tokoh, latar, dan amanat.

Tabel 2 Perbandingan Teks Lisan PAL Perban-

dingan

Teks 1 Teks 2 Teks 3 Teks 4 Teks 5

Tema Kisah pendirian padepokan

Nimbasari dan kemundurannya

Kisah pendirian

padepokan Nimbasari dan kemundurannya

Kecantikan seorang Prawan Ayu

Kisah Pendirian Padepokan Nimbasari dan

kemundurannya

Kecantikan seorang

Prawan Ayu.

Plot Dimulai dari Kyai

Gandawesi yang terkenal, perjalanan Patrawisa dan Ketut Wlingi mencari ilmu, padepokan Nimbasari terkenal, kedatangan para bupati, pertempuran dengan Wlingi Kusuma dan

meninggalnya Dyah Wasiati

Dimulai dari perjalanan rombongan Gandawesi mencari lembah, mendirikan padepokan, padepokan Nimbasari terkenal, kedatangan para bupati, pertempuran dengan Wlingi Kusuma dan meninggalnya Dyah Wasiati

Terdapat seorang prawan ayu yang kesulitan mencari pasangan hidupnya dan meninggal karena tapa pendhem.

Dimulai dari perjalanan Kyai Gandiwesi membuka daerah untuk dijadikan pedesaan, mendirikan padepokan Nimbasari, pertarungan para bupati dengan Wlingi kusuma dan kematian Dyah Wasiati.

Terdapat seorang wanita cantik yang kesulitan mencari pasangan hidupnya

Tokoh Kyai Gandiwesi, Ketut

Wlingi, Patrawisa, Wlingi Kusuma, Dyah Wasiati, empat bupati

Kyai Gandawesi, Ketut Wlingi, Patrawisa, Wlingi Kusuma, Dyah Wasiati dan empat bupati

Prawan ayu Kyai Gandiwesi, Dyah

Wasiati, 2 orang abdi, Ketut Wlingi, dan para bupati

Prawan ayu

Latar Rajawana, Sungai, Pamujan,

Watutumpang, Gunung Nini, Padepokan Nimbasari, Bendungan Patrawisa

Sungai, Penisihan, Pamujan, Watutumpang, Gunung Nini, Padepokan Nimbasari, Bendungan Patrawisa, Sungai Wlingi

Limbasari Purbalingga, Rajawana,

Baleraksa, Banjarkerta, Limbasari, Desa Srandil.

Limbasari

Amanat Kecantikan dan kekuatan

seseorang dapat membawa malapetaka

Kecantikan dan kekuatan seseorang dapat membawa malapetaka

Kecantikan yang dimiliki seseorang dapat membawa malapetaka

Pengorbanan seseorang demi ketentraman desa

Larangan

memanjangkan rambut bagi perempuan Desa Limbasari

4) Suntingan Teks

Hasil dari perbandingan teks-teks lisan tersebut, dapat dikatakan bahwa teks lisan hasil penuturan Besus Yunanto merupakan teks lisan yang paling lengkap. Perbedaan-perbedaan dengan teks lisan dari informan yang lain tidak begitu menonjol, atas dasar hal-hal tersebut teks tuturan dari Besus Yunanto ini dijadikan suntingan akhir teks lisan cerita PAL. Suntingan akhir teks cerita PAL adalah sebagai berikut :

Neng jaman ganu ana rombongan sing nduwe maksud nggoleti lembah nggo ngadegna padepokan. Rombongan kuwe dipimpin Kyai Gandawesi, ditutke karo putrane Wlingi Kusuma lan Dyah Ayu Wasiati, uga bature Patrawisa lan Ketut Wlingi sing asale sekang Bali.

Critane, sewise mlaku pirang-pirang ndina, pirang-pirang taun, tekan neng pinggir kali utawa kedung. Jebule kali kuwe wingit banget, akeh setane. Ben teyeng tekan sebrang, gelem ora gelem kudu nyebrang kali kuwe. Kyai Gandawesi banjur semedi, nyuwun pituduh karo sing gawe urip, kepriwe carane ben teyeng nyingkirna setan-setan kuwe. Sewise semedi, Kyai Gandawesi akhire teyeng nyingkirna setan-setan maring sawijining panggonan. Neng Kyai Gandawesi, panggonan setan-setan pada nyingkir diarani Penisihan, sing asale sekang tembung nyisih utawa nyingkir. Kedung sing dilewati mau dijenengi kedung Belis, sing tegese kedung kuwe kali, belis kuwe setan, dadikedung belis artine kedung sing akeh setane. Panggonan nggo semedi diarani Pemujan, sekang tembung muja, muji tegese panggonan nggo muji. Akhire rombongan Kyai Gandawesi slamet nganti sebrang.tekan sebrang, rombongan kuwe mlebu maring gunung.

Neng gunung, panggonan sing sekirane pas kanggo ngadegna padepokan urung keton. Malahan Kyai Gandawesi bingung milih arah ngendi sing bener. Akhire, nganggo kesakten sing diduweni, Kyai Gandawesi ngunggahna watu sing ukurane gedhe banget ditumpuk dadi siji.Sewise ditumpuk, banjur Kyai Gandawesi munggah maring nduwur watu, ndeleng arah. Sekang nduwur watu, katon panggonan sing kirane pas, arahe ngetan ngalor. Nganti siki, petilasan watu sing ditumpuk esih ana, diarani Watutumpang. Asale tembung, watu sing tumpang-tumpangan.

Banjur Kyai Gandawesi serombongan nerusna mlakune.neng tengah dalan ketemu karo nini-nini. Karo nini-nini kuwe, Kyai gandawesi takon, arah ngendi sing kudu dipilih tekan panggonan ngisor gunung, sing sekirane pas nggo ngadegna padepokan. Sewise njawab pitakone Kyai Gandawesi , nini-nini kuwe ngilang mbuh maring ngendi. Kanggo ngemuti kedadean kuwe, Kyai Gandawesi ngarani gununge, nganggo jeneng Gunung Nini.

Sewise mlaku maning selawas-lawas, akhire tekan maring panggonan sing digoleti. Nanging panggonane wujude esih alas-alas. Kyai Gandawesi ngongkon karo bature Ptrawisa lan Ketut Wlingi mbabad alas kuwe mau, nganti teyeng nggo ngedegna padepokan kanggo nuntut ngelmu. Pas lagi gawe kali, ndilalah Patrawisa kepleset nganti seda. Panggonan Patrawisa seda, diarani bendungan Patrawisa utawa Patrawingsa. Kali sing wis dadi diarani Kali Wlingi nggo ngormati bektine Ketut Wlingi.

Sewise padepokan dadi, taun maring taun sengsaya tambah kesohor. Akeh banget wong-wong adoh pada teka kepengin merguru dadi muride Kyai Gandawesi. Padepokan kuwe dijenengneni Nimbasari, sing tegese nimba sari utawa nimba ngelmu. Tekan seprene aran Nimbasari dadi Limbasari, ndean anu salah ngomong.

Amarga padepokane kesohor, keluargane Kyai Gandawesi uga melu kesohor lewih-lewih putrine Kyai Gandawesi sing arane Dyah Ayu Wasiati, sing ayu banget tur alus budhine. Ora tanggung-tanggung akeh jejaka sing nduwe niat nglamar, nanging Dyah Wasiati gumune ora gelem tetep ora gelem nrima lamarane salah siji jaka sing teka. Nganti sewijining dina, teka bupati cacahe papat. Bupati-bupati kuwe uga kepengin nglamar Dyah Wasiati. Nrima lamarane wong papat, apa maning bupati-bupati, gawe Dyah Wasiati sekeluarga pada kaget tur bingung. Bupati-bupati kuwe asmane Wira Yuda, Wira Tenaya, Wira Taruna, lan Wira Praja. Dyah Wasiati bingung banget kepriwe carane milih salah sijine, ning nek milih uga wedi mbok liyane pada gela.

Ndeleng adhine kebingungen, Wlingi Kusuma ora tegel. Banjur ngusulna gawe sayembara adu kesakten. Sapa sing teyeng ngalahna dheweke, kuwe sing pantes dadi bojone adhine. Usulane Wlingi Kusuma mau dituruti kabehan bupati. Akhire ning dina sing wis ditetepna, Wlingi Kusuma karo ptang bupati gelut adu kesekten. Mergane Wlingi Kusuma ngelmu kanuragane dhuwur, ora ana siji-sijia bupati sing teyeng ngalahna dheweke.

Bupati papat dadi mangkel, jengkel banget karo Wlingi Kusuma, isin banget margane kalah. Akhire bupati-bupati mau pada rembugan, kepriwe carane ben teyeng ngalahna Wlingi Kusuma. Dalan siji-sijine ya kue ngroyok Wlingi Kusuma. Akhire Wlingi Kusuma dikroyok neng para bupati. Nanging Wlingi Kusuma tetp bae menang. Akhire bupati-bupati teyeng ngalahna Wlingi Kusuma nganggo dalan nugel-nugel awake Wlingi Kusuma ben ora teyeng nyambung lan ora nyenggol lemah. Akhire Wlingi Kusuma benar-bener sedha.

Sewise Wlingi Kusuma sedha, mergane dikroyok, Dyah Wasiati tambah bingung merga kangmase kalah ora ijen ning dikroyok, dadi ora bisa milih sing ndi sing dadi jodone. Dheweke ngakoni yen kangmase wis kalah, nanging dheweke uga ora bias milih. Dijukut papat-papate jelas ora mungkin. Akhire ben gawe bupate pada ora gela tur seneng, Dyah Wasiati ngejokna penyuwunan. Dheweke kepengin nyuwun pituduh maring Gusti Allah nganggo dalan tapa pendem. Tapa pendem kuwi tapa ning ngisor bumi, gampangane tapa dikubur nang jero lemah. Dheweke nyuwun digawekna luang nggo tapa. Bupati-bupati banjur manut karo penyuwunane Dyah Wasiati. Kanggo ngerteni yen Dyah Wasiati wis oleh pituduh apa urung, nganggo benang seler. Benang kuwe dicekel Dyah Wasiati sing sebelah trus sing sebelah maning metu maring njaba luangan.

Angger benang kuwe esih uget-uget tandhane urung olih pituduh, ning angger wis meneng tegese wis olih pituduh.nek wis meneng luangane oleh dibongkar.

Sewise dienteni pirang-pirang dina, akhire benange meneng. Bupati-bupati seneng banget, cepet-cepet luangane didudah. Nanging, sewise dibongkar, Dyah Wasiati malah wis kaku, sedha. Bupati-bupati mau pda getun banget, nyesel, ngrasa salah karo Dyah Wasiati sekeluarga.

Sewise kedadian kuwe, Kyai Gandawesi gawe larangan kanggo masyarakat padepokan Nimbasari. Mengko angger Nimbasari dadi negeri sing rakyate akeh tur makmur, aja ana prawan sing ayu, ayu banget ndawakna rambut nganti tekan ngisor dengkul. Dicritakna, Dyah Wasiati kuwe prawan sing ayu banget, rambute dawa apik banget tekan ngisor dengkul.

Dokumen terkait