• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS STRUKTUR, NILAI MORAL DAN MODEL PELESTARIAN CERITA RAKYAT PUTRI AYU LIMBASARI DI MADRASAH TSANAWIYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS STRUKTUR, NILAI MORAL DAN MODEL PELESTARIAN CERITA RAKYAT PUTRI AYU LIMBASARI DI MADRASAH TSANAWIYAH"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

79 BAB IV

ANALISIS STRUKTUR, NILAI MORAL DAN MODEL PELESTARIAN CERITA RAKYAT PUTRI AYU LIMBASARI

DI MADRASAH TSANAWIYAH

1. Kondisi Sosial Geografis Desa Limbasari

Terdapat hubungan yang erat antara kondisi geografis dengan kebudayaan yang dikembangkan oleh masyarakatnya. Masyarakat pesisir misalnya, terkenal dengan sifatnya yang lugas, terbuka, dan egaliter ternyata dipengaruhi oleh kondisi alamnya yaitu daerah pantai, yang bersifat terbuka. Demikian pula di daerah gurun yang panas, akan menghasilkan kebudayaan yang khas yang berbeda dengan kebudayaan di daerah yang beriklim dingin. Dalam konteks ini kebudayaan dipahami sebagai upaya adaptasi manusia atas dunianya. Pengertian semacam ini erat hubungannya dengan proses kelahiran karya sastra (khususnya sastra lama). Sastra adalah hasil dari kebudayaan yang di dalamnya tergambar pengetahuan rakyatnya (Ratri,2008:24).

Analisis kondisi sosial ini dilakukan untuk mengetahui kondisi empiris masyarakat yang memiliki cerita PAL, di mana teks tersebut lahir dan berkembang. Seperti yang tertuang pada bab tiga, bahwa proses ini perlu dilakukan mengingat karya sastra menurut Grebstain (Endraswara,2003: 92) baru dapat dipahami selengkap-lengkapnya apabila tidak dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan yang telah menghasilkannya. Sebab suatu karya sastra tidak lahir dalam kekosongan dan ketiadaan.

(2)

Berdasarkan hasil yang diperoleh melalui teknik observasi, pencatatan dokumen, dan wawancara, maka diperoleh data yang berkaitan dengan kondisi sosial geografis masyarakat Desa Limbasari, yang tergambarkan sebagai berikut.

1.1.Lingkungan Fisik

Desa Limbasari bagian dari Kecamatan Bobotsari, Kabupaten Purbalingga. Desa ini terletak di sebelah timur gunung Slamet, sekitar 15 km di sebelah utara kota kabupaten atau 5 km di sebelah utara kota kecamatan. Terdapat empat pedukuhan (wilayah dalam sebuah desa) yaitu dukuh Limbasari, dukuh Arjosari, dukuh Karang Joho, dan dukuh Sitrondol, dengan luas keseluruhan 221,179 ha. Desa Limbasari dilalui empat aliran sungai yaitu sungai Tuntunggunung, Blongising, Gadungan, dan sungai Plana. Oleh sebab itu kawasan ini dapat disebut sebagai daerah delta aliran sungai.

Desa Limbasari merupakan daerah delta yang subur, sehingga cocok untuk lahan pertanian. Komoditas utama bidang pertanian adalah padi, hampir 100% petani di desa Limbasari adalah petani padi. Komoditas lain adalah buah-buahan seperti mangga, rambutan, salak, duku, pisang, durian, dan nanas. Hasil perkebunan meliputi kelapa, kopi, dan cengkih. Selain itu terdapat juga hasil peternakan seperti sapi, kerbau, ayam, bebek, dan kambing. Sementara hasil sumber daya alam dari bahan galian tidak ditemukan di desa ini.

Secara geografis, Desa Limbasari berbatasan langsung dengan Desa Palumbungan di sebelah barat, Desa Pabuaran disebelah timur, Desa Banjarsari di sebelah selatan dan disebelah utara berbatasan langsung dengan hutan dan gunung

(3)

Plana. Hutan di sebelah utara desa, merupakan hutan milik perhutani yang banyak ditanamai pohon pinus. Hutan ini dimanfaatkan oleh penduduk desa dengan cara mbabad. Mbabad hutan dilakukan penduduk dengan terlebih dahulu ada izin dari pihak perhutani. Penduduk dapat memanfaatkan lahan hutan dengan bercocok tanam, sementara mereka membiarkan pohon-pohon milik perhutani untuk tetap hidup dan menjaganya. Hal ini menunjukan adanya simbiosis mutalisme antara pihak perhutani dengan penduduk. Penduduk mendapatkan hasil dari bercocok tanam, sedangkan perhutani mendapat keuntungan dengan terpeliharanya pohon-pohon mereka. Letaknya yang berbatasan langsung dengan hutan (gunung), maka jenis tipologi Desa Limbasari dapat dikategorikan menjadi desa sekitar hutan, dan tergolong sebagai daerah pedesaan (unurbanized village) karena wilayah ini jauh dari perkotaan.

Berdasarkan data sejarah, kawasan Desa Limbasari merupakan situs arkeologi. Banyak penelitian arkeologi dilakukan di daerah ini. Artefak yang berhasil ditemukan antara lain bungkal-bungkal batu rinjang sebagai bahan baku pembuatan beliung, bahan gelang, sisa bahan gelang, fragmen gelang, dan batu pukul. Hasil-hasil penemuan ini tersimpan di Sanggaluri Park, yang dijadikan kawasan wisata Pemerintah Kabupatan Purbalingga. Hasil-hasil penemuan tersebut menunjukan bahwa Desa Limbasari dulunya merupakan situs perbengkelan yang memproduksi kapak beliung dan gelang.

1.2.Lingkungan Sosial

Desa Limbasari termasuk kawasan Karesidanan Banyumas, oleh karena itu dalam keseharian penduduk Desa Limbasari menggunakan dialek

(4)

Banyumasan. Ciri khas dialek ini adalah pengucapan vocal [o] (diucapkan a) dan konsonan k, atau huruf-huruf seperti a-b-d-g-h-y-k-l-o-w diucapkan dengan mantap, tegas, dan lugas, tidak setengah-setengah atau terdengar ringan (Herusatoto,2008:122).

Status sosial di Desa Limbasari dibedakan menjadi dua, yaitu status sosial tinggi (kaum priyayi) dan rendah (wong alit) yang kebanyakan dilatar belakangi dari pekerjaan. Ada anggapan bahwa pegawai negeri, tokoh agama, dan pemuka masyarakat menempati status sosial tinggi/terhormat di masyarakat. Sebagian besar pegawai negeri di Desa Limbasari mempunyai kedudukan dalam pemerintahan desa, misalnya anggota BPD atau LKMD. Sedangkan orang yang dianggap mempunyai status sosial rendah adalah mereka yang bekerja sebagai buruh, penderes gula kelapa, dan pekerjaan-pekerjaan kasar lainnya.

Dilihat dari tingkat kesejahteraan, tidak semua yang berstatus sosial tinggi adalah orang kaya. Mereka rata-rata menempati kondisi perekonomian menengah ke atas. Orang yang berstatus sosial rendah biasanya menempati perekonomian menengah ke bawah. Namun demikian, pada kenyataannya banyak orang yang berstatus sosial rendah memiliki tingkat perekonomian yang tinggi. Biasanya orang-orang ini mempunyai anggota keluarga yang bekerja di kota besar. Hal ini mengakibatkan stratifikasi sosial, priyayi dan kaum alit sifatnya terbuka. Artinya mobilitas dari wong alit ke dalam golongan priyayi mungkin terjadi.

Secara umum tingkat kesejahteraan masyarakat tergambar dalam tabel berikut.

(5)

Tabel 1

Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

Kondisi Jumlah Persentase (%)

Keluarga prasejahtera 237 24,92

Keluarga sejahtera I 223 23,45

Keluarga sejahtera II 313 32,91

Keluarga sejahtera III 169 17,77

Keluarga sejahtera III plus 9 0,94

Sumber : Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa, 2010

Berdasarkan tingkat kesejahteraan penduduk, persentasi tertinggi adalah keluarga sejahtera II yaitu 32,91%, diikuti keluarga prasejahtera 24,92%, keluarga sejahtera I 23,45%, keluarga sejahtera III 17,77%, dan keluarga sejahtera III plus 0,94%. Berdasarkan persentase ini, dapat dikatakan bahwa masyarakat Desa Limbasari masih banyak yang belum sejahtera. Keadaan ini mengakibatkan adanya perbedaan status sosial pada masyarakat.

Perbedaan tingkat status sosial masyarakat Desa Limbasari pada realitas empiris kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlalu berpengaruh pada interaksi antar anggota masyarakat. Hubungan antar individu terjalin akrab, seluruh penduduk desa saling mengenal. Hal ini disebabkan mobilitas penduduk yang rendah. Migrasi penduduk hanya terjadi karena perkawinan atau sanak keluarga yang pulang kampung setelah merantau. Menurut Ibu Kaliyem seorang sesepuh di Desa Limbasari bahwa sebagian besar penduduk usia produktif pergi merantau ke kota, sehingga ketika hari raya datang mereka pulang bersama-sama. Maka tidak heran jika hari raya di Desa Limbasari akan terlihat meriah, khususnya untuk hari

(6)

raya Idul Fitri. Sementara untuk pendatang dari luar yang bermaksud menetap di Desa Limbasari jarang terjadi.

Berdasarkan hasil wawancara tak terarah dengan informan yang sama didapat keterangan bahwa kehidupan masyarakat Desa Limbasari umumnya mengikuti norma-norma kehidupan manusia pada umumnya, dan aturan kehidupan sosial masyarakat pedesaan. Sanksi berupa gunjingan masyarakat akan diterima bagi mereka yang melakukan kesalahan atau melanggar norma-norma kehidupan.

Kegiatan kemasyarakatan masih kental dengan kegotong-royongan. Seperti halnya untuk kebersihan desa dilakukan dengan sitem kerigan (sistem gotong royong tanpa mendapat upah). Ketika seorang warga akan membangun rumah, untuk pembuatan galian pondasi pun dilakukan kerigan, sehingga akan meringankan bagi orang yang akan membangun rumah. Hal ini kemudian bergilir kepada orang yang akan membangun rumah berikutnya. Kegiatan kerigan ini dilakukan tanpa adanya paksaan dan tidak ada upah sedikitpun, hanya mereka biasanya mendapat makan dan minum yang disediakan yang punya rumah.

Berdasarkan hasil observasi, pencatatan dokumen dan wawancara dengan Sekretaris Desa bernama Edi Prasojo di kediamannya pada 5 Maret 2011 diperoleh data mengenai profil desa tahun 2010 yang berkaitan dengan penduduk, pendidikan, keagamaan, dan mata pencaharian yang dapat penulis sampaikan berikut ini.

(7)

1) Penduduk

Berdasarkan data profil desa tahun 2010, penduduk Desa Limbasari berjumlah 3.611 jiwa terdiri dari 1.811 laki-laki dan 1.800 perempuan. Perincian lebih lanjut adalah penduduk berumur 0-5 tahun berjumlah 346 jiwa, 6-14 tahun berjumlah 571 jiwa, 15-55 tahun berjumlah 2.064 jiwa, dan di atas 55 tahun berjumlah 630 jiwa. Dari jumlah penduduk 3.611 terbentuk 951 keluarga, artinya satu keluarga rata-rata terdiri 3-4 orang. Hal ini mengindikasikan bentuk keluarga yang umum adalah keluarga kecil dengan 1-2 orang anak yang dimiliki oleh sepasang suami istri. Data penduduk dalam penelitian ini perlu dijelaskan, sebab berkaitan dengan eksistensi manusia, yang dapat digunakan untuk menghitung angka kelahiran (fertilitas), angka kematian (mortalitas), jumlah penduduk usia sekolah, jumlah penduduk usia tenaga kerja, dan migrasi penduduk yang dapat berpengaruh pada situasi sosial dan ekonomi.

2) Pendidikan

Berdasarkan data statistik tingkat perkembangan desa, diperoleh data persentase tingkat pendidikan sebagai berikut (dari umur 5 tahun ke atas), jumlah penduduk tamat Perguruan Tinggi 0,64%, D1-D3 0,82%, SLTA 10,65%, SLTP 14,30%, SD 54,48%, dan jumlah penduduk yang tidak tamat dan belum tamat SD 16,47%, sedangkan presentase penduduk yang divonis buta huruf 2,6%.

Selanjutnya , dari jumlah keseluruhan penduduk sebesar 3.611 jiwa terdapat 559 jiwa berada pada usia sekolah (7-15 tahun). Data yang tercatat

(8)

pada daftar isian tingkat perkembangan desa, terdapat selisih antara anak usia sekolah dengan anak usia sekolah yang masih bersekolah yaitu sejumlah 25. Selisih tersebut menunjukan bahwa terdapat 25 anak yang seharusnya masih mengenyam pendidikan tetapi tidak mendapatkannya.

Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa taraf kehidupan intelektual masyarakat dan cara pandang masyarakat terhadap pendidikan masih belum tinggi. Meskipun menurut Sekretaris Desa Limbasari setiap tahun kemajuan di bidang pendidikan di Desa Limbasari mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Bahan perbandingan dengan kondisi tersebut, di Desa Limbasari tersedia fasilitas pendidikan Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar Negeri, Madrasah Ibtidaiyah, dan Sekolah Menengah Pertama.

3) Keagamaan

Berdasarkan laporan tingkat desa teridentifikasi bahwa seluruh masyarakat Desa Limbasari menganut agama Islam. Tempat ibadah seperti masjid dan mushola hampir terdapat di setiap dukuh. Kegiatan keagamaan berjalan rutin, seperti tahlilan, pengajian dan yasinan. Sebagian besar masyarakat merupakan kaum nahdiyin,, meskipun ada juga paham yang lain namun tidak berpengaruh besar terhadap kehidupan keagamaan di Desa Limbasari.

Sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Yana MH. dalam bukunya Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa mengatakan bahwa berdasarkan keagamaan, orang Jawa dibedakan atas dua kelompok yaitu jawa kejawen dan Santri, maka kedua golongan inipun terdapat di Desa Limbasari. Jawa

(9)

kejawen, sering disebut kaum abangan yang dalam kesadaran cara hidupnya ditentukan oleh tradisi Jawa pra-Islam ini biasanya diikuti oleh kaum priyayi. Sedangkan kaum santri adalah kaum yang memahami dirinya sebagai orang Islam atau orientasinya yang kuat terhadap agama Islam dan berusaha untuk hidup menurut ajaran Islam.

4) Mata Pencaharian

Mata pencaharian utama penduduk Desa Limbasari adalah bertani, yaitu bersawah, berladang, berkebun, dan beternak. Berdasarkan data isian potensi desa, dari total penduduk yang bekerja, sebesar 61,98% bergerak di sektor pertanian (dengan perincian petani 28,9%, buruh tani 21,36%, dan peternak 11,69%).

Penyebutan petani dan buruh tani ini didasarkan pada kepemilikan tanah pertanian. Penduduk yang memiliki tanah pertanian dan bekerja dilahan pertaniannnya disebut petani. Sedangkan penduduk yang tidak mempunyai tanah pertanian, tetapi bekerja dilahan pertanian disebut buruh tani. Seorang buruh tani adalah orang yang bekerja di sawah mengerjakan tanah orang lain. Pekerjaan yang dilakukan adalah mencangkul, menanam padi, menyiangi rumput dan memanen. Kemunculan buruh tani ini disebabkan oleh sistem pertanian yang berjalan di Desa Limbasari. Seorang petani yang memiliki lahan pertanian luas biasanya membagi tanah garapannya kepada buruh tani dengan sistem bagi hasil.

(10)

Ada dua macam cara bagi hasil yang dijalankan petani di Desa Limbasari yaitu sistem maro dan mertelu. Menurut Badrun (52 th) seorang buruh tani di Desa Limbasari mengatakan bahwa:

“ jenenge wong maro kue angger sawah siji dibagi wong loro, sing due sawah ora udu apa-apa, bibit, pupuk, pokoke kabeh ditanggung sing nggarap. Mengko nek wis panen hasile dibagi loro pada akehe.

(yang namanya sistem maro adalah sawah satu dibagi dua orang, orang yang mempunyai sawah tidak ikut andil dalam proses penggarapan sawah, baik pupuk, bibit padi, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses penggarapan ditanggung oleh penggarap (pihak yang tidak mempunyai tanah/buruh). Nanti apabila panen hasilnya dibagi dua sama banyak).

“Sejen maning mertelu, angger mertelu, wong sing due sawah ngetokna biaya, nyediani pupuk, bibit, obat semprot lan lia-liane. Wong singgarap mung nggarap tok. Nek panen hasile dibagi telu. Sepertelune kanggo sing nggarap, sing due tanah oleh rong pertelune.”

(lain lagi untuk mertelu, kalau mertelu, orang yang mempunyai sawah mengeluarkan biaya, menyediakan pupuk, bibit, obat hama dan lain-lainnya. Penggarap hanya menggarap sawah saja. Jika penen hasilnya dibagi menjadi tiga. Sepertiga untuk penggarap dan duapertiga untuk yang memiliki sawah.

Selain bertani, penduduk Desa Limbasari bekerja sebagai pedagang, penderes gula kelapa, pegawai negeri, sopir, montir, tukang dan “nelayan”. Khusus yang dimaksud nelayan disini adalah nelayan untuk mencari ikan tawar di sungai, karena Desa Limbasari bukan merupakan daerah pantai sehingga jauh dari laut. Berdasarkan data ini maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat desa Limbasari masih bergantung pada alam.

(11)

2. Identifikasi dan Deskripsi Teks Lisan

Melalui teknik wawancara dan perekeman diperoleh teks lisan PAL. Teks lisan ini diperoleh dari beberapa informan yang telah dipilih dan diseleksi. Kriteria pemilihan informan yang digunakan mengadopsi apa yang disampaikan Ratri (2008:37) bahwa untuk memperoleh teks lisan perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut; 1) pengetahuan informan mengenai cerita PAL , 2) kedudukan informan dalam masyarakat, 3) pendidikan, dan 4) usia. Informan. Berdasarkan kriteria ini, yang dipilih antara lain adalah ; Kaliyem (70 th), Sucipto (75 th), Momot Prabowo (49 th), Besus Yunanto (45 th), Edi Prasojo (47th), Sarji (82 th), Runtah (80 th) dan Mahtum (81 th).

Informan yang dipilih tersebut kemudian diwawancarai berkaitan dengan cerita PAL. Teknik wawancara yang diterapkan yaitu menggunakan teknik terarah dan tidak terarah. Khusus untuk wawancara tidak terarah proses wawancara seperti perbincangan biasa. Hal ini untuk menghindari jarak antar peneliti dengan informan, sehingga diharapkan terjadi keakraban dan akhirnya informan tidak canggung untuk memberikan semua informasi yang terkait dengan cerita PAL. Untuk wawancara terarah prosesnya menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun peneliti. Penggunaan pedoman wawancara ini tidak bersifat kaku, artinya dilakukan secara fleksibel disesuaikan dengan kondisi dan situasi baik saat wawancara maupun dengan kondisi informan, sehingga wawancara dapat berjalan sesuai dengan harapan peneliti.

Untuk kelengkapan data teknik perekaman digunakan saat wawancara. Namun demikian, ada beberapa informan yang menolak untuk menggunakan

(12)

sarana ini. Teknik lain yang gunakan untuk kepentingan kelengkapan data teks digunakan teknik bola salju (snowball) yaitu bahwa proses wawancara tidak terbatas pada informan-informan yang telah disebutkan di atas, namun dapat dilakukan wawancara dengan informan-informan lain untuk kelengkapan data.

Setelah proses pengumpulan data melalui teknik wawancara, diperoleh lima varian teks lisan cerita PAL . Kelima varian ini diperoleh melalui proses penyimpulan dari seluruh informan yang telah diwawancarai, dengan memperhatikan perbedaan dan kesamaan cerita serta kelengkapan cerita. Kelima varian cerita PAL tersebut akan penulis sampaikan berikut ini.

Teks 1

Secara garis besare kue angger nang buku Babad Purbalingga, abad 17 sing kraton Mataram ana wong kang Ngerum wong sekti, cara siki carane ya arep ngode, terus diwei tugas kon mbangun desa dari Mataram getul Rajawana, tekan Limbasari. Kuwe nek menurut Babad Purbalingga. Ning, nek Putri Ayu Limbasari dimulai sekang cerita Kyai Gandiwasi. Kyai sing terkenal tekan pulau Bali, sehingga ana pemuda loro sekang bali sing jenenge Ketut Wlingi Karo Patrawisa arep nggolet elmu. Pemuda kue kangelan arep nyabrang kali Klawing, ning kedung ana suara-suara sing ora genah. Terus pemuda loro memuja njaluk petunjuk. Akhire tempat sing nggomuja di arani desa Pamujan. Kedunge di arani kedung Belis.

Terus wong loro mlaku nglanjutna laku, terus tekan punthuk sing nggo ndeleng desa Limbasari, lha ning kono munggah watu tumpuk. Tempate kue di jenengi desa Watutumpang. Mlaku ngetan ketemu nini-nini, takon sing jenenge desa Limbasari endi, terus dijawab kue ngisor, akhire nggone dijenengi gunung Nini.

Nyong wektu kue esih bocah sekolah ana cungkub kuburan. Mungkin kuburane putri ayu. Terus ceritane Ketut Wlingi karo Patarawisa diterima dadi muride Kyai Gandiwesi. Terus kon gawe bendungan cara siki irigasi. Nang kono Patrawisa apes kepleset ninggal. Dadi tempate bendungan mau diarani bendungan Patrawisa. Ketut Wlingi akhire ditukna, dipet mantu karo anake Kyai Gandiwasi sing jenenge Dyah Wasiati eh udu biyunge. Ketut Wlingi lan anake Kyai Gandiwesi due anak loro sing jenenge Wlingi Kusuma sing sekti banget lan Dyah Wasiati sing ayu banget. Saking ayune terkenal nang ngendi-ngendi.

Akhir ana adipati papat sing nglamar, ning nglamare bareng. Akhire Dyah Wasiati kue bingung dasare para adipati kue ya sekang Solo kancane kakine jane ya wis tua. Akhire Wlingi Kusuma nganakna sayembara, sapa sing teyeng ngalahna Wlingi Kusuma dadi bojone adine. Ning jalaran sekti oranana

(13)

sing ngalahna Wlingi Kusuma. Akhire Wlingi Kusuma dikroyok rame-rame ning adipati papat mau. Dadine Wlingi Kusuma kalah, awake dipotong-potong, di pendem pisah-pisah. Sikile kue dipendem ning jenenge lemah jejekan. Kue mbiyen jamane aku sekolah nek mlaku nganah men ora kesel sikile kudu njejek lemah kue.

Weruh kakange mati Dyah Wasiati tambah bingung. Ora mungkin deweke ntrima salah siji adipati mau. Apa maning para adipati mau wis matine kakange. Jane ya Dyah Wasiati ora seneng maring adipati papat mau. Enggane milih salah sijine ya sing liane ora terima. Akhire Dyah Wasiati nembung maring wong tuane arep njaluk wangsit. nganggo tapa pendem. Akhire Dyah Wasiati mati.

Terjemahan Bahasa Indonesia

Secara garis besarnya jika di buku Babad Purbalingga, pada abad 17 ada sesorang dari Keraton Mataram ada seseorang dari daerah Ngerum seorang yang sakti. Kalau sekarang ya mau mencari pekerjaan. Terus diberi tugas untuk membangun desa dari Mataram sampai ke Rajawana, sampai ke Limbasari. Itu kalau menurut Babad Purbalingga. Tetapi kalu Putri Ayu Limbasari dimulai dari cerita Kyai Gandiwesi. Kyai yang terkenal sampai Pulau Bali. Sehingga ada dua orang pemuda dari Bali yang bernama Ketut Wlingi dan Patrawisa akan mencari ilmu. Dua pemuda itu kesulitan akan menyebrang sebuah sungai bernama sungai Klawing. Di sungai tersebut terdengar suara-suara aneh yang tidak jelas. Kemudian, pemuda tersebut berdoa untuk meminta petunjuk. Akhirnya tempat untuk berdoa di namakan Pamujan, sedangkan sungai tersebut dinamakan Kedung Belis.

Kemudian kedua pemuda tersebut melanjutkan perjalanan. Sampai pada sebuah bukit yang digunakan untuk melihat desa Limbasari. Di tempat tersebut pemuda tadi naik pada batu yang ditumpuk. Tempat tersebut dinamakan Watutumpang. Berjalan kearah timur, ketemu dengan seorang nenek, kemudian

(14)

bertanya kepada nenek tersebut yang namanya desa Limbasari letaknya di mana. Kemudian oleh nenek tersebut dijawab itu di bawah bukit. Tempat tersebut kemudian dinamakan Gunung Nini.

Saya waktu itu masih anak sekolah, ada cungkup makam, mungkin ya kuburannya Putri Ayu. Kemudian ceritanya Ketut Wlingi dan Patrawisa diterima menjadi murid Kyai Gandiwesi. Kemudian mendapat tugas untuk membuat bendungan kalau sekarang ya irigasi. Di tempat itu Patrawisa mengalami musibah terpeleset dan akhirnya meninggal. Jadi tempat bendungan tersebut dinamakan bendungan Patrawisa. Ketut Wlingi dijodohkan dengan anak dari Kyai Gandiwesi yaitu Dyah Wasiati, eh bukan tapi ibunya. Ketut Wlingi dan anaknya Kyai Gandiwesi kemudian mempunyai dua orang anak. Bernama Wlingi Kusuma yang mempunyai kesaktian yang tinggi, dan Dyah Wasiati yang mempunyai paras cantik jelita. Kecantikannya sampai terkenal kemana-mana.

Akhirnya datang empat orang bupati yang hendak melamar secara bersamaan. Hal ini membuat Dyah Wasiati menjadi bingung. Pada dasarnya para bupati tersebut dari Solo dan merupakan teman kakeknya dulu. Jadi ya sudah tua. Akhirnya Wlingi Kusuma mengadakan sayembara. Barang siapa yang dapat mengalahkan dirinya, itu yang menjadi jodoh adiknya. Tetapi karena kesaktiannya tidak ada yang dapat mengalahkan Wlingi Kusuma. Akhirnya Wlingi kusuma dikeroyok rame-rame oleh empat bupati tadi. Wlingi Kusuma akhirnya kalah, tubuhnya dipotong-potong dan dikuburkan secara terpisah. Kakinya di kubur di sebuah tempat yang bernama Lemah Jejekan. Itu dulu ketika saya masih sekolah kalau ke tempat tersebut supaya tidak capek harus menginjak tempat itu.

(15)

Melihat kakanya meninggal Dyah Wasiati semakin bingung. Tidak mungkin dirinya menerima salah satu dari keempat bupati tersebut. Apalagi keempat bupati itu telah membunuh kakaknya. Sebenarnya Dyah Wasiati tidak suka terhadap keempat bupati tersebut. Seandainya memilih salah satunya, maka yang lainnya tidak akan bisa menerima. Akhirnya Dyah Wasiati memohon kepada orang tuanya untuk meminta petunjuk dengan jalan tapa pendem. Akhirnya Dyah Wasiati meninggal dunia.

Teks 2

Neng jaman ganu ana rombongan sing nduwe maksud nggoleti lembah nggo ngadegna padepokan. Rombongan kuwe dipimpin Kyai Gandawesi, ditutke karo putrane Wlingi Kusuma lan Dyah Ayu Wasiati, uga bature Patrawisa lan Ketut Wlingi sing asale sekang Bali.

Critane, sewise mlaku pirang-pirang ndina, pirang-pirang taun, tekan neng pinggir kali utawa kedung. Jebule kali kuwe wingit banget, akeh setane. Ben teyeng tekan sebrang, gelem ora gelem kudu nyebrang kali kuwe. Kyai Gandawesi banjur semedi, nyuwun pituduh karo sing gawe urip, kepriwe carane ben teyeng nyingkirna setan-setan kuwe. Sewise semedi, Kyai Gandawesi akhire teyeng nyingkirna setan-setan maring sawijining panggonan. Neng Kyai Gandawesi, panggonan setan-setan pada nyingkir diarani Penisihan, sing asale sekang tembung nyisih utawa nyingkir. Kedung sing dilewati mau dijenengi kedung Belis, sing tegese kedung kuwe kali, belis kuwe setan, dadi kedung belis artine kedung sing akeh setane. Panggonan nggo semedi diarani Pemujan, sekang tembung muja, muji tegese panggonan nggo muji. Akhire rombongan Kyai Gandawesi slamet nganti sebrang. tekan sebrang, rombongan kuwe mlebu maring gunung.

Neng gunung, panggonan sing sekirane pas kanggo ngadegna padepokan urung keton. Malahan Kyai Gandawesi bingung milih arah ngendi sing bener. Akhire, nganggo kesakten sing diduweni, Kyai Gandawesi ngunggahna watu sing ukurane gedhe banget ditumpuk dadi siji. Sewise ditumpuk, banjur Kyai Gandawesi munggah maring nduwur watu, ndeleng arah. Sekang nduwur watu, katon panggonan sing kirane pas, arahe ngetan ngalor. Nganti siki, petilasan watu sing ditumpuk esih ana, diarani Watutumpang. Asale tembung, watu sing tumpang-tumpangan.

Banjur Kyai Gandawesi serombongan nerusna mlakune.neng tengah dalan ketemu karo nini-nini. Karo nini-nini kuwe, Kyai Gandawesi takon, arah ngendi sing kudu dipilih tekan panggonan ngisor gunung, sing sekirane pas nggo ngadegna padepokan. Sewise njawab pitakone Kyai Gandawesi , nini-nini kuwe ngilang mbuh maring ngendi. Kanggo ngemuti kedadean kuwe, Kyai Gandawesi ngarani gununge, nganggo jeneng Gunung Nini.

(16)

Sewise mlaku maning selawas-lawas, akhire tekan maring panggonan sing digoleti. Nanging panggonane wujude esih alas-alas. Kyai Gandawesi ngongkon karo bature Ptrawisa lan Ketut Wlingi mbabad alas kuwe mau, nganti teyeng nggo ngedegna padepokan kanggo nuntut ngelmu. Pas lagi gawe kali, ndilalah Patrawisa kepleset nganti seda. Panggonan Patrawisa seda, diarani bendungan Patrawisa utawa Patrawingsa. Kali sing wis dadi diarani Kali Wlingi nggo ngormati bektine Ketut Wlingi.

Sewise padepokan dadi, taun maring taun sengsaya tambah kesohor. Akeh banget wong-wong adoh pada teka kepengin merguru dadi muride Kyai Gandawesi. Padepokan kuwe dijenengneni Nimbasari, sing tegese nimba sari utawa nimba ngelmu. Tekan seprene aran Nimbasari dadi Limbasari, ndean anu salah ngomong.

Amarga padepokane kesohor, keluargane Kyai Gandawesi uga melu kesohor lewih-lewih putrine Kyai Gandawesi sing arane Dyah Ayu Wasiati, sing ayu banget tur alus budhine. Ora tanggung-tanggung akeh jejaka sing nduwe niat nglamar, nanging Dyah Wasiati gumune ora gelem tetep ora gelem nrima lamarane salah siji jaka sing teka. Nganti sewijining dina, teka bupati cacahe papat. Bupati-bupati kuwe uga kepengin nglamar Dyah Wasiati. Nrima lamarane wong papat, apa maning bupati-bupati, gawe Dyah Wasiati sekeluarga pada kaget tur bingung. Bupati-bupati kuwe asmane Wira Yuda, Wira Tenaya, Wir Taruna, lan Wira Praja. Dyah Wasiati bingung banget kepriwe carane milih salah sijine, ning nek milih uga wedi mbok liyane pada gela.

Ndeleng adhine kebingungen, Wlingi Kusuma ora tegel. Banjur ngusulna gawe sayembara adu kesakten. Sapa sing teyeng ngalahna dheweke, kuwe sing pantes dadi bojone adhine. Usulane Wlingi Kusuma mau dituruti kabehan bupati. Akhire ning dina sing wis ditetepna, Wlingi Kusuma karo patang bupati gelut adu kesekten. Mergane Wlingi Kusuma ngelmu kanuragane dhuwur, ora ana siji-sijia bupati sing teyeng ngalahna dheweke.

Bupate papat dadi mangkel, jengkel banget karo Wlingi Kusuma, isin banget margane kalah. Akhire bupati-bupati mau pada rembugan, kepriwe carane ben teyeng ngalahna Wlingi Kusuma. Dalan siji-sijine ya kue ngroyok Wlingi Kusuma. Akhire Wlingi Kusuma dikroyok neng para bupati. Nanging Wlingi Kusuma tetep bae menang. Akhire bupati-bupati teyeng ngalahna Wlingi Kusuma nganggo dalan nugel-nugel awake Wlingi Kusuma ben ora teyeng nyambung lan ora nyenggol lemah. Akhire Wlingi Kusuma benar-bener sedha.

Sewise Wlingi Kusuma sedha, mergane dikroyok, Dyah Wasiati tambah bingung merga kangmase kalah ora ijen ning dikroyok, dadi ora bisa milih sing ndi sing dadi jodone. Dheweke ngakoni yen kangmase wis kalah, nanging dheweke uga ora bias milih. Dijukut papat-papate jelas ora mungkin. Akhire ben gawe bupate pada ora gela tur seneng, Dyah Wasiati ngejokna penyuwunan. Dheweke kepengin nyuwun pituduh maring Gusti Allah nganggo dalan tapa pendem. Tapa pendem kuwi tapa ning ngisor bumi, gampangane tapa dikubur nang jero lemah. Dheweke nyuwun digawekna luang nggo tapa. Bupati-bupati banjur manut karo penyuwunane Dyah Wasiati. Kanggo ngerteni yen Dyah Wasiati wis oleh pituduh apa urung, nganggo benang seler. Benang kuwe dicekel Dyah Wasiati sing sebelah trus sing sebelah maning metu maring njaba luangan.

(17)

Angger benang kuwe esih uget-uget tandhane urung olih pituduh, ning angger wis meneng tegese wis olih pituduh.nek wis meneng luangane oleh dibongkar.

Sewise dienteni pirang-pirang dina, akhire benange meneng. Bupati-bupati seneng banget, cepet-cepet luangane didudah. Nanging, sewise dibongkar, Dyah Wasiati malah wis kaku, sedha. Bupati-bupati mau pda getun banget, nyesel, ngrasa salah karo Dyah Wasiati sekeluarga.

Sewise kedadian kuwe, Kyai Gandawesi gawe larangan kanggo masyarakat padepokan Nimbasari. Mengko angger Nimbasari dadi negeri sing rakyate akeh tur makmur, aja ana prawan sing ayu, ayu banget ndawakna rambut nganti tekan ngisor dengkul. Dicritakna, Dyah Wasiati kuwe prawan sing ayu banget, rambute dawa apik banget tekan ngisor dengkul.

Terjemahan Bahasa Indonesia;

Pada zaman dahulu kala, terdapat serombongan orang yang bertujuan mencari lembah untuk mendirikan sebuah padepokan. Mereka adalah Kyai Gandawesi beserta dua putranya, Wlingi Kusuma dan Dyah Ayu Wasiati, dan dua orang pembantunya Patrawisa dan Ketut Wlingi yang berasal dari Bali.

Dikisahkan, setelah sekian lama mengembara sampailah mereka di tepian sungai. Sungai tersebut sangat angker. Banyak makhluk halus berdiam di sungai tersebut. Agar dapat menyeberang, mau tidak mau mereka harus terjun kesungai. Karena keangkeran sungai tersebut Kyai Gandawesi melakukan semedi memohon petunjuk kepada Yang Maha Kuasa agar dapat menyingkirkan makhluk halus tersebut. Dengan izin Allah, setan-setan tersebut dapat disingkirkan ke sebuah tempat. Kyai Gandawesi menamakan tempat menyingkirnya setan-setan tersebut dengan nama Penisihan, yang artinya tempat untuk menyisih atau menyingkir. Sementara tempat Kyai Gandawesi semedi diberi nama Pamujan yang berarti tempat untuk memuja. Sungai yang mereka lewati diberi nama Kedung Belis, kedung berarti sungai, dan belis berarti setan. Kedung Belis berarti

(18)

sungai yang banyak setannya. Akhirnya mereka berhasil menyeberang sungai dengan selamat dan sampailah mereka pada sebuah bukit.

Di bukit tersebut, lembah yang mereka cari belum juga kelihatan. Kyai Gandawesi ingin melihat arah mana yang harus dituju untuk sampai kesebuah lembah. Dengan menggunakan kesaktian dan kekuatan yang dimiliki, menaikan batu berukuran raksasa untuk landasan tempat ia melihat arah. Dari atas batu inilah terlihat sebuah lembah yang terletak di arah timur laut dari tempatnya berdiri. Kemudian tempat ini diberi nama Watu Tumpang yang berarti batu yang tumpang tindih.

Di tengah perjalanan menuju lembah tersebut, mereka bertemu dengan seorang nenek. Kyai Gandawesi kemudian bertanya kepada nenek tersebut, tentang arah mana yang harus ditempuh ke lembah untuk mendirikan sebuah padepokan. Setelah menjawab pertanyaan, nenek tersebut menghilang. Untuk mengenang kejadian tersebut Kyai Gandawesi memberi nama bukit tempat bertemu dengan nenek tersebut dengan nama Gunung Nini yang berarti gunung nenek.

Setelah berjalan berhari-hari, sampailah mereka ke lembah yang dituju. Di lembah tersebut mereka mendirikan padepokan untuk menyebarkan ilmu. Pada waktu itu, lembah masih berupa hutan belantara. Kyai Gandawesi memerintahkan kepada dua orang pembantunya untuk membuka hutan sampai dapat digunakan untuk menetap. Pada saat kedua pembantunya yang bernama Patrawisa dan Ketut Wlingi membuat irigasi untuk mengairi lembah, Patrawisa jatuh terpeleset dan meninggal dunia. Tempat meninggalnya Patrawisa ini sampai sekarang bernama

(19)

Patrawisa atau Patrawingsa. Hasil saluran irigasi berupa aliran sungai dinamakan Sungai Wlingi untuk menghormati jasa Ketut Wlingi.

Dari tahun ketahun, padepokan yang dipimpin Kyai Gandawesi semakin terkenal. Banyak orang yang datang untuk berguru ilmu kanuragan dan ilmu pengetahuan. Padepokan tersebut diberi nama Nimbasari, yang artinya menimba sari (ilmu). Nama Nimbasari kemudian berubah menjadi Limbasari. Tidak hanya padepokan saja yang terkenal, tetapi putri Kyai Gandawesi yang bernama Dyah Ayu Wasiati juga sangat terkenal dengan kecantikan parasnya dan kehalusan budinya. Tidak sedikit para pemuda yang datang hendak mempersunting Dyah Ayu Wasiati. Namun demikian lamaran para pemuda selalu ditolak oleh Dyah Ayu Wasiati.

Pada suatu waktu, datanglah empat orang bupati bersama-sama dengan maksud mempersunting Dyah Ayu Wasiati. Empat bupati tersebut adalah; Bupati Wirayuda, Bupati Wiratenaya, Bupati Wirataruna, dan Bupati Wirapraja. Lamaran keempat bupati ini membuat Dyah Ayu Wasiati menjadi bingung. Ia tidak mungkin memilih kempat-empatnya dan apabila salah satu dipilih maka yang lain akan kecewa dan marah.

Melihat keresahan yang dialami Dyah Ayu Wasiati, Wlingi Kusuma sebagai kakak tidak tega melihatnya. Ia menawarkan jalan keluar dengan membuat sayembara. Sayembara tersebut berbunyi barang siapa yang mampu mengalahkannya, ia berhak mempersunting Dyah Ayu Wasiati. Sayembara tersebut kemudian disetujui oleh Dyah Ayu Wasiati dan keempat bupati tersebut. Pertempuran antara Wlingi Kusuma dan para bupati pun dimulai. Namun karena

(20)

Wlingi Kusuma sangat sakti, maka tidak satu pun bupati yang sanggup mengalahkannya. Hal ini membuat resah para bupati. Mereka akhirnya sepakat untuk mengalahkan Wlingi Kusuma dengan jalan mengeroyoknya. Meskipun dikeroyok empat bupati Wlingi Kusuma tetap tak terkalahkan. Ia mempunyai kesaktian bahwa apabila ia mati kemudian jasadnya menyentuh tanah maka ia dapat hidup kembali. Melihat kondisi ini, para bupati kemudian memotong-motong tubuh Wlingi Kusuma yang saat itu mati agar tidak dapat bersatu lagi.

Potongan-potongan tubuh Wlingi Kusuma kemudian, dibawa oleh para bupati. Bagian lambung yang dalam bahasa Jawa dinamakan bumbung dibawa bupati Wiratenaya ke kadipatennya di Penisihan. Namun dalam perjalanan bumbung itu akhirnya dikubur, karena Wiratenaya tidak tahan membawa lambung yang terus bergerak-gerak. Tempat untuk menguburkan lambung tersebut diberi nama Palumbungan yang diambil dari nama bumbungan.

Bagian anggota tubuh Wlingi Kusuma berupa kepala dibawa Bupati Wirapraja ke daerah Tlahab dan dikuburkan di daerah tersebut. Tempat untuk menguburkan kepala Wlingi kusuma ini diberi nama Siregol, yang berarti sirah gigal atau kepala jatuh. Kaki Wlingi kusuma dibawa Bupati Wirayuda ke arah utara yaitu daerah Karang Jambu dan dikuburkan di tempat tersebut. Daerah ini kemudian diberi nama Lemah Jangkar. Alat kelamin Wlingi Kusuma juga dikuburkan didaerah tersebut. Dengan cara demikian akhirnya Wlingi Kusuma benar-benar tewas.

Setelah Wlingi Kusuma tewas, kalah dalam pertempuran karena kelicikan para bupati, Dyah Ayu Wasiati semakin bingung. Kekalahan kakaknya

(21)

bukan oleh seorang bupati melainkan oleh keempat bupati tersebut. Sebagai seorang berbudhi mulia Dyah Ayu Wasiati mengakui kekalahan kakaknya dalam sayembara, tetapi ia tidak dapat memilih dari keempat bupati tersebut untuk menjadi suaminya.

Untuk mengatasi hal ini, Dyah Ayu Wasiati kemudian mengajukan permohonan. Untuk menentukan siapa yang akan dipililih sebagai suaminya, ia akan memohon petunjuk kepada Yang Maha Kuasa dengan jalan tapa pendhem (bertapa di dalam tanah). Ia kemudian meminta dibuatkan sebuah lobang untuk tempat bertapa. Permohonan akhirnya dapat diterima oleh para bupati. Untuk mengetahui apakah Dyah Ayu Wasiati sudah dapat petunjuk atau belum, maka digunakan seutas tali yang dipegang Dyah Ayu Wasiati bagian ujung dan bagian ujung yang lain menjulur keluar lobang bertapa. Apabila tali tersebut masih bergerak-gerak, maka manandakan Dyah Ayu Wasiati belum mendapat petunjuk. Apabila tali sudah diam tak bergerak menandakan Dyah Ayu Wasiati sudah dapat petunjuk dan lobang tempat bertapa dapat dibongkar.

Setelah ditunggu oleh para bupati, akhirnya tali tersebut diam tak bergerak. Melihat hal ini dengan cepat para bupati membongkar lobang tempat Dyah Ayu Wasiati melakukan tapa pendhem. Para bupati semakin berharap bahwa dirinya lah yang akan terpilih untuk menjadi suami Dyah Ayu Wasiati. Namun setelah lobang dibongkar, betapa terkejutnya keempat bupati melihat jazad Dyah Ayu Wasiati yang telah terbujur kaku di dalamnya. Melihat kejadian ini para bupati menyadari kekeliruannya. Mereka sangat menyesal dan merasa bersalah kepada Dyah Ayu Wasiati dan keluarganya.

(22)

Setelah peristiwa menyedihkan tersebut, Kyai Gandawesi membuat larangan atau arahan kepada masyarakat Nimbasari pada saat itu, bahwa apabila nanti padepokan ini tambah maju, jika ada perempuan Nimbasari yang cantik jangan terlalu cantik, dan tidak boleh memanjangkan rambutnya melebihi lutut. Hal ini karena Dyah Ayu Wasiati diceritakan berambut panjang sampai lutut. Teks 3

Ceritane perawan ayu meniko intine, wonten lare estri ingkang ayu sanget, dilamar ning katah pemuda. Saking katahe, perawan ayu dados bingung. Wong siji ko’ dilamar wong akeh, mbok bingung? Lajeng perawan ayu niku nyuwun didamelaken luangan, carane arep tapa pendem. Mbuh kepripun, ya mbuh nguja napa mboten, perawan ayu niku gole tapa, sesampunipun dibuka sampun seda.

Nggih duko tapaniku namung kangge jalaran, saking bingunge dados carane bunuh diri, nggih duko kepripun. Niku mung carios thok, leres mbotene nggih duko. Nanging niku, riyin pas jamane Londo. Londo-londo niku sami hormat sanget kalih pesareane perawan ayu. Nggih rumiyin kathah ingkang sami ngantos sujud-sujud kados nyembah, Londo-londo niku. Lajeng rumiyin nggih wonten tiang-tiang ingkang sami datheng ning pesareane perawan ayu niku. Nggih werni-werni tujuane, wonten sing mung ziarah, wonten sing nyuwun macem-macem. Niku riyin pas malem Jumat kliwon kalih Slasa kliwon, niku mesthi rame. Malah kathah tiang saking pundi-pundi sami ngantos sare teng mriku. Sesampune zaman kamardikan pesareane perawan ayu niku, nggih duko kepripun sampun mboten wonten ingkang nekani malih.

Terjemahan Bahasa Indonesia

Ceritanya Perawan Ayu itu intinya, ada anak perempuan yang sangat cantik dilamar banyak laki-laki. Karena banyaknya, perawan ayu menjadi bingung. Perempuan satu kok dilamar banyak laki-laki ya jadi bingung. Kemudian Perawan Ayu meminta dibuatkan lubang dalam tanah untuk bertapa didalam tanah.

Tidak tahu bagaimana, apakah memang benar-benar sengaja atau tidak, Perawan Ayu itu, setelah tempat bertapa dibongkar ternyata ia telah meninggal.

(23)

Tidak tahu apakah bertapa hanya menjadi alasan baginya, karena sangat bingung menghadapi keadaan sehingga bunuh diri, atau memang tidak sengaja.

Namun dulu, sewaktu zaman Belanda, orang-orang Belanda menunjukan sifat hormat pada makam Perawan Ayu. Dahulu banyak yang sampai bersujud di hadapan Perawan Ayu. Dulu juga banyak orang yang berdatangan ke makam Perawan Ayu untuk berziarah, ada yang hanya berziarah, ada juga yang mempunyai maksud permintaan yang bermacam-macam. Ziarah semacam itu, dulu sering terjadi sewaktu malam Jumat Kliwon dan malam Selasa Kliwon. Sewaktu malam-malam tersebut, makam Perawan Ayu ramai. Banyak orang yang datang dari jauh sengaja datang untuk berziarah. Setelah zaman kemerdekaan, tidak tahu apa sebabnya sudah tidak ada lagi yang mengunjunginya.

Teks 4

Nalika jaman semanten, wonten salah satunggaling senopati saking kerajaan Mataram ingkang mlajar datheng tlaltah Purbalingga. Ingkang didherek aken abdinipun kalih. Senopati wau ingkang asma Kyai Gandiwesi. Wonten ing Purbalingga senopati wau lajeng nyiaraken agami Islam saking satunggaling dusun maring satunggaling dusun kalian mbikak wana dados dusun, antawisipun dusun Rajawana, Baleraksa, Banjarkerta, Buara, ngantos dumugi datheng dusun Limbasari. Ingkang sewau dereng name dusun Limbasari, nanging sebab senopati wau ngedegaken padepokan wonten ing Limbasari. Padepokan wau ngantos kondang ing pundi kemawon. Sahingo kathah piantun ingkang sami datheng padepokan wau sami nimba ngilmu. Akhire dados diwastani desa Nimbasari. Ingkang ateges nimba Ilmu. Namung, sa, meniko terkenalipun dados desa Limbasari.

Trus wonten nem-neman saking Bali asma Ketut Wlingi kalian Patrawangsa, badhe ngudi ngilmu datheng padepokan wau, ingkang dipun guruni ingih meniko Kyai Gandiwesi. Kyai Gandiwesi kagungan putro ingkang asmo Rumbiah. Ketut Wlingi dipun jodohaken kalian Rumbiah. Mbanjur kagungan putro kaliah inggih meniko Wlingi Kusuma kalian Dyah Wasiati.Wlingi Kusuma lare ingkang sekti sanget, dene Dyah Wasiati lare ingkang ayu sanget. Sehinggo padepokan Nimbasari sengsaya kondang.

Kathah bupati-bupati ingkang badhe nglamar kalian Dyah Wasiati. Namun, sebabipun ingkang nglamar kathah Dyah Wasiati bingung. Akhiripun Ketut Wlingi ngawontenaken sayembara, sinten ingkang saged ngalahaken Wlingi Kusuma inggih meniko ingkang saged ketampi jodhone Dyah Wasiati. Akhiripun

(24)

bupati-bupati wau sami bertanding, namung Wlingi Kusuma mboten saged dipun kalahaken. Akhiripun bupati-bupati wau ngroyok kalian Wlingi Kusuma. Namung raganipun sesampunipun dipethil-pethil saged gandeng malih. Akhiripun ragane Wlingi Kusuma dipun pothong-pothong dibekto bupati-bupati wau. Wonten ingkang mbekto astonipun, gembungipun, samparanipun, dipun kubur piambak-piambak.

Dyah Wasiati ngantos bingung, sebab kakangipun sampun dipun pejahi ko, adhinipun badhe nampi salah sawijine bupati. Akhiripun Dyah Wasiati nyuwun dipun damelakan luang kangge tapa. Kangge tenger dipun dekeki benang. Menawi benangipun teksih dipun tarik artinipun teksih gesang. Nanging manawi sampun mboten kenging ditarik artinipun sampun nilar. Antawis pitung dinten Dyah Wasiati wontening luang lajeng dipun tarik nanging mboten kenging. Akhiripun luangan dipun dhudhuk. Bupati kalian tiang sepahipun sami kaget antawisipun Dyah Wasiati sampun nilar. Para bupati sami kaget, sami kajogan, sami gumun dhene Dyah Wasiati ngorbanaken awakipun piambak kangge masyarakat. Amargi menawi Dyah Wasiati milih salah satunggaling bupati, mesti ndadosaken kawontenan mboten aman. Akhiripun tiang sepuhipun Dyah Wasiati kesah datheng sanesipun. Ingkang sa’meniko katelak desa Srandil ngantos seda wonten mrika.

Terjemahan Bahasa Indonesia

Pada zaman dahulu, ada salah satu senopati dari kerajaan Mataram, yang mengembara ke daerah Purbalingga diikuti oleh dua abdinya. Senopati itu bernama Kyai Gandiwesi. Di Purbalingga senopati tadi menyiarkan agama Islam dari satu desa ke desa yang lain, sekaligus membuka hutan menjadi desa, antara lain Desa Rajawana, Baleraksa, Banjarkerta, Buara sampai dengan Desa Limbasari.

Desa Limbasari dahulunya belum bernama Desa Limbasari, tetapi sebab senopati tadi mendirikan padepokan di Limbasari. Padepokan tadi terkenal dimana-mana, sehingga banyak orang yang datang kepadepokan untuk menimba ilmu. Akhirnya dinamakan Desa Nimbasari yang berarti Nimba(menuntut) ilmu. Tetapi sesudahnya terkenal dengan nama Desa Limbasari.

(25)

Kemudian ada pemuda dari Bali yang bernama Ketut Wlingi dan Patrawisa, ingin menimba ilmu di padepokan yang mempunyai guru besar yaitu Kyai Gandiwesi. Kyai Gandiwesi mempunyai anak yang bernama Rumbiah. Ketut Wlingi dijodohkan dengan Rumbiah yang akhirnya mempunyai putra dua yaitu Wlingi Kusuma dan Dyah Wasiati. Wlingi Kusuma tumbuh sebagai pemuda yang sangat sakti dan Dyah Wasiati tumbuh menjadi perempuan yang sangat cantik. Sehingga padepokan menjadi terkenal.

Banyak bupati datang untuk melamar Dyah wasiati. Akan tetapi karena yang melamar banyak Dyah Wasiati menjadi bingung. Akhirnya Ketut Wlingi mengadakan sayembara. Siapa yang dapat mengalahkan dirinya, dialah yang dapat diterima menjadi suami Dyah Wasiati. Akhirnya para bupati bertanding dengan Wlingi Kusuma. Karena Wlingi Kusuma sangat sakti tidak ada satupun bupati yang mengalahkannya. Akhirnya para bupati memutuskan untuk mengeroyok Wlingi Kusuma. Akan tetapi sampai badannya dipotong-potong Wlingi kusuma tetap dapat kembali hidup. Akhirnya tubuh Wlingi Kusuma dipotong-potong dan dibawa pergi. Ada yang membawa tangan, ada yang membawa lambung, ada yang membawa kaki, semuanya dikubur sendiri-sendiri.

Dyah Wasiati menjadi bingung. Kakaknya sudah dibunuh, sementara ia harus memilih salah satu yang membunuh kakaknya untuk dijadikan suami. Akhirnya Dyah Wasiati meminta dibuatkan lubang untuk bertapa. Sebagai tanda diberi benang. Apabila benang tersebut masih dapat ditarik, berarti masih hidup, tetapi apabila sudah tidak dapat ditarik berarti sudah meninggal.

(26)

Kurang lebih setelah tujuh hari Dyah Wasiati berada dalam tanah, lalu benang ditarik sudah tidak bisa. Akhirnya tempat bertapa dibongkar. Para bupati dan orang tua Dyah Wasiati sangat terkejut karena Dyah Wasiati sudah meninggal. Para bupati sangat kaget dan menyesal, mereka kagum sebab Dyah Wasiati mau mengorbankan dirinya untuk masyarakat. Seandainya Dyah Wasiati memilih salah satu dari bupati, pasti akan menjadikan keadaan tidak aman. Akhirnya orang tua Dyah Wasiati pergi, sampai ke Desa Srandil dan meninggal di sana.

Teks 5

Prawan Ayu niku kepripun nggih, critane kulo mboten ngertos. Nggih ngertine mung jerene wonten lare wadon ayu sanget. Jerene remone dhawa, kriting. Dhawane nganti sengisore dengkul. Jerene kuwi saking ayune ngantos mboten gadah jodho.

Mulane bocah Limbasari angger ana sing ayu aja dawakna remo dhawa-dhawa. Mbok nasibe kaya putri ayu kuwi. Jodone angel, angele ya kuwe akeh banget sing seneng nganti deweke bingung, ya kayane. Trus, putri ayu kuwi mati. Kuburane kae nang kidule kuburan legok. Lha kuburane kan, nang ngarepe Bu Pat. Kae ya, jerene angger pendak wengi ana sing weruh padhang-padhang senduwure kuburan kuwi. Mulane kayane siki anake Bu Pat dadi wong kabeh. Uripe sugih-sugih nang Jakarta. Ya ndean gara-gara prawan ayu kae, wong jerene ganu cok wadag ngeton ning ngarepe Bu Pat.

Terjemahan Bahasa Indonesia

Perawan Ayu itu bagaimana ya, ceritanya saya tidak tahu pasti. Setahu saya, katanya ada anak perempuan yang sangat cantik. Katanya rambutnya panjang dan keriting. Panjangnya sampai melebihi lutut. Katanya itu, karena sangat cantiknya samapai tidak mempunyai jodoh. Oleh karena itu, anak perempuan di Limbasari kalau ada yang cantik tidak boleh memanjangkan rambutnya. Takut kalau nasibnya sama dengan Putri Ayu itu. Jodohnya susah. Karena banyak yang suka sampai bingung. Kemudian Putri Ayu itu mati.

(27)

Kuburannya itu yang sekarang di selatan pekuburan Desa Limbasari legok. Makam Putri Ayu itu, berada di depan rumah Ibu Pat (Fatimah, salah satu penduduk di Desa Limbasari). Katanya setiap malam ada yang melihat cahaya di atas makam tersebut. Oleh karena itu, sekarang anak-anak Ibu Pat menjadi orang yang berhasil semua. Hidupnya menjadi orang kaya. Mungkin dulu Prawan Ayu sering kali menampakan diri di depan Ibu Pat.

3. Kritik Teks Lisan

Kegiatan kritik teks lisan merupakan suatu langkah untuk memberikan penilaian atau evaluasi terhadap teks, dengan cara meneliti, membandingkan teks satu dengan teks yang lainnya, serta menentukan teks yang paling baik untuk dijadikan bahan suntingan (Basuki,2004:39). Kegiatan kritik teks ini kemudian diberlakukan pada teks hasil wawancara dengan beberapa informan berkaitan dengan cerita PAL. Terdapat lima teks lisan yang didapatkan dari proses wawancara yaitu teks lisan dari Hj.Kaliyem (70 th), Besus Yunanto (45 th), Sarji (82 th), Sucipto (75 th), dan Runtah (80 th).

Langkah-langkah kritik teks yang dilakukan dengan mengadopsi langkah kritik teks yang dilakukan oleh Basuki (2004:39) yaitu ; 1) pembacaan teks; 2) deskripsi teks; 3) perbandingan teks; 4) penetapan teks; 5) translasi teks; dan 6) penyuntingan teks.

1) Pembacaan Teks

Langkah pertama kegiatan kritik teks adalah pembacaan atas teks yang berhasil didapatkan dari masyarakat Desa Limbasari. Kegiatan pembacaan teks ini

(28)

menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana isi cerita, tokoh-tokoh dalam cerita, dan jalannya cerita.

2) Deskripsi Teks 2.1. Teks 1

Teks 1 didapat dari Kaliyem (70 th), pemilihan informan ini didasarkan atas pengetahuannya mengenai objek penelitian. Hasil wawancara menggunakan bahasa Jawa ngoko dialek Banyumas. Hasil observasi dan wawancara tidak terarah dengan masyarakat Desa Limbasari, dapat dikatakan bahwa Kaliyem merupakan salah satu warga Desa Limbasari yang dianggap mengerti mengenai cerita PAL . Pendapat ini diperkuat dengan pendapat dari Kaliyem yang mengatakan sudah ada beberapa peneliti yang datang kepadanya untuk menceritakan cerita PAL.

2.2. Teks 2

Teks 2 didapat dari Besus Yulianto (45 th), pemilihan informan ini didasarkan atas pengetahuannya mengenai objek penelitian. Hasil observasi dan wawancara tidak terarah dengan masyarakat Desa Limbasari, didapat hasil bahwa di tengah masyarakat Desa Limbasari, Besus dianggap mampu bercerita tentang cerita PAL. Pendapat dari masyarakat ini tidak terlepas dari pengaruh ayahnya, seseorang yang dituakan dan pernah menjabat sebagai carik desa (almarhum). Hasil wawancara dengan Besus Yulianto (45 th) menggunakan bahasa Jawa

(29)

ngoko dialek Banyumas. Berdasarkan hasil pembacaan teks 2 ini, didapatkan pengetahuan bahwa cerita yang dituturkan Besus paling lengkap dibandingkan dengan informan lainnya.

2.3. Teks 3

Teks 3 didapat dari Sarji. Pemilihan informan ini didasarkan atas umur, pendidikan, pengetahuan mengenai objek penelitian, dan agama. Sarji merupakan penduduk Desa Limbasari yang telah berumur 82 tahun dan dituakan oleh masyarakat Desa Limbasari. Kenyataan sehari-hari, Sarji dikenal sebagai orang tua yang taat beribadah. Sarji dipilih sebagai informan yang mewakili golongan tua yang taat beribadah (golongan santri). Teks hasil wawancara dengan Sarji tidak lengkap, hanya berupa potongan-potongan cerita dan pengetahuan mengenai sejarah keberadaan cerita PAL bagi masyarakat Desa Limbasari.

2.4. Teks 4

Teks 4 didapat dari Sucipto (75 th). Pemilihan informan ini didasarkan atas umur, pendidikan, kedudukan di masyarakat, dan pengetahuan mengenai objek penelitian. Teks hasil wawancara dengan Sucipto banyak memiliki kesamaan alur dengan cerita teks cetak. Sucipto mengaku pernah membaca teks cetak sehingga ia mampu bercerita.

2.5. Teks 5

Teks 5 didapat dari Runtah (80 th). Pemilihan informan ini didasarkan atas umur, agama, pendidikan, dan pengetahuannya mengenai objek penelitian.

(30)

Runtah merupakan penduduk Desa Limbasari yang tergolong berusia tua dan dikenal tidak tekun dalam menjalankan ibadah. Teks hasil wawancara dengan Runtah berisi potongan-potongan cerita PAL yang ditambah dengan informasi mengenai keberadaan cerita PAL bagi masyarakat Desa Limbasari yang beraroma mistis.

Deskripsi cerita PAL dari teks 1 sampai dengan teks 5 dapat dilihat pada bab identifikasi dan deskripsi teks lisan.

3) Perbandingan Teks

Cerita PAL sebagai sebuah folklor memiliki karekteristik yaitu disebarkan secara lisan. Penyebaran secara lisan ini menimbulkan adanya variasi cerita. Variasi bahkan versi cerita ini terjadi karena mengandalkan daya ingat pencerita. Daya ingat masing-masing pencerita berbeda-beda. Pencerita yang daya ingatnya kuat akan menuturkan cerita sesuai dengan apa yang didengarkannya oleh penutur cerita sebelumnya mendekati kesamaan dengan cerita yang diperolehnya. Sementara pencerita yang daya ingatnya kurang akan menuturkan cerita sesuai dengan apa yang diingatnya. Melalui proses lupa manusia, maka apa yang diingat masing-masing pencerita berbeda-beda. Berdasarkan hal ini maka kelima varian yang cerita PAL yang telah diperoleh dari penutur cerita selanjutnya dibandingkan, untuk melihat persamaan dan perbedaan dari masing masing-masing varian cerita.

Perbandingan dari 5 teks cerita lisan PAL dilakukan berdasarkan unsur-unsur pembangun teks tersebut. Teks cerita PAL pada hakikatnya adalah karya sastra, maka unsur pembangunnya adalah unsur-unsur intrinsik karya sastra.

(31)

Unsur-unsur intrinsik yang dapat dijadikan pembanding meliputi tema, plot, tokoh, latar, dan amanat.

(32)

Tabel 2 Perbandingan Teks Lisan PAL Perban-

dingan

Teks 1 Teks 2 Teks 3 Teks 4 Teks 5

Tema Kisah pendirian padepokan

Nimbasari dan kemundurannya

Kisah pendirian

padepokan Nimbasari dan kemundurannya

Kecantikan seorang Prawan Ayu

Kisah Pendirian Padepokan Nimbasari dan

kemundurannya

Kecantikan seorang

Prawan Ayu.

Plot Dimulai dari Kyai

Gandawesi yang terkenal, perjalanan Patrawisa dan Ketut Wlingi mencari ilmu, padepokan Nimbasari terkenal, kedatangan para bupati, pertempuran dengan Wlingi Kusuma dan

meninggalnya Dyah Wasiati

Dimulai dari perjalanan rombongan Gandawesi mencari lembah, mendirikan padepokan, padepokan Nimbasari terkenal, kedatangan para bupati, pertempuran dengan Wlingi Kusuma dan meninggalnya Dyah Wasiati

Terdapat seorang prawan ayu yang kesulitan mencari pasangan hidupnya dan meninggal karena tapa pendhem.

Dimulai dari perjalanan Kyai Gandiwesi membuka daerah untuk dijadikan pedesaan, mendirikan padepokan Nimbasari, pertarungan para bupati dengan Wlingi kusuma dan kematian Dyah Wasiati.

Terdapat seorang wanita cantik yang kesulitan mencari pasangan hidupnya

Tokoh Kyai Gandiwesi, Ketut

Wlingi, Patrawisa, Wlingi Kusuma, Dyah Wasiati, empat bupati

Kyai Gandawesi, Ketut Wlingi, Patrawisa, Wlingi Kusuma, Dyah Wasiati dan empat bupati

Prawan ayu Kyai Gandiwesi, Dyah

Wasiati, 2 orang abdi, Ketut Wlingi, dan para bupati

Prawan ayu

Latar Rajawana, Sungai, Pamujan,

Watutumpang, Gunung Nini, Padepokan Nimbasari, Bendungan Patrawisa

Sungai, Penisihan, Pamujan, Watutumpang, Gunung Nini, Padepokan Nimbasari, Bendungan Patrawisa, Sungai Wlingi

Limbasari Purbalingga, Rajawana,

Baleraksa, Banjarkerta, Limbasari, Desa Srandil.

Limbasari

Amanat Kecantikan dan kekuatan

seseorang dapat membawa malapetaka

Kecantikan dan kekuatan seseorang dapat membawa malapetaka

Kecantikan yang dimiliki seseorang dapat membawa malapetaka

Pengorbanan seseorang demi ketentraman desa

Larangan

memanjangkan rambut bagi perempuan Desa Limbasari

(33)

4) Suntingan Teks

Hasil dari perbandingan teks-teks lisan tersebut, dapat dikatakan bahwa teks lisan hasil penuturan Besus Yunanto merupakan teks lisan yang paling lengkap. Perbedaan-perbedaan dengan teks lisan dari informan yang lain tidak begitu menonjol, atas dasar hal-hal tersebut teks tuturan dari Besus Yunanto ini dijadikan suntingan akhir teks lisan cerita PAL. Suntingan akhir teks cerita PAL adalah sebagai berikut :

Neng jaman ganu ana rombongan sing nduwe maksud nggoleti lembah nggo ngadegna padepokan. Rombongan kuwe dipimpin Kyai Gandawesi, ditutke karo putrane Wlingi Kusuma lan Dyah Ayu Wasiati, uga bature Patrawisa lan Ketut Wlingi sing asale sekang Bali.

Critane, sewise mlaku pirang-pirang ndina, pirang-pirang taun, tekan neng pinggir kali utawa kedung. Jebule kali kuwe wingit banget, akeh setane. Ben teyeng tekan sebrang, gelem ora gelem kudu nyebrang kali kuwe. Kyai Gandawesi banjur semedi, nyuwun pituduh karo sing gawe urip, kepriwe carane ben teyeng nyingkirna setan-setan kuwe. Sewise semedi, Kyai Gandawesi akhire teyeng nyingkirna setan-setan maring sawijining panggonan. Neng Kyai Gandawesi, panggonan setan-setan pada nyingkir diarani Penisihan, sing asale sekang tembung nyisih utawa nyingkir. Kedung sing dilewati mau dijenengi kedung Belis, sing tegese kedung kuwe kali, belis kuwe setan, dadikedung belis artine kedung sing akeh setane. Panggonan nggo semedi diarani Pemujan, sekang tembung muja, muji tegese panggonan nggo muji. Akhire rombongan Kyai Gandawesi slamet nganti sebrang.tekan sebrang, rombongan kuwe mlebu maring gunung.

Neng gunung, panggonan sing sekirane pas kanggo ngadegna padepokan urung keton. Malahan Kyai Gandawesi bingung milih arah ngendi sing bener. Akhire, nganggo kesakten sing diduweni, Kyai Gandawesi ngunggahna watu sing ukurane gedhe banget ditumpuk dadi siji.Sewise ditumpuk, banjur Kyai Gandawesi munggah maring nduwur watu, ndeleng arah. Sekang nduwur watu, katon panggonan sing kirane pas, arahe ngetan ngalor. Nganti siki, petilasan watu sing ditumpuk esih ana, diarani Watutumpang. Asale tembung, watu sing tumpang-tumpangan.

Banjur Kyai Gandawesi serombongan nerusna mlakune.neng tengah dalan ketemu karo nini-nini. Karo nini-nini kuwe, Kyai gandawesi takon, arah ngendi sing kudu dipilih tekan panggonan ngisor gunung, sing sekirane pas nggo ngadegna padepokan. Sewise njawab pitakone Kyai Gandawesi , nini-nini kuwe ngilang mbuh maring ngendi. Kanggo ngemuti kedadean kuwe, Kyai Gandawesi ngarani gununge, nganggo jeneng Gunung Nini.

(34)

Sewise mlaku maning selawas-lawas, akhire tekan maring panggonan sing digoleti. Nanging panggonane wujude esih alas-alas. Kyai Gandawesi ngongkon karo bature Ptrawisa lan Ketut Wlingi mbabad alas kuwe mau, nganti teyeng nggo ngedegna padepokan kanggo nuntut ngelmu. Pas lagi gawe kali, ndilalah Patrawisa kepleset nganti seda. Panggonan Patrawisa seda, diarani bendungan Patrawisa utawa Patrawingsa. Kali sing wis dadi diarani Kali Wlingi nggo ngormati bektine Ketut Wlingi.

Sewise padepokan dadi, taun maring taun sengsaya tambah kesohor. Akeh banget wong-wong adoh pada teka kepengin merguru dadi muride Kyai Gandawesi. Padepokan kuwe dijenengneni Nimbasari, sing tegese nimba sari utawa nimba ngelmu. Tekan seprene aran Nimbasari dadi Limbasari, ndean anu salah ngomong.

Amarga padepokane kesohor, keluargane Kyai Gandawesi uga melu kesohor lewih-lewih putrine Kyai Gandawesi sing arane Dyah Ayu Wasiati, sing ayu banget tur alus budhine. Ora tanggung-tanggung akeh jejaka sing nduwe niat nglamar, nanging Dyah Wasiati gumune ora gelem tetep ora gelem nrima lamarane salah siji jaka sing teka. Nganti sewijining dina, teka bupati cacahe papat. Bupati-bupati kuwe uga kepengin nglamar Dyah Wasiati. Nrima lamarane wong papat, apa maning bupati-bupati, gawe Dyah Wasiati sekeluarga pada kaget tur bingung. Bupati-bupati kuwe asmane Wira Yuda, Wira Tenaya, Wira Taruna, lan Wira Praja. Dyah Wasiati bingung banget kepriwe carane milih salah sijine, ning nek milih uga wedi mbok liyane pada gela.

Ndeleng adhine kebingungen, Wlingi Kusuma ora tegel. Banjur ngusulna gawe sayembara adu kesakten. Sapa sing teyeng ngalahna dheweke, kuwe sing pantes dadi bojone adhine. Usulane Wlingi Kusuma mau dituruti kabehan bupati. Akhire ning dina sing wis ditetepna, Wlingi Kusuma karo ptang bupati gelut adu kesekten. Mergane Wlingi Kusuma ngelmu kanuragane dhuwur, ora ana siji-sijia bupati sing teyeng ngalahna dheweke.

Bupati papat dadi mangkel, jengkel banget karo Wlingi Kusuma, isin banget margane kalah. Akhire bupati-bupati mau pada rembugan, kepriwe carane ben teyeng ngalahna Wlingi Kusuma. Dalan siji-sijine ya kue ngroyok Wlingi Kusuma. Akhire Wlingi Kusuma dikroyok neng para bupati. Nanging Wlingi Kusuma tetp bae menang. Akhire bupati-bupati teyeng ngalahna Wlingi Kusuma nganggo dalan nugel-nugel awake Wlingi Kusuma ben ora teyeng nyambung lan ora nyenggol lemah. Akhire Wlingi Kusuma benar-bener sedha.

Sewise Wlingi Kusuma sedha, mergane dikroyok, Dyah Wasiati tambah bingung merga kangmase kalah ora ijen ning dikroyok, dadi ora bisa milih sing ndi sing dadi jodone. Dheweke ngakoni yen kangmase wis kalah, nanging dheweke uga ora bias milih. Dijukut papat-papate jelas ora mungkin. Akhire ben gawe bupate pada ora gela tur seneng, Dyah Wasiati ngejokna penyuwunan. Dheweke kepengin nyuwun pituduh maring Gusti Allah nganggo dalan tapa pendem. Tapa pendem kuwi tapa ning ngisor bumi, gampangane tapa dikubur nang jero lemah. Dheweke nyuwun digawekna luang nggo tapa. Bupati-bupati banjur manut karo penyuwunane Dyah Wasiati. Kanggo ngerteni yen Dyah Wasiati wis oleh pituduh apa urung, nganggo benang seler. Benang kuwe dicekel Dyah Wasiati sing sebelah trus sing sebelah maning metu maring njaba luangan.

(35)

Angger benang kuwe esih uget-uget tandhane urung olih pituduh, ning angger wis meneng tegese wis olih pituduh.nek wis meneng luangane oleh dibongkar.

Sewise dienteni pirang-pirang dina, akhire benange meneng. Bupati-bupati seneng banget, cepet-cepet luangane didudah. Nanging, sewise dibongkar, Dyah Wasiati malah wis kaku, sedha. Bupati-bupati mau pda getun banget, nyesel, ngrasa salah karo Dyah Wasiati sekeluarga.

Sewise kedadian kuwe, Kyai Gandawesi gawe larangan kanggo masyarakat padepokan Nimbasari. Mengko angger Nimbasari dadi negeri sing rakyate akeh tur makmur, aja ana prawan sing ayu, ayu banget ndawakna rambut nganti tekan ngisor dengkul. Dicritakna, Dyah Wasiati kuwe prawan sing ayu banget, rambute dawa apik banget tekan ngisor dengkul.

4. Identifikasi dan Deskripsi Teks Cetak

Berdasarkan hasil observasi ke Desa Limbasari dan wawancara dengan beberapa informan, diperoleh informasi bahwa cerita PAL sudah pernah ditulis dan dibukukan. Melalui pegawai Pemerintah Daerah bernama Momot Prabowo penulis berhasil memperoleh teks tulis PAL. Naskah tersebut tidak diakui sebagai miliknya, melainkan milik seorang pegawai Dinas Pendidikan dan kebudayaan yang telah purna tugas sejak lama bernama Soeritno. Soeritno ini menurut informan sudah tidak diketahui tempat tinggalnya. Teks tulis cerita PAL berbentuk cetakan. Teks ini merupakan hasil penelitian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di tahun 1987 berjudul Pasang Surut Lereng Timur Laut Gunung Slamet: Kisah Putri Ayu Limbasari.

Deskripsi naskah cetak cerita PAL adalah sebagai berikut:

Judul : “Pasang Surut Lereng Timur Laut Gunung Slamet: Kisah Putri Ayu Limbasari”

Jenis naskah : Cetakan

Bahasa naskah : Indonesia

(36)

Tempat penulisan : Bobotsari

Penulis : Anonim

Pemilik naskah : Soeritno

Bahan naskah : Kertas

Warna tinta : Hitam

Kondisi naskah : Baik dan terbaca, jilidan terlepas Jumlah halaman : 68 halaman

Jumlah baris perhalaman : hal 55 terdapat 11 baris hal 7, 46 terdapat 16 baris hal 2, 6 terdapat 17 baris hal 12, 25, 29 terdapat 19 baris

hal 16, 19, 20, 26, 27 terdapat 22 baris

hal 22, 28, 30-37, 41-45, 47, 50-54 terdapat 23 baris

hal 48, 49, 15 terdapat 24 baris Jumlah halaman yang ditulis: 64 halaman

Jumlah halaman kosong : 4 halaman Jumlah lembar pelindung : -

Ukuran : 20,5 x 16 cm

Penomoran halaman : menggunakan angka latin di tengah atas halaman

Warna sampul : coklat tua

Jenis huruf : ketikan

Ringkasan :

Syekh Gandiwesi yang berasal dari Ngerum menghadap Panembahan Senopati di Mataram untuk meminta izin menyebarkan agama Islam di Jawa.

(37)

Setelah mendapatkan izin, Syekh Gandiwesi mengadakan perjalanan menyebarkan agama Islam dengan ditemani lima senopati beserta prajuritnya. Masing-masing senopati mendirikan daerah pemerintahan, dan Syekh Gandiwesi mendirikan padepokan bernama Nimbasari.

Sementara itu, Ketut Wlingi dan Patrawisa yang berasal dari Bali, pergi ke Jawa untuk mencari ilmu. Akhirnya mereka tiba di Nimbasari dan berguru di tempat tersebut. Ketut Wlingi dinikahkan dengan Siti Rumbiah, anak Syekh Gandiwesi. Sedangkan Patrawisa meninggal ketika membuat saluran air.

Perkawinan Ketut Wlingi dan Siti Rumbiah menghasilkan dua orang anak, yaitu Wlingi Kusuma dan adiknya Dyah Wasiati. Ketut Wlingi merupakan anak laki-laki yang mempunyai ilmu kesaktian yang mumpuni, sedangkan Dyah Wasiati tumbuh sebagai perempuan yang cantik jelita.

Suatu ketika datang empat bupati yang dahulunya adalah para senopati yang mengiring perjalanan Syekh Gandiwesi hendak melamar Dyah Wasiati. Lamaran serentak keempat bupati tersebut membuat Dyah Wasiati menjadi bingung. Melihat kebingungan adiknya Wlingi Kusuma mengadakan sayembara adu kekuatan. Siapa yang dapat mengalahkan dirinya dialah yang berhak mempersunting adiknya.

Pada sayembara tersebut Wlingi Kusuma kalah. Kekalahan ini diakibatkan para bupati mengroyok Wlingi Kusuma dengan jalan memotong-motong tubuh Wlingi Kusuma untuk dikubur secara terpisah. Kekalahan Wlingi Kusuma yang tidak seharusnya ini membuat Dyah Wasiati semakin bingung.

(38)

Akhirnya dia memutuskan untuk mencari petunjuk Tuhan dengan jalan bertapa di dalam tanah. Akhirnya Dyah Wasiati meninggal dunia.

Secara garis besar tidak terdapat perbedaan yang berarti antara teks lisan dan teks cetak. Faktor campur tangan peneliti (pegawai dinas Pendidikan dan Kebudayaan ) pada waktu itu, dapat dikatakan kecil. Hal ini dapat dilihat dari indikasi bahwa, apa yang ditulis dalam teks PAL cetak tidak jauh berbeda dengan apa yang diingat kolektifnya.

5. Perbandingan Teks Lisan dengan Teks cetak

Meskipun teks cetak/tulis berasal dari teks lisan, namun tidak menutup kemungkinan terjadi interpolasi. Interpolasi adalah penambahan atau pengisian unsur-unsur baru pada sebuah cerita (teks). Misalnya pada waktu memperoleh cerita rakyat tidak lengkap, tidak jelas, atau tidak sesuai dengan nilai budaya atau norma yang berlaku di masyarakat, maka biasanya ada kecenderungan bahwa secara sadar atau tidak sadar terjadi proses penambahan, penggantian, atau penghilangan unsur-unsur cerita yang sudah dikenal. Begitu pula dengan teks lisan, karena mengandalkan daya ingat pencerita, maka umumnya ditemukan banyak varian bahkan versi dari sebuah cerita. Namun, perbedaan hanya berada pada bagian luarnya, sedangkan bentuk dasarnya tetap sama, Dananjaja (Ratri,2008:57).

Teks lisan dan teks cetak cerita PAL banyak mengandung perbedaan. Perbedaan ini berada pada tataran permukaan, bentuk atau inti dari cerita tetap sama. Pada proses pembedaan ini teks lisan dijadikan sebagai landasan. Hal-hal yang dapat dijadikan faktor pembeda antara teks lisan dan teks cetak, yakni pelaku

Gambar

Tabel 2 Perbandingan Teks Lisan PAL
Tabel  berikut  ini  menggambarkan  deret  sinkronik  dan  diakronik  episode-episode cerita PAL
Gambar 23  Struktur Dalam PAL

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 12 Hasil Laporan Monitoring Untuk monitoring perkembangan bantuan dari data uji coba pada Gambar 11 kondisi. monitoring kebutuhan penyakit

Berdasarkan temuan dan hasil penelitian tersebut, beberapa saran yang dapat diajukan guna peningkatan kualitas pembelajaran di SD adalah siswa-siswa SD agar selalu

Kemampuan Najwa Shihab dan kelompoknya dalam mengemas gerakan #dirumahaja dengan menggunakan aspek hiburan senada dengan pendapat Hutchinson dalam (Rahmawan et

Potensi nutrisi berbagai bahan pakan hijauan yang mengandung tanin dan efektivitasnya sebagai anti parasit dalam mendukung kinerja ternak kambing bligon.. Fakultas

Hasil dari tugas ini disusun dalam bentuk laporan tertulis dan presentasi untuk dikumpulkan kepada dosen / asisten dosen di kelas masing-masing dengan susunan sebagai berikut

Disamping itu, dengan adanya proses hidrolisis oleh enzim protease akan terjadi penguraian protein yang menghasilkan polipeptida rantai pendek dan asam amino sehingga

[r]

cara sebagai berikut: (1) Pemasangan spanduk yang telah dilakukan sebanyak kurang lebih 801 buah spanduk, dipasang di daerah rawan geng motor, sekolah-sekolah,