• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan : MTs Negeri Bobotsari

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : VII/1

Alokasi Waktu : 4 x 45 menit (2 pertemuan) Standar Kompetensi

Mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan Kompetensi Dasar

Menemukan hal-hal yang menarik dari dongeng yang diperdengarkan Indikator

1) Siswa dapat menjelaskan isi cerita Putri Ayu Limbasari, dan keberadaan cerita tersebut.

2) Siswa dapat menyebutkan karakteristik cerita rakyat.

3) Siswa dapat menemukan hubungan cerita Putri Ayu Limbasari dengan keberadaan tempat-tempat di daerah siswa.

4) Siswa dapat menemukan unsur intrinsik cerita Putri Ayu Limbasari, (tokoh, latar, watak, amanat).

5) Siswa dapat menemukan nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita Putri Ayu Limbasari.

6) Siswa dapat membandingkan cerita Putri Ayu Limbasari dengan cerita rakyat lainnya.

Materi Pembelajaran

Putri Ayu Limbasari

Pada zaman dahulu, terdapat serombongan orang yang melakukan perjalanan untuk menyebarkan agama Islam (membangun padepokan),. Rombongan tersebut dipimpin oleh Kyai Gandawesi yang berasal dari kerajaan Mataram dengan diikuti Siti Rumbiah, Ketut Wlingi, Patrawisa dan beberapa prajurit. Ketut Wlingi dan Patrawisa adalah murid serta pembantu Kyai Gandawesi yang berasal dari Bali. Kemudian karena Ketut Wlingi bertabiat baik, rajin dan cakap, akhirnya dinikahkan dengan anak Kyai Gandawesi yaitu Siti Rumbiah. Perkawinan Ketut Wlingi dan Siti Rumbiah ini dikaruniai dua orang anak, yaitu Wlingi Kusuma dan Dyah Ayu Wasiati. Wlingi Kusuma tumbuh menjadi pemuda yang cakap, pemberani, dan mempunyai kesaktian yang tinggi, sementara Dyah Ayu Wasiati tumbuh menjadi gadis yansg cantik jelita serta halus budi pekertinya.

Dikisahkan, setelah sekian lama mengembara sampailah mereka di tepian sungai. Sungai tersebut sangat angker. Banyak makhluk halus berdiam di sungai tersebut. Supaya dapat mencapai seberang mau tidak mau mereka harus menyeberangi sungai tersebut. Kyai Gandawesi melakukan semedi memohon petunjuk kepada Yang Maha Kuasa agar dapat menyingkirkan makhluk halus tersebut. Dengan izin Allah, setan-setan tersebut dapat disingkirkan ke sebuah tempat. Kyai Gandawesi menamakan tempat menyingkirnya setan-setan tersebut dengan nama Penisihan, yang artinya tempat untuk menyisih atau menyingkir. Sementara tempat Kyai Gandawesi semedi diberi nama Pamujan yang berarti tempat untuk memuja. Sungai yang mereka lewati diberi nama Kedung Belis, kedung berarti sungai, dan belis berarti setan. Kedung Belis berarti sungai yang banyak setannya. Akhirnya mereka berhasil menyeberang sungai dengan selamat dan sampailah mereka pada sebuah bukit.

Setelah berhasil menyeberangi sungai rombongan Kyai Gandawesi sampai di sebuah bukit. Di bukit tersebut, Kyai Gandawesi kebingungan dalam memilih arah mana yang tepat untuk dituju. Berbekal kesaktian dan kekuatan yang dimiliki, ia menaikan batu berukuran raksasa untuk landasan tempat ia melihat arah. Dari atas batu inilah terlihat sebuah lembah yang terletak di arah timur laut dari tempatnya berdiri. Lembah tersebut terlihat cocok untuk membangun sebuah padepokan, karena letaknya yang strategis, yaitu diapit dua buah sungai di timur dan barat dan disebelah utara terdapat perbukitan. Kemudian tempat ini diberi nama Watu Tumpang yang berarti batu yang tumpang tindih.

Di tengah perjalanan menuju lembah tersebut, mereka bertemu dengan seorang nenek. Kyai Gandawesi kemudian bertanya kepada nenek tersebut, tentang arah mana yang harus ditempuh ke lembah untuk mendirikan sebuah padepokan. Setelah menjawab pertanyaan, nenek tersebut menghilang. Untuk mengenang kejadian tersebut Kyai Gandawesi memberi

nama bukit tempat bertemu dengan nenek tersebut dengan nama Gunung Nini yang berarti gunung nenek.

Setelah berjalan berhari-hari, sampailah mereka ke lembah yang dituju. Di lembah tersebut mereka mendirikan padepokan untuk menyebarkan ilmu. Pada waktu itu, lembah masih berupa hutan belantara. Kyai Gandawesi memerintahkan kepada dua orang pembantunya untuk membuka hutan sampai dapat digunakan untuk membuat padepokan. Pada saat kedua pembantunya yang bernama Patrawisa dan Ketut Wlingi membuat irigasi dan bendungan untuk memenuhi kebutuhan air di lembah, Patrawisa jatuh terpeleset dan meninggal dunia. Tempat meninggalnya Patrawisa ini sampai sekarang bernama Patrawisa atau Patrawingsa. Hasil saluran irigasi berupa aliran sungai dinamakan Sungai Wlingi untuk menghormati jasa Ketut Wlingi. Akhirnya di lembah tersebut dibanngun padepokan yang diberi nama Nimbasari. Nama ini diambil karena di padepokan tersebut orang-orang dapat menuntut ilmu (nimba artinya menuntut, sari artinya ilmu). Nama Nimbasari kemudian berubah menjadi Limbasari.

Dari tahun ketahun padepokan Nimbasari semakin terkenal sampai jauh keluar wilayah, dengan gurunya Kyai Gandawasi, yang ada juga menyebutnya Kyai Kendilwesi. Kyai Gandawesi menyadari bahwa umurnya telah lanjut. Tibalah saatnya untuk menyesihkan diri menekuni hari tuanya. Akhirnya dia berpamitan dengan penghuni padepokan. Kepemimpinan dan pengelolaan padepokan diserahkan kepada menantunya Ketut Wlingi. Kyai Gandawesi meninggalkan Nimbasari menuju daerah pesisir selatan. Tidak ada seorang pun yang mengetahui kemana Kyai Gandawesi mengembara. Disuatu daerah pantai di Kabupaten Cilacap terdapat sebuah makam yang dikenal sebagai makam Kendilwesi. Petilasan itulah yang kemungkinan merupakan tanda bahwa Kyai Gandawasi atau Kyai Kendilwesi pernah tinggal di kawasan tersebut.

Nimbasari tidak hanya padepokan saja yang terkenal, tetapi putri penghuni padepokan pun turut terkenal terutama Dyah Ayu Wasiati juga sangat terkenal dengan kecantikan parasnya dan kehalusan budinya. Tidak sedikit para pemuda yang datang hendak mempersunting Dyah Ayu Wasiati. Namun demikian lamaran para pemuda selalu ditolak oleh Dyah Ayu Wasiati. Pada suatu waktu, datanglah empat orang bupati bersama-sama dengan maksud mempersunting Dyah Ayu Wasiati. Empat bupati tersebut adalah; Bupati Wirayuda dari Bandingan, Bupati Wiratenaya dari penisihan, Bupati Wirataruna dari Beji, dan Bupati Wirapraja dari Sawangan. Lamaran keempat bupati ini membuat Dyah Ayu Wasiati menjadi bingung. Ia tidak mungkin memilih kempat-empatnya dan apabila salah satu dipilih maka yang lain akan kecewa dan marah. Apabila bupati yang tidak terpilih marah, maka akan membuat penghuni padepokan akan resah dan takut. Hal ini disebabkan para bupati mempunyai kedudukan dan pengaruh disekitar Nimbasari, apalagi mereka dulu adalah murid Kyai Gandawesi.

Melihat keresahan yang dialami Dyah Ayu Wasiati, Wlingi Kusuma sebagai kakak tidak tega melihatnya. Ia menawarkan jalan keluar dengan membuat sayembara. Sayembara tersebut berbunyi barang siapa yang

mampu mengalahkannya, ia berhak mempersunting Dyah Ayu Wasiati. Sayembara tersebut kemudian disetujui oleh dyah Ayu Wasiati dan keempat bupati tersebut. Pertempuran antara Wlingi Kusuma dan para bupati pun dimulai. Namun karena Wlingi Kusuma sangat sakti, maka tidak satu pun bupati yang sanggup mengalahkannya. Hal ini membuat resah para bupati. Mereka akhirnya sepakat untuk mengalahkan Wlingi Kusuma dengan jalan mengeroyoknya. Meskipun dikeroyok empat bupati Wlingi Kusuma tetap tak terkalahkan. Ia mempunyai kesaktian bahwa apabila ia mati kemudian jasadnya menyentuh tanah maka ia dapat hidup kembali. Melihat kondisi ini, para bupati kemudian memotong-motong tubuh Wlingi Kusuma yang saat itu mati agar tidak dapat bersatu lagi.

Potongan-potongan tubuh Wlingi Kusuma kemudian, dibawa oleh para bupati. Bagian lambung yang dalam bahasa Jawa dinamakan bumbung dibawa bupati Wiratenaya ke kadipatennya di Penisihan. Namun dalam perjalanan bumbung itu akhirnya dikubur, karena Wiratenaya tidak tahan membawa lambung yang terus bergerak-gerak. Tempat untuk menguburkan lambung tersebut diberi nama Palumbungan yang diambil dari nama bumbungan.

Bagian anggota tubuh Wlingi Kusuma berupa kepala dibawa Bupati Wirapraja ke daerah Tlahab dan dikuburkan di daerah tersebut. Tempat untuk menguburkan kepala Wlingi Kusuma ini diberi nama Siregol, yang berarti sirah gigal atau kepala jatuh. Kaki Wlingi kusuma dibawa Bupati Wirayuda ke arah utara yaitu daerah Karang Jambu dan dikuburkan di tempat tersebut. Daerah ini kemudian diberi nama Lemah Jangkar. Wirataruna membawa kemaluan Wlingi Kusuma dikuburkan di tepi sungai Laban. Tempat itu kemudian dinamakan Gunduk Sikonthol. Gundukan itu sampai sekarang apabila ditanami berbagai tanaman selalu mati atau tidak berbuah. Dengan cara demikian akhirnya Wlingi Kusuma benar-benar tewas.

Meninggalnya Wlingi Kusuma dengan cara licik membuat marah Ketut Wlingi. Ia berniat menuntut balas, tetapi Siti rumbiah dan Dyah Ayu Wasiati segera menyadarkannya. Apabila Ketut Wlingi menuruti hawa nafsu, dapat dipastikan akan menimbulkan kekacauan di Nimbasari. Stelah ditenangkan oleh anak dan istrinya, Ketut Wlingi akhirnya menyadari bahwa kematian Wlingi Kusuma sudah menjadi suratan takdir.

Setelah Wlingi Kusuma tewas, kalah dalam pertempuran karena kelicikan para bupati, Dyah Ayu Wasiati semakin bingung. Apalagi ketika para bupati menagih janji atas kekalahan Wlingi Kusuma. Kekalahan kakaknya bukan oleh seorang bupati melainkan oleh keempat bupati tersebut. Sebagai seorang berbudhi mulia Dyah Ayu Wasiati mengakui kekalahan kakaknya dalam sayembara, tetapi ia tidak dapat memilih dari keempat bupati tersebut untuk menjadi suaminya.

Untuk mengatasi hal ini, Dyah Ayu Wasiati kemudian mengajukan permohonan. Untuk menentukan siapa yang akan dipililih sebagai suaminya, ia akan memohon petunjuk kepada Yang Maha Kuasa dengan jalan tapa pendhem (bertapa di dalam tanah). Ia kemudian meminta dibuatkan sebuah lobang untuk tempat bertapa. Permohonan akhirnya dapat diterima oleh para

bupati. Untuk mengetahui apakah Dyah Ayu Wasiati sudah dapat petunjuk atau belum, maka digunakan seutas tali yang dipegang Dyah Ayu Wasiati bagian ujung dan bagian ujung yang lain menjulur keluar lobang bertapa. Tali ini dimasukan ke dalam bambu yang sekaligus sebagai tempat bernafas. Apabila tali tersebut masih bergerak-gerak, maka manandakan Dyah Ayu Wasiati belum mendapat petunjuk. Apabila tali sudah diam tak bergerak menandakan Dyah Ayu Wasiati sudah dapat petunjuk dan lobang tempat bertapa dapat dibongkar.

Setelah ditunggu oleh para bupati, akhirnya tali tersebut diam tak bergerak. Melihat hal ini dengan cepat para bupati membongkar lobang tempat Dyah Ayu Wasiati melakukan tapa pendhem. Para bupati semakin berharap bahwa dirinyalah yang akan terpilih untuk menjadi suami Dyah Ayu Wasiati. Namun setelah lobang dibongkar, betapa terkejutnya keempat bupati melihat jazad Dyah Ayu Wasiati yang telah terbujur kaku di dalamnya. Melihat kejadian ini para bupati menyadari kekeliruannya. Mereka sangat menyesal dan merasa bersalah kepada Dyah Ayu Wasiati dan keluarganya.

Setelah peristiwa tersebut, Ketut Wlingi membuat larangan atau arahan kepada masyarakat Nimbasari pada saat itu, bahwa apabila nanti padepokan ini tambah maju, jika ada perempuan Nimbasari yang cantik jangan terlalu cantik, dan tidak boleh memanjangkan rambutnya melebihi lutut. Hal ini karena Dyah Ayu Wasiati diceritakan berambut panjang sampai lutut. Apabila terdapat perempuan yang cantiknya menyamai Dyah Wasiati, maka hidupnya tidak akan tentram dan tidak akan berumur panjang.

Model Pembelajaran

Pada pembelajaran ini, model yang digunakan berdasarkan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning), dengan bebrapa strateginya yaitu menemukan, konstruktisme, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, dan refleksi, serta penilaian yang sebenarnya.

Kegiatan Pembelajaran 1) Pertemuan ke -1

Kegiatan Awal

a) Guru mengadakan apresepsi tentang materi pembelajaran dengan materi yang pernah diberikan kepada siswa.

b) Guru menyampaikan informasi tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar pembelajaran.

c) Guru menyampaikan secara garis besar keberadaan cerita rakyat khususnya di daerah Purbalingga.

Kegiatan Inti

a) Siswa mendengarkan dongeng berupa cerita yang berjudul Putri Ayu Limbasari yang disampaikan oleh guru.

b) Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 siswa.

c) Bersama kelompoknya siswa mendiskusikan karakteristik cerita rakyat, unsur intrinsik cerita Putri Ayu Limbasari dan nilai-nilai moral yang ada dalam cerita.

d) Perwakilan siswa melaporkan hasil diskusi kelompok. e) Kelompok lain menanggapi hasil laporan diskusi. Kegiatan Penutup

a) Guru bersama melakukan refleksi tentang pembelajaran yang telah dilakukan.

b) Guru memberi tugas kelompok yaitu

a. Setiap kelompok mencari satu buah cerita rakyat yang ada di daerahnya.

b. Setiap kelompok membandingkan cerita rakyat yang diperoleh dengan cerita Putri Ayu Limbasari.

2) Pertemuan ke-2 Kegiatan Awal

a) Guru melakukan apresepsi

b) Guru menyampaikan SK dan KD pembelajaran yang akan dilaksanakan.

c) Guru mengaitkan pembelajaran dengan tugas yang telah diberikan kepada siswa secara kelompok.

Kegiatan Inti

a) Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kerjanya berupa penemuan cerita rakyat yang diperbandingkan dengan cerita Putri Ayu Limbasari.

b) Kelompok lain menanggapi laporan kelompok temannya dengan berdiskusi.

c) Siswa dan guru mendiskusikan tentang persamaan dan perbedaan dari cerita-cerita yang telah diperoleh masing-masing kelompok.

d) Siswa menemukan fungsi cerita rakyat bagi pemiliknya. Kegiatan Akhir

a) Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah dilaksanakan. b) Guru dan siswa merefleksi pembelajaran yang telah dilaksanakan Sumber belajar

a) Cerita Rakyat b) Buku cerita rekaan c) Narasumber/masyarakat

Penilaian Pertemuan ke-1

Teknik : Tes

Bentuk Instrumen : Soal tertulis Soal kelompok :

1) Termasuk dalam genre apakah cerita Putri Ayu Limbasari? 2) Sebutkan 3 karakteristik cerita rakyat ?

3) Sebutkan tokoh dan karakter yang ada dalam cerita Putri Ayu Limbasari! 4) Sebutkan latar tempat yang ada dalam cerita Putri Ayu Limbasari !

5) Nilai-nilai moral apa sajakah yang dapat diambil dari cerita Putri Ayu Limbasari ?

Pedoman Penskoran

Skor masing-masing soal 2, skor maksimal 10

Penghitungan nilai akhir dalam skala 0—100 adalah sebagai berikut: Perolehan Skor

Nilai = x Skor ideal (100) Skor Maksimum (10)

Pertemuan ke-2 Teknik : Tes

Bentuk : Uraian laporan hasil kelompok

Soal : Carilah sebuah cerita rakyat yang ada di daerah kalian, kemudian bandingkan cerita tersebut dengan cerita Putri Ayu Limbasari !

Pedoman Penskoran

Penemuan cerita rakyat

No Isi Cerita Skor

1. 2. 3.

Cerita lengkap dari awal sampai akhir Cerita kurang lengkap

Tidak menemukan cerita rakyat

40 20 0

Skor maksimal 40

Perbandingan cerita dengan Putri Ayu Limbasari

No Perbandingan Skor

1. 2. 3.

Menemukan perbandingan dengan tepat Menemukan perbandingan tetapi kurang tepat

Tidak dapat membandingkan

21 - 40 10 - 20

0

Skor maksimal 40

Kerja kelompok

No Kerja sama Skor

1. 2. 3.

Semua anggota bekerja sama

Hanya sebagian anggota yang bekerja sama

Tidak ada kerja sama

20 10 0

Skor maksimal 20

Skor total maksimal 100

Nilai = perolehan skor cerita + skor perbandingan + skor kerja sama

7) Analisis Model Pelestarian Cerita PAL Sebagai Bahan Ajar di Madrasah Tsanawiyah

8.1. Analisis Model Pembelajaran

Model pelastarian cerita PAL yang dijadikan sebagai bahan ajar di Madrasah Tsanawiyah menggunakan model pembelajaran kontekstual. Model ini menggunakan strategi-strategi seperti konstruktivisme, penemuan (inkuiri), bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian nyata. Selanjutnya model kontekstual yang diterapkan pada cerita PAL akan dianalisis

berdasarkan strategi-strategi tersebut. Hasil analisis dapat disampaikan sebagai berikut.

(1) Analisis Konstruktivisme

Pada model pembelajaran ini, strategi konstruktivisme diterapkan ketika siswa menyusun unsur-unsur intrinsik cerita Putri Ayu Limbasari dari hasil simakan, menghubungkan tempat dalam cerita dengan tempat empiris di daerahnya, informasi yang diperoleh ketika mencari cerita rakyat. Siswa membangun pemahaman pada dirinya tentang karakteristik cerita rakyat. (2) Analisis Penemuan atau inkuiri

Salah satu tugas yang diberikan guru kepada siswa adalah mencari hal-hal yang berkaitan dengan cerita rakyat seperti karakteristik, unsur-unsur yang membangun, fungsi cerita rakyat, dan nilai-nilai yang terkandung dalam PAL. Dalam proses inipun siswa melakukan penemuan atau pencarian terhadap cerita rakyat yang ada pada masyarakat.

(3) Bertanya

Bertanya merupakan kata kerja yang maksudnya untuk mengetahui sesuatu. Perolehan informasi dilakukan melalui proses bertanya. Untuk mengetahui hal-hal tentang cerita rakyat siswa melakukan tanya jawab dengan anggota kelompoknya. Proses bertanya ini juga dilakukan dengan guru, dan kepada masyarakat pemilik cerita.

(4) Masyarakat Belajar

Pengetahuan dan pengalaman siswa diperoleh melalui orang lain baik secara perorangan atau kelompok. Proses diskusi di kelas bersama

kelompok atau seluruh kelas termasuk guru adalah salah satu ciri masyarakat belajar. Perolehan ilmu atau pengalaman dari masyarakat yang tahu tentang cerita rakyat juga merupakan bagaian dari masyarakat belajar. Siswa selalu berada dalam lingkungan masyarakat belajar manakala dalam dirinya masih membutuhkan informasi yang berguna bagi tugas belajarnya.

(5) Pemodelan

Pemodelan yang ada dalam pembelajaran kontekstual ini dilakukan oleh guru ketika menyampaikan cerita Putri Ayu Limbasari . Guru sebagai model yaitu guru sebagai penutur cerita.

(6) Refleksi

Refleksi merupakan pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian pembelajaran yang telah dilaluinya. Refleksi berfungsi mengupayakan siswa untuk mencoba mengingat kembali apa yang dialaminya sehingga dapat menyimpulkan pengalaman belajarnya sendiri. Pengalaman-pengalaman belajar tentang cerita rakyat akan membentuk pondasi minat siswa terhadap pemeliharaan budaya daerah sebagai suatu kearifan lokal.

(7) Penilaian Nyata

Evaluasi yang disusun guru dalam model ini menggunakan penilaian proses dan hasil. Keaktifan siswa dalam diskusi, mengemukakan ide-idenya, serta pencarian yang serius merupakan penilaian tersendiri sebagai proses belajar siswa. Pada bagian akhir pembelajaran guru melakukan evaluasi sebagai proses penilaian untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap

cerita rakyat. Pengumpulan tugas kelompok juga merupakan proses penilaian yang dapat dilakukan oleh guru.

Berdasarkan analisis model pembelajaran dengan menggunakan strategi-strategi seperti konstruktivisme, penemuan (inkuiri), bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian nyata, maka cerita PAL dapat diterapkan dengan model pembelajaran kontekstual.

8.2.Analisis Bahan Pembelajaran

Berdasarkan pendapat Rahmanto (1993: 27-31) yang menyampaikan bahwa dalam pemilihan bahan ajar sastra di sekolah harus mempertimbangkan tiga aspek penting yaitu: 1) bahasa; 2) kematangan jiwa (psikologi); 3) latar belakang kebudayaan siswa, maka cerita PAL sebagai bahan ajar akan dianalisis dengan ketiga aspek tersebut.

(1) Aspek Bahasa

Cerita PAL merupakan cerita rakyat lokal yang dituturkan menggunakan bahasa daerah. Melalui proses translasi cerita PAL yang masih dalam bahasa daerah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Cerita PAL hasil dari proses translasi ini dapat dipahami dengan mudah oleh siswa karena tidak mengunakan kosa kata yang tidak diketahui oleh siswa. Kosa kata bahasa daerah yang tidak ada padanan dalam Bahasa Indonesia tidak menjadi hambatan bagi para siswa karena kosa kata tersebut merupakan kosa kata dari bahasa ibu mereka. Contoh pada istilah semedi, bertapa, tirakat dan ngluwat. Kosa kata-kosa kata ini tidak asing di telinga siswa, sehingga siswa dapat memahaminya dengan baik.

(2) Aspek Psikologi

Usia siswa Madrasah Tsanawiyah berkisar antara 12-15 tahun. Usia ini berdasarkan psikologi perkembangan anak dari anak-anak hingga dewasa, berada pada tahap ketiga yaitu tahap realistik (13 – 16 th). Pada tahap ini anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi, dan sangat berminat pada realitas atau hal yang benar-benar nyata. Mereka terus berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan nyata.

Berdasarkan tahap perkembangan anak tersebut maka kekhawatiran bahwa anak akan terpengaruh dengan hal-hal di luar nalar akan terhindarkan. Anak dalam tahap ini sudah dapat membedakan antara dunia fantasi dengan dunia nyata. Cerita PAL sebagai sebuah mitos yang mengandung hal-hal di luar nalar akan disikapi dengan baik oleh siswa. Peran guru sangat diperlukan dalam hal ini, untuk membantu pemahaman siswa.

(3) Aspek Latar Belakang Kebudayaan

Cerita PAL merupakan cerita rakyat lokal yang sangat erat kaitannya dengan budaya masyarakat pemiliknya. Keterkaitan antara karya sastra dengan budaya di lingkungan siswa akan memudahkan siswa dalam memahami materi pembelajaran. Secara alami siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra berlatar budaya yang erat hubungannya dengan kehidupan mereka. Mungkin mereka tertarik dengan peristiwa yang dikisahkan, tempat, atau kelompok masyarakat tertentu. Sangat boleh jadi tokoh-tokoh cerita lebih menarik perhatian mereka karena ada

kencenderungan pada mereka untuk mengidentifikasi diri dengan tokoh-tokoh tersebut. Terlebih lagi jika tokoh tersebut berasal dari lingkungan yang memiliki kesamaan dengan mereka atau orang-orang disekitar mereka.

Sebagai sebuah legenda maka cerita PAL terkait dengan tempat-tempat yang ada di daerah siswa. Hal ini mendukung prinsip kontekstualitas dalam pembelajaran. Baik latar tempat maupun budaya yang ada dalam cerita PAL adalah latar tempat dan budaya yang dimiliki oleh siswa.

Kriteria pemilihan bahan ajar yang disampaikan oleh Suyitno, bahwa bahan pelajaran harus mampu menunjang dan membantu siswa pada mengenal dan memahami manusia secara lebih baik, mampu membuat siswa memahami serta menghayati kehidupan secara lebih baik, memungkinkan pekerjaan jiwa dan perasaan siswa berkembang dengan baik dan menunjang pemahaman yang lebih baik terhadap kebudayaan pada umumnya dan kebudayaan nasional pada khususnya dapat dipenuhi dalam cerita PAL.

Berdasarkan analisis model pelestarian cerita PAL sebagai bahan ajar di Madrasah Tsanawiyah, baik analisis model pembelajaran maupun analisis bahan pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa cerita PAL dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran sastra di Madrasah Tsanawiyah.

Dokumen terkait