• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMAS

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2.1. Definisi Kelembagaan

2.1.2. Kualitas Kelembagaan Petan

Pengembangan kelembagaan bagi masyarakat petani dianggap penting karena beberapa alasan. Pertama, banyak masalah pertanian yang hanya dapat dipecahkan oleh suatu lembaga petani. Berbagai pelayanan kepada masyarakat petani seperti pemberian kredit, pengelolaan irigasi, penjualan bahan-bahan pertanian, dan lain sebagainya. Organisasi-organisasi tersebut dapat berperan sebagai perantara antara lembaga-lembaga pemerintah atau lembaga-lembaga swasta dalam rangka sebagai saluran komunikasi atau untuk kepentingan- kepentingan yang lain. Kedua, organisasi masyarakat memberikan kelanggengan atau kontinuitas pada usaha-usaha untuk menyebarkan dan mengembangkan teknologi, atau pengetahuan teknis kepada masyarakat. Ketiga, untuk menyiapkan masyarakat agar mampu bersaing dalam struktur ekonomi yang terbuka (Anantanyu 2009).

16 Menurut Esman (1986) dalam Anantanyu (2009) pengembangan kelembagaan dapat dirumuskan sebagai perencanaan, penataan, dan bimbingan dari organisasi-organisasi baru atau yang disusun kembali yang; a) mewujudkan perubahan-perubahan dalam nilai-nilai, fungsi-fungsi, teknologi-teknologi fisik atau sosial, b) menetapkan, mengembangkan, dan melindungi hubungan- hubungan normatif dan pola-pola tindakan yang baru, dan c) memperoleh dukungan dan kelengkapan dalam lingkungan lembaga. Efektivitas pengembangan kelembagaan diukur berdasarkan berbagai kriteria, termasuk kemampuannya untuk menyediakan barang-barang dan jasa-jasa bagi orang dengan kategori tertentu dan kemampuannya mempertahankan hidupnya dalam suatu jaringan dari unit-unit yang saling mengisi yang memajukan tingkat pertumbuhan sosial-ekonomi (Eaton 1986 dalam Anantanyu 2009).

Sumardjo (2003) mengungkapkan gejala-gejala sosial yang mendorong kelompok tani berfungsi secara efektif antara lain:

1. Keanggotaan dan aktivitas kelompok lebih didasarkan pada masalah, kebutuhan, dan minat calon anggota.

2. Kelompok berkembang mulai dari informal efektif dan berpotensi serta berpeluang untuk berkembang ke formal sejalan dengan kesiapan dan kebutuhan kelompok yang bersangkutan.

3. Status kepengurusan yang dikelola dengan motivasi mencapai tujuan bersama dan memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama, cenderung lebih efektif untuk meringankan beban bersama anggota, dibanding bila pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan secara sendiri-sendiri.

17 4. Inisiatif anggota kelompok tinggi untuk berusaha meraih kemajuan dan

keefektivan kelompok karena adanya keinginan kuat untuk memenuhi kebutuhannya.

5. Kinerja kelompok sejalan dengan berkembangnya kesadaran anggota, bila terjadi penyimpangan pengurus segera dapat dikontrol oleh proses dan suasana demokratis kelompok.

6. Agen pembaharu cukup berperan secara efektif sebagai pengembang kepemimpinan dan kesadaran kritis dalam masyarakat atas pentingnya peran kelompok. Disamping itu, yang dibutuhkan atas kehadiran penyuluh selain mengembangkan kepemimpinan adalah kemampuan masyarakat mengorganisir diri secara dinamis dalam memenuhi kebutuhan hidup kelompok.

7. Kelompok tidak terikat harus berbasis sehamparan, karena yang lebih menentukan efektivitas dan dinamika kelompok adalah keefektivan pola komunikasi lokal dalam mengembangkan peran kelompok.

2.2. Persepsi

Persepsi adalah proses yang digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti (Buzzell 1981 dalam Kotler et al. 2009). Sedangkan Herminta (2008) menyatakan bahwa persepsi adalah proses yang dilakukan individu dalam mengelola dan menafsirkan kesan indra mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka, meskipun demikian apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan obyektif. Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik, tapi juga pada rangsangan yang

18 berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Poin pentingnya adalah bahwa persepsi dapat sangat beragam antara individu satu dengan yang lain yang mengalami realitas yang sama. Setiap orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas objek yang sama karena tiga proses: perhatian selektif, distorsi selektif, dan ingatan selektif.

Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal (Rakhmat 1998). Rakhmat (1998) juga menjelaskan yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimulus. Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan) yang mencakup penafsiran objek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan (Gibson 1986).

2.3. Kemandirian Petani

Kemandirian merupakan totalitas kepribadian yang perlu atau harus dimiliki oleh setiap individu sebagai sumberdaya manusia (Nawawi dan Martini 1994). Kemandirian menunjuk pada individualitas bukan individualistis atau individualisme atau bahkan egoisme. Kemandirian adalah kemampuan mengakomodasikan sifat-sifat baik manusia, untuk ditampilkan di dalam sikap dan perilaku yang tepat berdasarkan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh seorang individu.

Globalisasi tidak dapat dilepaskan dari suatu karya manusia yang unik, yaitu teknologi dengan segala perwujudan dan perkembangannya. Sukardi (1993) menyatakan bahwa menyatunya dunia, sebagai kata lain dari globalisasi, hanya dimungkinkan melalui pengembangan teknologi. Kehadiran ilmu pengetahuan

19 dan teknologi modern secara lebih lanjut memungkinkan manusia untuk mengeksplorasi, memanipulasi, dan mentransformasikan lingkungannya menjadi suatu lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya. Kesempatan dan pilihan muncul sebagai akibat pembangunan, dengan adanya globalisasi, hal tersebut tidak lagi hanya berasal dari lingkungannya, tetapi juga dari belahan dunia lain.

Di dunia pertanian, kesiapan petani menghadapi era globalisasi adalah menyangkut kualitas perilaku petani dalam konteks kesiapan petani. Kesiapan petani akan menentukan sejauh mana petani mampu mandiri. Pengertian petani mandiri disini adalah petani terbebas dari kungkungan dan ketergantungan dan subordinasi dari pihak lain dalam mengambil dan melaksanakan keputusan hidupnya (Sumardjo 1999). Covey (1993) tentang kemandirian, petani yang mandiri adalah petani yang mampu menciptakan kesalingtergantungan dan duduk setara dalam pola kolegial (kemitraan) dengan pihak lain. Keputusan yang diambil petani idealnya adalah keputusan yang merdeka dan dinilai secara sadar oleh petani tersebut sebagai keputusan yang paling menguntungkan.

Dalam konteks pertanian berkelanjutan di era globalisasi ekonomi, kemandirian petani tersebut akan mantap apabila potensi petani tersebut diwarnai dengan aspek-aspek perilaku petani yang berciri modern, efisien dalam bisnis pertanian dan daya saing yang menghasilkan keterkaitan yang berkesinambungan.

Ciri-ciri kemandirian petani menurut Edward (1967), Inkeles dan Smith (1974), Covey (1995), Faulkner dan Browman (1995) dalam Sumardjo (1999) adalah sebagai berikut:

20 1. Petani mandiri mempunyai rasa percaya diri dan mampu memutuskan atau

mengambil suatu tindakan yang dinilai paling menguntungkan secara cepat, dan tepat dalam mengelola usahanya di bidang pertanian tanpa tergantung atau tersubordinasi oleh pihak lain, baik itu berupa perintah, ancaman, petunjuk atau anjuran.

2. Senantiasa mengembangkan kesadaran diri dan kebutuhannya akan pentingnya memperbaiki diri dan kehidupannya, serta punya inisiatif dan kemauan keras untuk mewujudkan harapannya.

3. Mampu bekerjasama dengan pihak lain dalam kedudukan setara sehingga terjadi kesalingketergantungan dalam situasi saling menguntungkan dalam suatu kemitraan usaha yang berkelanjutan.

4. Mempunyai daya saing yang tinggi dalam menetapkan pilihan terbaik bagi alternatif usaha yang ditempuh dalam kehidupannya.

5. Senantiasa berusaha memperbaiki kehidupannya melalui berbagai upaya memperluas wawasan berfikir dan pengetahuan, sikap dan keterampilannya, sehingga berespon secara positif terhadap perubahan situasi dan berusaha secara sadar mengatasi permasalahan dengan prosedur yang dinilai paling tepat.