• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRAWBERRY 7.1 Karakteristik Responden

7.2. Kemandirian Petan

7.3.1. Peningkatan Pendapatan Petan

Perumusan inovasi teknologi dan kelembagaan yang disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan komoditas unggulan/potensial harus memiliki daya ungkit bagi peningkatan

86 pendapatan petani. Dampak langsung yang terlihat dengan berkembangnya usaha strawberry di Desa Banyuroto adalah peningkatan pendapatan rumah tangga dibandingkan dengan hanya mengusahakan sayuran yang harganya berfluktuasi serta masih erat sekali dengan sistem ijon. Sebelum strawberry diintroduksikan, pola tanam sayuran di petani umumnya adalah kubis, tomat, dan cabe secara bergiliran dalam setahun. Adanya usaha strawberry menggeser sebagian usaha sayuran, namun petani dengan penguasaan lahan agak luas masih tetap mengusahakan sayuran disamping strawberry. Selain itu, usahatani strawberry memberikan pendapatan tunai secara kontinyu setiap hari selama setahun.

Komoditas strawberry dikembangkan lebih lanjut dengan mengembangkan usaha strawberry dengan orientasi agrowisata. Kegiatan yang dilakukan berupa penataan tanaman di lahan untuk tujuan petik sendiri dan pengembangan sistem rotasi agar setiap saat dapat melayani permintaan konsumen. Keputusan beralih menjadi petani strawberry kebanyakan disebabkan memang karena adanya peluang dan pangsa pasar. Hal ini didukung dengan jumlah panenan strawberry sebanyak 20-25 kg setiap dua hari sekali selama musim kemarau dan hanya 5 kg setiap seminggu sekali selama musim hujan, serta harga jual strawberry yang tinggi yaitu Rp 15.000/kg ke pengumpul dan Rp 30.000-40.000/kg jika dijual langsung ke konsumen melalui kebun petik yang mereka dirikan sendiri di atas lahan pertanian mereka. Sebagai gambarannya, berikut disajikan analisis usahatani strawberry Desa Banyuroto pada Tabel 26.

87 Tabel 26. Analisis Usahatani Strawberry Desa Banyuroto

N o m o r U r a i a n Biaya 1 2 3 4 5 6 7

Skala Usaha (ha) Hasil (kg) Harga jual (Rp) Nilai hasil (Rp) Biaya produksi (Rp):

a. Biaya naungan (mulsa)/musim b. Sarana produksi:

- Bibit/benih - Pupuk - Pestisida

c. Tenaga persiapan dan penanaman/musim d. Tenaga petik/musim e. Lain-lain Pendapatan bersih/musim (Rp) Pendapatan bersih/bln (Rp) 0,1 2.480 15.000 37.200.000 425.000 4.500.000 400.000 - 1.750.000 4.000.000 - 26.125.000 1.741.000

Sumber: Data Primer 2012 (diolah)

Peluang usaha strawberry Desa Banyuroto juga terlihat dari harga jual yang paling tinggi per kilogramnya dibandingkan dengan produk-produk pertanian lain yang juga diusahakan petani Gapoktan Desa Banyuroto. Gambar 10 berikut ini menyajikan perbandingan harga jual produk pertanian ke pengumpul dari sayur dan buah yang banyak diusahakan oleh petani Desa Banyuroto.

Sumber: Data Primer 2012

Gambar 10. Perbandingan Harga Jual Antar Produk Pertanian

- 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 strawberry kubis cabe seledri daun bawang

strawberry kubis cabe seledri daun bawang

88 Dari data primer mengenai pendapatan petani tiap bulannya dapat dilihat bahwa pendapatan rumah tangga petani memang mengalami kenaikan ketika mengadopsi tanaman strawberry sebagai tanaman pertanian yang mereka pilih untuk ditanam. Kenaikan pendapatan yang terjadi tergantung dengan pilihan tanaman pendukung yang mereka tanam dalam sistem rotasi yang terjadi serta optimalisasi penggunaan lahan, alokasi sumberdaya pendukung pertanian, dan keputusan pemasaran. Kenaikan terbesar dialami oleh petani yang memutuskan untuk menanam kubis, yaitu sekitar 177% ketika mengganti lahan tanamnya menjadi strawberry. Hal ini dikarenakan harga jual kubis memang rendah dan berfluktuatif. Sedangkan untuk petani yang menanam cabe, seledri, dan daun bawang, kenaikan pendapatan yang mereka alami masing-masing sekitar 148%, 151%, 74%.

Sumber: Data Primer 2012 (diolah)

Gambar 12. Perbandingan Pendapatan Per Bulan Usahatani dalam Skala Usaha 0,1 Ha 1.741.000 628.570 703.600 692.850 1.002.100 0 500000 1000000 1500000 2000000 Strawberry Kubis Cabe Seledri Daun Bawang

89 7.3.2. Nilai Tukar Petani

Nilai Tukar petani dapat digunakan sebagai indikator kesejahteraan petani. Secara umum nilai tukar petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto tergolong relatif baik. Tabel 27 menyajikan tingkat nilai tukar petani strawberry anggota Gapoktan Desa Banyuroto

Tabel 27. Nilai Tukar Petani Strawberry Gapoktan Desa Banyuroto

Nomor Nilai Tukar Petani

1. Terendah 0,7227

2. Tertinggi 1,6219

3. Rataan 1,1296

4. Median 1,0704

Sumber: Data Primer 2012 (diolah)

Data pada Tabel 27 menunjukkan bahwa rata-rata nilai tukar petani strawberry Desa Banyuroto relatif baik yaitu 1,1296. Hal ini menandakan bahwa produktivitas kerja petani cukup baik dan total pendapatan rumah tangga petani di lokasi penelitian sudah dapat mencukupi kebutuhan hidup rumah tangga selama setahun, baik untuk pengeluaran pangan maupun pengeluaran nonpangan. Hal ini berarti pula bahwa apabila petani menginvestasikan dalam kegiatan usahatani dan non pertanian, maka petani akan memperoleh manfaat sebesar 112,96%. Hasil ini menggambarkan bahwa kebutuhan primer seperti sandang, pangan, papan dan kebutuhan sekunder lainnya dapat dicukupi dan masih bisa menabung sebesar 12,96% dari total pengeluaran. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto sebagai wadah program-program inovasi teknologi Prima Tani telah berhasil meningkatkan nilai tukar petani. 7.4. Keberlanjutan Pertanian

Keberlanjutan pertanian dinilai dari persepsi petani anggota mengenai tingkat penggunaan pestisida dan pupuk organik, serta tingkat pencemaran air dan tanah yang terjadi akibat adanya aktivitas pertanian di Desa Banyuroto.

90 7.4.1. Penggunaan Pestisida Organik

Strawberry yang dikembangkan oleh anggota Gapoktan Desa Banyuroto sudah organik. Petani sama sekali tidak menggunakan pestisida anorganik dalam proses pengolahan tanah hingga pemanenannya. Seluruh anggota Gapoktan sepakat bahwa strawberry yang ditanam jika ditambahkan pestisida anorganik hasilnya malah tidak terlalu baik rasa dan penampilannya bahkan terkadang strawberry banyak yang mati. Selama ini juga tidak ada kasus hama yang menyerang tanaman strawberry mereka. Kendala utama strawberry di Desa Banyuroto hanyalah musim penghujan yang terjadi berkepanjangan karena dapat menyebabkan gagal atau busuk buah. Jadi, petani sama sekali tidak mengeluarkan biaya apapun untuk pestisida organik. Berikut ini disajikan sebaran persepsi anggota Gapoktan Desa Banyuroto mengenai penggunaan pestisida anorganik dalam usahatani strawberry.

Tabel 28. Penggunaan Pestisida Anorganik dalam Pertanian Strawberry Apakah Petani Masih

Menggunakan Pestisida Anorganik

Anggota Gapoktan Desa Banyuroto

Jumlah Persentase

Ya 0 0%

Tidak 28 100%

Jumlah 28 100%

Sumber: Data Primer 2012 (diolah)

Dari Tabel 28 diatas dapat dilihat bahwa seluruh petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto sepakat bahwa mereka tidak menggunakan pestisida anorganik dalam pertanian strawberry mereka. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan yang sama dan materi penyuluhan yang masih diterapkan hingga kini. Namun, berbeda halnya dengan produk pertanian lain yang biasa ditanam, seperti sayur-sayuran yang banyak dibudidayakan. Petani masih sulit untuk beralih ke pertanian organik. Tabel 29 berikut ini disajikan sebaran persepsi anggota Gapoktan Desa

91 Banyuroto mengenai penggunaan pestisida organik dalam kegiatan usahatani mereka.

Tabel 29. Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Tingkat Penggunaan Pestisida Organik

Tingkat Penggunaan Pestisida Organik

Anggota Gapoktan Desa Banyuroto

Jumlah Persentase

Tinggi 2 7,14%

Sedang 20 71,42%

Rendah `6 21,42%

Jumlah 28 100%

Sumber: Data Primer 2012 (diolah)

Petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto memang menggunakan sistem rotasi untuk lahan pertaniannya. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan unsur hara pada tanah. Umur tanaman strawberry biasanya hanya 1-1,5 tahun. Strawberry biasanya ditumpangsarikan dengan seledri atau daun bawang. Setelah itu, tanaman strawberry diganti dengan tanaman sayur-sayuran yang lain, seperti cabe, kol, wortel,sawi putih, atau tembakau. Strawberry juga bisa dibilang sebagai penetral tanah kembali, karena petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto belum terbiasa membudidayakan sayur-sayuran organik karena terkendala permintaan pasar yang selalu ada, sehingga dibutuhkan proses produksi yang cepat dan massal, walaupun sudah ada pelatihan mengenai pembuatan pupuk atau pestisida organik.