TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Sumberdaya Institusi Pendidikan Akademi Keperawatan
2.2.3. Kurikulum akademi keperawatan
Penyelenggaraan pendidikan pada program pendidikan akademi keperawatan
mempergunakan kurikulum Nasional Program Akademi Keperawatan yang
ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional Nomor 239/U/1999 tanggal 04 Oktober
1999. Kurikulum Nasional disusun berlandaskan pada falsafah keperawatan yang
mencakup konsep manusia, kesehatan, lingkungan dan keperawatan serta berorientasi
Pendidikan Nasional nomor 232/U/2000 tentang pedoman penyusunan kurikulum
pendidikan tinggi dan penilaian hasil belajar mahasiswa dan Nomor 045/U/2004
tentang kurikulum inti pendidikan tinggi. Kurikulum meliputi:
1. Kesesuaian visi, misi, sasaran, dan tujuan pendidikan
2. Relevansi dengan tuntutan dan kebutuhan stakeholders
3. Struktur dan isi kurikulum (keluasan, kedalaman, koherensi, penataan/organisasi)
4. Kompetensi dan etika lulusan yang diharapkan
5. Derajat integrasi materi pembelajaran (intra dan antar disiplin ilmu)
6. Kurikulum lokal yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang terdekat dan
kepentingan internal lembaga
7. Mata kuliah pilihan yang merujuk pada harapan/ kebutuhan mahasiswa secara
individual/ kelompok mahasiswa tertentu
8. Peluang bagi mahasiswa untuk mengembangkan diri melanjutkan studi,
mengembangkan pribadi, memperoleh pengetahuan dan pemahaman materi
khusus sesuai dengan bidang studinya, mengembangkan keterampilan yang dapat
dialihkan (transferable skills), terorientasikan kearah karir, dan pemerolehan
pekerjaan.
Menurut Suryosubroto (2005) kurikulum adalah seluruh program kegiatan
dan sumber-sumber yang disediakan untuk mencapai sasaran dan tujuan program
studi, termasuk program pembelajaran, sumber-sumber, proses-proses, dan penilaian
hasil belajar. Kurikulum pendidikan keperawatan disusun berdasarkan kerangka
1. Pengusaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai pendidikan profesional,
pendidikan keperawatan dimasa mendatang akan menumbuh kembangkan
mahasiswa melalui kelompok keilmuan (body of knowledge) dan keterampilan
profesional yang mencakup ketrampilan intelektual, teknikal, ketrampilan
komunikasi serta hubungan interpersonal yang diperlukan untuk melakukan
pelayanan/asuhan keperawaan profesional kapada masyarakat. Hal ini dilakukan
dan dicapai secara bertahap dalam lingkungan belajar dengan sarana pendidikan
yang cukup dan relevan dalam masyarakat dan iklim akademik yang menopang
pencapaian kompetensi yang akan dicapai.
2. Memecahkan masalah secara ilmiah. Kemampuan memecahkan masalah secara
ilmiah merupakan landasan utama dalam menumbuh kembangkan kemampuan/
penguasaan proses keperawatan, yaitu metoda utama yang digunakan oleh
seorang perawat profesional dalam melaksanakan asuhan keperawatan dalam
penerapan pengalaman belajar klinik (PBK) dan pengalaman belajar lapangan
(PBL).
3. Sikap, tingkah laku dan kemampuan profesional. Sikap, tingkah laku dan
kemampuan profesional yang dijiwai prinsip-prinsip humaniora merupakan
landasan utama pelayanan keperawatan dengan kode etik keperawatan sebagai
acuan/pedoman. Penumbuhan dan pembinaan berfikir, bersikap, berpandangan
dan bertindak sesuai hakekat profesi keperawatan, merupakan proses panjang,
berkelanjutan dalam suatu komunitas profesional dengan lingkungan dan budaya
4. Belajar aktif dan mandiri. Kemampuan dan kemauan belajar aktif dan mandiri
serta mengarahkan belajar sendiri dan belajar berkelanjutan, menuju terbinanya
sikap dan kemampuan belajar seumur hidup atau sepanjang hayat, seperti yang
dituntut oleh profesi. Hasil ini dicapai melalui rangkaian pengalaman belajar yang
disusun dan dilaksanakan dengan berorientasi kepada kebutuhan manusia (student
centre).
5. Pendidikan dimasyarakat. Sikap dan kemampuan profesional seorang lulusan
akademi keperawatan yang dituntut untuk mengabdikan dirinya dimasyarakat dan
memandirikan rakyat untuk hidup sehat, ditumbuhkan dan dibina sepanjang
proses pendidikannya melalui berbagai bentuk pengalaman belajar yang
dilaksanakan dan dikembangkan di masyarakat.
Kurikulum akademi keperawatan disusun lebih terarah dan dapat memenuhi
tuntutan kebutuhan masyarakat. Lulusan akademi keperawatan diharapkan kompeten
dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dan melaksanakan peran serta
tanggung jawabnya sesuai tuntutan profesi keperawatan.
2.2.3.1. Kompetensi akademi keperawatan
Awal mula dari kurikulum berbasis kompetensi ini adalah kurikulum yang
dikembangkan oleh Depdiknas sebagai wewenang dan tugasnya. Kurikulum ini
dinyatakan untuk menggantikan kurikulum 1994 atau kurkulum berbasis pencapaian
tujuan (objective based curiculum). Kurikulum berbasis kompetensi ini dirancang
disebut kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi adalah sebagai pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai seseorang yang telah menjadi bagian
dari dirinya, sehingga dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan
psikomotor dengan sebaik-baiknya.
Arah dan pedoman belajar yang jelas ada dalam kurikulum. Bila ingin
menigkatkan mutu atau kualitas sumberdaya manusia, maka terlebih dahulu
meningkatkan mutu institusi pendidikan. Sementara untuk meningkatkan mutu
pendidikan membutuhkan arah dan pedoman belajar. Akademi keperawatan
mempunyai 23 kompetensi yang harus diselesaikan dalam 6 semester. Mahasiswa
akademi keperawatan dikatakan lulus pendidikan atau tamat pendidikan apabila telah
menyelesaikan ke 23 kompetensi ini.
2.2.3.2. Standar Isi. Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi
untuk mencapai tingkat kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan. Standar ini
memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat
satuan pendidikan, dan kalender pendidikan akademik. Kedalaman muatan kurikulum
pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingkat
dan/atau semester sesuai dengan standar nasional pendidikan. Kedalaman muatan
kurikulum dikembangkan oleh badan standarisasi nasional pendidikan (BSNP) dan
ditetapkan oleh peraturan menteri.
Kompetensi terdiri dari standar kompetensi dan kompetensi dasar. Kerangka
yang bersangkutan untuk setiap program studi. Kurikulum tingkat satuan pendidikan
wajib memuat mata kuliah pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa
indonesia dan bahasa inggris. Kurikulum untuk tingkat satuan pendidikan untuk
setiap program studi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan
tinggi dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Kurikulum yang sederajat atau bentuk lain dapat dimasukkan pada pendidikan
berbasis keunggulan lokal. Keunggulan lokal ini dapat merupakan bagian dari
pendidikan kelompok mata kuliah pada pendidikan tersebut. Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai pendidikan tertentu.
Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang ditetapkan dalam
peraturan pemerintah untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat
satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan. Kurikulum tingkat
satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan
dimasing-masing satuan pendidikan.
2.2.3.3. Proses pembelajaran. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan tempat dan situasi yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan
perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran.
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang memuat sukurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar,
metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Pelaksanaan proses
pembelajaran harus memperhatikan jumlah maksimal peserta didik per kelas dan
beban mengajar maksimal per pendidik (PP No. 19 tahun 2005).
Menurut Tilaar (2004) yang mengutip pendapat Don Tapscott ada 3 (tiga)
unsur proses belajar yang asing di dalam budaya lama, yaitu: interaktif, partisipasi,
dan diskursus. Budaya interaktif memerlukan suatu proses belajar-mengajar yang
baru, oleh karena peserta yang belajar atau pembelajar bukan bersifat pasif tetapi
aktif. Si pembelajar berinteraksi dengan sesama, dengan para pakar baik secara
langsung maupun melalui karya-karya dengan menggunakan internet. Didalam proses
interaktif tersebut maka si pembelajar adalah seorang partisipan dan bukan seorang
boneka yang sekadar hanya menerima segala sesuatu yang dituangkan kedalamnya.
Demikian pula di dalam proses interaktif tersebut, si pembelajar bukanlah pasif tetapi
secara aktif mengadakan diskursus mengenai segala hal yang ditemukan di dalam
pengembaraannya dalam dunia maya tanpa batas.
Proses pembelajaran tentu meminta sosok seorang teman mitra belajar dan
sarana belajar yang berbeda. Sarana belajar tidak terbatas hanya di dalam kelas,
”school without walls”, danjuga tidak tergantung pada seorang dosen karena dosen
buku perpustakaan, karena informasi dapat diketahui dan dianalisis dari berbagai
sumber. Yang diperlukan adalah kemampuan daya analisis.
Duncan Grey mengatakan yang dikutip oleh Tilaar 2002, bahwa diperlukan
satu generasi dosen untuk dapat mengadopsi dan beradaptasi dengan proses
pembelajaran yang baru. Di dalam kebudayaan global dengan teknologi informasi
yang berkembang sangat cepat telah muncul generasi muda atau n-generation dengan
sikap yang berlainan dengan sikap generasi tua. Bagi generasi tua, informasi dan ilmu
pengetahuan yang dimilikinya sangat terbatas serta diperoleh dengan cara yang
tradisional, lambat, kurang up-to-date, dan sangat terbatas serta tertutup.
TIK dalam proses belajar mengajar, mengatasi batas-batas waktu dan tempat.
Oleh sebab itu peran dosen dan mahasiswa perlu diredefinisikan. Dosen bukan lagi
sebagai instruktur tetapi seorang fasilitator yang membawa peserta didik membuka
jendela-jendela ilmu pengetahuan yang terbuka tanpa batas. Didalam kaitan ini
redefinisi peran dosen menjadi mutlak. Dosen tetap ada dan penting, profesi dosen
tetap ada dan tidak dapat diganti oleh komputer. Namun peranannya berubah menjadi
fasilitator. Dengan adanya TIK maka proses belajar-mengajar bukan hanya
mengembangkan kemampuan kognitif mesikipun ini sangat menonjol, tetapi juga
mengembangkan berbagai potensi intelegensi, termasuk intelegensi budaya (culture
intelligence).
Proses pembelajaran adalah sarana dan cara bagaimana suatu generasi belajar,
belajar adalah cara bagaimana para pelajar itu memiliki dan mengakses isi pelajaran
itu sendiri.
Dalam proses belajar mengajar, pada awal proses sudah tentu diperlukan
bimbingan pendidik dalam arti tradisional, namun demikian bimbingan tersebut
semakin lama semakin menghilang dan berubah menjadi seorang fasilitator yang
membuka jalan bagi peserta didik untuk mengembara (roaming) secara mandiri
dalam dunia informasi yang tanpa tepi. Proses belajar itu tentunya akan berubah
karena tidak didikte lagi oleh para pendidik yang tradisional tetapi peserta didik
semakin cepat untuk dapat berdiri sendiri.
Tabel 2.3. Proses Belajar Interaktif
Proses Belajar Mandiri Proses Belajar Interaktif
1. Dosen sebagai pembaca berita 1. Dosen sebagai fasilitator 2. Sekolah sebagai penyiksa 2. Sekolah sebagai pusat
untuk bergembira
3. Satu ukuran untuk semua 3. Sesuai dengan pelanggan (customize)
4. Belajar disekolah 4. Belajar seumur hidup 5. Belajar menyerap bahan pelajaran 5. Belajar bagaimana belajar 6. Dosen sebagai pusat 6. Peserta didik sebagai pusat 7. Instruksi 7. Konstruksi, menemukan 8. Linier,berurutan (sequential/serial) 8. Belajar melalui hiper
media
Pada fase permulaan, peserta didik akan dibimbing untuk dapat menemukan
jalannya sendiri. Didalam proses belajar inilah akan muncul sekolah atau kampus-
tanpa-dinding (school without walls). Didalam kaitan ini proses belajar oleh Don
Tapscott disebut sebagai broadcastlearning akan diganti dengan interaktive learning
sebagaimana yang tercantum dalam tabel 2.3.
Perkembangan tuntutan kebutuhan masyarakat, kemajuan IPTEK dan
pembangunan dibidang kesehatan sekarang dan yang akan datang yang dituangkan
dalam pendidikan untuk dapat memberikan perkembangan dan pembinaan yang
mengacu pada landasan utama pelayanan/asuhan keperawtan profesional, maka
berbagai bentuk pengalaman belajar dilaksanakan melalui kurikulum pendidikan
akademi keperawatan. Pengalaman belajar tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengalaman Belajar Teori. Pengalaman belajar tiori yang memungkinkan peserta
didik mengikuti dan menguasai ilmu dan kiat keperawatan, sehingga dapat
ditumbuhkan dan dibina kemampuan peserta didik untuk melaksanakan asuhan
keperawatan profesional. Belajar teori harus didukung oleh sarana prasarana yang
lengkap guna menunjang situasi dan kondisi belajar.
Prestasi belajar atau student achievement mahasiswa pada umumnya dihubungkan
dengan kemungkinan prestasi kerja yang nantinya akan dicapai setelah mereka
memasuki dunia kerja. Oleh karena itu sering kali diprediksi bahwa mahasiswa
yang memiliki prestasi belajar yang tinggi, akan memiliki prestasi kerja yang
tinggi pula. Namun demikian bagi seorang profesional, prestasi hasil belajar yang
intelligence menurut istilah Goleman (1999) dan lingkungan manajemen dunia
kerjanya memiliki peranan yang lebih besar terhadap keberhasilan seseorang
(Widodo, 1999).
2. Belajar di Laboratorium . Mengajar melalui tatap muka adalah yang paling umum
dan telah dikenal dengan baik; melalui persiapan SAP, materi mengajar, metode
mengajar, penekanan, tanya jawab dan diskusi hingga presentasi materi yang
dapat dilihat dalam dua dan tiga dimensi serta pencatatan.
Mahasiswa belajar dalam tatap muka; mendengar melalui telinga, mendengar
kemudian lupa. Bila diceritakan lagi akan tertarik. Dan bila melihat akan diingat
apabila ditunjukkan dengan jelas. Tetapi banyak pengetahuan harus dipahami dan
dapat diimplementasikan, oleh sebab itu proses belajar ”learning by doing” atau
belajar dilaboratorium dan pelaksanaan tugas-tugas projek atau praktikum akan
memberi hasil lebih yaitu: bila dilakukan sendiri, maka akan tahu dan dipahami.
3. Praktek Belajar Klinik (PBK) dan Praktek Belajar Lapangan (PBL). Melalui
pengalaman belajar dalam tatanan nyata dimasyarakat, khususnya dalam tatanan
pelayanan kesehatan terutama dalam pengalaman belajar klinik (PBK) di Rumah
Sakit, Puskesmas, Klinik Bersalin dan pengalaman belajar lapangan (PBL) di
desa binaan, mahasiswa mendapat kesempatan untuk berlatih bekerja di
masyarakat melakukan sosialisasi profesional, mengambil keputusan klinik, lebih
peka dan mampu mengidentifikasi dan memecahkan berbagai masalah kesehatan,
dan teknologi dalam bidang keperawatan, serta memanfaatkan berbagai sumber
dan kemampuan yang ada dimasyarakat.
Melalui praktek lapangan (mahasiswa akademi keperawatan) dapat
menerapkan prinsip-prinsip belajar pada situasi nyata melalui interaksi
dengan klien atau keluarga dan anggota tim kesehatan lainnya.
Pengembangan keterampilan di dalam bidang keperawatan juga di peroleh
dan diperkuat dengan pemberian bimbingan supervisi dari CI (clinical
instructre) pendidikan yang bekerjasama dengan CI (clinikal structure)
Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik Bersalin dan juga perangkat desa selama
proses praktek lapangan berlangsung.
2.3. Pembiayaan
Pembiayaan/Pendanaan meliputi: (1) sumber dana; (2) sistem alokasi dana
(3) pengelolaan dan akuntabilitas penggunaan dana; (4) keberlanjutan pengadaan dan
pemanfaatannya.
Pembiayaan adalah dana pendukung penyelenggaraan program studi yang
disediakan oleh perguruan tinggi dan sumber dana lain, seperti industri dan lembaga
lain yang berkepentingan dengan kualitas lulusan yang akan dipekerjakannya. Dana
itu harus direncanakan sesuai dengan standar finansial yang disepakati untuk
biaya operasional program, pengadaan dan pemeliharaan bahan pengajaran dan
fasilitas lainnya yang diperlukan untuk pelaksanaan program.
Menurut PP No. 19 tahun 2005, standar pembiayaan pendidikan terdiri dari
biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal (PP No. 19 tahun 2005). Biaya
investasi meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan
sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses
pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan
meliputi (1) gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang
melekat pada gaji, (2) bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, (3) biaya operasi
pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana
dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak,
asuransi, dan lain sebagainya.
Biaya operasi perguruan tinggi adalah biaya untuk memberikan pelayanan
pendidikan tinggi, tidak termasuk investasi pada prasarana, sarana, dan modal kerja
tetap dan biaya pendidikan personal yang harus ditanggung oleh peserta didik.